Pagi menjelang Naila berjalan mengitari halaman rumah yang begitu luas ada hamparan tanah yang baru digulut, seperti baru disemai bibit, entah bibit apa ia sendiri tidak tahu.Tampak Lia menjinjing keranjang sayur dengan berbagai bahan masakan yang ada di dalamnya."Habis belanja toh, Mbak?" tanya Naila pada Lia."Iya, Mbak tetapi ini gak beli," jawabnya dengan sumringah."Lo, Kok bisa, Mbak?" tanya Naila"Di kasih para petani tadi, yang beli cuma daging dan ayamnya yang beli," jawab Lia dengan tertawa."Oh, gitu, lah itu ditanami apa to Mbak?" tanya Naila"Itu sama Mas Hatan ditanami beberapa sayuran, Mbak," jawab Lia."Oh, Ayo Mbak saya bantu masak! Apa Clarissa masih tidur ?" tanya Naila."Iya, Mbak tadi malam, 'kan bermain sama Mbak sampai malam, ya jadi sekarang matanya jadi lengket gak bisa buka," jawab Lia sambil tertawa."Iya, betul sepuluh hari gak ketemu Clarissa saya juga kangen sama anak itu, makin lucu saja," jawab Naila."Mbak, saya minta maaf kalau malam itu mbak harus
Hatan tertawa melihat ekspresi istrinya itu, 'Apa boleh buat, Dek. Kita gak bisa mencegah orang jatuh cinta asal gak terobsesi saja, mau larang pun gak bisa,' batinnya berbicara.Lia sudah di dapur kembali, "Ros, aku bikin sambalnya ya, kamu siapkan lalapannya," ucap Lia."Baik, Mbak, Bereslah," jawab Naila sambil tertawa.Naila mengambil beberapa sayuran dan mulai mengupas serta memotongnya, setelah semua sudah selesai, terdengar tangisan dan ternyata Clarissa bangun."Mbak Lia tinggal saja biar aku yang lanjutkan, " ucap Naila."Baiklah, Maaf yaa, Ros, saya tinggal dulu," jawab Lia."Iya, Mbak santai saja," jawab Naila beranjak dari duduknya dan berjalan menuju meja yang diatas ada cobek dengan beberapa bumbu yang siap digiling.Dulu dia tidak pernah mengerjakan pekerjaan dapur seperti ini tetapi semenjak ia tinggal bersama Bik Darmi, ia selalu membantu wanita itu dan memaksa untuk mengerjakan sendiri membuat ia sekarang terbiasa memasak di dapur.Dengan cekatan ia pun mulai menggil
Naila tanpa sungkan menikmati makanannya, sedangkan Dokter Rizal sesekali melihat ke arah Naila sambil menyuapi putri makan.Dua pasang mata melihat gelagat Dokter Rizal hanya diam saja karena mereka menganggap hanya ketertarikan sesaat. Naila pun tidak merasa dia diperhatikan dan tetap saja makan dengan lahap sampai selesai."Pak, Dokter silangkan ikut sarapan biar Nara saya suapi, karena saya sudah selesai," tawar Naila setelah mencuci tangan dengan bersih."Iya, terimakasih, Mbak Ros," jawab Dokter Rizal.Dengan cepat Naila mengambil alih dan menyuapi Nara sambil bercengkrama membuat hati Dokter Rizal menghangat.Pria itu pun mulai mengambil makanannya lalu makan bersama dengan Lia dan Hatan sambil disela dengan percakapan kecil."Kalau boleh tahu ke mana suaminya Mbak Rosmala," tanya Dokter Rizal sambil menyuapkan makanan di mulutnya dan berusaha tenang."Suami sedang merantau, maka dia dititipkan ke saya," jawab Hatan"Oh, saya kira Mbak Ros sudah menjanda," ucap Dokter Rizal kec
Pesona Naila begitu sangat kuat beberapa pria mulai punya ketertarikan pada wanita itu, bahkan Pria beristri pun tak segan menarik simpatinya.Naila semakin tidak nyaman, ia tidak pernah keluar rumah sama sekali, ia hanya berjalan-jalan di belakang rumah. Wanita itu menghembuskan napas panjang."Ayo ikut aku ke pasar," ajak Lia."Kamu saja Mbak Lia, beberapa ibu-ibu di sini sepertinya tidak suka denganku, mereka melihatku seolah-olah ingin memakanku mentah-mentah, karena Bapak-bapak terlalu baik denganku, jika mereka memberikan apa-apa tolak saja mentah-mentah jangan diterima Mbak Lia," pinta Naila JengkelLia tertawa. "Kalau pak Dokter yang ngasih apa ditolak juga?" "Iya, Pak Dokter dan lainnya itu sama, mereka itu tidak tahu masalahku dan hanya bisa menebak saja, tetapi mereka sok tahu," jawab Naila murka"Wah, ternyata Anda sok tahu Pak Dokter Rizal," kata Lia sambil melihat ke arah lain.Naila terkejut ia pun menoleh kearah tatapan Lia, ia pun terkejut saat tahu Dokter Rizal, Nai
Lia sedang berada di depan penjual daging. "Pak dagingnya satu kilo, ya," pintanya "Baik, mbak," ucapnya sambil menimbang dua kilo daging."Loh, saya beli satu kilo saja," jawab Lia pada penjual daging itu."Yang satu kilo untuk Mbak Rosmala, gratis dari saya," jawabnya sambil tersenyum."Maaf saya gak jadi beli kalau begitu, pesan adik saya Rosmala tidak boleh menerima barang pemberian dari Bapak-bapak, apalagi yang sudah beristri," jawab Lia sambil berlalu dan keranjangnya pun belum terisi apa-apa."Ehh, sombong sekali, saya ini hanya berbuat baik, gak bermaksud apa-apa, saya curiga kalau sebenarnya suamimu itu punya istri dua dan Rosmala itu istri kedua dari suami, sampai-sampai kami tidak boleh mendekatinya," umpat penjual daging itu."Eeh, mulut di jaga ya Pak, jangan bicara aneh-aneh," jawab Lia sambil berbalik arah dan menatap tajam si penjual Daging."Rosmala menolak pemberian kalian itu, karena menghormati istri-istri kalian, saya tidak mau adik suami saya di tuduh macam-mac
"Gak tahu semua kena virus Rosmala, pedagang sayur kasih gratis sayurnya, pedagang buah ingin kasih buahnya, daging , ikan dan yang lainnya. Kalau datang ke lapak ibu-ibu mereka tanya apa benar itu adiknya Mas Hatan Mbak, kok gak mirip, apa jangan-jangan Mbak Rosmala itu istri keduanya Mas Hatan dan Mbak Lia menyembunyikannya. Ah ... apa itu tidak menyedihkan," jawab Lia menangis.Jangan menangis dek Lia, Nanti Rosmala sedih, kita punya kewajiban untuk jaga dia, aku takut dia diam-diam pergi lagi dan kita susah carinya. Kalau masalah belanja biar aku yang belanja kalian di rumah saja," jawab Hatan. "Aku tadi sudah titip sama Mbak Sur untuk belanjakan apa yang belum aku dapatkan hari ini, aku itu kesel sama mereka, mereka seenaknya sendiri berbicara yang tidak benar tetang Rosmala. Wong Ros juga jarang keluar kalau bukan aku yang ngajak," jawab Lia sambil menatap pintu kamar Rosmala sedih."Ya, sudah untuk sekarang kamu titip saja sama Mbak Sur, itung-itun
Hari berganti hari dilewati Naila dengan menulikan telinganya, ia tidak perduli apa kata orang, Dokter Rizal akan datang dua Minggu sekali untuk memeriksa kandungan Naila. Seringkali di tolak oleh wanita itu tetapi ia selalu menekankan bahwa ia satu -satunya dokter di sini yang bertugas untuk memeriksa orang hamil maupun sakit dan tidak boleh menolak untuk di periksa karena demi kesehatan janin dan Ibunya."Lebih baik kau datang ke klinik, Ros, aku dinas di rumah sakit kota, tapi di klinikku pun sudah lengkap alatnya dan kamu bisa melihat perkembangannya dengan USG," jelas Dokter Rizal sambil membereskan peralatannya."Iya baik, Dok," jawab Naila sambil menunduk."Jangan iya, Baik, Dok, saja tetapi kau benar-benar harus datang. Minta temani Mbak Lia kalau kamu memang sungkan padaku. Sudah kubilang kita berteman, Ros. Aku tahu kau masih istri orang jadi aku tidak punya niatan untuk mendekatimu lebih jauh," ungkap Dokter Rizal sambil menatap sendu wanita itu
Hari Minggu pun tiba Lia dan putrinya mengantarkan Naila di klinik Dokter Rizal. sekuriti mempersilakan mereka masuk, lalu berjalan mendahului mereka menekan bel dan tak lama kemudian suara langkah kaki terdengar mendekat, Dokter Rizal membuka pintu dan tersenyum ramah."Ayo masuk, Clarissa ajak di ruang bermain saja, Mbak Lia," perintah Dokter Rizal sambil melihat ke dalam mencari seseorang."Sus, tolong antar Mbak Lia dan Putrinya ke ruang bermain," teriaknya pada babysitter."Baik, tuan," jawab sambil berjalan ke arah Lia."Ayo, Mbak Ikut saya," ajak suster kepada Lia."Saya bagaimana?" tanya Naila."Kamu ikut saya, bumil," jawab Dokter Rizal terkekeh."Mbak Lia gak ikut saya Dok," tanya Naila kawatir."Tidak, yang periksakan kamu," sahut Dokter Rizal lagi sambil tersenyum.Naila mengangguk tangannya bergetar sambil saling bertaut dengan yang lain, dia tidak bergeming berdiri mematung."Ros, saya gak akan ngapai-ngapain kamu, kenapa kamu pucat? Apa kau punya trauma buruk?" tanya Do