“Milea mengabari kalau akan datang bersama pria itu.”Cantika menemui suaminya yang ada di ruang kerja. Dia menyampaikan rencana kedatangan sang putri ke suaminya itu.Mark sedang mengecek berkas saat mendengar ucapan Cantika, tapi pria itu tak merespon sama sekali.Cantika menatap Mark yang keras kepala, bahkan selama beberapa hari ini komunikasinya dengan pria itu pun sangat buruk.“Aku tahu banyak penyesalan yang membuatmu bersikap dingin, tapi bukan berarti kamu bisa mengabaikan apa yang masih ada. Jangan membuatmu semakin menyesal karena kehilangan satu-satunya yang kita punya, bagaimanapun Milea juga anak kita, tak seharusnya kamu bersikap keras seperti itu!” Cantika tampaknya sudah tak bisa lagi diam dengan sikap suaminya.Mark menutup berkasnya mendengar ucapan sang istri. Dia tak banyak bicara dan memilih merapikan mejanya.“Kamu lupa? Kamu pernah memohon kesempatan kedua kepadaku? Sekarang putrimu pun berjuang ingin kesempatan kedua darimu, apa kamu tidak bisa memberikannya?
Milea menarik napas panjang lantas mengembuskan perlahan mendengar ucapan Mark. Dia berusaha untuk tetap tenang meski perasaannya campur aduk mendengar suara sang ayah yang terdengar keras.“Ada beberapa hal yang harus aku jelaskan, Pa.” Milea berhenti tepat di depan meja kerja sang papa.Mark tidak membalikkan kursi ke arah Milea. Dia tetap duduk menghadap ke jendela.“Aku tahu sudah salah menyakiti hati Papa, membuat Papa salah paham karena tak jujur sejak awal soal siapa ayah Kai,” ucap Milea mencoba mulai bicara meski sang papa tak menatap dirinya.“Saat itu aku takut, Pa. Papa tidak bisa memaafkan siapa pun yang menyakiti keluarga kita, membuatku berpikir ribuan kali saat ingin memberitahu soal Hanz,” ujar Milea lagi.“Dari semua ketakutan itu, aku juga memiliki banyak pertimbangan kenapa tak jujur, salah satunya karena Hanz masih kuliah. Dia harus belajar dan lulus dengan baik agar kelak bisa benar-benar menjadi pria yang bertanggung jawab. Kuakui, semua memang salahku yang tak
“Hanz dan Milea jadi ke rumah orang tua Milea?” tanya Aruna saat datang ke rumah orang tua Hanzel. Dia bertemu dengan sang bibi yang memakai celemek. “Jadi, tuh Kai saja ada di dapur lagi asik membuat kue,” jawab Cheryl sambil menunjuk ke dapur. Emily langsung melepas tangan Aruna saat mendengar ucapan Cheryl. “Emi!” Aruna ingin meminta Emily berjalan, tapi putrinya itu sudah lari sangat cepat. “Anak itu,” gumam Aruna sambil menggeleng kepala pelan. “Sudah tidak apa, namanya juga anak-anak,” ujar Cheryl, “sana kalau mau ke dapur, Oma bikin kue banyak karena Kai suka sekali membentuk adonan,” ucap Cheryl lantas pergi ke kamar karena ingin mengecek sesuatu. Emily sudah masuk dapur lebih dahulu. Dia melihat Kai yang berdiri di atas kursi sedang memasukkan kue ke toples. “Wah. Oma Uyut masak kue banyak,” ucap Emily karena melihat banyak toples berisi kue di meja. Annetha sedang memasukkan loyang berisi adonan ke oven, lantas menoleh saat mendengar suara Emily. “Emi sudah datang, s
“Papa memaafkanku?”Milea mengangkat wajah agar bisa melihat sang papa yang duduk di hadapannya.Mark hanya mengangguk tanpa sepatah kata untuk menjawab pertanyaan Milea. Sudah cukup keduanya menitikkan air mata, tidak ada yang perlu lagi ditangisi.Milea tersenyum meski wajahnya basah dan ingin kembali menangis karena masalahnya dengan sang papa selesai. Dia bangun lantas memeluk pria itu.“Aku akan memperbaiki kesalahanku, Pa. Aku tidak akan membantah ucapan Papa lagi,” ucap Milea sambil menatap sang papa dengan seulas senyum.“Tidak akan membantah?” tanya Mark memastikan.Milea menggelengkan kepala mendengar pertanyaan Mark.“Kalau begitu akhiri hubungan dengan pria itu,” ucap Mark.“Pa!” Milea sangat terkejut mendengar ucapan Mark.Mark malah tersenyum melihat Milea terkejut. Dia pun mengusap rambut putrinya dengan lembut.“Papa bercanda,” ucap Mark lagi, “lihat bagaimana usahanya mendapatkanmu, maka papa akan mempertimbangkan memberi restu,” imbuhnya.Milea melebarkan senyum samb
“Archie, bolanya jangan dibawa begitu? Tendang!” teriak Emily sambil mengejar Archie yang memeluk bola lantas berlari sambil tertawa.“Kai, kejar Archie!” perintah Emily meski sebenarnya sanggup menggapai bocah tiga tahun itu sendiri.Kai ikut berlari, membuat Archie semakin tertawa karena permainan bola jadi aksi kejar-kejaran.Aruna, Ansel, Sashi, dan yang lain hanya tertawa melihat kelucuan tiga anak kecil itu. Mereka duduk di tikar yang terpasang di atas rumput bawah pohon yang ada di sisi taman.“Hanz belum memberi kabar, Bi?” tanya Aruna sambil menatap ke Cheryl.Semua orang langsung menoleh ke Cheryl saat mendengar pertanyaan Aruna.“Belum,” jawab Cheryl, “semoga semuanya lancar atau aku akan melabrak pria itu lagi kalau sampai macam-macam ke Hanz,” imbuh Cheryl.Semua orang saling tatap mendengar ucapan Cheryl, mereka tentu tahu bagaimana beraninya Cheryl menggampar ayah Milea.Baru saja mereka membahas Hanzel, mobil pria itu memasuki gerbang rumah. Semua orang pun menatap ke
“Biar aku yang gendong,” ucap Hanzel saat melihat Kai tidur saat sampai di apartemen.Milea menatap Hanzel yang mencegahnya menggendong Kai. Dia pun membiarkan Hanzel yang menggendong sebagai tanda jika pria itu bertanggung jawab sebagai ayah.Milea membantu membuka pintu mobik, lantas Hanzel menggendong Kai dengan perlahan-lahan. Keduanya pun masuk lift untuk menuju ke lantai unit apartemen Milea berada, tampaknya Kai kelelahan karena hampir seharian bermain dengan Emily dan Archie.“Jika kita menikah, lalu Kai belum menerimaku bagaimana?” tanya Hanzel mendadak cemas jika Kai tetap tak mau mengakuinya sebagai ayah.Hanzel dan Milea menyadari, tak mungkin memaksa Kai untuk memanggil Hanzel dengan sebutan papa karena bocah itu pasti akan bingung.“Aku yakin Kai bisa menerimamu, hanya saja dia butuh waktu lagi untuk mencerna yang terjadi. Kamu harus berusaha agar bisa mengambil hatinya,” balas Milea mencoba memberi semangat Hanzel.“Semoga Kai bisa menerimaku. Andai dulu aku tahu kalau
“Jadi, urusan Hanz dan ayahnya Milea sudah selesai?” tanya Bintang saat makan malam bersama Aruna.“Iya, Mom. Untungnya semua hanya salah paham, intinya orang tua Milea hanya ingin baik Milea atau Hanz sama-sama bertanggung jawab,” jawab Aruna.“Baguslah, setidaknya tak ada masalah lagi, apalagi Hanz hanya ingin mempertahankan apa yang dimilikinya,” ucap Bintang.Aruna pun mengangguk-angguk mendengar ucapan Bintang.“Oma tahu, Kai lucu lho. Dia kalau diajak bicara malu-malu. Tadi dia bilang sedih ga ada yang sayang mamanya. Katanya ga mau di sana kalau yang lain ga sayang mamanya,” celoteh Emily.“Masa Kai bilang begitu?” tanya Aruna tak percaya.“Iya, Mami. Tadi kita lihat belalang di semak, terus Kai bilang kalau sedih karena mamanya sering nangis,” jawab Emily.Semua orang saling tatap mendengar jawaban Emily. Mereka tak menyangka kalau Kai bicara seperti itu ke Emily, mereka pun membayangkan seperti apa kehidupan Milea sampai Kai bisa berpikir jika tak ada yang menyayangi Milea.“
“Biar aku jawab dulu, barang kali penting,” ucap Aruna meyakinkan karena ponselnya terus berdering.“Biarkan saja. Lagian orang mana yang tak punya aturan telepon malam-malam? Mengganggu saja!” gerutu Ansel tak mau melepas Aruna.Aruna malah terkekeh geli dengan sikap Ansel yang menggemaskan saat kesal. Dia mencium sekilas bibir suaminya itu sampai membuat Ansel terkejut.“Sebentar saja, kalau aku lihat bukan orang penting, aku tidak akan menjawabnya,” ucap Aruna mencoba meyakinkan.Ansel akhirnya mau melepas Aruna. Dia pun bangun dari atas tubuh Aruna, membiarkan sang istri melihat siapa yang menghubungi.“Siapa?” tanya Ansel saat melihat Aruna sudah memegang ponsel.“Bumi,” jawab Aruna, “aku jawab sebentar,” ucapnya kemudian.Ansel terpaksa menunda keinginannya karena menunggu Aruna menjawab panggilan dari Bumi. Tampaknya dia agak kesal karena Bumi menelepon di waktu yang sangat tidak tepat dan menjengkelkan. Ansel mendadak berbaring dengan posisi miring memunggungi Aruna yang sedan
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.