Home / Romansa / Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai! / 02. Cangkok sumsum tulang belakang

Share

02. Cangkok sumsum tulang belakang

Author: ZuniaZuny
last update Last Updated: 2024-05-03 04:28:50

"Kau sudah kembali?" tanya Liam dengan suara berat, berusaha menahan perasaan yang ingin meledak di dalam hatinya.

"Ya, Liam," jawab Bella, menatap Liam dengan tatapan yang penuh harap. Liam mencoba membaca ekspresi wajah istrinya, mencari tahu apa yang bersembunyi di balik sorot matanya. Tatapan berhenti pada mata Bella.

"Bella, ini…"

Liam menggantung kalimatnya, tak tahu harus berkata apa. Dia sungguh tak mengerti dengan penampilan Bella yang berubah. Sungguh berbeda dengan Bella yang dulu.

"Ini?" tunjuk Bella pada dirinya yang hanya memakai tank top dan rok jeans minim bahan.

"Aku akan menjelaskan semuanya tapi sebelum itu, aku ingin meminta maaf padamu, Liam.

Aku bersalah karena pergi disaat kamu sakit. Aku mempunyai alasan atas kepergianku."

"Alasan apa itu?"

"Di saat kamu mengalami sakit leukimia, aku sungguh khawatir padamu. Perusahaan pasti terkena dampak negatif jika media massa tahu kamu mengalami lumpuh permanen. Jadi, aku memutuskan mendonorkan sumsum tulang belakangku, untukmu."

"Apa?!"

Alesya dan Liam terkejut bukan main mendengar pengakuan dari Bella.

"Itu Benar. Karena kondisiku yang butuh pemulihan, aku memutuskan untuk pergi meninggalkanmu, Liam. Maaf."

"Tidak, itu tidak benar! Kamu bohong, Bella!" sanggah Alesya. "Kakak ipar, jangan percaya ucapan–"

"Benarkah itu, Bella?" tanya Liam, memotong ucapan Alesya.

"Tentu saja benar. Untuk apa aku berbohong padamu?"

Liam mendekati Bella, mengikis jarak membuat Alesya tak suka. Ada perasaan cemburu menyeruak dan tak terbendung.

"Lalu, kekasihmu?"

Bella melotot tak percaya, seketika gugup mencari alasan. "Itu bukan hal penting lagi, kami sudah putus. Maafkan aku Liam."

Liam hanya tersenyum sekilas membuat Bella tampak ragu berkata, "ada apa? Apa kamu tak percaya padaku, Liam?

"Aku butuh bukti."

Bella tersenyum bahagia, tentu saja dia mempunyai bukti akurat. Semua sudah dipersiapkan untuk menghindari kemungkinan buruk yang akan terjadi.

Alesya mendekati Bella. Dirinya sungguh tak terima kakaknya itu akan mengambil alih Liam darinya.

"Kenapa kamu baru menjelaskannya sekarang?"

Bella mendekati Liam tanpa memperdulikan Alesya. Dielus manja dada bidang Liam, "Aku tak ingin kamu menderita, bersanding dengan wanita sepertiku. Aku pikir kita akan hidup bahagia dengan kehidupan masing masing , ternyata aku salah. Aku tak bisa hidup tanpamu dalam tiga tahun ini. Maafkan aku baru menyadarinya.”

Alesya menggigit bibirnya, mengepal erat hingga kukunya memutih. Ingin sekali dia menyobek mulut Bella yang berbisa itu. Semua yang dikatakan hanyalah bualan semata. Jika mencintai kenapa harus pergi?

Saat ini yang mengetahui kebenaran tentang siapa pendonor sumsung tulang belakang pada Liam adalah Dokter yang menangani operasi, dirinya dan Marco, Ayahnya. Alesya tak memiliki bukti sedangkan Ayahnya, bahkan menghilang entah kemana.

"Baiklah. Berikan buktinya besok," ucap Liam datar dan pergi meninggalkan kakak beradik itu. Dirinya masih belum bisa menerima fakta yang baru saja di dengarnya.

Jika benar Bella yang menolongnya, Liam berhutang nyawa pada istri pertamanya itu.

Tak ingin melanjutkan pembicaraan, Liam segera beranjak dari tempat itu, sedangkan Alesya melihat Liam dengan tatapan nanar.

Liam masuk ke kamarnya dan menutup pintu. Diambil ponsel di saku celana, jari lentiknya mendial salah satu kontak dan memanggilnya.

"Halo, cari informasi tentang Dokter yang menangani operasi tiga tahun lalu."

Liam menutup telepon dan menerawang jauh ke depan. Mengingat kenangan manis bersama Alesya hingga kejadian menyakitkan itu muncul. Tangannya terkepal erat, detak jantungnya berdegup cepat membuatnya sesak.

Bugh.

Bugh.

Liam memukul tembok berkali kali, melampiaskan rasa sakit yang tak kunjung hilang dan kembali menghampiri.

Sejenak, ada perasaan aneh yang menyelimuti Liam. Harusnya ia merasa senang, apalagi ketika Bella berkata jika ia adalah orang yang mendonorkan sumsum tulang belakangnya.

Namun, Liam seakan merasa jika apa yang diucapkan Bella masih belum mengena di hatinya. Jika ia melakukan tindakan mulia seperti itu, kenapa dia harus pergi dengan pria lain?

Rasa benci dan rindu saling berbaur, menciptakan kebingungan di dalam hati Liam. Ia tidak tahu harus berbuat apa, merasa terombang-ambing di lautan emosi yang tak bisa ditebak arahnya. Besok, ya besok kekhawatiran ini akan terjawab.

***

"Siapa wanita yang mendonorkan sumsum tulang belakang untukku, tiga tahun lalu?" tanya Liam pada lelaki tua memakai emblem putih dihadapannya.

"Tuan Liam, minumlah kopinya terlebih dahulu," jawab sang Dokter sambil menyeruput kopinya pelan.

"Aku tak ada waktu untuk basa basi. Cepat beritahu!"

Sang Dokter terlihat tenang, menaruh kopi dan menatap intens seorang Liam. "Kejadian itu sudah tiga tahun lalu, berkas laporan operasi mungkin sudah tidak ada."

Srekh.

Liam membuang kasar satu lembar foto ke atas meja. "Jawab saja, apakah dia orangnya?"

Dokter itu mengamati foto wanita dengan kecantikan sempurna, wanita yang tak asing menyapa ingatannya. "Iya, dialah wanita pendonor sumsum tulang belakang Anda," tunjuk Dokter pada foto Bella.

Liam tersenyum simpul, rasa khawatir dan bimbang sudah terjawab namun entah mengapa dia masih meragukan hal ini.

Tak ada lagi alasan untuk membenci Bella, istri pertama yang selama ini dicintainya.

"Baiklah. Aku akan membayar mahal pengakuanmu, Dokter." Liam pergi meninggalkan Dokter yang masih terpaku melihat kepergian Liam, sikap yang tak bisa dijelaskan.

Sesampai di rumah, Liam segera mencari istrinya, "Bella."

"Dia tak ada di rumah," jawab Alesya yang tadinya duduk di sudut ruangan segera berdiri. Melihat senyuman di bibir seorang Liam meski hanya tipis itu, hatinya seketika hancur.

Liam mendekat dengan ekspresi dingin. "Kemana perginya?"

"Aku tidak tahu." Alesya mencoba menatap suaminya acuh namun matanya malah berkaca kaca, tak bisa menahan rasa sakit.

Tanpa mereka berdua sadari, Bella pergi ke Rumah Sakit setelah Dokter Roy menghubungi dan memberitahu jika Liam baru saja menemuinya

"Kemana kamu Bella," gumam Liam.

Alesya dipandang dengan tatapan sinis, seolah-olah Alesya adalah makhluk yang tak berharga bagi Liam.

Alesya mendekat, mencoba mengikis jarak dengan suaminya. Banyak hal yang ingin dikatakan namun tiba tiba saja Alesya tercekat di kerongkongan. Dengan keberanian ekstra, Alesya ingin mengatakannya.

"Bella baru saja kembali dan kamu sudah mencarinya dengan wajah bersinar, penuh kebahagiaan. Kenapa kamu tak bisa seperti itu padaku, Liam?"

Mendengar Alesya berani menyebut nama dengan lantang, Liam menjadi marah. Alesya tak pernah memanggil Liam dengan nama terang.

"Lihatlah dirimu! Kamu pikir aku bahagia menikah dengan perempuan seperti kamu?" ujar Liam dengan nada menyakitkan.

"Pernikahan paksa ini membuatmu tampak menyedihkan. Bagaimana aku bisa menerima kamu sebagai istriku?"

Alesya mencoba menahan air matanya, namun kata-kata suaminya begitu menusuk hati. Ia merasa seperti tiada harapan dan sangat tidak berharga di mata orang yang seharusnya mencintainya.

Alesya bisa saja mengatakan semuanya saat itu, setelah operasi terjadi. Namun Alesya tak mengatakannya karena dia ingin Liam mencintainya secara tulus dan apa adanya, bukan karena pengorbanan yang diberikan.

"Liam, aku mencintaimu. Apakah kamu tidak bisa melihat lebih dalam cintaku?"

Related chapters

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   03. Aku mencintaimu, Liam

    "Aku mencintaimu sejak dulu. Bahkan sebelum kamu mengenal Bella," ucap Alesya parau.Liam terdiam sejenak, detik berikutnya tertawa sinis. "Cinta? Hah! Aku menikah denganmu karena terpaksa." Liam mengangkat tangan menahan Alesya yang hendak mendekatinya, seakan berkata jika di antara mereka berdua harus ada jarak."Kamu hanya beban yang harus aku tanggung."Alesya merasakan hatinya hancur berkeping-keping mendengar kata-kata suaminya. Ia mencoba mencari kekuatan untuk bangkit, namun Liam kembali menghujatnya."Kamu tidak akan bisa menjadi istri yang baik. Kamu hanya menambah penderitaan dalam hidupku."Tak mampu menahan rasa sakit hatinya, Alesya menatapnya sambil berujar," Liam, seharusnya kamu tahu, orang yang mendonorkannya padamu itu…""Ada apa ini?" Bella datang mendekat, memotong ucapan Alesya dan mencoba melerai pertengkaran yang terjadi. "Alesya, kenapa kamu menangis seperti itu?"Alesya tersenyum samar, menghapus air mata yang sedari tadi tak mau berhenti. "Kebetulan ada kam

    Last Updated : 2024-05-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   04. Sakit hati terdalam

    "Bella!"Suara Liam menggelegar, memenuhi seluruh ruangan lantai dua. Dia segera mendekat."Li–Liam?" ucap Bella gemetar, ia tak menyangka jika Liam ada di Kediaman Noderick saat ini. 'Apakah Liam mendengarnya?' batin Bella cemas."Se–sejak kapan kamu ada disini?""Baru saja. Sedang apa kamu disini?""Aku… aku sedang menelpon bibiku di luar negeri.""Sudah larut, tidurlah!""Baik." Bella merasa lega setelah kepergian Liam, berfikir jika Liam tak mendengar pembicaraannya di telepon.Alesya sendiri segera berlari setelah mendengar ancaman Bella menuju kamar tidurnya, merasa tak ada lagi tempat yang aman untuknya.Ia sungguh syok mendengar ucapan Bella. 'Bagaimana bisa, kamu berani mencelakai adikmu sendiri?' batin Alesya menangis, merasa terpuruk dan tak ada harapan, seluruh kebahagiaan yang pernah ia rasakan seolah sirna seketika.Alesya duduk di tepi tempat tidurnya, menghela napas panjang. Ia kembali merasa kesepian di ranjang mereka. Liam yang selalu sibuk dengan pekerjaannya, serin

    Last Updated : 2024-05-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   05. Pergi

    Liam memutuskan bersiap untuk menghadiri jumpa pers tanpa memikirkan Alesya. Teringat belum sarapan, Liam hendak makan pagi namun meja dapur terlihat bersih sekali, tak ada makanan.Liam berjalan menuju kamar Alesya, ruangan itu juga tertata rapi. Tak ada tanda tanda jika Alesya di kamar. "Ale, dimana kamu?""Ale?!""Alesya!"Liam berteriak mencari Alesya hingga menggema namun istana itu nampak sepi tak berpenghuni. Liam menyerah, memutuskan pergi ke Perusahaan."Selamat datang Tuan Liam. Kami sudah menunggu Anda," ucap Master Ceremony saat Liam tiba di Perusahaan. "Silahkan duduk Tuan Liam. Mari kita mulai jumpa persnya."Banyak sekali reporter, mereka melakukan siaran live dan semua saluran televisi meliput acara tersebut."Baiklah mari kita berikan pada Nyonya Bella selaku istri Tuan Liam untuk mengklarifikasi berita tentang donor sumsum tulang belakang yang diberikan pada Tuan Liam," jelas MC.Salah satu Reporter mulai bertanya, "apakah berita ini benar Nyonya Bella?""Jika benar,

    Last Updated : 2024-05-03
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   06. Kegundahan Liam

    Liam memikirkan banyak hal tentang Alesya. Semua tak bisa dijelaskan dengan kata kata. Menghembuskan nafas berat dan berkata, "biarkan saja mereka." "Tapi Tuan." "Kamu, lekas kembali!" Tut, tut, tut. Panggilan telah berakhir. Hal itu membuat lelaki yang disuruh Liam menjadi bingung. Dia sudah jauh jauh mengikuti Alesya saat keluar rumah hingga terbang dari Amerika sampai tiba di Paris, Liam malah menyuruhnya kembali. Lelaki itu tak tinggal diam, mengambil ponsel dan memotret Alesya sebagai bukti kinerja dirinya. Meski berat, ditinggalkan Alesya dan Zidan sendirian. Sedangkan mereka tidak tahu jika ada seorang yang sedang menguntit di belakangnya. "Menangislah sepuasnya, Alesya. Setelah itu jangan menangis lagi. Oke." Kalimat sederhana namun benar benar menggugah jiwa. Andai lelaki yang berkata adalah Liam, Alesya pasti makin cinta. Alesya tersenyum manis meski Zidane tahu senyuman itu dipaksakan. Melihat Alesya saat ini, Zidan juga merasakan kesedihan mendalam. Seperti ada ba

    Last Updated : 2024-05-09
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   07. Esok adalah harapan

    Hening. "Maaf Tuan, kami belum menemukan Tuan Marco.""Bagaimana bisa? Kerahkan semua keahlian kalian dalam mencari orang hilang.""Baik Tuan. Selama tiga tahun ini, kami sudah berusaha keras mencari Marco namun masih belum juga menemukan keberadaannya. Kami akan berusaha semaksimal mungkin.""Iya. Jika tidak, aku akan mencopot jabatan kalian!"Pletak.Liam membuang kasar ponselnya di meja kerja. Dirinya sungguh kesal karena ayah mertuanya itu tak hanya pergi membawa uang curian keluarga "Roderick". Marco adalah satu satunya orang yang menjadi saksi transplantasi sumsum tulang belakang Liam."Halo Liam."Bella datang mendekat dan memeluk suaminya. Meski Bella telah kembali, mereka memutuskan untuk tidur terpisah. Hal itu permintaan dari Liam sendiri. Dia butuh waktu untuk menyesuaikan hubungan mereka."Ada apa Bell?""Aku ingin kita pergi ke suatu tempat. Dimana kita bisa mengulang kembali masa masa indah kita."Liam memandang sekilas, duduk dan mulai membuka laporan pekerjaan. "Maa

    Last Updated : 2024-05-09
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   08. Tekad bulat Alesya

    Alesya mengangguk setuju ketika Zidan menawarkan pekerjaan di kedainya. Dia pikir dengan bekerja, pikiran tentang Liam akan teralihkan.Zidan memandang penuh cinta, merasa bahagia melihat senyuman Alesya. Senyuman yang selalu membayangi pikirannya, baik dari dulu maupun sekarang. Tak ada tempat untuk wanita lain selain Alesya.Pagi hari.Alesya sangat antusias untuk belajar dan tidak butuh waktu lama untuk memahami cara kerja di kedai tersebut. Zidan langsung memberikan pelatihan singkat kepada Alesya, dan tak disangka, Alesya cepat tanggap dan mampu menyesuaikan diri dalam sehari."Baiklah Alesya, kamu bisa kerja sekarang.""Benarkah Zidan?""Itu benar!"Alesya tersenyum bahagia, mulai bekerja di kedai milik Zidan. Kecantikan dan keluwesan Alesya menarik perhatian banyak pelanggan, terutama para pria yang ingin menikmati secangkir kopi bersama pasangan mereka. Semakin sore, kedai semakin ramai setelah kehadiran Alesya, dan Zidan merasa sangat beruntung telah merekrut gadis itu.Keda

    Last Updated : 2024-05-10
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   09. Jawaban atas kepergian Marco

    Tiga tahun lalu.Di dalam ruang kerja pribadi Liam, ia duduk dengan tenang di belakang meja besarnya. Marco masuk ke ruangan dengan ekspresi wajah yang tak bisa dijelaskan. Marco menatapnya dengan dingin dan berkata dengan suara yang keras namun tenang."Liam, kita perlu bicara tentang masa depan keluarga kita. Seperti yang kita ketahui, Bella telah pergi bersama kekasihnya ke luar negeri dan meninggalkanmu. Aku tidak ingin nama baik keluarga ini tercemar.""Aku tahu, aku akan menceraikannya."Jawaban dingin Liam membuat Marco ketakutan, takut dibuang dari konglomerat seperti keluarga Liam Roderick. Dengan gugup berkata, "Bella memang keterlaluan tapi apa yang bisa aku lakukan? Bella telah memilih jalan hidupnya sendiri."Liam tetap diam. Marco memutuskan memberikan penawaran. "Kau harus menikahi anakku yang kedua, Alesya. Dia cantik, pintar, dan akan menjadi istri yang baik untukmu. Jika kau menolak, aku akan membuka keburukan perusahaan milikmu, memberitahukan pada massa mengenai la

    Last Updated : 2024-05-11
  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   10. Ada apa denganmu, Ale?

    "Nyonya Bella.""Apa?!"Liam menatap ketiga anak buah Bella dengan rasa kecewa, tidak mampu mempercayai istrinya setelah mengetahui bahwa Bella-lah yang telah mencelakakan ayah kandungnya sendiri, Marco. Dipandang Marco dan didekati perlahan. "Mengapa Bella menculikmu, Ayah?"Marco diam seribu bahasa, tatapan matanya kosong. Hal itu membuat Liam tak mengerti. "Ayah, lihatlah aku!"Marco menatap Liam sekilas, namun tatapannya sungguh tak bisa dimengerti. "Ayah, ingat operasi sumsung tulang yang kualami tiga tahun lalu?"Lagi lagi Marco diam dengan pandangan kosong. "Apakah benar, yang mendonorkan sumsum tulang belakang untukku adalah Bella?" tanya Liam dengan penuh emosi.Marco masih terdiam, tampaknya ia tidak tahu harus menjawab apa. Liam semakin meradang melihat kebimbangan yang tersirat dalam ekspresi wajah ayah mertuanya.'Ada apa dengannya? Jelas sekali dia berterima kasih padaku dan menoleh saat aku memintanya melihatku,' batin Liam kebingungan."Kalian, cepat urus mereka dan ba

    Last Updated : 2024-05-14

Latest chapter

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   120. Malam ke-dua, penuh gairah

    Matahari telah tenggelam ketika Liam akhirnya sampai di rumah. Kepenatan terlihat jelas di raut wajahnya setelah lembur panjang di kantor. Namun, ketika ia membuka pintu kamar dan melihat Alesya, istrinya yang cantik, terbaring lelap dalam kedamaian, rasa lelah itu seolah sirna. "Alesya!" Liam duduk di tepi ranjang, menatap lembut wajah yang damai itu. Dengan hati-hati, Liam mengulurkan tangannya, mengelus pipi Alesya dengan penuh kasih. Dia tersenyum, merasa begitu bersyukur memiliki istri secantik dia, meski seharian ini Alesya marah padanya. Ya, Liam mengetahuinya dari Angel dan Devano.Sambil terus memandang, Liam tidak menyadari bahwa gerakan tangannya yang lembut telah membuat Alesya merasa tak nyaman. Tiba-tiba, Alesya membuka matanya, memandang objek yang mengganggunya sedangkan Liam yang terkejut, segera mengalihkan pandangannya."Alesya kenapa kamu bangun? Itu …. Itu, aku tidak bermaksud, em …."Liam bergumam dengan kata-kata yang tidak jelas, mencoba menyembunyikan kebing

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   119. Malam pertama

    "Aku tak sabar untuk memulai kembali malam pertama kita.""Liam!"Liam tersenyum menggoda, pergi ke tempat Marco. Mereka berbisik-bisik, entah membicarakan apa, Alesya tak bisa mendengarnya. Setelahnya, Liam kembali dan memegang tangan Alesya."Liam, apa yang baru saja kamu katakan pada Ayah?""Tidak penting. Ayo kita pergi.""Tapi …."Liam terus menyeret sang istri menuju kamar mereka. Baik Liam maupun Alesya terkejut bukan main saat masuk kamar. Ruangan yang semula rapi itu terlihat acak acakan dengan banyaknya kelopak bunga yang semburat seisi kamar. Ulah siapakah ini? Tentu saja ulah kedua anak mereka. Devano dan Angel, mereka sengaja menyulap kamar Liam yang biasa menjadi luar biasa. Bahkan tempat tidur mereka juga penuh kelopak mawar. Banyak juga balon beterbangan di langit langit kamar dengan berbagai tulisan. "Happy wedding, with love, I love you, making love dan masih banyak kata-kata cinta lainnya."Semua ini pasti ulah Angel dan devano," tebak Liam, mencoba menyingkirkan k

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   118. Pernikahan ulang

    "Ale, apa menurutmu kita harus menikah lagi?""Apa?"Alesya tidak mengerti, mengapa Liam tiba-tiba ingin menikah ulang? Mungkin karena perpisahan yang terlalu lama."Bagaimana, Sayang?""Terserah kamu saja, Liam.""Baiklah aku akan membicarakannya dengan Angel, Devano dan Ayah Marco."Liam tak mau menunggu lebih lama lagi. Dia segera menuruni tangga, menuju lantai bawah, di mana Marco berada. Terlihat jika lelaki yang berstatus mertua itu sedang menonton Televisi sendirian."Ayah, anak-anak sudah tidur?""Sudah.""Apa Ayah ada waktu sebentar?""Tentu saja. Ada perlu apa? Bicaralah!""Terima kasih telah meluangkan waktu sebentar.""Tidak masalah, jika ada yang ingin kamu bicarakan, bicara saja."Liam menghela napas panjang dan mulai berkata, "Baik, Ayah. Seperti yang Ayah tahu, aku dan Alesya telah berpisah selama lima tahun ini. Meskipun kami belum resmi bercerai dan masih dianggap suami istri, aku ingin meminta izin Ayah untuk mengadakan ritual pernikahan kami lagi.""Oh, begitu. Apa

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   117. Menikah lagi?

    Siang itu, langit tampak cerah seolah turut merayakan kebahagiaan yang dirasakan oleh Liam. Liam dengan langkah gembira mendekati Alesya yang sedang berdiri di samping mobilnya. "Aku datang, Sayang."Liam langsung memeluk Alesya dengan erat, seolah tak ingin melepaskan lagi. "Alesya, kabar baik! Mona akhirnya di penjara," bisik Liam dengan suara yang bergetar, mencampurkan rasa lega dan kebahagiaan.Wajah Alesya yang semula teduh itu berubah menjadi sangat cerah. Senyum lebarnya menghiasi wajah cantiknya, matanya bersinar-sinar menunjukkan kegembiraan yang tak terbendung. "Benarkah, Liam? Ini benar-benar kabar terbaik!" serunya, tidak bisa menyembunyikan antusiasme yang membanjiri hatinya.Liam mengangguk, matanya terpejam sejenak menikmati kehangatan dari orang yang dicintainya. Namun, Liam segera melihat sekitar. "Di mana Angel dan Dev?""Mereka pergi ke taman dengan Ayah Marco, mungkin pulang larut. Katanya akan bersenang-senang.""Wah mereka curang. Kita harus membalasnya.""Memb

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   116. Memberi balasan yang setimpal

    "Ini berkas berkas gugatan dari saya." Liam menggenggam erat berkas-berkas di tangannya, pandangannya tajam tertuju kepada Nyonya Mona yang duduk di sisi ruangan yang berlawanan. Tension di ruangan itu kian terasa ketika Hakim memasuki ruangan dengan wajah serius. Liam berniat menyerahkan berkas itu pada pengadilan."Pak Liam dan Nyonya Mona, saya memutuskan untuk memberi waktu kepada kedua belah pihak untuk mempertimbangkan kembali kasus yang diajukan hari ini," ujar Hakim dengan tegas. "Kita akan melanjutkan sidang esok hari."Liam, yang merasa keadilan harus segera ditegakkan, mendapati kekecewaan mendalam. Dia menatap Mona yang terlihat tenang dan tidak terganggu. Hal itu membuat Liam frustasi membara.Di sisi lain, Mona berusaha menampilkan ekspresi tenang. Namun, matanya sesekali berkedip cepat, menandakan kecemasan yang dia coba sembunyikan.Keduanya berdiri dan meninggalkan ruangan dengan langkah yang berat, masing-masing tenggelam dalam pikiran mereka sendiri tentang bagaiman

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   115. Akhirnya ....

    "Bagaimana, Hakim?""Diperbolehkan."Mata Angel terlihat berkaca-kaca saat dia berdiri di depan ruangan persidangan yang penuh sesak. Suara kecilnya bergetar, namun penuh tekad saat dia mulai berbicara. "Yang Mulia, saya ingin tinggal bersama ayah saya, Liam," ujarnya, menatap hakim dengan mata yang memohon.Liam, yang duduk di bangku belakang, memperhatikan putrinya dengan penuh kebanggaan dan sedikit kekhawatiran. Wajahnya yang biasanya tenang, kini tampak tegang."Sejak saya masih bayi, hanya ayah yang selalu ada untuk saya. Ayah yang mengajari saya berjalan, ayah yang selalu menyembuhkan luka saya," lanjut Angel, suaranya semakin mantap. Ruangan itu terdiam, semua mata tertuju padanya.Dia mengambil napas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Ibu saya, Bella, dia... dia sudah meninggal. Tapi sebenarnya, sejak saya masih kecil, dia jarang ada untuk saya. Saya tidak merasa dicintai olehnya." Air mata mulai mengalir di pipi mungil Angel, tapi dia cepat-cepat menghapusnya."Saya tidak mau

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   114. Hasil putusan sidang adalah....

    Hari persidangan.Ruang sidang itu terasa besar dan berat dengan hiasan yang minimalis. Dindingnya berwarna abu-abu terang, memberikan suasana yang serius dan formal. Di tengah ruangan, terdapat meja panjang yang ditutupi dengan kain putih rapi, di atasnya berjejer dokumen-dokumen penting yang terorganisir dengan baik. Sidang telah dimulai dengan ruangan yang penuh ketegangan. Mona berdiri dengan mantap di hadapan Hakim, menggenggam beberapa dokumen penting. Raut wajahnya tegang namun bertekad, menunjukkan keseriusannya dalam memperjuangkan hak asuh atas putri sahabatnya, Angel."Yang Mulia, berikut adalah bukti-bukti yang menunjukkan bahwa saya adalah pihak yang lebih layak dalam membesarkan Angel," ucap Mona dengan suara yang bergetar sedikit karena emosi.Dia menyodorkan foto-foto, rekaman video, dan laporan sekolah yang menunjukkan keterlibatan aktifnya dalam kehidupan Angel. Setiap bukti diserahkan dengan tangan yang sedikit gemetar, namun determinasinya tidak luntur.Sementara

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   113. Seranjang tapi tak bersentuhan

    "Apa maksudmu, Bu?" tanya Liam tak mengerti."Haha, aku hanya bercanda. Ini, ambillah! Aku memberikan gratis untuk anakmu yang baru sembuh."Liam mengernyitkan kening, bingung mencerna ucapan wanita tua di depannya. Meski berusia lanjut, nenek itu terlihat cantik dan elegan. Sangat tak padu dengan kegiatannya malam ini, sebagai penjual bunga."Benarkah ini gratis? Ah tidak tidak. Aku akan membayarnya. Ini, terimalah!"Liam membuang kasar uang kertas itu, berlalu dengan cepat setelah mendapatkan seikat bunga mawar. Mobil melaju dengan kencang tanpa memperdulikan wanita penjual bunga tadi. Sesekali Liam melirik seikat bunga mawarnya, memikirkan Angel yang pasti tersenyum bahagia."Tunggu aku, Sayang."Kediaman Roderick."Aku pulang.""Papa."Angel menyambut Liam dengan sorot mata yang bersinar saat melihat bunga mawar merah di tangan ayahnya. Anak perempuan kecil itu melompat kegirangan dan berlari menghampiri Liam, "Papa bawa bunga kesukaan Angel!" teriaknya penuh kegembiraan. Dengan

  • Kakak Ipar, Mari Kita Bercerai!   112. Bantuan kawan lama

    "Aku …, baiklah. Aku akan membantumu."Liam segera memegang tangan Andi. Senyuman terulas di bibir seksinya, juga bulir bening menetes di pipi. Andi segera merengkuh sahabatnya itu, memberi dukungan terhadap Liam. Namun, pelukan segera diakhiri. Dengan tatapan penuh telisik, Andi memandang Liam."Katakan padaku, bagaimana bisa kamu menyembunyikan rahasia besar tentang pernikahanmu padaku?"Liam tersenyum kecut, mengingat betapa egoisnya kala itu. "Saat itu aku benar benar kecewa, saking kecewanya pada Bella, Alesya lah sebagai pelampiasan nya. Dan aku tak ingin mengumbar aib keluargaku. Bagaimanapun juga, Bella pernah menjadi wanita yang kucintai. Sekarang, aku hanya fokus hidup pada keluarga kecilku bersama Alesya."Andi mengangguk, memahami betapa sulitnya kehidupan Liam selama ini. Dan sahabatnya itu sukses menutup rapat masalah sehingga tak ada satupun yang mengerti kesulitan yang dihadapi. Bahkan perusahaan Roderick sama sekali tak terpengaruh. Sungguh lelaki yang bijaksana dan d

DMCA.com Protection Status