"Katakan di rumah sakit mana?"Friska menyebutkan alamat sebuah rumah sakit, untuk kesekian kali aku harus pasrah pada takdir yang sudah kupilih ini. Ingin mengakhiri terasa sangat sulit. Sampai di rumah sakit yang disebutkan Friska, kaki kembali tertuju ke meja resepsionist untuk menanyakan posisi istri keduaku itu. Masih memakai masker dan topi, seorang suster membawaku ke ruangan dokter kandungan. "Silahkan masuk, Dok," persilah suster tersebut. Lalu dua netraku seketika membelalak menatap dokter cantik yang tengah duduk di depan Friska.Mira, sahabat Syaina. Aduh, kenapa Friska memilih rumah sakit ini. "Nggak papa Mas Rian, dibuka aja masker dan topi. Saya udah tahu semuanya kok dari Mbak Friska. Masuk Mas, duduk di sini. Biar saya jelaskan kondisi Mbak seperti apa."Deg.Mau seperti apapun ditutupi sebuah pengkhianatan, pasti akan tercium juga. Kubuka masker dan topi yang menutupi kepala. Sedikit canggung karena bagaimana pun Mira dan Syaina bagai pinang dibelakang dua."Usia
"Waalaikum salam. Rian?"Dua netra papa mertua membelalak tapi detik berikutnya ia memaksakan diri untuk tersenyum. Membuatku merasa deg-degan hingga akhirnya tak bisa berkata apapun."Duduklah," persilah papa mertua kemudian sembari menunjuk kursi yang ada di teras. Sangat berbeda dengan penyambutannya selama ini. Lelaki yang tetap gagah di usia enam puluhan tahun itu langsung merangkul, lalu mengajakku masuk. Tidak hanya itu, dia selalu meminta mama mertua membuatkan makanan yang aku mau. Ah, bukankah itu dulu sebelum aku menyakiti hati putrinya.Kuikuti beliau yang duduk terlebih dahulu."Bagaimana kabar Jakarta?"Beliau berbasa basi karena kami duduk dalam kebisuan hingga lima menit."Baik."Sama dengannya yang tampak kaku, akupun lebih gugup."Bagaimana kabar istri keduamu?"Deg.Mendengar pertanyaan keduanya ini membuat jantungku seolah berhenti berdetak. Wajah Papa mertua kini tertuju padaku."Kau seperti orang kena serangan jantung saat Papa menanyakan hal itu?"Aku terhenyak
Mas Rian semakin mengeratkan tangannya pada tubuhku, tapi aku terus melawan. Tak hanya dada yang terasa sesak karena tahanan kedua tangannya tapi juga bagian tubuh yang paling lembut, hati ini terasa bagai terjerat kuat. Beribu-ribu kali sakit yang kurasa karena sikapnya yang seperti ini."Mas mau ngapain, lepaskan aku!"Kubentak dia meski dengan nada kecil, seperti tersadar lelaki itu lekas melepas tangannya. Tak menunggu, aku langsung berlari ke kamar. Masih dengan perasaan campur aduk, tiba-tiba pintu kamar terketuk."Syaina, keluarlah sebentar. Ngobrol sama Pak Andre," ucap Mama tanpa membuka pintu.Kutarik napas panjang, mengatur ritme jantung yang oleh kejadian tadi serta merta menyentak kuat. Lalu perlahan kuangkat langkah berjalan membukakan pintu tersebut."Ayolah Syain, nggak enak sama Pak Andre."Aku mengangguk lalu keluar dari kamar. Kini kami berjalan berbarengan menuju ruang tamu. Dapat kulihat, Mas Rian justru memilih keluar dan duduk di teras belakang. Jujur ada rasa s
[Siapa kamu?]Kuketik pesan balasan dengan tangan gemetar, mual, jijik, rasanya ingin menghancurkan apapun yang ada di sekitarku. Namun, aku masih menahan diri, beristighfar berkali-kali meredakan degup menyetak di jantung yang seolah hampir meledak.[Siapa kamu?]Lama tak ada balasan.Aku mencoba menelpon nomor tersebut. Lagi-lagi dibiarkan sampai berhenti dengan sendirinya. Hingga lima belas menit kemudian, sebuah panggilan tertuju ke ponselku. Berasal dari nomor lain yang juga tidak tersimpan dalam ponsel. Lekas aku mengangkatnya."Hallo."Suara lelaki."Hallo, siapa kamu?""Kamu tidak perlu tahu siapa aku, yang jelas aku berniat baik untukmu. Kamu lihat video yang kukirimkan ke ponselmu? Suamimu awalnya dijebak, Friska sudah mengincar suamimu semenjak dahulu. Dia selalu meminta seseorang untuk mengatur jadwal dinas berbarengan dengan suamimu, bahkan dia juga meminta orang yang sama untuk membuat mereka sering terlibat dinas luar kota secara bersamaan. Puncaknya hari itu lima tahun
"Ini dr.Syaina, mulai hari ini beliau akan bergabung di rumah sakit ini. Mohon dibimbing untuk segala proses pendataan penambahan jumlah karyawannya."Mas Hakim mengenalkanku pada semua yang ada di ruangan administrasi. Tak hanya di sini, lelaki itu juga mengajakku ke beberapa ruangan dan melakukan hal yang sama yaitu mengenalkanku pada semua staf dan para dokter.Setelah lumayan capek berkeliling, lelaki itu mengajakku duduk di kantin. Katanya sambil nunggu jadwal dinas dibuatkan oleh staf yang bertugas mengatur jadwal piket dokter. Dia memulai percakapan."Semoga betah ya kerja di rumah sakit ini."Aku melihatnya berbeda dengan semalam yang lebih banyak diam, ternyata aslinya seorang yang ramah dan humble."In Syaa Allah Mas. Makasih banyak, ya.""Sama-sama. Oya, ini simpan nomork saya. Kalau ada apa-apa ntar bisa langsung hubungi.""Iya, Mas."Kuraih kartu nama yang diserahkan Mas Hakim lalu memasukkan ke dalam dompet. "Anakmu yang semalam udah sekolah?""Udah Mas, hari ini pertam
Sial, siapa yang sudah mengirimkan kabar ini kepada Syaina. Sungguh takkan kumaafkan siapapun dibalik peristiwa ini.Kutatap kembali taksi yang telah melaju semakin jauh hingga tak lagi terlihat dalam pandangan. Langkah kini tertarik untuk kembali memasuki mobil. Sebelum berhasil menjalankan kendaraan ini, aku terhenyak saat melihat tas milik Syaina ketinggalan di tempat duduk.Penasaran dengan keberadaan ponsel, aku mencoba mencari dalam tas tersebut. Benar saja, ada di sana. Lekas kukeluarkan benda pipih yang sudah sehari semalam tak kusentuh itu. Lalu mengaktifkannya.Banyak pesan masuk. Terutama dari Friska, semuanya kuabaikan begitu saja. Hanya satu pesan yang membuat tanganku dengan cepat menekan tombol panggilan."Hallo."Panggilan tersebut langsung tersambung."Hallo Mas, saya hanya mau konfirmasi hasil temuan saya kemarin."Iya, gimana?"Sangat penasaran siapa yang sudah menyebarkan video itu, dua telinga ini siap mendengar."Pelakunya wanita bernama Putri Renjani. Dia salah
Dalam Islam pernikahan adalah sesuatu hal yang sangat sakral dan apabila hubungan tidak dapat dilanjutkan maka harus diselesaikan secara baik-baik. Perceraian memang tidak dilarang dalam agama Islam, namun Allah membenci sebuah perceraian. Bercerai adalah jalan terakhir ketika terjadi permasalahan dan saat semua cara telah dilakukan untuk mempertahankan rumah tangga, namun tetap tidak ada perubahan.Rasulullah bersabda, “Istri mana pun yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, maka aroma surga diharamkan baginya."***"Baiklah Syaina, Mas akan jujur semuanya."Mas Rian bersiap untuk jujur, entah kenapa di sini aku jantungku semakin berdegup kencang."Sebelum menikah Mas sudah katakan padamu, Mas ini banyak dekat dengan beberapa wanita. Tapi saat menikah, Mas sudah berjanji untuk hanya mencintai kamu dan meninggalkan kebiasaan Mas semasa muda. Tapi nyatanya godaan itu datang."Seperti ada yang menghunus jantung dengan kuat, aku merasa sakit mendengarnya berkata. Ragu-ragu dia me
Mas Rian tampak terhenyak, akupun yang mendengar ucapan papa sangat tak menyangka jika papa sampai mengusir Mas Rian dari rumah ini.Lelaki yang masih berstatus suamiku itu menatap diri ini, mungkin dia berharap agar aku mencegah kebrutalan papa. Tapi sayangnya aku justru memilih kembali masuk ke kamar."Tunggu apa lagi?" "Saya bisa menjelaskan semuanya, Pa."Aku masih mendengar pembelaan yang diajukan Mas Rian, bahkan sengaja tidak menutup rapat pintu kamar agar bisa mendengar percakapan mereka selanjutnya."Sudah Nak Rian, sebaiknya untuk saat ini Nak Rian pergi ke tempat lain. Biarkan situasi di rumah ini menjadi dingin baru nanti bicarakan lagi apa yang mau dijelaskan," ucap mama lembut.Mas Rian pun akhirnya patuh dan angkat kaki dari rumah ini. Selepas kepergian suamiku itu, diri ini terduduk di atas lantai, tak bisa kucegah air mata kembali berderai di kedua pipi. Bayang pengakuan Mas Rian kembali terlintas di benak."Aku nggak kenal lagi siapa kamu Mas? Aku benar-benar nggak