*Happy Reading*
"Bener, kamu sebenarnya juga suka sama Pak Ammar?"
Aku langsung menghela napa panjang, saat akhirnya tanya itu benar-benar dilontarkan Bang Al Padaku.
"Udah gak usah ditanya lagi. Orang kayak adek lo ini, mana mau ngaku!" sambar Mak Kanjeng sok tahu.
Tak ayal, ucapan Mak Kanjeng pun menghadirkan helaan napas dalam dari Bang Al, karena ....
"Mak, yang Al tanya tuh, Nur. Emak bisa diem sebentar, gak?" ucap Bang Al, mencoba bersabar pada sifat emak yang memang kadang kek bensin eceran.
"Ngapain sih, Al, ditanya lagi? Kan, Emak udah jelasin semuanya sama elo tadi." Mak Kanjeng tak mau mengerti.
"Tapi itukan versi Emak. Versi si Nur, Al belum dengar," balas Bang Al. Masih mencoba tetap bersabar.
Jangan heran. Segalak-galaknya Bang Al, emang paling gak bisa bentak Emak, atau pun aku. Malahan sangat menjaga sekali, dan untuk alasa
*Happy Reading*Kukira, setelah mendengar celetukan Mak Kanjeng. Bang Al akan ngamuk, atau minimal marah sama aku.Ternyata yang terjadi adalah, dia malah mengusap wajahnya pelan, sebelum kemudian menghela napas panjang dan menatapku intens.Ditatap seperti itu, otomatis aku pun menunduk, benar-benar tak berani membalas tatapan Bang Al yang memang tajam.Nah, coba itu. Di situasi biasa aja tatapan Bang Al selalu terlihat tajam. Apalagi di situasi aku sekarang. Rasanya seperti di intimidasi secara tidak langsung."Al, kamu tidak bisa menyalahkan Nur untuk perasaannya. Karena cinta itu kadang diluar logika."Entah karena merasa seorang pria yang wajib melindungi wanitanya, atau karena ingin cari muka. Ammar pun tiba-tiba buka suara. Mencoba untuk memberi pengertian pada Bang Al."Sekarang kamu tahu, kan? Kalau kami memang saling mencintai, jadi, saya mohon jangan halangi hubungan kami lagi." Ammar kembali bersuara.Se
*Happy Reading*Ah sialan!Gara-gara ucapan si Nurhayati. Aku jadi kepikiran terus pada keadaan Ammar saat ini.Ammar bangkrut? Bener gak, sih? Kalau bener, kasihan, dong. Dia kan biasa hidup kek anak sultan. Apa aja tinggal tunjuk, tinggal beli, tinggal bayar. Kalau beneran bangkrut, gimana ya hidupnya sekarang?Duh, aku jadi kepikiran. Tapi ... gimana caranya tahu keadaan Ammar, kalau orangnya aja gak pernah nongol didepan aku.Apa ... aku telpon aja, ya? Tapi ... tengsin, ah! Masa cewek nelpon duluan. Nanti aku disangka cewe apakah? Tapi ... kalau gak nelpon disangkanya aku gak perduli lagi.Aduh! Jadi galau aku! Gimana dong ini? Telpon? jangan? Telpon? Jangan? Ugh ... Tokek mana, sih? Nongol kek bentar. Bantuin aku mikir gitu. Aku rindu suaramu tokek."Nur?"Allahhu akbar! Kaget gue!Sedang asyik bergulat dengan pikiran sendiri. Tiba-tiba saja pundakku ditepuk orang, disertai panggilan y
*Happy Reading*From: 089xxxxxx: Nurbaeti? Benar? Bisa kita bertemu besok di cafe xxx. Saya ingin bicara penting sama kamu.Siapa, nih?Refleks aku menggaruk rambut yang masih terbalut hijab abu muda hari ini, seraya memutar otak melihat deretan nomor asing yang tertera di sana.Siapa tahu aku kenal gitu, gengs?Namun ternyata, seberapa lama pun aku putar otakku yang memang kapasitas Ram-nya sedikit. Tetap saja aku tidak menemukan titik terang akan nomor itu.Nomornya siapa, sih?Orang iseng, ya?Hadew, males banget aku ngurusin beginian. Serius, pemirsah! Aku memang tipe orang, yang tidak mau menggubris yang namanya nomor asing yang mampir di ponselku.Apapun alasannya. Selama itu nomor asing, itu akan aku abaikan. Meski sebenarnya ternyata itu dari salah satu temen, atau bahkan si Nurhayati yang ganti nomor lagi-- maklum artes. Aku gak akan angkat selama dia gak chat dan menyebutkan namanya.Sombong?
*Happy Reading*"Ammar?" beoku tanpa sadar. Setelah mendengar jawaban wanita cantik yang ada di depanku ini."Begitulah," balasnya lagi, seraya berkacak pinggang sebelah tangan, dan mengecek kuku hasil medi pedi mahalnya pada sebelah tangannya lagi.Mengerjap sejenak, aku pun langsung menarik ujung blouse di Nurhayati dan berbisik pada sang Artes."Nur, ini ... maksudnya gue lagi dilabrak, ya? Cem di sinetron-sinetron itu." Aku meminta keyakinan tentang pradugaku pada Nurhayati."Kek-nya sih gitu, Nur." Nurhayati mengaminkan. Membuat aku bergumam panjang tanda mengerti.Oh ... begini toh rasanya dilabrak?"Trus, Nur. Abis ini gue harus ngapain?"Berhubung ini baru pengalaman pertama untukku, aku pun meminta petunjuk pada Nurhayati, yang sepertinya sudah lumayan sering main labrak-labrakan kek gini."Ya lawan, lah! Jangan diem aja!"Lawan kek mana pula, sih? Ih, si Nurhayati nih kalau kasih ide suka gak
*Happy Reading*"Jodoh? Hahahahaha ...."Kukira si Mbak Barbie akan mengerti dan berhenti cari ribut denganku, setelah apa yang aku sampaikan dengan panjang lebar.Nyatanya, sekarang dia malah tertawa keras seperti maham Anga saat berhasil menjebak Jodha Akbar. Terlihat jahat sekali.Ya ampun ... harus gimana lagi coba, ini aku jelasinnya? Capek, deh!"Jodoh itu bulshit! Tahu, gak?" ucapnya lagi disela tawa. "Lagipula daripada jodoh, gue lebih setuju kalau ... sebenarnya Ammar tuh hanya main-main sama lo! Dan penasaran doang sama mainan baru."Degh!Kata-katanya barusan, sangat mengusik hatiku. Karena, ini bukan kali pertama aku mendengar ucapan seperti itu.Apalagi dengan kondisi hubungan kami saat ini. Rasanya ... aku seperti mendapat teguran akan kenyataan yang memang harusnya mulai aku pikirkan.Jangan-jangan, memang benar Ammar cuma penasaran doang sama aku. Karena aku berbeda dan ... ya, seperti yang pernah B
*Happy Reading*"Asalamualaikum. Nur, Pulang ...." seruku riang seperti biasa, saat datang dan sudah melihat keberadaan Emak yang sedang duduk santai di ruang tengah."Waalaikumsalam. Nah, kebetulan lo udah datang. Sini, Nur! Duduk deket emak. Emak mau minta polusi sama lo!"Hah? Polusi?Aku pun mengerjap bingung mendengar ucapan, kemudian mencoba mencari kata yang seharusnya."Solusi kali, Mak. Bukan polusi." Akhirnya aku pun meralat pernyataan emak barusan."Eh, iya itu! Solusi maksud emak. Ah, elo mah suka gonta ganti kata seenaknya, bikin emak keder aja."Lah? Ngapa jadi aku, coba? Perasaan Emak yang salah kata. Kenapa aku yang disalahin?Ugh ... dasar Mak Kanjeng emang gak mau ngalah!"Ck, ngapa lo masih di sana, Nur? Sini! Emak kan mau minta solusi sama lo. Deketan ngapa," pinta Mak Kanjeng lagi, sambil mengayunkan t
*Happy Reading*Akhirnya, karena tidak tega melihat Emak kecewa. Ralat, tepatnya karena keenakan makan mie ayam, berujung jadi oon setelah kekenyangan. Aku pun lupa pada tujuanku, dan akhirnya memilih pamit tidur lebih cepat pada Emak.Asli! Emang penyakit banget kekenyangan tuh. Bisa menghilangkan fokus, membuat oon, dan memberatkan kelopak mata.Apalagi kalau makannya lesehan di ubin yang dingin, dikipasi ac yang semriwing banget. Di jamin, setelah mangkok tandas dalam lima menit. Mata pun auto sayup dan ... blas aja molor.Kalian juga kayak gitu, kan? Ngaku aja, gak papa, kok! Karena itu memang manusiawi dan udah jadi kebiasaan.Laper, galak! Kenyang, oon. Begitulah manusia iya, kan? Apalagi yang punya jiwa mager yang haqiqi. Duh gak usah diceritain lagi, dah. Nanti kalian makin tersinggung. Hehehe.Canda, gaes! Jan masukin ke hati, ya? Masukin dompet aja. Sapa tahu bisa buat bayar parkiran, yee kan?Oke! Lets back to topik.
*Happy Reading* "Jadi ... benar, kamu yang bernama Nurbaeti?" tanya pria dihadapanku, yang sampai sekarang pun belum mengenalkan dirinya. Seperti yang Dini gambarkan beberapa menit lalu. Orangnya memang tinggi, ganteng, dan bule. Sama satu lagi. Seksi banget ya Ampuunnn! Tegap dan gagah pokoknya. Mirip model di tivi-tivi luar Negri Sayangnya, sikapnya dingin banget kek kulkas baru. Juga sombong sepertinya. Lihat saja! Padahal udah ketemu aku dan udah duduk berhadap-hadapan kek gini. Tapi tuh kaca mata item masih aja gak dilepasinnya. Mentang kacamata mahal! Eh, atau jangan-jangan dia buta sebenarnya. Kek tukang urut keliling. Tapi ... kayaknya enggak deh. Orang dia bisa menanggapi semua gerak di sekitarnya, kok. Lalu, kenapa tuh kaca mata gak di buka juga, sih? Matanya juling, ya? Makanya malu untuk diperlihatkan. "Iya, Pak. Saya Nurbaeti," jawabku akhirnya dengan sopan. Pria itu pun mengangguk mengerti, sebel
*Happy reading*"Jadi, anak itu kamu, Mas?" tanyaku tak percaya, setelah mendengar penuturan Ammar tentang kisah 12 tahun lalu yang lumayan bikin aku kepo selama ini."Iya, itu aku. Yang baru saja lepas dari para penculik, dan sengaja bersembunyi di keramaian Pasar Malam," akunya kemudian. Membuat aku tertegun setelahnya."Di ... culik?" Beoku tanpa sadar."Yups! Aku memang habis di culik waktu itu, makanya tampilanku kumel dan ... kelaparan sekali," jawabnya lugas, seraya mengelus perut ratanya dengan penuh drama.Kalau begitu, wajar sih dia aneh malam itu. Dia pasti masih waspada pada orang asing saat itu."Makanya aku gak bisa lupain malam itu, sayang. Karena kehadiran kamu itu benar-benar seperti malaikat untukku. Meski malaikatnya lumayan pelit."Seketika aku pun mencebik kesal, dan memukul dada bidangnya karena sindirannya barusan.Ammar malah tergelak renyah, sebelum menangkap tanganku dan menggengmnya
Sekeping masa lalu ...."Dek, kamu tunggu di sini sebentar, ya? Jangan ke mana-mana! Nanti ilang, repot abang nyariin kamu. Pokoknya, diem anteng di sini sampai Abang balik, okeh!" titah tegas Bang Al, yang aku angguki dengan antusias."Kalau ada yang gangguin, teriak aja. Sekenceng-kencengnya, nanti abang bakalan lari ke sini." Bang Al menambahkan, dengan ketegasan yang sama.Aku pun kembali mengangguk patuh."Iya, Abang. Nur ngerti. Udah sana, nanti antriannya makin panjang, kita pulangnya telat lagi. Nanti diomelin Emak sama Bapak," jawabku kemudian, seraya mengibaskan tangan menyuruh Bang Al pergi.Bukan pergi ninggalin aku. Tapi pergi untuk antri di tukang kerak telor untuk membelikan pesanan Emak juga Bapak.Itu syarat utama agar kami diijinkan datang ke Pasar Malam ini sama Bapak. Karenanya, aku pun tak mau sampai Bang Al kehabisan panganan itu, yang berakhir tamparan keras dari Bapak.Bapakku itu galak banget soalnya. Ka
*Happy Reading*"Kenapa?""Pegel, sakit juga," sahutku dengan sedikit cemberut, seraya memijat-mijat betis kaki yang terasa mulai kebas.Ammar pun berdecak sebentar, sebelum kemudian berjongkok dihadapanku dan menyingkap sedikit Rok gaun bagian bawah.Setelahnya, Ammar pun mendesah panjang, sebelum kemudian membuka sepatu heels yang sedang aku kenakan."Aku kan udah bilang, jangan paksain kalau memang tidak biasa, jadinya lecet, nih," omelnya kemudian, sambil membantuku mengurut kakiku yang terasa ngilu."Sshhh ...." tanpa sadar, aku mendesis kesakitan karenanya. Membuat Ammar langsung menoleh ke arahku, dengan wajah masam sekali."Jangan coba-coba pakai benda ini lagi," geramnya seraya menjauhkan sepatuku dengan kasar ke sembarang tempat."Tapi, Mas. Itu satu paket sama gaunnya. Cantik juga bentukannya. Saya suka." Aku pun menyuarakan pro
*Happy Reading*Aku malu! Sumpah! Demi apa coba aku harus berhadapan langsung sama Si Tante kayak gini? Ammar nih emang resek banget! Tinggal jelasin aja padahal, apa susahnya? Malah nyuruh aku ngadepin Si Tante kek gini! Mau dia apa, coba? Mau lihat aku sama pacarnya ini jambak-jambakan?Lah? Mana bisa? Aku kan pake hijab. Si Tante pasti susah jambaknya. Sementara itu, rambut si Tante juga kelihatannya mahal. Jadi mana tega aku jambaknya.Terus ini aku harus kek mana sekarang?Masa malah main liat-liatan, sih? Nanti kalau baper, gimana?"Jadi, kamu cemburu sama saya, Nur?" tanya Si Tante akhirnya, setelah mengulas senyum manis sebelumnya."Eh, itu ... uhm ... bukan gitu juga, Tan. Tapi ... anu ... aduh, gimana ya jelasinnya?" sahutku asal, bingung harus menjawab bagaimana?"Gak papa, Tante ngerti, kok. Tapi, kamu gak usah takut ya, Nur. Tante bukan pacarnya Ammar, kok. Soalnya dia udah bucin akut sama kamu."Eh?
*Happy Reading*"Terima ... terima ... terima ...."Setelah Ammar menyelesaikan kata-kata lamaran, yang menurutnya tidak Romantis. Riuh dan tepuk seruan itu pun terdengar menghiasi ruangan tersebut. Membuat aku mengerjap pelan, sebelum kemudian memindai suasana sekitar yang ternyata lumayan ramai.Meski masih dalam keadaan remang, tapi aku sudah mulai bisa melihat beberapa orang hadir di sana, dengan beberapa orang yang sudah membidik aku dan Ammar. Salah satunya adalah Nurhayati, yang aku yakini pasti sedang membuat IG live.Ah, sialan. Jadi aku sedang dikerjain ceritanya. Kenapa aku gak ngeh, ya? Bodoh banget, ya?"Terima ... terima ... terima ...." Sorakan itu masih menghiasi, membuat aku kembali menatap Ammar yang masih berlutut satu kaki dihadapanku. Tentu saja dengan senyum yang belum luntur sedikit pun.Namun sayangnya, alih-alih menjawab ya, dengan haru yang biasa ditunjukan dalam sebuah sinetron. Aku lebih memilih menyuarakan pertan
*Happy Reading*"Sel, itu--""Ck, menyebalkan sekali," geram Sella tiba-tiba, sebelum menarik tanganku dan mengajak berlari. "Yuk, Kak!"Eh? Aku mau diajak kemana nih?Sebenarnya, aku belum bisa mencerna situasi ini dengan baik, tapi aku juga tidak bisa menolak ajakan Sella yang menarik tanganku tiba-tiba, dan mengajakku berlari begitu saja.Aku bahkan tidak tahu ke mana Sella akan membawaku. Meski masih di area Rumah sakit tempat Bapak dirawat, tetap saja aku tak hafal seluk beluk tempat ini.Penting ikuti aja Sella. Karena, bukannya dia sendiri yang bilang kalau sedang mendapat tugas menjagaku dari Fans Fanatik Ammar.Nah, aku rasa Sella saat ini sedang melaksanakan tugasnya itu. Karena wanita tadi memang terlihat sangat ingin membunuhku.Ngerih juga membayangkannya. Makanya aku nurut aja kemana Sella membawaku. Karena aku yakin, Sella tidak akan mungkin mencelakaiku."Ayo, kak. Cepat!" titah Sella disela pelarian kami
*Happy Reading*Setelah 2x24 jam tidak sadarkan diri, akibat pengaruh obat pasca operasi. Akhirnya Bapak pun siuman, dan membuka matanya.Alhamdulilah ....Kami semua pun kembali mengucap kalimat syukur penuh suka cita, sebelum kemudian Mak Kanjeng tiba-tiba melayangkan tamparan kerasnya pada Bapak, selepas Dokter pergi setelah mematikan Bapak sudah baik-baik saja.Beneran dah Emakku ini, kejamnya gak kaleng-kaleng. Orang baru siuman, masih sakit, masih lemah, bukannya disayang dan dapat perhatian khusus. Malah dapat tamparan telak.Tega bener!Bukan hanya itu, setelah menampar Emak pun dengan menggebu mengomeli Bapak, perihal permintaan konyolnya sebelum dibawa ke Rumah sakit.Apalagi? Tentu saja permintaan Bapak agar aku menikah saat itu juga, karena takut tidak bisa bangun lagi nanti."Makanya lo jan ngadi-ngadi. Lo tuh bukan Tuhan! Seenaknya aja sok tahu sama umur sendiri. Gara-gara lo! Gue gagal bikin pernikahan yang
*Happy Reading*Akhirnya, karena bingung mau jawab apa. Aku pun meminta waktu pada Mommy, untuk menunggu sampai Bapak pulih dulu.Toh, bagaimanapun Bapak adalah waliku. Jadi aku berharap dia juga bisa hadir nanti di resepsi pernikahanku dan Ammar.Bahkan kalau bisa, statusnya sudah kembali menjadi ayahku. Dengan kata lain sudah rujuk dengan Emak.Namun PR-nya adalah, kira-kira Emak mau tidak ya, menerima Bapak lagi?Memang, aku yakin dalam lubuk hati Emak, beliau pasti masih mencintai Bapak. Tetapi tidak bisa dipungkiri, luka yang sudah Bapak torehkan di sana juga banyak, bahkan tak terhitung lagi jumlahnya.Di mana-mana perkara memaafkan itu mudah, tapi untuk melupakan. Itu sulit, kawan! Dan belum tentu Emak bisa melupakan semua luka yang sudah Bapak berikan itu.Istimewanya, rasa sakit hati Emak bahkan sudah sampai tahap kecewa. Karenanya, kini aku hanya
*Happy Reading*"Jadi ... kamu adiknya Mas Ammar?" todongku akhirnya, setelah punya kesempatan bicara dengan si Mbak Barbie, atau yang ternyata punya nama Rusella.Tenang saja, aku sudah kenalan kok tadi sama Mommy-nya Ammar yang cantik itu. Sudah salim, sungkeman, cipika-cipiki, bahkan pelukan kek teletubies tadi bertiga dengan Mak Kanjeng juga.Nah, sekarang waktunya aku eksekusi nih bocah nakal, yang kemarenan ngerjain aku, dengan pura-pura ngelabrak.Apaan? Kukira dia beneran salah satu cem-ceman Ammar. Bikin aku insecure aja sama galau gara-gara punya saingat cem dia. Ternyata eh ternyata, mereka satu pabrik, gaes! Kan ngeselin, ya?Rusella, atau biasa dipanggil Sella, adalah salah satu adiknya Ammar, juga kembarannya Rusell. Selain mereka masih ada si Bungsu Anindya, yang saat ini masih duduk di bangku SMA.Iya! Mereka kembar sepasang. Cakep, deh! Nanti kalau aku sama Ammar punya anak, bakalan kembar juga gak, ya? Kalau kembar pasti ge