Ternyata hanya Aurora yang bisa membuat Mami luluh. Wanita itu mengembuskan napas panjang dan mendengarkan rencana Zack serta Alzard melalui bibir Aurora.Zack yang pandai bernegosiasi saja tidak dihiraukan. Ekspresi wajahnya tetap mengeras. Hingga akhirnya Aurora yang lebih banyak menjelaskan.Seketika, Clara meraih tisu dan mengelap hidungnya yang berair setelah Alzard mengucapkan kata maaf atas keputusannya. Akhirnya kekerasan hatinya melunak juga.“Mami juga minta maaf karena marah padamu.” Clara tersenyum pada Alzard.Selanjutnya, Clara berkata ia tidak membayangkan saat perusahaan dijual lalu putra-putranya kemudian akan menjual rumah pula. Habis sudah kenangan bersama mendiang suaminya.Zack dan Alzard tertunduk dalam penuh penyesalan. Untuk sebagian orang, kenangan memang selalu ada di hati. Namun, bagi Mami, peninggalan Papi pun patut dijaga.“Mami jangan khawatir. Aurora juga tidak akan membiarkan itu terjadi.” Aurora mengusap lembut punggung Mami.Senyum kecil terukir di wa
Pagi itu, keluarga Morgan berziarah ke makam Papi. Zack menggendong Haven dan bercerita tentang Grandpa pada putranya.“Mommy bilang, Grandpa pernah mendatangi Haven, ya?” Mami tersenyum saat Haven mengusap nisan Papi.Tentu saja Haven belum dapat menjawab pertanyaan Clara. Bayi tampan itu hanya sibuk menepuk-nepuk nisan.Mereka bersimpuh. Masing-masing bicara dalam bahasa kalbu. Clara tampak yang paling terharu.Setelah semalaman berdiskusi, akhirnya mereka sekeluarga memutuskan akan pindah ke negara di mana Zack dan Aurora tinggal karena Alzard akan membangun bisnis di sana.Semua aset di negara kelahiran Zack dan Alzard ini akan dikelola oleh keluarga Papi, bangsawan berdarah Morgan. Darah yang sama dengan darah yang mengalir di tubuh Zack dan Alzard.Tidak ada alasan bagi Mami untuk tidak setuju. Alzard bersikeras ia membutuhkan Mami meski telah menikah. Zack pun beralasan, Aurora perlu teman untuk mengurus anak-anaknya kelak.“Papi tidak akan kecewa, Mi. Saat mendatangi Aurora, P
“Ada masalah apa?” Aurora bertanya saat melihat Zack termenung di depan jendela ruang kerja.Saat sadar Aurora yang mengangkat telepon, Zavian beralasan ada masalah dengan bisnis mereka. Asisten pribadi Zack itu langsung menutup telepon.Setibanya di kastil, Aurora dan Zack langsung ke kamar Haven. Bayi tampan itu sedang tidur hingga akhirnya Zack pamit pada istrinya untuk ke ruang kerja.“Masalah bisnis kami, Sayang.” Zack tersenyum simpul pada Aurora.“Apa artinya kita harus segera pulang?”Tatapan Aurora yang menginginkan jawaban membuat Zack terdiam sesaat. Jika boleh, ia bahkan ingin tinggal di kastil saja daripada harus menghadapi masalah yang baru ia terima.“Tidak, Sayang. Kita pulang sesuai jadwal saja.”Hembusan napas penuh kelegaan terdengar dari hidung Aurora. Wanita cantik itu mengecup pipi suaminya dan pergi agar Zack dapat melanjutkan pekerjaannya.Hari-hari berikutnya Zack terlihat lebih pendiam. Bahkan saat menemani Haven, lelaki itu tidak seaktif seperti biasanya.Pe
“Aurora pulang dulu, ya, Kek.” Aurora berkata sambil mencium kedua pipi Kakek Viscout.Lelaki tua itu tersenyum dan mengelus kepala cucunya. “Ini juga rumahmu, Aurora. Di sini lah tempatmu pulang.”“Iya, Kek. Tempat tinggal Aurora banyak.” Wanita cantik itu mengerling manja.Kakek Viscout hanya terkekeh. Mereka melirik Zack dan Vigor yang masih berbincang. Sambil menunggu, Kakek bermain dengan Haven.“Mulai besok, Kakek sudah akan mulai membuat taman bermain. Mumpung tidak ada Haven. Kakek takut kalau Haven di sini saat ada renovasi akan banyak debu.”“Kakek terbaik. Nanti kirimkan foto perkembangannya, ya, Kek.”Kepala Kakek Viscout mengangguk. Ia mengatakan sudah memberikan desain pada Zack. Mungkin Zack lupa memperlihatkannya pada Aurora.“Beberapa hari ini Zack agak tidak fokus, Kek. Katanya ada masalah dengan bisnisnya.”Tatapan Kakek Viscout beralih dari Haven ke Zack. Ia tidak percaya masalah bisnis bisa membuat Zack tampak tegang. Meskipun saat bersama Aurora dan Haven, Zack t
Zack meminta Zavian keluar bersama anak lelaki itu. Kini, ia hanya berdua dengan Amber. Wanita di masa lalunya yang paling sering menemani dan menghangatkan ranjangnya.“Kau tampak mengerikan, Amber.” Zack mengamati keadaan wanita yang duduk di kursi roda di depannya.Wanita itu terkekeh, mirip seperti dengusan kasar. Lalu susah payah berkata, “Aku sudah menikmati surga dunia, aku sudah siap masuk neraka.”“Kau seperti menantang Tuhan.” Zack menggeleng melihat nasib Amber.“Aku tidak memiliki banyak waktu, Zack. Kukembalikan benih yang kau tanam di rahimku kepadamu.” Amber tersenyum yang malah membuat wajahnya semakin menyeramkan di mata Zack.“Aku sudah menyuruhmu membuangnya. Itu kesalahanmu sendiri. Bahkan aku sudah memberimu banyak sekali uang.”“Terlambat. Saat itu, tidak ada satu pun dokter yang mau menggugurkan kandunganku karena sudah besar.”Amber menyadari dirinya hamil saat usia kandungannya sudah masuk empat bulan. Ia pergi ke rumah sakit karena merasa perutnya kram saat b
“Apa kamu tidak lelah?”Aurora menatap Zack yang sedang mengganti popok Haven. Saat ini sudah hampir pukul dua dini hari. Mereka terbangun karena mendengar Haven merengek melalui baby monitor.“Ngantuk. Tapi, tak apa, Sayang. Kamu juga masih pemulihan.” Zack mengangkat Haven yang kini sudah menggunakan popok bersih.Setelah menggunakan masker wajah, Aurora duduk di sofa menyusui. Zack mendudukkan Haven di pangkuan Aurora.“Haven terlihat tidak suka kau memakai masker.” Zack terkekeh sambil mengelus kepala putranya.“Pertama kali aku memakai masker, Haven memang rewel. Ia menggapai-gapai wajahku seolah ingin melepas masker ini.”“Haven ingin melihat wajah cantik Mommy saat menyusu. Iya kan, Haven?”Putra tampan itu sudah terlelap. Zack meraih tubuh kecil itu ke dalam dadanya lalu menidurkan kembali ke ranjang bayi.Aurora dan Zack keluar dari kamar bayi. Zack menggengga
Tiba di rumah, Aurora masih terlihat sibuk mengurus Haven. Zack kembali mengurung diri di ruang kerja dan merenungkan nasibnya. Lelaki itu berkali-kali mengembuskan napas panjang.Langit di luar balkon ruang kerjanya tampak gelap. Zack mencari satu bintang yang berharap dapat menjadi solusi dari masalahnya. Sayangnya, langit pekat itu sama sekali tidak berhias benda-benda langit.“Zack?”Aurora masuk ke dalam ruang kerja dan menemukan Zack yang berdiri mematung. Kedua tangannya masuk ke dalam saku celana panjang. Suaminya itu bahkan tidak menoleh karena tidak mendengar ia masuk dan memanggilnya.Kedua tangan Aurora melingkari pinggang Zack. Lelaki itu terkejut merasakan pelukan dari belakang tubuhnya. Ia lalu melapisi tangan itu saat sadar yang mendekapnya adalah Aurora.“Ada apa di langit?” Aurora meletakkan sisi wajahnya di punggung Zack.“Justru aku sedang mencari-cari karena tidak menemukan satu pun di atas sana.”Aurora terkekeh kecil. Ia melepaskan pelukan lalu bergeser ke depan
“Aurora.” Zack langsung menghampiri istrinya dengan wajah panik. “Sayang?”“Si—Siapa dia? Kenapa wajahnya mirip denganmu?” Aurora masih menatap anak lelaki di depan mereka dengan wajah bingung.Zack segera membawa Aurora keluar. Ia menuntun Aurora ke mobil yang terparkir di halaman belakang rumah sakit.“Ada apa, Zack? Kenapa ke sini? Haven ada di mobil bersama suster.” Aurora mengamati sekeliling mereka.“Tenang dulu, Sayang. Aku mau menjelaskan sesuatu padamu.”Aurora duduk menyamping menghadap Zack. Lelaki itu terbata menceritakan tentang anak lelaki yang baru saja Aurora lihat.Rasanya Zack tidak dapat menghitung berapa banyak kata maaf yang telah ia ucapkan. Dan semua itu tidak cukup saat melihat Aurora tampak tegang.Detik berikutnya, Aurora membuka pintu mobil dan berlari keluar. Zack yang berusaha mengikuti tertinggal jauh karena terhalang troli makanan di depannya.“Aurora!” Tak perduli, ia berada di mana, Zack berteriak.Namun, Aurora tetap berlari. Ia tidak memperdulikan pa
Zack membuka mata. Ia berada di keramaian. Banyak wanita cantik dan bertubuh indah di sekelilingnya.Namun begitu, apa yang ia cari tidak ada. Zack mulai panik. Netranya memutar ke segala arah. Ia mengabaikan uluran tangan setiap wanita yang ingin meraihnya.“Ke mana Aurora? Kenapa aku tidak melihatnya? Ini di mana?”Matanya memicing saat melihat cahaya. Ia mengerjap-ngerjap dan kini melihat beberapa wajah yang sedang mengamatinya.“Syukurlah, kamu sudah sadar.”Zack tersenyum kala melihat wajah yang ia cari-cari kini berada di dekatnya. Dokter segera mendekat dan memeriksa keadaan Zack.“Kelelahan, kepanasan dan dehidrasi.” Dokter menyimpulkan apa yang diderita Zack sambil menyuntikkan vitamin pada lengan atas pasiennya yang baru saja siuman dari pingsan selama sepuluh menit.“Apa akan baik-baik saja?” Clara bertanya dengan khawatir.“Tentu.” Dokter terkekeh menatap Zack. “Sepanjang ingatan saya, Tuan Zack memiliki kondisi tubuh yang prima. Hanya saja saat ini aktifitasnya sudah melam
Satu tahun berlalu. Hari ini adalah hari besar bagi Zack dan para sahabat. Akhirnya bisnis mereka bersama diresmikan.Seluruh keluarga Zack, Zavian, Elvis, Vigor dan Louis berkumpul di pulau. Resort besar yang diberi nama DreamTeam itu memiliki konsep kebersamaan. Setiap resort memiliki ruang terbuka untuk berkumpul.Acara pembukaan hari ini tampak meriah. Persiapan sudah berjalan sejak satu bulan yang lalu. Mereka membentuk lingkaran dan berdoa bersama sebelum akhirnya membuka pita tanda resort mereka kini terbuka untuk umum.Aurora menarik tangan Alzard untuk mengikutinya. Mereka menghampiri seorang wanita cantik berkepala plontos.“Siapa?” Alzard terlihat bingung.“Jenny. Dia sengaja mencukur habis rambutnya agar sama dengan kepala putrinya yang masih pemulihan dari kanker.”Alzard mengangguk dan akhirnya mengenali wanita tersebut. Aurora bersama Mami dan June memang sudah bercerita pada Zack dan Alzard tentang pertemuan mereka dengan Jenny.“Aurora.” Jenny menyapa ramah.“Jenny. S
Aurora, June dan Clara menatap hamparan manusia di ruang keluarga. Televisi masih menyala. Remah-remah keripik dan popcorn bertebaran bersama kaleng-kaleng soda dan gelas-gelas jus.Perlahan, Aurora membangunkan Kakek Viscout. Ia tidak ingin sang Kakek pegal-pegal tubuhnya karena tidur di sofa.“Oh. Kalian sudah kembali,” gumam Kakek Viscout.Aurora mengangguk, lalu mengantar Kakek Viscout ke kamar. Wanita cantik itu memastikan sang kakak berbaring nyaman dan menyelimuti tubuhnya.Saat kembali ke ruang keluarga, June dan Alzard sudah memindahkan Felix dan Haven. Mereka ditidurkan bersama di ranjang Felix.Clara sudah akan mengangkat Angel, namun Aurora menghalanginya.“Biar aku yang angkat Angel. Dia sudah berat sekarang. Mami tolong gendong Alpha saja.” Perlahan, Aurora melepas pelukan Zack dari tubuh Alpha.Bayi mungil itu kini dibawa Clara ke kamarnya. Aurora menggendong putrinya dan duduk sebentar di sisi ranjang Angel.“Terima kasih Tuhan, karena memberikanku putri yang sangat ca
Zack sampai membangunkan semua suster untuk mencari Angel. Raut wajahnya dari santai kini menjadi tegang. Untung saja, Alpha yang berada di gendongannya tidak terbangun.“Dad!” pekik Haven.“Kenapa? Ada apa dengan Angel?”“Sstttt.” Felix langsung meletakkan jari telunjuknya di bibir.Haven membuka taplak yang menutupi kaki meja. Di sana Angel tidu meringkuk. Zack, Kakek Viscout dan Alzard menghela napas penuh kelegaan.Suster mengeluarkan dan menggendong Angel. Zack meminta putrinya dibaringkan di kasur di depan televisi.Saking lelahnya, semuanya kini berbaring di kasur. Kakek Viscout memilih berbaring di atas sofa. Zack duduk bersandar di kasur sambil tetap menggendong Alpha.“Kenapa Alpha tidak dibaringkan di sebelah Angel saja agar kamu juga bisa tidur?”“Alpha menangis jika aku letakkan di kasur.” Zack menjawab pertanyaan Kakek Viscout dengan nada lemah.Lelaki itu memicingkan mata dan melihat Alzard, Haven dan Felix sudah tertidur. Zack mengusap sayang kepala Angel yang tidur di
Aurora sangat bersyukur. Zack begitu penuh support ikut merawat putra-putri mereka. Angel semakin manja dan lengket dengan sang Daddy. Sekarang, ke mana pun Zack pergi, Angel akan ikut.Perkembangan Alpha semakin hari semakin membaik. Berat badannya sudah mulai normal diusianya. Namun begitu, Aurora tidak mau lengah.Setiap hari, Alpha menjalani terapi perkembangan fisik dan kognitif. Aurora selalu menemani putranya.“Siapa hari ini yang bisa ikut menemani Alpha terapi?” Aurora bertanya pada anak-anaknya saat sarapan.“Felix, Mom. Nanti aku belajar online saja.” Felix mengajukan diri.“Maaf, Mom. Aku ada les golf, tapi setelahnya bisa menyusul.”“Angel mau rapat sama Daddy.”“Nanti kami menyusul setelah rapat, Sayang.” Segera, Zack menimpali.Aurora tersenyum dan mengembuskan napas lega. Dibanding Felix dan Haven, Angel lah yang masih menjaga jarak dengan Alpha. Anak perempuan lebih memilih bersama sang Daddy meskipun ia memiliki waktu untuk bersama Aurora.“Ayo, Angel. Pamit Mommy du
“Pasti habis dapat jatah semalam.” Zavian meledek sahabatnya. “Wajahmu sangat ceria dan bersinar.”Zack hanya tersenyum manis. Ia tidak akan menyangkal karena ucapan Zavian benar. Semalam akhirnya ia bisa melampiaskan kerinduannya pada sang istri.“Daripada meledekku terus, lebih baik kamu siapkan ruang rapat.”“Sudah.”“Katanya mau mencetak timeline terbaru proyek?”“Sudah.”“Pesan makanan untuk rapat ?”“Hem.”“Telepon desain pembuat boneka yang akan menjadi maskot pulau kita?”“Sudah semua. Tenang saja. Beres.”“Carilah pekerjaan lain agar kamu tidak menggangguku.” Zack bersungut kesal.“Ini sedang kulakukan. Menggodamu.”Zavian tergelak melihat tatapan Zack yang seperti ingin membunuhnya. Untunglah saat itu Angel masuk hingga wajah Zack langsung berubah manis.“Putri cantik Daddy.” Tangan Zack terentang lebar.Angel segera masuk ke dalam pelukan Zack. Lelaki itu menciumi setiap jengkal wajah sang putri satu-satunya.“Bagaimana sekolahnya?”“Kenapa setiap aku pulang sekolah, selalu
“Rumah sakit? Ada apa dengan putraku?”Zack menekan tombol speaker agar Kakek Viscout juga dapat mendengar. Dokter meminta Aurora datang ke rumah sakit untuk menyetor ASI-nya.Sambil mendengarkan instruksi dokter, Zack dan Kakek Viscout berjalan ke kamar utama. Mereka menemukan Aurora yang baru selesai mandi. Wanita itu terkejut melihat suami dan kakeknya tiba-tiba masuk bersamaan.“Ada apa?”“Alpha .... ““Alpha?”“Aku baru saja memberitahukan nama baby mochi pada Kakek lalu rumah sakit menelepon.”Sebelum Aurora khawatir berlebihan, Zack langsung bercerita. Dokter mengatakan bahwa Alpha mulai pintar minum susu. Bahkan ASI Aurora di rumah sakit sudah habis dan mereka meminta persediaan ASI lagi.Aurora menutup mulut saking senangnya. “Benarkah?”Zack memeluk Aurora dan menciuminya. Kakek Viscout memberi semangat saat keduanya langsung berjalan keluar untuk ke rumah sakit.“Aurora titip anak-anak ya, Kek.”“Iya, Aurora. Pergilah. Kakek akan menemani Felix, Haven dan Angel.”Di rumah s
Bayi teramat mungil itu dibawa ke kamar Aurora. Wanita cantik yang baru pertama kali melihat bayi yang dilahirkannya itu menangis. Mahluk itu terlihat memperihatinkan.“Tersenyumlah, Sayang. Kasihan baby mochi. Ia pasti ingin melihat wajah Mommynya yang bahagia melihatnya.” Sebelum suster meletakkan bayi di dada Aurora, Zack memohon.Aurora tersenyum dan mengangguk. Segera, ia menghapus air matanya dan memberi kode pada suster.Baby Mochi diletakkan di kulit dada Aurora. Matanya belum terbuka. Aurora mengelus perlahan kulit bayinya.“Hai, Sayang. Ini, Mommy.” Aurora menatap Zack yang juga memandangnya penuh haru. “Dia tampan, Zack.”“Tentu saja.” Zack segera menyahut.Aurora kembali menatap bayinya. “Mommy akan jaga kamu, Sayang. Maaf ya kamu sudah harus keluar dari perut Mommy.”Zack membuang muka ke arah dinding mendengar kata-kata istrinya. Aurora tak hentinya berbicara pada baby mochi.Bayi itu bahkan belum bisa menyusu langsung dari puncak dada Aurora. Mulutnya sangat kecil dan t
"Zack, sepertinya aku harus ke rumah sakit deh.""Kenapa, Sayang?" Zack mengamati istrinya yang terlihat sehat-sehat saja."Sejak bangun tidur tadi, aku pipis terus. Sedikit-sedikit.""Bukannya normal?" Zack yang sedang duduk menghadap laptopnya kini berdiri dan menghampiri sang istri.Lelaki itu mengusap perut Aurora yang besar. Kandungannya sudah hampir memasuki usia delapan bulan.Menurut pengalaman Zack setelah Aurora hamil sebelumnya, memasuki semester tiga, wanita hamil memang sering buang air kecil."Perasaanku gak enak. Ke dokter saja, ya.""Oke. Sekarang?"Aurora mengangguk. Ia tidak ingin membuang banyak waktu untuk segera memeriksa kandungannya.Mereka hanya sempat berpesan pada asisten yang mengurus anak-anak lalu segera meluncur ke rumah sakit."Aduuh." Aurora meringis membuat Zack yang sedang menyetir terpecah konsentrasinya."Sakit?"Namun, kepala Aurora menggeleng. "Tidak. Tapi, aku ngompol. Tidak bisa kutahan."Sudut mata Zack melirik jok kursi. Aurora langsung memint