“Sudah bisa pulang berarti kita?”“Sudah, yuk! Maaf ya, mas Dhanis nungguin lama,”“Enggak apa-apa, yang penting kamu sudah lega, ya?”“Hu’um,”Gianira dan Adhanis meninggalkan ruang persidangan menuju ke parkiran di mana mobil mereka di parkir tadi pagi, namun, alangkah terkejutnya mereka berdua saat mendapati ada sebuah kertas hvs yang tercetak foto mereka saat liburan ke pantai kemarin, dengan tulisan ancaman menggunakan spidol merah di bawahnya.“Gue akan bikin hidup kalian semua seperti di neraka!!”=====================================================Geram Dhanis membaca surat ancaman yang diletakkan diatas kaca depan mobilnya, tanpa fikir panjang dia mempotretnya menggunakan fitur kamera yang ada ponselnya, kemudian mengirimkannya kepada Riza melalui pesan whatsapp.Dhanis maupun Gianira yakin jika yang mengirimkan surat ancaman ini sudah pasti adalah Jazira, dia menggunakan cara-cara kotor untuk menekan Gianira agar mau membatalkan proses perceraian mereka.“Hallo, iya, Bu, a
Aku memeluk erat tubuh gempal wanita luar biasa di hadapanku ini, memberikannya kekuatan lewat pelukanku, jika semua akan baik-baik saja. Ku rasakan sesak yang teramat saat membayangkan jika tidak ada lagi sosok penuh wibawanya dalam kehidupanku, bagaimanapun, Bu Rosmalia adalah orang yang sangat baik, dia yang mengulirkan tangannya untuk menolong serta menampungku dan anak-anak..Aku tidak akan menyerah dengan ancaman mas Jazirah, aku harus kuat, demi anak-anakku dan juga Bu Rosmalia, aku akan melawan, berdiri tegak apapun yang dia coba lakukan, aku bukanlah Gianira lemah yang selama ini dia kenal, aku akan menunjukan pada laki-laki brengs3k itu siapa Gianira sebenarnya.“Gi, ada berita bagus!” suara Mas Dhanis membuatku dan Bu Rosmalia saling pandang.=====================================================Aku melepaskan pelukanku dari tubuh Bu Rosmalia, kemudian memandang fokus ke arah Mas Dhanis yang masuk ke rumah dengan wajah sumringah. Dia menjelaskan jika sudah memiliki bukti
Kriingg . . .Terdengar suara dering telpon rumah milik Bu Rosmalia, aku segera mengurai pelukanku dari Tiara dan menuju tempat di mana telpon diletakan. Ku angkat gagang telpon, namun baru saja akan mengucapkan salam, orang di sebrang sana sudah lebih dulu mengatakan hal yang di luar perkiraanku.“Batalkan proses perceraian atau kamu akan menyesal?!” suara ancaman itu aku sangat kenal, suara milik ayah dari kedua orang putraku.=====================================================Aku menutup telpon dengan kasar, membuat mereka semua menatapku dengan pandangan bertanya, namun aku putuskan untuk tutup mulut terlebih dahulu hingga anak-anak tertidur. Ku ajak anak-anak masuk ke dalam kamar tamu, membacakan mereka cerita mengenai kisah sahabat bernama Abu Mi’laq yang ditolong malaikat penghuni langit keempat berkat doanya.Dalam kisah tersebut di ceritakan jika Abu Mi’laq adalah salah satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang berasal dari kalangan Ansor. Dia dikenal sebagai orang yang taat ber
Saat tiba di sujud terakhirku, tidak lupa aku mengulang-ulang doa yang diucapkan Abu Mi’laq saat dia hendak dibunuh oleh perampok tadi. Kuulang sebanyak tiga kali, persis seperti yang Abu Mi’laq lakukan. Hingga tanpa terasa, air mataku luruh dalam sujud, membuat dadaku sesak karena getaran hebat yang disebabkan tangisku yang pecah.Inilah keadaan terlemahku, saat aku merasa semua masalah bergumul menyerangku, aku menjadi manusia yang seakan lupa, jika Allah tidak akan memberikan cobaan di luar batas kemampuan hambanya, termasuk aku. Allah memilihku untuk menjalani cobaan ini karena Dia menilai aku mampu, aku bisa melewatinya.“Wahai Allah yang Maha Pengasih, Wahai Dzat yang Maha Perkasa, tolong aku, tolonglah aku,” =====================================================POV AuthorSepeninggalnya Gianira masuk ke dalam rumah, Dhanis kembali berbicara serius dengan Harsa, menurut informasi yang mereka dapat, Jazirah ternyata tidak melakukan kejahatan ini seorang diri, melainkan mendapat
Langit dan ibu tersebut sudah tiba di depan mobil yang di dalamnya sudah ada Jazirah di belakang kemudinya. Ibu tersebut membuka pintu mobil dan meminta Langit untuk mengambilkan melihat apa tongkatnya ada di dalam mobil, saat Langit tengah melongok dalam mobil, saat itu juga tubuh kecilnya di dorong oleh si ibu bayaran masuk ke dalam mobil, setelah itu dia segera masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya.=====================================================Mobil kijang berwarna hitam itupun melaju meninggalkan depan pekarangan rumah Rosmalia, tidak ada yang mengira jika di dalamnya ada seorang anak laki-laki yang tengah diculik oleh ayahnya sendiri, padahal, jika saja Jazirah secara baik-baik bicara ingin bertemu anak-anaknya, tentulah Gianira tidak akan melarangnya, namun niat Jazirah bukanlah untuk menjenguk Langit ataupun Bumi, melainkan untuk menjadikan mereka senjata agar bisa menekan Gianirah supaya mau membatalkan gugatan cerai yang dia ajukan.Jazirah bukannya tidak tega,
“Sudah saya bilang, jangan meninggalkan pagar tanpa penjagaan! Kamu bisa menelpon saya untuk bergantian menjaga, sekarang hubungi anak buah kamu yang kemarin, cari Jazirah sampai ketemu!” “Baik, Pak!” sahut Harsa cepat, mungkin mencari aman agar tidak kena semprot lagi.“Saya lihat nomernya, Gi!” ucapnya seraya mengambil ponsel dari tanganku.“Brengs3k! Dia sengaja nonaktifin nomer supaya kita enggak bisa lacak lokasinya!” “Jadi Langit diculik, Mas?” bisikku lirih saat tatapanku beradu pandang dengan mata Mas Dhanis.=====================================================Bagai petir di siang bolong, aku harus menerima kenyataan jika anakku, Langit diculik oleh ayahnya sendiri, miris, namun inilah kebenaran yang harus ku terima. Sejak siang Bumi merengek ingin bertemu dengan kakaknya, mereka tidak terbiasa berpisah, selalu bersama sejak kecil. Pembawaan Langit yang dewasa nyatanya sangat membuat nyaman Bumi jika berada di dekatnya, jadi tidak heran, jika saat ini Bumi terus bertanya
“Ibu Langit pacaran ya sama om Riza?” pancing Jazirah untuk mengorek informasi.“Pacaran?”“Iya, pacaran, ibu sama om Riza mau menikah?”“Enggak kok ayah, ibu kan kerja di rumah nenek Ros, jadi tukang cuci dan bersih-bersih, terus sekarang ibu jualan bubur juga biar punya uang buat makan kita,” sahut Langit polos, yang membuat hati Jazirah nyeri, andai dia menjadi suami dan ayah yang bertanggung jawab, pasti istrinya tidak perlu merendahkan diri dengan bekerja sebagai pembantu di rumah orang lain.“Maafin ayah, Langit!” tangis Jazirah pecah, dengan erat dia memeluk tubuh anak sulungnya.=====================================================Jazirah masih memandang wajah putranya yang tertidur pulas di ranjang rumah sakit, setelah memakan habis semua makanan yang disediakan dan meminum obat, Langit merasakan kantuk yang luar biasa, sehingga Jazirah menyuruhnya untuk tidur dan beristirahat.Hatinya masih perih setiap kali mengingat percakapannya tadi dengan Langit, Langit bercerita saat
Berbeda dengan Mas Riza, Mas Dhanis justru menyetujui agar aku mengikuti permintaan mas Jazirah untuk bertemu, apalagi, lokasi pertemuan adalah area public, yang rasanya tidak mungkin mas Jazirah akan melakukan hal yang tidak-tidak.“Mas, saya mohon, antarkan saya ke sana!” aku masi berusaha meyakinkan Mas Jazirah agar mau mengantarku ke sana.“Gimana kalau ini tipuan aja, Gi?”“Saya yakin bukan, Mas, tolong,”“Baiklah, kita kesana bersama-sama, Harsa, kamu jaga rumah!” putusnya, membuatku tersenyum penuh syukur. Langit, ibu akan jemput kamu, Nak.=====================================================Menggunakan mobil milik Mas Riza, aku, Mas Riza dan Mas Dhanis bersama-sama menuju lokasi di mana mas Jazirah dan anakku, Langit menunggu. Sudah hampir dua jam kami berkendara, namun belum juga sampai, menurut keterangan Mas Dhanis, kami masih harus melewati jalan raya yang hanya muat dua buah mobil ini, sejauh satu kilo meter lagi. Aku tidak menyangka mas Jazirah bisa membawa Langit se
Mataku membulat sempurna kala melihat pesan yang lagi-lagi dikirimkan Niryala ke ponselku. Kali ini bukan hanya pesan singkat, tetapi juga sebuah foto yang memperlihatkan bagian atas dadanya dengan sebuah teks sebagai keterangannya.[Apakah ini mirip dengan miliknya Nirmala? Atau lebih besar?]============ Aku menahan nafas demi melihat foto yang Niryala kirimkan. Bagaimana bisa dia mengirimkan foto berisi aurat tubuhnya kepada orang lain yang bukan suaminya? Baru saja ingin mengapusnya, Niryala kembali mengirimiku pesan lagi. Kali ini berisi pesan suara yang membuat jiwa kelaki-lakianku bergejolak.‘Aku akan kirim bagian yang lainnya jika kamu mau,’ tuturnya dengan nada manja dan mendesah.Aku segera menutup ponselku, beranjak dari kasur dan membuka pintu kamar mandi. Beruntung pintunya tidak terkunci sehingga aku bisa langsung masuk tanpa mengetuknya. Kuhampiri Gianira yang sedang membasuh tubuhnya dengan sabun beraroma flower. Membuka seluruh pakaian yang kugunakan, segera kude
Hingga kami selesai makan siang mas Riza masih belum juga kembali. Ke mana sebenarnya dia pergi? Tidak biasanya dia mengacuhkan ku, apalagi kami sedang ada masalah seperti ini. Kubantu Rima membereskan meja makan, kemudian menemani anak-anak membaca buku cerita yang bawa dari rumah. Aku tersenyum senang karena melihat Bumi yang semakin lancar membacanya. Untuk anak seusianya, pintar membaca dan suka membaca adalah anugerah tersendiri.Sebentar lagi dia akan masuk sekolah TK itulah mengapa Bumi semakin hari semakin giat belajarnya. Kehadiran kedua kakaknya juga sangat membantu Bumi dalam belajar, sehingga anak itu tidak harus belajar bersamaku saja.Sesekali aku menoleh pada ponsel yang kuletakan di atas nakas, berharap ada telpon ataupun sekedar chat singkat dari mas Riza yang hingga kini keberadaannya tidak kuketahui. Namun, nihil, tidak ada satupun pesannya singgah di ponselku.Jantungku mendadak berdegup cepat kala mendengar suara pintu depan dibuka. Berharap sekali jika mas Riza
Yuk boleh banget yuk kalau mau cubitin ginjalnya Riza yuk! Mumpung sudah buka puasa ✌️🤪=======[Aku sungguh merasa lega sekarang, akhirnya bertemu denganmu dan bisa mengatakan wasiat Nirmala kepadamu.Kamu tenang saja, rindumu kepada Nirmala akan terlampiaskan. Kami ini kembar identik, hampir seluruh bentuk tubuh kami sangat mirip, jadi, mungkin kau akan ‘menemukan’ Nirmala saat mengekplore diriku setelah pernikahan kita nanti, bye]==============Aku mengucap istighfar sebagai upaya untuk menetralkan isi kepalaku. Isi chat Niryala sungguh di luar batas logika. Bagaimana dia bisa menuliskan isi chat semacam itu terhadap pria yang baru saja ditemuinya?Namun, aku tidak dapat berbohong, jjka jiwa kelaki-lakianku bergejolak tatkala membacanya. Aku membayangkan kembali saat-saat aku memadu kasih bersama Nirmala, dirinya yang romantis dan seringkali meminta lebih dulu membuatku merasa dilayani dengan baik dan sempurna.Berbeda sekali dengan Gianira yang harus kupancing terlebih dahulu ba
Tahan emosii yaa...! Bulan puasa! 😆======“Gia baik-baik aja kok, Bu. Gia hanya butuh waktu untuk sendiri, Gia titip anak-anak sebentar ya, Bu!” ucapku pelan, kemudian masuk kembali ke dalam kamar dan menguncinya.Kufikir Mas Riza akan menyusulku, tapi hingga tiga puluh menit lebih dirinya tidak kunjung tiba di rumah. Kemana dia? Apa masih bersama wanita tadi? Siapa sebenarnya wanita itu? Mengapa ibu juga seperti tidak mengenalnya?================== Kuputuskan untuk pergi meninggalkan Niryala, berlama-lama dengannya hanya akan menambah pusing kepalaku. Selain itu aku perlu menjelaskan permasalahan ini kepada ibu dan Gianira. Mereka berhak tau mengenai amanah yang Nirmala katakan kepada Niryala, kembarannya.Memasuki Villa, aku dibuat heran dengan kondisi ruang tamu yang sepi, ke mana mereka semua? Apa sedang berkumpul di kamar? Segera aku mengecek ke kamar anak-anak, benar, mereka sedang berkumpul di sana, tetapi tidak kutemukan Gianira diantara mereka.Ibu dan Rima menatapku deng
Yok yok yang emosi yok lanjutin emosinya.. Ini sudah mendekati akhir Yaa cinta-cintanya akuuu ✌️🤪================ “Mas, sekarang aku sudah tidak memiliki kekasih ataupun suami, aku ingin melaksanakan pesannya Nirmala untuk menikahi suaminya. Apa kamu bersedia menikah denganku, Mas?” Membulat sempurna mataku tatkala mendengar Niryala mengatakan hal tergila yang pernah kudengar seumur hidupku. Apa dia sedang menawarkan diri untuk menjadi istriku? Tapi, aku sudah memiliki istri yang baru, Gianira. Bagaimana dengannya jika aku menikah dengan Niryala?============ Aku terdiam, masih mencerna semua pernyataan Niryala. Tidak menyangka setela tujuh tahun kepergiannya Nirmala kembali dengan pesan yang membuat dadaku sesak. Mengapa dia tidak pernah mengatakan jika memiliki seorang saudara kembar? Mengapa dia menyembunyikan rasa sakit di tubuhnya? Lalu mengapa dirinya bisa berpesan seperti itu kepada Niryala?Sepuluh menit sudah kami berdua saling terdiam, tidak ada sedikitpun perkataan yan
“Permisi, ini Mas Riza, kan?” tawaku dan Rima terhenti saat seorang wanita datang menemui kami.Bagai melihat hantu di siang bolong, aku begitu terperangah demi melihat siapa wanita yang berdiri di hadapanku dan Rima saat ini. Ini tidak mungkin, tidak mungkin terjadi.“N-nir … ma-la?” ucapku pelan karena terkejutnya.=============== Berulang kali kucoba menggosok mataku, barangkali ada kotoran mata yang menghalangi pandanganku sehingga melantur. Tapi mengapa hasilnya tetap sama? Wanita yang sejak tadi kufikirkan kini berdiri menjulang di hadapanku. Nirmala, dia benar Nirmala, istriku. Astaga, bagaimana bisa?“Nirmala? K-kamu, Nirmala?” tanyaku terbata, beranjak dari posisiku agar bisa berdiri sejajar dengannya. Ya Tuhan, benar, wajah itu, wajah yang teramat kurindukan, wajah yang bertahun-tahun membuat tidurku tidak tenang, wajah yang membuat hari-hariku murung karena kehilangan senyumnya. Ini benar-benar Nirmalaku, astaga aku tidak sedang melindur dan bermimpi, dia Nirmala.Tanp
“Bagun, yuk! Sholat subuh dulu!” ucapku lagi masih mengusap-usap kepala mereka satu persatu.“Ibu, tadi malam ibu menangis, ya? Langit dengar suara tangisan ibu di kamar mandi, pas ibu sholat juga ibu menangis, ibu kenapa?” Degh, bagaimana bisa Langit mendengar suara tangisku? Padahal saat di kamar mandi aku sudah menyalakan keran air untuk menyamarkan suaraku.============= Aku masih diam tidak tau harus memberika jawaban apa untuk pertanyaan anakku Langit. Kufikir tidak ada yang mendengarku menangis tadi, karena sebisa mungkin kutahan tangisku agar tidak mengeluarkan suara yang jelas. Namun, ternyata Langitku mendengarnya, dia tau kalau aku menangis, tapi, mengapa dia tidak mendatangiku? “Ibu, ibu kok diam?” tanyanya lagi, mungkin masih penasaran karena aku tidak menjawab pertanyaanku.“Ibu tidak apa-apa, Sayang. Ibu tadi menangis bahagia karena kalian datang ke sini nyusulin ibu sama ayah,” sahutku sama seperti jawaban yang kuberikan pada ibu tadi. Lagipula ini tidak sepenuhnya d
Mendengar penjelasan Harsa rasanya sangat kecil kemungkinan Jazirah untuk dapat menerobos masuk ke dalam rumahku dan membuat keonaran. Semoga saja segala antisipasi yang sudah Harsa lakukan bisa mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Pantas saja sejak tadi aku tidak dapat memejamkan mata, rupa ada kabar yang tidak mengenakan yang kudengar dari Harsa malam ini.=============== Setelah berdiskusi seputar rencana selanjutnya, aku memutuskan untuk melanjutkan tujuan awalku ke dapur untuk mengambil air minum. Rasa haus bercampur rasa khawatir akan hal yang akan dilakukan Jazirah terhadap keluargaku seketika hilang saat kuteguk segelas air putih dingin yang kuambil dari kulkas.Setidaknya aku masih bisa cukup tenang karena penjagaan dari Harsa dan teman-temannya. Walaupun aku belum mengetahui apa motif yang membuat Jazirah kembali mengganggu hidup kami. Kufikir ucapan telak yang Gianira arahkan untuknya saat itu mampu membuatnya malu untuk mengganggu hidup kami, tapi nyatanya sifat Jazi
“Apa, lho Dhan, kamu datang-datang sudah membuat harapan palsu untuk anak-anak, kalau benar produksi langsung berhasil, kalau bibitnya gagal dulu gimana? Bisa kecewa cucu-cucu ibu, Dhan, Dhan,” ucap Ibu yang sontak membuatku dan Mas Riza membulatkan mata bersamaan.“Ha … ha … ha, kena kau, Za, Za! Sana ngebibit yang benar makanya biar enggak gagal!” tawa Mas Dhanis menguar, membuat yang lain pun ikut tertawa.=========== Pembahasan yang sudah tidak sehat ini membuatku menarik paksa Dhanis untuk keluar dari Villa menuju kolam renang, tidak bisa kubayangkan jika pembahasan ini terus menerus dilakukan di depan ketiga anak-anakku, bisa rusak otak mereka semua, sebagai ayah tentu aku tidak menginginkan hal tersebut.Aku ingin anakku tumbuh menjadi anak baik, sopan dan bertutur kata yang baik, cerdas bisa di asah, tapi masalah adab dan sopan santun itu harus ditanamkan sejak dini, jangan sampai rusak fitrah mereka karena teracuni obrolan kotor orang dewasa di sekitarnya.Aku memang belum