Beranda / Rumah Tangga / Kami Tanpa Kamu / 68. Tidak Ada Guna

Share

68. Tidak Ada Guna

Penulis: Ka Umay
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-07 10:25:52

Untuk apa menyesal sekarang di saat semua sudah terlambat? Waktu tidak akan pernah diulang. Hidupnya sudah hancur.

Tidak bisa diperbaiki lagi, Hana sudah membencinya, Ramaniya sudah hilang dari pelukannya, Ratih menderita sendirian di luar sana, ibunya tidak bisa memiliki cucu.

Semuanya sudah kacau dan tidak ada hal yang bisa mengembalikan semuanya, dadanya terasa sesak. Dia menyesal.

"Maaf...." Akhirnya kalimat itu keluar dari mulutnya yang berdarah. Dia menutup matanya menggunakan punggung tangan. Ada air mata di sana. Meski terlambat, tapi ia tetap ingin mengucapkannya.

Malik meminta maaf untuk setiap hal yang terjadi, andai tidak menipu Hana pasti dia dan Ratih juga akan baik-baik. Mereka bisa mengadopsi anak, atau jika dia memperlakukan Hana dan Cheril dengan baik, pasti sekarang dia tengah berkumpul di rumah bukan di penjara. Menjadi keluarga yang harmonis.

Rizal melepaskan Malik, dia berdiri dengan darah menetes dari tangannya. Meludah ke samping. Kekesalannya sudah terlampias
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Lidiya Wati
ayo raih bahagiamu Hana jangan kalah dengan Marsha. egoislah untuk anak2mu
goodnovel comment avatar
Isnia Tun
Masalah Malik dan Ratih sudah selesai tinggal waspada kepada paman dan bibi Hana...jangan lupa si Mak lampir Marsha juga harus di beraskan
goodnovel comment avatar
Siti Raehan
jauhi Marsha dari Rizal
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Kami Tanpa Kamu    69. Anak Angkat

    Setelah kepergian Kak Afrizal, aku kembali ke kamar. Melihat Cheril yang sedih ditinggal ayahnya, bocah itu masih belum bisa bicara. Aku duduk di kursi, menggenggam erat tangan Cheril dan mengusap air mata yang mengalir di pipinya. "Ayah kerja, cari uang untuk berobat Cheril. Biar Cheril bisa bicara lagi, nanti kita juga ke Jakarta. Tinggal bareng ayah, jadi bisa tiap hari ketemu. Cheril jangan sedih lagi ya?" Wajah itu masih keberatan, tetap tidak mau ditinggal. Wajar saja karena setiap hari Cheril mencari ayahnya. Baru bertemu sebentar langsung ditinggal lagi. "Ayah pasti juga rindu Cheril, Ayah sayang Cheril. Tapi Ayah harus kerja, Cheril jangan sedih lagi." Aku mengusap rambutnya dengan lembut, biasanya mereka menahan rindu dengan berbicara di telepon. Cheril selalu bercerita banyak hal kepada ayahnya, bahkan hal-hal tidak penting sekalipun. Demi mengobati rindu di saat tubuh berjauhan, hanya bisa terobati lewat suara.Sekarang pasti Cheril panik, tidak bisa lagi melepas rindu

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-08
  • Kami Tanpa Kamu    70. Seolah Sayang

    Aku melihat ke arah Cheril dan Ramaniya, mereka tertidur lelap. Sebentar lagi ulang tahun Cheril ke empat. Tantangan mendidik kedua putriku menjadi fokus utama, mereka adalah kertas putih. Tergantung aku akan mencoret tinta warna apa di dalam hidup mereka. Sekarang kami tidak lagi terkekang di keluarga Mas Malik, aku bisa menentukan masa depan kami bertiga. Meskipun sulit menjadi orang tua tunggal, tapi aku akan berusaha sebaik mungkin untuk kedua buat hatiku. Supaya mereka tidak mengalami masa kecil yang sama sepertiku, mereka harus bahagia dan memiliki kebebasan. "Silakan istirahat Nyonya, saya mau ke depan dulu, ngopi." Bang Gufron menyudahi ceritanya, makanan di piring juga sudah habis. Bang Gufron harus berjaga di luar, beliau pasti juga ingin menghirup udara segar."Oh iya, Bang. Makasih."Bang Gufron beranjak, pergi meninggalkan ruangan ini, aku tahu baliau tidak benar-benar pergi, setiap malam akan mengunjungi ruangan ini beberapa jam sekali untuk mengecek keadaan. Malam

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-09
  • Kami Tanpa Kamu    71. Diantar

    Jalanan padat dan banyak pengendara motor berboncengan, mereka mahasiswa dari berbagai perguruan, terlihat dari jasnya."Udah, Mbak tenang aja." ungkap Kahfi. "Takutnya ntar dimarahin bundamu," kataku sembari menoleh. Tidak ingin Kahfi dapat masalah karena aku."Hahaha aku ini bukan anak kecil loh Mbak, udah biasa ke sana ke mari sendiri." Pria berusia 23 tahun itu tersenyum ke arahku, buru-buru aku berpaling. Takut tidak kuat menahan pesona Kahfi, bahaya kalau sampai suka sama brondong. Badannya tinggi besar, ditambah wajahnya yang tampan, aku yakin banyak wanita oleng karena pemuda ini."Syukurlah kalau nggak papa, aku cuma khawatir." "Nggak kok, tenang aja, Mbak." Ramaniya anteng berada di gendonganku, matanya terbuka dan beberapa kali berkedip. Pipinya gembul dan sebentar lagi bisa miring. Rambutnya mirip Mas Malik yang sedikit ikal, matanya mirip denganku yang sedikit sipit. Ramaniya berdarah Lampung yang khas berkulit putih."Waktu di rumahmu, ternyata kamu punya banyak nen

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-10
  • Kami Tanpa Kamu    72. Ada Yang Tertinggal

    Aku pernah jatuh cinta dengan Kak Afrizal, bisa dibilang perasaanku masih sama meskipun tidak sehebat dulu. Mungkin, karena sudah memiliki dua anak. Urusan cinta tidak lagi menjadi prioritas. Aku tidak lagi peduli apakah perasaanku kepada Kak Afrizal akan dibalas atau tidak. Namun, perasaanku tidak nyaman mengetahui bahwa dia memiliki wanita lain. Apalagi kami terhubung lewat Cheril. Membuatku terus melihat dia bersama Mbak Marsha. "Aku ke sini cuma mau ngambil barang yang ketinggalan waktu nginep kemarin," ucap Mbak Marsha. Wajahnya cantik, rambutnya bergelombang dan pakaiannya sangat elegan. Jika kami bersanding, maka orang akan berpikir bahwa kami majikan dan pembantu."Oh iya, Mbak Marsha, saya Hana. Silakan masuk, mau aku buatin teh?" "Nggak usah, aku buru-buru mau ke kantor. Cuma ngambil lipstik yang ketinggalan di kamar Rizal." "Lipstik?"Mbak Marsha menggaruk belakang kepalanya, seperti sungkan untuk menjawab. Yah, lagi pula apapun yang mereka lakukan sampai lipstik terti

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-11
  • Kami Tanpa Kamu    73. Aku Pikir Kita Spesial

    Jam tujuh malam Kak Afrizal pulang, membawakan oleh-oleh untuk Cheril, Ramaniya dan aku. Wajahnya tersenyum cerah seperti seorang ayah sekaligus kepala keluarga yang merindukan anak dan istrinya."Kamu pasti bosan, ya Han. Maaf aku tidak menyambut kamu datang." Kak Afrizal menggendong Cheril, tersenyum kepadaku dan tangannya mengusap pipi Ramaniya. Dia memang pandai menyembunyikan sesuatu. Sikapnya seolah tidak terjadi apapun."Nggak papa, Kak. Cepatlah mandi lalu makan malam bersama." "Iya, aku udah laper banget. Enak ya kalau habis pulang kerja langsung disambut kayak gini." Senyumannya lebar, dia mencium pipi Cheril lalu menurunkannya. "Makanya cepet nikah, biar ada yang nyambut terus," ucapku. Wajahnya terlihat malu-malu, dia menggaruk lehernya canggung. "Pinginnya juga gitu. Tapi kan aku harus nunggu." Apa lagi yang dia tunggu? Apakah Mbak Marsha belum siap? Kalau belum siap kenapa malah sering tidur bersama, nanti kalau Mbak Marsha hamil pasti mereka bingung. Dasar. Aku t

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-12
  • Kami Tanpa Kamu    74. Sudah Jelas

    Selama berada di Landon, pikiran Rizal dipenuhi Hana. Tidak sabar pulang untuk menghabiskan waktu bersama. Apalagi masa iddah Hana tinggal menghitung hari, kesempatan untuk maju terbuka lebar. Memiliki Hana seutuhnya dengan status resmi. Rizal sangat tidak sabar. Namun, akhir-akhir ini Hana berubah. Tidak lagi membalas pesan dan gombalannya. Sikapnya cuek dan jutek, membuat ia bingung. Apa dia melakukan kesalahan? Tidak menyangka sama sekali kalau sikap Hana berubah karena Marsha, padahal dia tidak pernah membahas Marsha sedikit pun. Lagi pula dia dan Marsha sudah tidak memiliki hubungan apapun. Dari mana Hana tahu mengenai Marsha? Apapun itu, satu hal yang Rizal sekarang tahu. Hana cemburu, berarti memiliki perasaan padanya. Ternyata perasaan cinta tidak bertepuk sebelah tangan, tinggal Hana mau mengakuinya atau tidak. "Hana, aku sungguh mencintaimu. Apa kamu juga punya perasaan yang sama?"Kalimat cinta yang dia tahan selama ini akhirnya terungkap dengan cara yang tidak biasa, R

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-13
  • Kami Tanpa Kamu    75. Tinggal Di Tempat Lain

    Tangan Rizal melambai, melihat Hana pergi dari ruang kerjanya. Setelah Hana tidak terlihat lagi dia langsung memukul kepalanya sendiri. Dulu, sebelum ingatan kembali. Tidak ada rasa malu seperti ini. Sekarang rasanya begitu malu dan canggung hingga Rizal ingin masuk ke lubang semut. Tubuh Hana, rasanya menyentuh Hana. Dia ingat semuanya dan perbuatannya sangat tidak terampuni. Tangisan Hana akibat perbuatannya yang kurang ajar juga terlintas.Rizal jongkok, menjambak rambutnya sendiri. Bagaimana bisa Hana memaafkannya? Wanita itu bahkan tidak menuntut apapun. Padahal Rizal sudah menghancurkan kehormatan Hana dan membuat wanita itu tidak bisa meraih cita-citanya. "Aish... aku benar-benar bodoh dan tidak termaafkan!" Rizal terus merutuki dirinya sendiri, menyalahkan setiap perbuatan yang menyakiti Hana hingga Cheril hadir di dalam perut wanita itu. Keesokan harinya, suasana begitu canggung di meja makan. Cheril sampai bingung dan menatap kedua orang tuanya. Bocah itu menelengkan k

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-14
  • Kami Tanpa Kamu    76. Ibu

    Meskipun Ibu meninggalkan Rizal sejak berusia 4 tahun, membuatnya merasa dibuang dan ditinggalkan. Juga tidak ada yang mengurus apalagi menyayangi. Saat itu hatinya sakit, terluka dan ingin membenci. Namun, ada satu alasan kenapa Rizal masih mau menunggu Ibu sampai kelas 2 SD. Selama 4 tahun berharap ibu datang kembali dan membawanya ikut serta. Yakni, ingatan tentang ibu yang mengelus kepalanya setiap malam. Memberikan makanan enak meskipun harus menjual barang. Terus menggenggam tangan kecilnya ketika menyebrang jalan. Berusaha membelikan baju supaya tidak diejek teman-teman. Rizal merasa bahwa ibu menyayanginya.Saat itu Rizal berpikir bahwa pasti ibu akan kembali untuk membawanya pergi, mungkin saja ibu mencari tempat tinggal dulu sebelum menjemputnya. Maka ia terus menunggu dengan sabar. Percaya bahwa ibu menyayanginya. Dia merindukan ibu setiap malam, terus melihat langit di bawah pohon rambutan. Apakah ibu juga merindukan dia? Kapan datang menjemputnya? Dia bahkan menyiapka

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-15

Bab terbaru

  • Kami Tanpa Kamu    105. Tamat

    Wajah pria di hadapanku banyak berubah, tak ada sorot arogan seperti dulu. Tatapan merendahkan pun menghilang ntah ke mana. Aku ingat pakaian yang dia kenakan hari ini, dipakai untuk menikahiku 9 tahun yang lalu. Warnanya sudah sedikit memudar. "Tolong jangan libatkan Ramaniya, aku akan menerima segala kemarahanmu," ujar Mas Malik. Aku melihat betapa Mas Malik menyayangi Ramaniya, dari dulu memang ia peduli dengan anaknya. Selalu semangat setiap USG. Mas Malik membenciku, tapi tidak dengan Ramaniya. Dia memperlakukan Ramaniya selayaknya anak yang sangat berharga. "Aku akan membawa Ramaniya ke lantai atas, di sana ada Husna." Kak Afrizal mengangkat Ramaniya ke dalam gendongan, membawa anak itu menjauh dari kami. Aku tak menyangka sedikitpun Kak Afrizal mengkhianatiku seperti ini. Padahal berulang kali aku bilang tidak akan memberitahu Ramaniya tentang Mas Malik. Ternyata di belakang, Kak Afrizal malah berkomplot dengan Mas Malik, tatapanku tajam melihat Kak Afrizal naik tangga. "J

  • Kami Tanpa Kamu    104. Kenyataan Ramaniya

    Mata Ramaniya melihat tangga, menunggu Rizal yang tak kunjung kembali. Matanya beralih ke pesanan Rizal yang sudah mulai dingin."Ayahku ke mana ya, kok lama banget?" tanya Ramaniya, terlihat gelisah karena ayahnya tak kunjung kembali. "Mungkin dia lagi ngomongin kerjaan, nanti juga balik." "Ayah nggak pernah ninggalin Niya lama kayak gini." Anak itu terlihat khawatir.Dari kecil Rizal memperlakukan Ramaniya dengan baik, tentu menerima orang baru sebagai ayah adalah hal yang sulit. Dulu, Cheril juga sangat ingin diperlakukan baik olehnya. Tapi tak pernah sekalipun ia berbaik hati menerima Cheril. Saat Cheril bertemu ayah kandungnya, ia langsung lengket karena sebelumnya tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah. Jauh berbeda dengan Ramaniya yang sejak kecil dilimpahi kasih sayang seorang ayah yang luar biasa seperti Rizal. "Mas Malik?" Mendengar panggilan itu Malik langsung menoleh, ada Hana yang menatapnya terkejut. Sementara Hana tak menyangka bertemu Malik di sini, ia h

  • Kami Tanpa Kamu    103. Bando Nia

    Mereka berjalan beriringan menuju restoran Husna yang terletak tak jauh dari sana, ingin rasanya digandeng oleh Ramaniya sama seperti Rizal. Tapi apa daya, sekarang yang Ramaniya tahu Rizal ayahnya, bukan dia. Malik menjadi sangat serakah saat bertemu Ramaniya, padahal dia tahu bahwa ia tidak boleh minta lebih. Rizal mengizinkannya bertemu Ramaniya saja, seharusnya dia sudah bersyukur. Sesampainya di sana, mereka segera memesan. Ramaniya terlihat santai tanpa curiga apapun, tertawa bersama Rizal ketika mengingat adiknya suka ayam goreng dan berniat membawakan untuk oleh-oleh. "Dek Harzan juga suka yang ada kriuknya," kata Ramaniya. "Siapa Harzan?" tanya Malik. Rizal segera menjawab, "anak ketigaku. Adiknya Cheril dan Ramaniya." Ah, ternyata Rizal dan Hana sudah punya anak lagi. Dari cara Rizal memperkenalkan, sepertinya tidak membedakan antara Ramaniya dan kedua anak kandungnya. Namun tetap saja, dia ingin Ramaniya diakui anak olehnya. Menyebut Ramaniya sebagai putrinya adalah

  • Kami Tanpa Kamu    102. Bertemu Nia

    Hari kamis Malik pergi ke kantor damkar, bertemu teman lama. Ia menggunakan koneksi dan predikat jasa untuk kembali ke tim. "Usiaku memang nggak semuda dulu, tapi aku masih sangat kuat, wali kota saja mengakui kemampuanku. Jadi tolong pertimbangan aku kembali ke tim." Kepala kantor yang dulu satu tim dengannya itu terlihat berpikir. Melihat dari kaki sampai kepala Malik, badan Malik tinggi besar, cocok jadi pemadam kebakaran, hanya saja usianya yang jadi masalah. "Kami memang membutuhkan orang, biar kami diskusikan dulu." "Aku tunggu kabar baiknya," kata Malik bersemangat."Iya, sudah lama nggak ketemu kita ngobrol di dalam."Malik mengangguk, dia berjalan melewati mobil pemadam kebakaran, dulu dia sangat bersemangat ketika menyelamatkan orang, dia peduli dengan orang lain dan sangat ramah. Ntah apa yang membuatnya menjadi jahat, mungkin karena keinginannya punya anak tidak terwujud, lalu Ratih sering marah-marah, ibu terus menuntut uang belanja lebih dan beberapa faktor lainnya.

  • Kami Tanpa Kamu    101. Rumah Malik

    Rumah yang dulu diisi dengan keceriaan sudah lama ditinggalkan, rumput ilalang memenuhi halaman, atapnya sudah banyak yang bocor, catnya dimakan usia, gerbangnya berkarat. Malik melangkahkan kaki ke teras, sangat kotor. Dulu dia memakai sepatu di sini, Cheril akan berlari mendekat. Anak itu menggelayut ingin digendong, tapi ia malah mendorongnya menjauh sembari mengucapkan kalimat kasar. Delapan tahun, waktu yang sangat lama untuknya, tapi bagi Hana dan Cheril mungkin baru kemarin, luka yang ia torehkan pada keduanya tidak mudah dihapus oleh waktu. "Seharusnya dulu aku memperlakukan kalian dengan baik," gumam Malik. Dia melangkah masuk, membuka pintu. Tikus berkeliaran disertai kecoa. Pasti butuh waktu lama untuk memperbaiki semua ini. Belum lagi rumah Tara dan Ihsan yang juga menjadi tanggung jawabnya. Setelah menemui Ramaniya, Malik berniat membawa ibu dan Zila, keluarganya kembali ke Bandar Lampung. Tapi sebelum itu ia harus memiliki pekerjaan dan membereskan rumah ini dulu. T

  • Kami Tanpa Kamu    100. Nazir

    Setelah menikah dengan Kak Afrizal, kehidupanku berubah drastis, aku menjadi ibu sosialita, berkumpul dengan istri teman kantornya Kak Afrizal, arisan bersama wali murid teman sekolahnya Cheril dan aku juga kuliah online hingga memiliki pengetahuan yang sama seperti mereka. Aku tidak pernah lagi kesusahan uang dan dipermalukan seperti saat di Lampung, aku juga tidak pernah berhubungan dengan keluarga Bibi lagi. Hingga, sekarang ada Nazir di depanku, sepupu ku, anaknya Bibi yang bekerja di Jakarta dan aku abaikan selama beberapa tahun ini. "Kalau punya suami kaya, seharusnya kamu bisa bantu aku naik pangkat. Bukannya menikmati semua kemewahan sendirian, kamu sangat tidak tahu tidak tahu terima kasih." Nazir menyeringai, aku memutar bola mata jengah. Memangnya satpam bisa naik pangkat menjadi apa? Polisi? Heran. Terlebih dia juga tidak bekerja di WterSun Group. Lebih heran lagi dia bisa menemukan keberadaanku, ternyata dia pindah bekerja tak jauh dari restoran milik Husna. Aku tida

  • Kami Tanpa Kamu    99. Suami Istri Setia

    Hari pembebasan tiba, setelah delapan tahun akhirnya ia bisa menghirup udara bebas. Malik langsung menuju ke lapas tempat Ratih ditahan. Rasa rindu pada istrinya itu tak terbendung lagi. Cinta pertama, cinta sejati, mereka berdua berjanji sehidup semati. Benar kata orang, jodoh itu cerminan. Saat Malik jahat, Ratih pun sama jahatnya. Sekarang Malik tobat, Ratih juga sudah tobat. "Maaf aku baru bisa menemuimu," ucap Malik. Mereka berpelukan erat, Ratih menangis meraung tak menyangka bisa bertemu Malik lebih cepat dari perkiraan. "Aku sangat merindukanmu," ucap Ratih. Wanita itu terlihat sangat senang melihat wajah orang yang sangat dirindukan, sejak mereka masuk penjara, tidak ada kerabat yang mengunjungi. Semua membenci mereka. Karena Mereka juga Ihsan dan Tara terseret kasus ini, membuat Zila tidak memiliki orang tua dalam waktu yang lama. Anak itu sekarang ikut ibunya Malik pulang kampung. "Aku juga, sangat merindukanmu."Pelukan dilepaskan, Malik menghapus air mata di wajah R

  • Kami Tanpa Kamu    98. Malik Keluar Penjara

    Langit di atas lapas mendung, padahal Malik harus segera menjemur pakaian. Hari ini yang memakai jasanya lebih banyak dari biasanya. 50 pakaian yang artinya 50 ribu. Angka yang sulit dia dapatkan dalam sehari. Selain untuk membeli mainan untuk Ramaniya, Malik juga mengirim uang untuk Ratih. Istrinya itu pasti kesulitan di penjara. Beberapa kali Ratih mengeluh tentang sulitnya di penjara, Malik hanya bisa menyemangati. Mereka saling mencintai dan tak terpisahkan sejak dulu, andai tidak terobsesi mendapatkan anak, pasti sekarang hidup mereka baik-baik saja. Setiap hari Malik menyesali perbuatannya dan berjanji akan memulai hidup baru dengan Ratih setelah keluar lapas. "Masih hujan, nanti aja jemurnya." Salah satu teman lapas lewat, menepuk pundak Malik. Badannya tinggi, penuh tato. Dialah premannya raja preman, masuk lapas dan langsung menjadi boss. Tidak ada yang berani membantah. "Kalau nggak kering nanti bau." Malik mencari akal lain, di sini tidak ada pengering. Dia harus membu

  • Kami Tanpa Kamu    97. Kami Tanpa Kamu

    Seminggu telah berlalu dan Rizal mengambil anak-anaknya. Bersama Hana memberikan oleh-oleh dari Rusia. Tidak banyak, tapi cukup membuat Yuno lega telah berhenti mengurus tiga bocilnya Rizal. "Aku nggak pingin ke luar negeri lagi, dingin banget. Nggak enak," komentar Hana. Dia tidak betah di udara yang dingin, selalu mengeluh ingin pulang. "Hahaha Bang Rizal aneh, honeymoon kok pas musim dingin." Celetuk Yuno. Menggelengkan kepala. "Sengaja, biar di kamar terus." Jawaban Rizal membuat Hana melotot, lalu memukul lengan suaminya. Tidak menyangka bahwa itu sengaja, selama di Rusia mereka hanya keluar vila tiga kali. Padahal fasilitas keluarga Bagaskara di Rusia bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Kalau hanya untuk berduaan di kamar, kenapa harus jauh-jauh ke Rusia? Hana sangat kesal. Perjalanan ke sana membuat badannya sakit semua. Di pesawat selama berjam-jam, ia tidak betah dan sempat mabuk di kelas bisnis. "Lain kali ogah aku ke sana lagi, capek." "Kalau ke tempat lain mau?

DMCA.com Protection Status