Home / Romansa / Kala Cinta Menyapa / 54, Hukuman [17+]

Share

54, Hukuman [17+]

last update Last Updated: 2022-08-30 10:00:13
DI saat Udayana dan Rindang bekerja keras menutupi pelarian mereka, Airlangga sedang menikmati bulan madu di tengah hutan.

ELLS bersandar lemah di lekuk leher Airlangga, sementara Airlangga bersandar lunglai di batu. Mereka masih bersatu.

Melihat kekacauan yang terjadi, tak heran semua hewan melarikan diri dari sendang. Bekas kemuning dan pinus yang menjadi lulur mereka berserakan mengambang di air. Ditambah dedaunan yang tercerabut akibat tarikan tangan Ells.

“Kau membuatku gila, Ells.” Mereka masih berpelukan. Airlangga mengelus punggung Ells.

“Lalu kau pikir kau tidak?”

“Aku melanggar janjiku sendiri.”

“Apa?”

“Tidak akan bercinta di alam terbuka.”

Ells tertawa kecil. “Sepertinya kau akan sering melanggar janji itu.”

“Sepertinya begitu. Ayo, Ells…”

“Ke mana?”

“Pulang. Melanjutkan percintaan kita.”

“Anggaaa…???”

Airlangga langsung berdiri, mengangkat tubuh Ells, bergerak cepat memakaikan kainnya.

“Apa kita perlu berpakaian untuk ke rumah, Angga?”

“Cukup sudah perilaku p
Sandra Setiawan

Scene ini aslinya hawt banget. Tapi karena saya turunin tensi eh rate nvel, jadi banyak part saya perhalus. Part ini yang paling susah. Akhirnya jadi bab paling pendek. Nggak sampai 1k.

| Like
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Kala Cinta Menyapa   55, Jejak Baru

    APA yang bisa gadis seperti Rindang lakukan ketika lelaki marah dan gelap mata seperti Robert sudah mengamuk. Tidak ada. Kecuali berontak dan mengamuk sekuat tenaga. Dia berteriak, tapi bibirnya tersumpal tangan atau langsung bibir Robert. Dia menendang, memukul, dan terus menggerak-gerakkan tubuh. Kepalanya bergerak ke mana pun untuk menghindari serbuan bibir Robert. Dia sangat tidak terima pada pelecehan Robert. Ini penghinaan. Darah layak tertumpah untuk mengembalikan harga dirinya. Tidak ada kata pasrah dalam pikiran Rindang kali ini. Lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup berlumur hina. . Krek . Baju yang dia pakai sobek, menyingkap kulit di balik dada. Robert makin gelap mata melihat keindahan yang terbuka di depan mata. Rindang makin panik, makin ketakutan, makin berusaha mengumpulkan tenaga. Kainnya bahkan sudah tersingkap makin ke atas ulah Robert dan gerakan-gerakan tubuhnya. Dia makin terhina, makin marah, makin panik, dan takut. Tubuhnya makin terbuka, Robert

    Last Updated : 2022-08-31
  • Kala Cinta Menyapa   56, Guru Dan Murid

    SEJAK mereka terikat satu sama lain, Airlangga jarang berburu. Memilih menghabiskan waktu dengan bercinta daripada berburu. Memilih menghabiskan stok makanan yang dia persiapkan sebelum menculik Ells. Dendeng rusa, beras, jagung, yang awalnya memenuhi tempayan dengan cepat berkurang. “Sepertinya aku harus membuat dendeng lagi,” ujarnya ketika melihat Ells makan sangat lahap. “Apa pun. Aku selalu kelaparan sekarang. Kau menguras tenagaku habis-habisan, Angga.” Airlangga hanya terkekeh. “Dendeng rusa ini enak sekali.” “Biasanya Dayana yang membuat. Buatanku tidak seenak buatan Dayana.” “Siapa Dayana?” “Sahabatku. Udayana.” “Ceritakan aku tentang dia.” “Kami bersahabat sejak kecil. Kami melakukan nyaris semua hal bersama. Rumah kami berdekatan. Kami menyukai banyak hal yang sama. Kami suka hutan dan membaca.” “Kupikir kalian tidak ada yang bisa membaca.” Airlangga terbahak lepas. “Entah apa yang orang sebangsamu tanamkan di ke

    Last Updated : 2022-09-01
  • Kala Cinta Menyapa   57, Kabar Baru

    LALU setelahnya tidak ada kabar lain lagi. Berhari-hari sampai melewati pekan kembali mereka berkutat berputar di area yang sama. Van Loen kembali putus asa. Dia merasa anaknya sudah begitu dekat tapi tetap tak teraih. Itu membuatnya … jengkel? Marah? Panik? Semua. Semua dia rasakan. . Tok tok tok . Suara ketukan pintu mengganggu lamunannya. Lalu pintu itu terbuka tanpa dia mengizinkan mengantar Robert masuk. Van Loen hanya menarik napas lelah melihat aura yang Robert bawa. Dari gurat wajahnya jelas terbaca bahwa dia tidak membawa kabar baru. Van Loen kembali menoleh ke arah hutan melalui jendela yang terbuka lebar. Di mana kau, Ells? Apa kabarmu? Apa kau baik-baik saja? Papa sangat merindukanmu. Pulanglah, Nak. Papa akan penuhi semua maunya. Katakan itu pada penculikmu. Selalu itu yang dia tanyakan pada angin melalui bisikan hati. “Ehm.” Robert berdeham mencuri perhatian. Van Loen menoleh dalam gerakan sangat lemah. “Bagaimana kalau kita men

    Last Updated : 2022-09-02
  • Kala Cinta Menyapa   58, Aneh

    SANG kala bergerak, terus berjalan. Matahari dan bulan silih berganti menghiasi langit. Burung hantu dan burung perkutut bergantian bersuara. Hujan dan panas pun bergantian mengisi ruang udara di sana. Tapi kebersamaan itu semakin erat. Dunia seluas hutan membebaskan mereka bercengkerama bersama. Tak ada sekat lagi. Setiap sudut hutan adalah rumah mereka. Tanpa terasa, purnama kedua akan terlewati. Alam begitu memanjakan mereka. Berdua, hanya mengambil apa yang mereka perlukan. Menghabiskan seluruh hasil buruan, mengumpulkan makanan lalu menyimpannya rapi. Alam tak pernah murka. Berdua mereka menyatu dengan alam. Menolong apa pun yang perlu pertolongan seperti dulu Airlangga menolong anak rusa yang kakinya terjepit batu. Mereka memperbaiki sarang burung, membantu kancil melahirkan, atau mengobati luka kera. Semua mereka kerjakan sambil bermain bersama hewan-hewan itu. Ells membiarkan tupai memanjat tubuhnya, membiarkan tikus hutan mengendusi kakinya, menangkap ikan de

    Last Updated : 2022-09-03
  • Kala Cinta Menyapa   59, Menghilang

    LAGI-lagi van Loen melamun menatap hutan melalui ambang jendela. Hatinya makin teriris ketika dia tahu anak gadisnya sudah tidak ada di hutan itu. Entah sekarang Ells ada di mana. Sudah nyaris dua purnama berlalu sejak mereka menemukan dua pasang jejak kaki mengarah ke luar hutan. Itu pun mereka terlambat sepekan. Umur jejak itu nyaris sama dengan jejak di timur. Ah, andai saja sejak awal aku mendengar saran Robert, tentu Ells lebih mudah terlacak. Mungkin Ells baru sehari atau dua hari meninggalkan hutan. Sepekan waktu yang cukup lama untuk melarikan diri. Verdomme! Van lLoen terus menyesali dan memaki. . Tok tok tok . Van Loen tidak terganggu. Jika itu Robert, anak itu akan masuk tanpa perlu suara mengizinkan masuk dari dalam. . Tok tok tok . Suara mengetuk lagi. Bukan Robert. “Kom binnen[1].” Pintu itu baru terbuka setelah van Loen mengizinkan masuk. “Apa aku mengganggumu, Fred?” Van Loen langsung me

    Last Updated : 2022-09-04
  • Kala Cinta Menyapa   60, Hadiah

    AIRLANGGA dibangunkan tubuhnya sendiri sesuai jadwal hariannya. Hari masih sangat pagi, bahkan matahari pun masih malas memancarkan sinar. Nyaris tanpa geliat, tubuhnya langsung siaga saat teringat ada hal penting yang ingin dia kerjakan. Perlahan dia berusaha melepaskan diri dari lilitan Ells yang meringkuk nyaman di ketiaknya. Tersenyum, dia menarik tangannya sambil mencium bagian mana pun dari tubuh perempuannya yang terdekat dengan bibirnya. “Jangan buka jendela itu, Angga.” Ells menggeliat ketika merasakan pelukan Angga mengendur. “Kemarilah lagi, Angga. Aku dingin.” Tangannya terjulur menggapai lelakinya, meminta pelukan lagi. “Tidak, Ells … aku hanya akan mematikan pelita.” Fajar telah datang. Matahari mulai menggeliat. “Apa ini sudah pagi, Angga?” Dia merengek, entah untuk apa. “Terlalu gelap. Aku tak suka.” “Sebentar lagi matahari datang, Sayang.” Airlangga hanya menggeleng saja untuk keanehan Ells. Tak suka terang tapi tak mau gelap. Menggerut

    Last Updated : 2022-09-05
  • Kala Cinta Menyapa   61, Perpisahan

    “LAGI, Ells?” tanya Airlangga ketika Ells sudah kembali dari tamasyanya. “Cukup untuk sekarang,” ujarnya sambil bergelung. Mengandung membuat gairahnya semakin menggila. “Baiklah...” Airlangga bergerak keluar sambil mengecup lembut bibir Ells. “Heyy… bagaimana denganmu, Angga?” Spontan Ells bergerak duduk. “Semua untukmu. Aku baik-baik saja. Aku tak mau kamu terlalu lelah.” Dia mengecup dahi Ells. “Satu kali lagi,” Ells melingkarkan lengannya di leher Airlangga, “kita melayang bersama.” Tersenyum lembut, Airlangga membalas, “Tawaran yang sulit untuk ditolak.” Dia mendorong lembut bahu Ells, dan langsung kembali mendatanginya. Hari baru datang sebagai pagi. Keduanya menikmati hari bersama alam. Berdua mendaki, melayang, tenggelam. Sungguh sebuah kebersamaan yang indah. *** Perjalanan itu sudah tuntas. Menyisakan rasa yang makin terikat kuat. Meninggalkan jejak-jejak hasrat di ruang kecil itu. Ada banyak cerita tertinggal di sana bersa

    Last Updated : 2022-09-06
  • Kala Cinta Menyapa   62, Janji di Ujung Pelangi

    KEDUANYA masih terdiam. Mencari jalan terbaik du antara kebuntuan pikiran dan kecemasan hati. Semua memang bermula dari kesalahan, lalu bagaimana mereka memperbaiki kesalahan ini tanpa membuat kesalahan lain? Mereka berusaha mengembalikan hubungan ini dalam jalur yang benar. Namun awal yang buruk membuat jalan tersumbat terhalang puing-puing kesalahan. Namun kenapa awal yang buruk bisa menjadi sedemikian indah? Jarak mereka memang tidak berjeda, erat melekat seperti laut dan pantai. Tapi hubungan ini tidak bisa hanya diselesaikan dengan pendekatan hati saja. Ada satu hal mendasar yang menjadi penghalang. Status mereka sebagai inlanders dan anak pejabat Belanda. “Tidak mungkin kita langsung datang berdua menghadap Papa.” Akhirnya Ells bersuara, menyingkap kabut kegalauan. “Tentu saja. Papamu tidak akan menerima penjelasan apa pun darimu, apalagi dariku. Jika kita langsung bertemu ayahmu artinya aku menyerahkan leher untuk disembelih di depan matamu.” Ells men

    Last Updated : 2022-09-07

Latest chapter

  • Kala Cinta Menyapa   104, [END] Epilog 3: Harmoni Alam

    AKU terlalu sering mendengar jeritan teredam kenikmatan Ells. Bahkan dinding batu tebal ini masih menyisakan ruang untuk telinga tua ini mendengar suara itu. Apa pun yang pemuda itu lakukan pada anakku, sepertinya Ells sangat menyukainya. Sangat menikmatinya hingga terlihat di pagi hari, Ells bangun dengan wajah merona segar. Brawijaya sudah lelap, terlalu lelah bermain membuatnya langsung tidur bahkan sebelum kepalanya menyentuh bantal dengan baik. Menyisakan van Loen yang masih merapikan selimut cucunya. Dia sama sekali tidak membuang waktu! Pemuda yang energik. Van Loen tertawa dalam hati. Itu pula sebabnya dia selalu berusaha merayu Brawijaya agar mau tidur bersamanya. Hhmm…. Sebenarnya tidak perlu merayu Brawijaya. Cucunya selalu mau tidur bersamanya. Cucu selalu dekat dengan kakeknya, bukan? Apalagi jika memiliki cucu seperti Brawijaya. Van Loen tidak ingin menyia-yiakan waktunya untuk dekat dengan cucunya. Kau ingin memiliki adik, bukan

  • Kala Cinta Menyapa   103, Epilog 2: Airlangga Darma

    “Hhmm…” Airlangga memeluk Ells, membaui keringat istrinya. Menyurukkan wajahnya di lekuk leher wanitanya. Menghidu di sana. “Brawijaya sudah pergi bermain. Apa kita bisa bermain, Sayang?” “Untuk sebuah permainan yang menyenangkan, aku lebih memilih menunggu.” Ells membiarkan Airlangga menikmati lekuk lehernya. “Kau selalu saja seperti itu,” gerutu Airlangga sambil terus menikmati wanitanya. “Tidak bisakah kau membiarkan aku mengeluarkan muatanku sedikit saja?” lanjutnya sambil menggerakkan pinggul, membiarkan Ells merasai bukti gairahnya. Ells tergelak lepas, cumbuan Airlangga pun juga terlepas. “Aku tak yakin kita bisa bermain hanya sebentar, Sayang.” Airlangga ikut tergelak. “Kita berdua sama gilanya, dan sekarang sedang pesta. Tak elok jika tuan rumah tak ada. Apalagi ketika kita muncul dengan kondisi berantakan.” “Sebentar saja, Ells. Kumohon…” “Angga, jangan memohon untuk itu.” Bergerak mendorong menjauh, “Baiklah. Kau keluarlah sekarang. Aku

  • Kala Cinta Menyapa   102, Epilog 1: Brawijaya Darma

    [Lima Tahun Kemudian] . “Angga, mana Jaya?” tanya Ells ketika melihat Airlangga hanya sendirian berjalan ke arahnya. “Bermain. Apa lagi?” jawab Airlangga santai. “Siapa yang menemani?” tanya Ells lagi, cemas. Sepertinya, sesuatu yang buruk akan terjadi. Airlangga hanya mengedikkan bahu, tak acuh. Tak lama, muncul seorang anak yang berteriak kencang. “Ibuu…” Berlumur tanah dan lumpur, memakai pakaian berwarna putih—tadi putih, sekarang entahlah—berlari ke arah Ells. Melihat itu, Ells hanya mendesah pasrah sambil melirik jengkel pada suaminya. “Paling tidak, jangan berkotor-kotor seperti itu ketika sedang pesta,” gerutu Ells pada Airlangga. “Berkotor-kotor, itu pesta buat Brawijaya, Sayang. Kita sedang berpesta, lalu kau ingin mengekang anakmu? Biarkan dia juga berpesta dengan caranya.” Airlangga langsung menyambar anak berlumur lumpur itu, membiarkan pakaian putihnya ikut terkotori. Ells menarik napas panjang. Selalu,

  • Kala Cinta Menyapa   101, Ada Cinta di Rumah Pohon

    MATAHARI sore masih menerobos di sela-sela dedaunan. Hangatnya menyiapkan bumi untuk dinginnya malam. Alam begitu indah, ramah menyambut pemilik rumah. Di sanalah mereka. Berdiri, dengan kepala menengadah ke atas, dan jemari saling menggenggam erat. Rumah pohon. Rumah kecil beruang satu, tanpa sekat, tanpa perabot. Hanya ada kehangatan kasih di atas sana. Airlangga semakin mengeratkan genggaman tangannya. Tak lekang matanya menatap rumah yang lebih tepat disebut gubuk itu. Rumah yang dia dan Udayana buat untuk mereka menikmati hutan. “Kita sampai, Ells…” Ells menarik napas. Setelah sekian lama dia lupa bernapas, terlalu terpesona melihat keindahan di atas sana. Bergerak melepaskan genggaman tangannya, untuk memeluk tubuh Airlangga. Menyurukkan wajah di dada lelakinya. Impiannya menjadi nyata. Bersama Airlangga, di rumah ini, mengambil belati. “Kau ingin naik sekarang?” Sebelah tangannya memeluk bahu Ells, dan sebelah lagi membel

  • Kala Cinta Menyapa   100, Kilas Balik

    SEBUAH makam sederhana menjadi tujuan mereka. Airlangga berjalan mendekat dengan takzim lalu duduk berlutut di makam itu. Ells mengikuti saja gerakan Airlangga. Kakek, aku datang dengan istri dan anakku. Kemudian mereka bersimpuh berdampingan di makam Kakek. Makam sederhana yang terawat bersih dan rapi. Terima kasih Kakek selalu menemaniku. Aku sudah menemukan belahan jiwaku. Walau dengan cara yang aneh, tapi demikianlah Dewata menggariskan takdirku dengan penaNya. Aku yakin, Kakek merestui pilihanku. Daniella wanita yang luar biasa. Tak hanya cantik, Ells wanita yang setia. Walau dia sedikit berbeda dengan kita, tapi dia mencintaiku, Kek. Dan aku pun mencintainya. Kami berhasil membangun jembatan pelangi itu. Sekarang kami sisa mewarnainya, dan pelangi itu akan semakin indah. Kek, aku akan mengambil gelangku. Terima kasih sudah menjaganya selama aku pergi. Perlahan, Airlangga menggali tanah di mana dia menanam gelang itu. Tanah makam sudah

  • Kala Cinta Menyapa   99, Melihat Lebih Jelas

    SUDAH tengah hari. Matahari tepat di atas kepala. Namun udara dingin lereng Bromo seakan bisa menyamarkan terik itu. ditambah rindang pohon penuh dedaunan, menambah kesejukan rumah yang mendadak diliputi rasa haru dan bahagia. Semua berakhir indah. Tangis dan ketakutan mereka terbayar. Mereka masih bisa berkumpul di rumah sederhana ini. Ells tetap memeluk Airlangga. Tapi ada yang aneh dengan pinggang ini. Ada yang hilang. Apa?I Ells berusaha mengingat-ingat. “Angga!” Mendadak Ells mendongakkan wajah, menatap Airlangga, “Di mana belatimu?” Tersenyum samar, Airlangga teringat belatinya. “Di rumah pohon.” “Kenapa kau meninggalkan belatimu di sana?” “Lebih baik kutinggalkan untuk Dayana daripada hilang di rumahmu.” “ANGGA!!” Diam. Semua tahu apa arti belati itu bagi Airlangga. Dan semua juga mengerti makna 'belati untuk Dayana'. “Sudah, sudah…” suara Paman Tirta terdengar menentramkan. “Lebih baik kita masuk dulu. Kau baru

  • Kala Cinta Menyapa   98, Sahabat Sejati

    DUA pasang berjalan bergandengan berpelukan ke arah balai-balai dipimpin Tirta di depan lalu semuanya duduk kecuali Rindang yang langsung ke dapur mengambil minuman. “Apa yang sebenarnya terjadi, Angga?” Udayana tak membuang waktu untuk bertanya. “Berita terakhir yang kami dengar anak gadis Meneer van Loen akan menikah. Tak lama berita lain masuk, petunangan itu dibatalkan. Ada juga berita penculiknya datang menemui Meneer van Loen. Kami sangat cemas dengan berita ini, tapi aku tidak bisa mencari tahu lebih jauh. Sepertinya kabar itu ditutupi.” “Begitulah yang terjadi.” “Yang kami tahu Nona Ells pulang tanpa kau. Kenapa kau bisa ada di rumah itu?” “Aku tidak mungkin membiarkan istriku menikah dengan lelaki lain.” Tegas. “Bagaimana caranya kau bisa tetap hidup keluar dari rumah itu, Nak?” Tirta bertanya cemas. “Paman sudah nyaris mati mendengar selentingan itu. Kenapa kau menyerahkan diri? Kenapa kau tidak pulang saja ke sini? Selama ini kau tidak terlac

  • Kala Cinta Menyapa   97, Pulang

    TANPA Ken Arok pun tak perlu waktu lama untuk mereka sampai di desa. Ini pengalaman pertama Ells berkuda tanpa pelana pun pengalamannya pertama berkuda berdua sedekat ini. Sangat menyenangkan. Sepanjang jalan dia tertawa-tawa. Airlangga sangat menjaga laju Ken Arok agar tidak menyakiti kandungan Ells. Mereka tidak diburu waktu. Mereka begitu menikmati kebersamaan ini. Pulang. Airlangga begitu merindukan rumah dan keluarganya. Dia ingin berlari, apalagi keberadaan Ken Arok yang gagah bisa membuatnya melesat pulang, tapi ada istri dan anak yang harus dia jaga. Tangannya nyaris tak lepas dari perut Ells. Airlangga semakin memperlambat laju Ken Arok ketika mereka memasuki desa. Dia menghentikan Ken Arok tepat di depan rumahnya—rumah kakeknya, tepat di samping rumah pamannya. Derap tertahan dan ringkikan Ken Arok membuat penghuni rumah—Paman Tirta dan Rindang—bersegera keluar, bersamaan dengan Airlangga yang membantu Ells untuk turun. “ANGGA! ANAKKU…!” teria

  • Kala Cinta Menyapa   96, Ken Arok

    MEREKA keluar kamar dan menjumpai hanya dua orang tua di ruang tamu. Sedang duduk melanjutkan nostalgi. Robert? Dia tak sanggup membayangkan apa yang menyebabkan dua orang itu begitu lama di dalam kamar Ells. Kamar mereka. Dia pergi begitu saja setelah berpamit ala kadarnya. Lagi-lagi dia dikalahkan oleh inlanders. Spontan, van Loen tersenyum melihat rona merah di wajah Ells. Anaknya begitu hidup, bergitu bercahaya. Cayaha yang hilang itu telah kembali. Van Loen bersyukur dan menerima takdir mereka. Langit melalui takdirNya memang selalu memberikan yang terbaik. Papa harap, rona merah itu hanya salah satu dari kemampuan dia untuk membahagiakanmu, Ells. Mereka sudah berganti pakaian, hanya mengenakan kain. “Papa, kami pamit.” Ells mencium pipi van Loen. “Om, Ells pergi dulu.” Dia juga mencium pipi der Passe. Airlangga berjabat tangan dan mengangguk hormat seperti kebiasaan mereka meski kali ini dia hanya memakai kain. Bekas luka di tubuh Airlangga t

DMCA.com Protection Status