Beranda / Rumah Tangga / Kami Tanpa Kamu / 43. Bertemu Ratih

Share

43. Bertemu Ratih

Penulis: Ka Umay
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-27 15:09:45

Cendol yang dibelikan Kahfi dari pasar Pasir Gintung ketika mengikuti Ratih membuat Cheril ketagihan. Katanya rasanya enak, manis dan gurih, mirip seperti cendol sisaan Zila yang pernah dia makan. Cheril minta dibelikan cendol itu lagi.

Padahal, Rizal dan Cheril pernah ke pasar Pasir Gintung untuk menemui Zila. Sayangnya Zila tidak ada, katanya Zila memang jarang ikut jualan karena selalu merengek minta dibelikan mainan. Bisa rugi kalau tiap ikut jualan beli mainan baru, kata ibunya.

Rizal membelikan beberapa baju untuk Cheril dari toko Zila, tidak enak kalau tidak beli apalagi sepertinya Cheril suka dengan baju yang mirip Zila. Ketika di sana Cheril memandang dan memegangnya seperti ingin memakai. Padahal baju Cheril yang dia belikan berharga jutaan, sama sekali tidak sebanding dengan baju di toko Zila.

Pada akhirnya Rizal membelikan baju dua pasang seharga dua ratus lima puluh ribu. Biasanya satu pasang baju Cheril yang dia beli di Jakarta berharga jutaan dan dari merek terkenal.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Kami Tanpa Kamu    44. Cendol

    Cheril menelengkan kepala, selama ini Rizal mengatur jadwal Cheril menonton TV. Tidak boleh juga menggunakan gadget, katanya tidak baik. Malah membelikan berbagai buku dongeng yang gambarnya bagus. Cheril belum bisa membaca, dia hanya menebak jalan cerita melalui gambar. Lalu sekarang tiba-tiba Rizal menyuruhnya menonton Dora di ponsel? Cheril bingung tapi dia akhirnya mengangguk. "He.em." "Ayah pakaikan." Rizal memakaikan headset di telinga Cheril, memutar YouTube dan membiarkan anak itu fokus pada ponsel supaya tidak mendengar percakapan yang akan dia lakukan dengan Ratih. "Saya dengar kamu kerja jadi OB di Jakarta? Penghasilan kamu berapa?" Pertanyaan Ratih membuat Rizal batuk.Siapa yang bilang dia OB? Apakah Hana? Padahal jelas-jelas Hana tahu kalau dia sudah sukses. Apa mungkin Hana menutupinya? Kalau seperti itu malah lebih baik. "Iya, Mbak. Saya kerja di Jakarta. Penghasilan alhamdulillah bisa buat makan."Selain untuk makan, penghasilannya juga bisa untuk membeli tanah

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • Kami Tanpa Kamu    45. Aquarium

    Aku memang ingin terlepas dari keluarga yang seperti neraka ini, hidup di luar dengan bebas bersama kedua anakku. Pertengkaran Mbak Ratih dengan Mas Malik terdengar jelas, supaya aku diceraikan, tidak berstatus istri Mas Malik lagi meskipun sirih. Padahal selama ini aku hanya diperlakukan seperti pembantu bukan istri, hanya status pun Mbak Ratih cemburu. Berteriak keras dan marah-marah. Jika aku bercerai, apakah aku masih bisa bertemu dengan bayiku? Apa aku akan diusir? Bolehkah aku bebas dari sini?"Tenang dulu, Ratih. Aku nggak bisa seenaknya ceraikan Hana. Gimana kalau dia kabur lagi?" Aku mengintip, melihat Mas Malik menenangkan Mbak Ratih dengan memegang bahunya. Lembut dan penuh kasih sayang. Berbeda sekali jika aku yang bersikap seperti Mbak Ratih. Pasti Mas Malik akan mencengkram kuat lenganku sampai sakit. "Kita bisa kurung dia, selama nggak dikasih izin keluar pasti dia juga nggak akan kabur." Mbak Ratih masih bersikeras, miris sekali meskipun aku nanti diceraikan tetap

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    46. Tidak Memiliki Tempat

    "Dia akting Mas, orang aku cuma nyenggol dikit.""Jelas-jelas Mbak Ratih sengaja mendorongku. Emang aku salah apa sih sama Mbak?""Salahmu nggak tahu diri." Aku diam, menahan tangis. Kalimat menumpang dan lain sebagainya pasti akan keluar jika diteruskan, aku memegang keningku yang berdarah. "Kamu buat masalah apa lagi sama Ratih, Han? Apa tidak bisa sehari saja kamu diam?" tanya Mas Malik.Kapan terakhir kali ada orang yang mencintaiku, peduli padaku dan menganggapku manusia? Aku lupa. Perasaan memiliki harga diri yang sudah lama hilang. Hancur lebur tak tersisa.Darah di keningku terus mengalir, perih dan sakit. Tapi tidak sesakit hatiku saat ini. Memang tidak mungkin Mas Malik membelaku. Kalau pun aku mati di tangan Mbak Ratih, tetap saja aku yang akan disalahkan. "Maaf." Ucapku. "Awas kamu cari masalah sama Ratih lagi.""Iya."Perih sekali. Aku yang terluka tapi aku juga yang minta maaf. Tapi jika tidak minta maaf, Mas Malik akan memukul dan akan terasa lebih sakit dari ini. D

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    47. Membunuh Diri Sendiri

    Dua mobil terparkir tak jauh dari kediaman keluarga Malik, pengemudinya mendengarkan percakapan yang terjadi di dalam rumah. Dada Rizal sesak, berusaha bertahan mendengar Hana terluka dan diperlakukan tidak adil. Berulang kali Kahfi menahannya, tinggal sedikit lagi. Mereka harus bertahan atau rencananya akan sia-sia. Sementara mobil di belakang mereka berisi empat orang, berisi bodyguard yang Rizal sewa. Bersiap masuk ke dalam rumah hanya tinggal menunggu aba-aba. Rizal yakin serangannya tadi siang kepala Ratih akan berhasil. Berjam-jam mereka menunggu, akhirnya kalimat talak terucap dari Malik. Segera mata Rizal berbinar, saling pandang kepada Kahfi. Rencana mereka berhasil."Sekarang, Bang." Kata Kahfi."Ayo keluar."Mereka keluar dari mobil, memberikan aba-aba kepada bodyguard yang disewa untuk mendatangi rumah Malik. Mereka berjalan cepat, berenam. Menggunakan jaket hitam yang membuat semua orang mengira bahwa mereka gengster. Rizal mengetuk pintu rumah, tak lama kemudian Malik

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    48. Rasa Sakit Yang Terasa

    Air mata Rizal terjatuh, merasa sangat bersalah karena Hana harus mengalami ini semua. Bagi Hana yang sudah lama sendirian, kalimat Rizal laksana obat di hatinya yang terluka. Dia tidak sendirian lagi dan ada yang menyayanginya. Pelukan pria itu seperti kasih sayang orang tuanya yang mungkin akan mengatakan hal yang sama. Mereka yang meninggalkan Hana dalam kesendirian, berjuang dan menderita. Inilah titik terendah dalam hidupnya, Hana lelah. Sungguh tidak bisa menanggung semuanya lagi. Pandangannya buram di dalam tangisannya yang menyesakkan. Tubuhnya lemas dan berakhir dengan pingsan."Hana!" Teriak Rizal ketika tubuh Hana terkulai lemas.Rizal melepaskan pelukannya. Melihat Hana yang matanya terpejam. Wanita kurus itu langsung dibopong.Kemudian, Rizal menoleh ke belakang. "Bawa semua barang Hana tanpa sisa. Bawa perlengkapan bayinya juga." "Baik, Pak." Dua bodyguard itu berpisah, yang satu mengemasi barang-barang Hana dan satu lagi pergi ke kamar si bayi untuk mengemasi barang

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    49. Bukan Mimpi

    Mataku terbuka perlahan, harus segera menyiapkan sahur untuk Mas Malik dan keluarganya. Tidak boleh kesiangan nanti akan dipukuli.Aku meraba kasur, lembut dan empuk. Perlahan aku duduk, melihat tanganku diperban. Masih mengumpulkan ingatan kenapa tanganku diperban. Mataku melihat sekeliling, kamar luas yang asing. Cahaya matahari seperti terhalang gorden. Ini di mana? Setelah turun dari ranjang aku menyikap gorden, lingkungan orang kaya di daerah Kedamaian. Aku pernah bekerja jadi buruh cuci ketika kuliah dulu. Dapat langganan dari daerah sini. Ingatan tentang kejadian kemarin terputar di kepala, tersadar bahwa aku sudah melakukan kesalahan yang amat besar. Aku membuka mulut, tindakanku kemarin sangat memalukan karena dilihat langsung Kak Afrizal. Perceraian dan bunuh diri, lalu Kak Afrizal datang... memelukku."Aku nggak punya muka buat ketemu dia." Tanganku menutup wajah. Dia menyaksikan diriku dalam keadaan paling buruk. Suara tangisan bayi terdengar dari luar, apa itu Ramaniya

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    50. Malu Tapi Butuh

    Mungkin kalau aku punya keahlian dan pengalaman, melamar pekerjaan menjadi pelayan pribadi tidak akan sulit. Juga kalau diterima di keluarga kaya maka gajinya tinggi. Bisa menghidupi Ramaniya dan diriku sendiri. Kalau sekarang mungkin hanya bisa jadi pembantu di keluarga biasa dengan gaji rendah. Aku mengembuskan napas berat."Nyonya cantik sekali, coba kalau rambutnya panjang pasti akan jauh lebih baik.""Aku punya bayi, Mbak. Juga harus beres-beres rumah. Jadi kalau rambut panjang susah. Makanya kalau udah sepanjang bahu langsung aku potong."Mbak Sinta mengeringkan rambutku dan mengganti perban di tangan, juga mengolesi lebam di tubuhku. Enak sekali ya memiliki pelayan pribadi. Kak Afrizal pasti mengeluarkan banyak uang untukku. Bagaimana caraku mengembalikan nanti? Itu jadi beban pikiran.Selesai berpakaian dan kembali segar, aku keluar kamar. Sepatu flat ini sangat cantik. Ukurannya pas di kakiku, mungkin Kak Afrizal masih ingat ukuran kakiku. Padahal sudah lama sekali kami berpi

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • Kami Tanpa Kamu    51. Keajaiban

    Dia, pria yang meninggalkan diriku dalam luka, membuat mimpi yang dibangun menjadi sirna, memberikan jalan nestapa tiada kira. Karenanya juga hidupku jatuh ke dalam lubang gelap tanpa ujung. Sekarang, dia mengeluarkan aku dari kegelapan itu. Memecahkan toples kaca transparan sehingga aku bisa keluar, memutus rantai pengikat sehingga aku bisa terbang bebas. Tatapan matanya yang penuh penyesalan sulit untuk aku artikan, tidak bisa menebak apa yang tengah dia pikirkan sampai wajahnya sendu seperti itu.Kak Afrizal turun dari sofa, duduk berlutut di hadapanku. Tangannya mengepal. Wajahnya penuh rasa bersalah. "Kalau kamu ingin memenjarakanku atas kesalahan di masa lalu, aku siap. Karena aku dan Malik tidak ada bedanya, sama-sama membuatmu menderita." Ungkapnya.Tanganku meremas jemari, memang lima tahun lalu aku marah dan membencinya. Dia mengambil paksa mahkota yang aku jaga, membuatku hamil dan putus kuliah. Namun, seiiring berjalannya waktu. Rasa benci itu sirna. Aku menerima setia

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28

Bab terbaru

  • Kami Tanpa Kamu    105. Tamat

    Wajah pria di hadapanku banyak berubah, tak ada sorot arogan seperti dulu. Tatapan merendahkan pun menghilang ntah ke mana. Aku ingat pakaian yang dia kenakan hari ini, dipakai untuk menikahiku 9 tahun yang lalu. Warnanya sudah sedikit memudar. "Tolong jangan libatkan Ramaniya, aku akan menerima segala kemarahanmu," ujar Mas Malik. Aku melihat betapa Mas Malik menyayangi Ramaniya, dari dulu memang ia peduli dengan anaknya. Selalu semangat setiap USG. Mas Malik membenciku, tapi tidak dengan Ramaniya. Dia memperlakukan Ramaniya selayaknya anak yang sangat berharga. "Aku akan membawa Ramaniya ke lantai atas, di sana ada Husna." Kak Afrizal mengangkat Ramaniya ke dalam gendongan, membawa anak itu menjauh dari kami. Aku tak menyangka sedikitpun Kak Afrizal mengkhianatiku seperti ini. Padahal berulang kali aku bilang tidak akan memberitahu Ramaniya tentang Mas Malik. Ternyata di belakang, Kak Afrizal malah berkomplot dengan Mas Malik, tatapanku tajam melihat Kak Afrizal naik tangga. "J

  • Kami Tanpa Kamu    104. Kenyataan Ramaniya

    Mata Ramaniya melihat tangga, menunggu Rizal yang tak kunjung kembali. Matanya beralih ke pesanan Rizal yang sudah mulai dingin."Ayahku ke mana ya, kok lama banget?" tanya Ramaniya, terlihat gelisah karena ayahnya tak kunjung kembali. "Mungkin dia lagi ngomongin kerjaan, nanti juga balik." "Ayah nggak pernah ninggalin Niya lama kayak gini." Anak itu terlihat khawatir.Dari kecil Rizal memperlakukan Ramaniya dengan baik, tentu menerima orang baru sebagai ayah adalah hal yang sulit. Dulu, Cheril juga sangat ingin diperlakukan baik olehnya. Tapi tak pernah sekalipun ia berbaik hati menerima Cheril. Saat Cheril bertemu ayah kandungnya, ia langsung lengket karena sebelumnya tidak pernah mendapat kasih sayang seorang ayah. Jauh berbeda dengan Ramaniya yang sejak kecil dilimpahi kasih sayang seorang ayah yang luar biasa seperti Rizal. "Mas Malik?" Mendengar panggilan itu Malik langsung menoleh, ada Hana yang menatapnya terkejut. Sementara Hana tak menyangka bertemu Malik di sini, ia h

  • Kami Tanpa Kamu    103. Bando Nia

    Mereka berjalan beriringan menuju restoran Husna yang terletak tak jauh dari sana, ingin rasanya digandeng oleh Ramaniya sama seperti Rizal. Tapi apa daya, sekarang yang Ramaniya tahu Rizal ayahnya, bukan dia. Malik menjadi sangat serakah saat bertemu Ramaniya, padahal dia tahu bahwa ia tidak boleh minta lebih. Rizal mengizinkannya bertemu Ramaniya saja, seharusnya dia sudah bersyukur. Sesampainya di sana, mereka segera memesan. Ramaniya terlihat santai tanpa curiga apapun, tertawa bersama Rizal ketika mengingat adiknya suka ayam goreng dan berniat membawakan untuk oleh-oleh. "Dek Harzan juga suka yang ada kriuknya," kata Ramaniya. "Siapa Harzan?" tanya Malik. Rizal segera menjawab, "anak ketigaku. Adiknya Cheril dan Ramaniya." Ah, ternyata Rizal dan Hana sudah punya anak lagi. Dari cara Rizal memperkenalkan, sepertinya tidak membedakan antara Ramaniya dan kedua anak kandungnya. Namun tetap saja, dia ingin Ramaniya diakui anak olehnya. Menyebut Ramaniya sebagai putrinya adalah

  • Kami Tanpa Kamu    102. Bertemu Nia

    Hari kamis Malik pergi ke kantor damkar, bertemu teman lama. Ia menggunakan koneksi dan predikat jasa untuk kembali ke tim. "Usiaku memang nggak semuda dulu, tapi aku masih sangat kuat, wali kota saja mengakui kemampuanku. Jadi tolong pertimbangan aku kembali ke tim." Kepala kantor yang dulu satu tim dengannya itu terlihat berpikir. Melihat dari kaki sampai kepala Malik, badan Malik tinggi besar, cocok jadi pemadam kebakaran, hanya saja usianya yang jadi masalah. "Kami memang membutuhkan orang, biar kami diskusikan dulu." "Aku tunggu kabar baiknya," kata Malik bersemangat."Iya, sudah lama nggak ketemu kita ngobrol di dalam."Malik mengangguk, dia berjalan melewati mobil pemadam kebakaran, dulu dia sangat bersemangat ketika menyelamatkan orang, dia peduli dengan orang lain dan sangat ramah. Ntah apa yang membuatnya menjadi jahat, mungkin karena keinginannya punya anak tidak terwujud, lalu Ratih sering marah-marah, ibu terus menuntut uang belanja lebih dan beberapa faktor lainnya.

  • Kami Tanpa Kamu    101. Rumah Malik

    Rumah yang dulu diisi dengan keceriaan sudah lama ditinggalkan, rumput ilalang memenuhi halaman, atapnya sudah banyak yang bocor, catnya dimakan usia, gerbangnya berkarat. Malik melangkahkan kaki ke teras, sangat kotor. Dulu dia memakai sepatu di sini, Cheril akan berlari mendekat. Anak itu menggelayut ingin digendong, tapi ia malah mendorongnya menjauh sembari mengucapkan kalimat kasar. Delapan tahun, waktu yang sangat lama untuknya, tapi bagi Hana dan Cheril mungkin baru kemarin, luka yang ia torehkan pada keduanya tidak mudah dihapus oleh waktu. "Seharusnya dulu aku memperlakukan kalian dengan baik," gumam Malik. Dia melangkah masuk, membuka pintu. Tikus berkeliaran disertai kecoa. Pasti butuh waktu lama untuk memperbaiki semua ini. Belum lagi rumah Tara dan Ihsan yang juga menjadi tanggung jawabnya. Setelah menemui Ramaniya, Malik berniat membawa ibu dan Zila, keluarganya kembali ke Bandar Lampung. Tapi sebelum itu ia harus memiliki pekerjaan dan membereskan rumah ini dulu. T

  • Kami Tanpa Kamu    100. Nazir

    Setelah menikah dengan Kak Afrizal, kehidupanku berubah drastis, aku menjadi ibu sosialita, berkumpul dengan istri teman kantornya Kak Afrizal, arisan bersama wali murid teman sekolahnya Cheril dan aku juga kuliah online hingga memiliki pengetahuan yang sama seperti mereka. Aku tidak pernah lagi kesusahan uang dan dipermalukan seperti saat di Lampung, aku juga tidak pernah berhubungan dengan keluarga Bibi lagi. Hingga, sekarang ada Nazir di depanku, sepupu ku, anaknya Bibi yang bekerja di Jakarta dan aku abaikan selama beberapa tahun ini. "Kalau punya suami kaya, seharusnya kamu bisa bantu aku naik pangkat. Bukannya menikmati semua kemewahan sendirian, kamu sangat tidak tahu tidak tahu terima kasih." Nazir menyeringai, aku memutar bola mata jengah. Memangnya satpam bisa naik pangkat menjadi apa? Polisi? Heran. Terlebih dia juga tidak bekerja di WterSun Group. Lebih heran lagi dia bisa menemukan keberadaanku, ternyata dia pindah bekerja tak jauh dari restoran milik Husna. Aku tida

  • Kami Tanpa Kamu    99. Suami Istri Setia

    Hari pembebasan tiba, setelah delapan tahun akhirnya ia bisa menghirup udara bebas. Malik langsung menuju ke lapas tempat Ratih ditahan. Rasa rindu pada istrinya itu tak terbendung lagi. Cinta pertama, cinta sejati, mereka berdua berjanji sehidup semati. Benar kata orang, jodoh itu cerminan. Saat Malik jahat, Ratih pun sama jahatnya. Sekarang Malik tobat, Ratih juga sudah tobat. "Maaf aku baru bisa menemuimu," ucap Malik. Mereka berpelukan erat, Ratih menangis meraung tak menyangka bisa bertemu Malik lebih cepat dari perkiraan. "Aku sangat merindukanmu," ucap Ratih. Wanita itu terlihat sangat senang melihat wajah orang yang sangat dirindukan, sejak mereka masuk penjara, tidak ada kerabat yang mengunjungi. Semua membenci mereka. Karena Mereka juga Ihsan dan Tara terseret kasus ini, membuat Zila tidak memiliki orang tua dalam waktu yang lama. Anak itu sekarang ikut ibunya Malik pulang kampung. "Aku juga, sangat merindukanmu."Pelukan dilepaskan, Malik menghapus air mata di wajah R

  • Kami Tanpa Kamu    98. Malik Keluar Penjara

    Langit di atas lapas mendung, padahal Malik harus segera menjemur pakaian. Hari ini yang memakai jasanya lebih banyak dari biasanya. 50 pakaian yang artinya 50 ribu. Angka yang sulit dia dapatkan dalam sehari. Selain untuk membeli mainan untuk Ramaniya, Malik juga mengirim uang untuk Ratih. Istrinya itu pasti kesulitan di penjara. Beberapa kali Ratih mengeluh tentang sulitnya di penjara, Malik hanya bisa menyemangati. Mereka saling mencintai dan tak terpisahkan sejak dulu, andai tidak terobsesi mendapatkan anak, pasti sekarang hidup mereka baik-baik saja. Setiap hari Malik menyesali perbuatannya dan berjanji akan memulai hidup baru dengan Ratih setelah keluar lapas. "Masih hujan, nanti aja jemurnya." Salah satu teman lapas lewat, menepuk pundak Malik. Badannya tinggi, penuh tato. Dialah premannya raja preman, masuk lapas dan langsung menjadi boss. Tidak ada yang berani membantah. "Kalau nggak kering nanti bau." Malik mencari akal lain, di sini tidak ada pengering. Dia harus membu

  • Kami Tanpa Kamu    97. Kami Tanpa Kamu

    Seminggu telah berlalu dan Rizal mengambil anak-anaknya. Bersama Hana memberikan oleh-oleh dari Rusia. Tidak banyak, tapi cukup membuat Yuno lega telah berhenti mengurus tiga bocilnya Rizal. "Aku nggak pingin ke luar negeri lagi, dingin banget. Nggak enak," komentar Hana. Dia tidak betah di udara yang dingin, selalu mengeluh ingin pulang. "Hahaha Bang Rizal aneh, honeymoon kok pas musim dingin." Celetuk Yuno. Menggelengkan kepala. "Sengaja, biar di kamar terus." Jawaban Rizal membuat Hana melotot, lalu memukul lengan suaminya. Tidak menyangka bahwa itu sengaja, selama di Rusia mereka hanya keluar vila tiga kali. Padahal fasilitas keluarga Bagaskara di Rusia bisa dimanfaatkan untuk bersenang-senang. Kalau hanya untuk berduaan di kamar, kenapa harus jauh-jauh ke Rusia? Hana sangat kesal. Perjalanan ke sana membuat badannya sakit semua. Di pesawat selama berjam-jam, ia tidak betah dan sempat mabuk di kelas bisnis. "Lain kali ogah aku ke sana lagi, capek." "Kalau ke tempat lain mau?

DMCA.com Protection Status