Aruna keluar dari kamar inap Ansel karena harus pergi ke kantor lebih dulu. Saat baru saja menginjakkan kaki di luar, Aruna terkejut melihat Ayana di sana, hal yang membuatnya kaget adalah karena wanita itu seperti baru saja menangis. “Kamu mau pergi?” tanya Ayana bersikap biasa, padahal kelopak mata dan hidungnya terlihat merah. “Iya, Bibi. Aku harus ke kantor dulu. Nanti siang aku akan ke sini lagi,” jawab Aruna bersikap biasa karena tak ingin membuat Ayana merasa tak nyaman. “Terima kasih kamu masih mau menjenguk Ans,” ujar Ayana sambil memulas senyum. Aruna mengangguk sambil membalas senyum Ayana. Aruna pun pamit karena harus pergi, tapi terhenti saat mendengar Ayana kembali bicara. “Terima kasih juga karena kamu membujuk Ans untuk memaafkanku,” ujar Ayana dengan bola mata berkaca-kaca. Aruna terkejut karena Ayana mendengar ucapannya itu, hingga membuatnya salah tingkah. “Kamu jangan salah sangka. Aku tidak sengaja mendengar kalian bicara saat mau masuk. Karena kalian bicar
“Emi, katanya mau dijemput maminya. Mana?”Emily memasang wajah kusut mendengar pertanyaan teman sekelasnya. Dia memilih memalingkan wajah tak mau menjawab.Emily baru saja keluar dari kelas setelah jam pelajaran usai, tapi temannya sudah menanyakan hal yang tadi diceritakannya.“Nanti pasti datang,” jawab Emily yang kesal.“Emi ‘kan suka bohong. Kalau ke sekolah diantar pengasuh, bukan mami. Kok bilangnya punya mami,” celoteh teman sekelas Emily.Emily semakin kesal karena teman-temannya terus mengejek. Dia pun berbohong jika punya mami dan akan dijemput.Emily memilih meninggalkan teman sekelasnya itu saat baby sitternya datang. Bahkan dia berjalan cepat meninggalkan pengasuhnya karena kesal“Non!” Pengasuh Emily pun terkejut melihat gadis kecil itu malah meninggalkannya.Emily pergi ke depan gedung. Dia memandang mobil-mobil yang terlihat antri untuk menjemput para siswa, Amily berharap Aruna tidak mengingkari janji untuk menjemput agar dia bisa membalas ejekan teman-temannya.“Non
“Papi!” Emily langsung berlari ke arah ranjang Ansel begitu masuk kamar inap. Ansel senang melihat Emily datang, hingga tatapannya tertuju ke Aruna yang berjalan bersama baby sitter. Emily ingin naik ranjang untuk memeluk Ansel, tapi Ayana langsung mencegah. “Jangan dulu, ya.” Ayana menahan tubuh Emily agar tidak naik ranjang. “Kenapa tidak boleh, Oma?” tanya Emily penasaran. “Perut Papi sakit, kalau tidak sengaja tersenggol, nanti Papi kesakitan lagi,” jawab Ayana menjelaskan dengan yang mudah dipahami. Emily menatap Ayana yang sedang menjelaskan, lantas memandang Ansel yang hanya tersenyum. “Papi kemarin tidak nangiskan waktu disuntik?” Emily bertanya sambil memasang wajah cemas. Pertanyaan Emily membuat Ansel sangat terkejut, begitu juga dengan yang lain. Aruna langsung menahan tawa karena mendengar ucapan Emily. Ansel langsung menatap Aruna yang sedang menahan tawa. Tentu saja dia malu jika kelemahannya itu diketahui Aruna. “Tidak ada yang nangis. Masa disuntik saja nangi
Aruna pergi ke rumah sakit untuk menemani Ansel. Dia datang ke sana saat ada keluarga Ansel sedang datang menjenguk. Aruna tiba-tiba merasa canggung, apalagi tatapan semua orang tertuju kepadanya. “Kamu datang,” ucap Ansel dengan wajah semringah. Semua orang menatap Ansel, hingga menebak siapa Aruna. Aruna sendiri hanya menganggukkan kepala sopan sambil memulas senyum. Dia mendekat perlahan karena merasa canggung. “Ah … jadi benar, ya.” Jean langsung menggoda kakak sepupunya itu. Semua orang di sana pun langsung menoleh Jean saat mendengar wanita itu bicara. “Benar apa?” tanya Jill—adik sepupu Ansel yang lain. “Coba aja tanya ke Ans,” jawab Jean sambil melirik Ansel. Ansel langsung melotot mendengar Jean bicara. Dia was-was jika sepunyanya itu kembali bicara sembarangan. “Kemarilah, Runa. Mereka keluarga kami,” ucap Ayana yang berdiri lantas mengajak Aruna mendekat. Aruna semakin canggung karena harus bertemu dengan keluarga Ansel. Ayana memperkenalkan Aruna ke adik dan ip
Bumi melirik Aruna. Dia ikutan pusing karena harus terjebak dengan kebohongan wanita itu. Aruna sebelumnya sudah bilang kalau dirinya menjadikan Bumi alasan agar bisa menjenguk Ansel. Kini Bumi harus menyelaraskan jawaban jika Bintang bertanya soal apa yang Bumi dan Aruna lakukan saat bertemu. “Mommy mau beli apa? Kenapa malah mengajak ke mall?” tanya Aruna keheranan. Bintang mengajak Bumi dan Aruna ke mall, membuat keduanya bingung. “Mommy hanya ingin jalan-jalan bertiga dengan kalian, apa tidak boleh?” Bintang bicara sambil menatap Aruna dan Bumi bergantian. Bumi dan Aruna pun saling tatap, mereka sepertinya harus pasrah saja menuruti keinginan Bintang. Bintang membelikan beberapa barang Bumi meski sempat ditolak. Bumi sampai bingung karena Bintang tak mau mendengar penolakannya. “Sepertinya kamu lebih baik jujur ke mommymu, Run.” Bumi bicara berdua dengan Aruna saat berada di kafe. Bintang sedang ke kamar kecil, membuat mereka bisa bicara dengan bebas. “Aku dan Ans belum si
“Siapa gadis tadi?” tanya Aruna yang penasaran karena Bumi pergi cukup lama.Mereka berada di mobil. Bumi dan Aruna baru saja mengantar Bintang pulang, lalu sekarang Aruna yang mengantar Bumi ke kafe.Bumi menoleh Aruna, tapi tak langsung menjawab pertanyaan wanita itu.“Kenapa diam? Dia yang kamu maksud ingin menjaga hati?” tanya Aruna menebak.“Ya, aku sudah berjanji kepadanya,” jawab Bumi singkat.Aruna pun mengangguk-anggukan kepala mendengar jawaban Bumi, hingga kemudian membalas, “Seleramu ternyata yang masih kecil.”Bumi melotot hingga langsung menoleh Aruna karena ledekan wanita itu.“Kenapa kaget? Iya benar, kan? Coba aku tanya berapa umur gadis itu?” tanya Aruna karena melihat Bumi malah menatapnya seperti itu.“Seharusnya dua puluh dua tahun,” jawab Bumi dengan polosnya.“Tuh, kan bener. Kamu saja hampir tiga puluh tahun, dia baru dua puluh dua. Pantas saja kamu ga pernah pacaran, ternyata nungguin yang kecil legal,” ledek Aruna lagi.Bumi langsung mencebik mendengar ledeka
“Aku sudah memikirkan sebuah rencana,” ucap Aruna saat menemui Ansel.Aruna memberanikan diri mendatangi rumah orang tua Ansel. Dia di sana tentunya disambut hangat oleh Ayana. Aruna dan Deon pun sekarang bicara di samping rumah.“Rencana apa?” tanya Ansel penasaran.“Aku menyadari jika kondisimu belum benar-benar sehat. Jika dipaksakan untuk menemui lalu menjelaskan ke Mommy, takutnya ada hal-hal yang tak diinginkan. Jadi aku ingin membuat Mommy membatalkan perjodohanku dulu, baru kemudian kita berusaha bersama-sama menjelaskan ke Mommy soal hubungan kita,” jawab Aruna menjelaskan.Aruna tahu jika keputusan atas ide yang diberikan Langit sangat mendadak. Dia juga tidak tahu apakah bisa berjodoh dengan Ansel, tapi rencananya ini bukan hanya untuk dirinya karena ada Bumi yang harusnya mendapat hak memilih juga.“Bagaimana caranya? Sebenarnya siapa yang dijodohkan denganmu? Bukankah lebih baik aku menemuinya lalu memintanya mundur agar lebih mudah?” tanya Ansel keheranan kenapa Aruna ta
“Apa kamu tidak merasa kalau sikap Aruna sedikit aneh?” tanya Bintang saat bicara berdua dengan suaminya di kamar. “Aneh bagaimana?” tanya Langit sambil melirik istrinya yang duduk di ranjang. Tentu saja Langit berpura tak tahu apa-apa agar Bintang tak curiga. Bintang menatap suaminya, terlihat kecemasan dalam tatapan matanya. “Ya, aneh saja. Dia waktu baru pulang, diajak belanja saja tidak mau, bahkan seharian lebih suka berada di kamar. Tapi sekarang dia sering sekali pergi, pagi pergi awal, sore pulang terlambat,” ucap Bintang mengemukakan keanehan yang dirasakan. “Aneh bagaimana? Menurutku malah normal kalau dia mau keluar entah nongkrong atau bertemu teman lama. Daripada dia terus murung di kamar,” balas Langit lantas naik ranjang dan duduk di samping Bintang. “Bukan seperti itu. Tapi aku merasa ada yang berbeda,” ucap Bintang lagi. “Berbeda bagaimana? Yang kulihat dia lebih ceria, apa pun alasan yang membuatnya senang, bukankah itu bagus. Setidaknya kita bisa kembali mend
Aruna dan yang lain buru-buru pergi ke rumah sakit setelah mendapat kabar jika Winnie mau melahirkan, tapi siapa sangka saat masuk ruangan malah melihat Hanzel juga, membuat semua orang bingung.“Hanz, kenapa kamu di sini?” tanya Aruna bingung.“Milea melahirkan,” jawab Hanzel.“Lah, bukannya ini kamar Winnie?” tanya Aruna bingung.“Ya, mereka berdua di sini. tuh!” Hanzel menunjuk ke dalam.Ternyata Bumi dan Hanzel setuju jika istri mereka satu kamar agar bisa saling bantu menjaga.Aruna, Ansel, dan kedua orang tuanya terkejut mendengar ucapan Hanzel. Mereka buru-buru masuk untuk melihat apakah yang dikatakan Hanzel benar.“Kalian benar-benar janjian. Hamil dan melahirkan bisa barengan,” cerocos Aruna sangat tak menyangka.“Kebetulan saja, aku masuk duluan baru Winnie,” balas Milea.Semua orang yang ada di sana terlihat sangat bahagia, belum lagi setelah itu datang keluarga Hanzel dan Milea karena ingin menyambut cucu mereka.“Anak kalian seperti kembar.” Aruna dan yang lain memandang
“Mama, tadi Emily bantu gambar ini, lho.” Kai memperlihatkan gambar yang dibawanya.“Mana coba lihat.” Milea mengambil buku gambar dari tangan Kai.Milea sudah ambil cuti melahirkan karena usia kandungannya memasuki sembilan bulan. Dia fokus dengan kesehatan kehamilan dan Kai yang sekarang sudah duduk di bangku sekolah dasar.“Yang mewarnai siapa?” tanya Milea sambil memperhatikan gambar itu.“Kai dong. Kai pintar ‘kan?” Kai menjawab dengan bangga.“Iya, pintar,” balas Milea.Kai sangat bangga dapat pujian dari sang mama, hingga melihat Milea yang meringis.“Mama kenapa?” tanya Kai sambil menggenggam telapak tangan Milea.“Tidak kenapa-napa,” ucap Milea sambil tersenyum meski perutnya mendadak kencang.“Mama yakin?” tanya Kai yang cemas.Belum juga Milea menjawab, dia merasa kalau perutnya semakin sakit seperti mengalami kontraksi, tentu saja hal itu membuat Kai cemas.“Bibi! Mama sakit!” teriak Kai karena di rumah itu hanya ada dirinya, kedua orang tuanya, dan pembantu.Milea dan Han
“Pernyataanmu tadi, apa bisa aku anggap benar?”Jean tertegun hingga menoleh Raja yang duduk di belakang stir. Dia mengulum bibir menunjukkan kalau sedang dalam kondisi panik dan bingung.“Aku tidak tahu harus menyebutmu apa? Adik tidak mungkin, teman terlalu aneh.”Jean mencoba sedikit mengelak dari pengakuannya ke Milea.“Berarti memang bagus pacar. Jadi, apa bisa jadi pengakuan untuk seterusnya?” tanya Raja lantas menoleh Jean.Jean benar-benar salah tingkah mendengar pertanyaan Raja. Dia memberanikan diri menoleh ke pemuda itu.“Jangan berharap banyak kepadaku. Aku memiliki banyak kekurangan termasuk mungkin takkan bisa memberikan cinta yang sempurna untukmu,” ucap Jean takut Raja kecewa.“Kamu tahu, tidak ada yang namanya cinta sempurna. Yang ada, saling melengkapi kekurangan masing-masing. Asal kamu mengizinkan, aku akan menerima semua kekurangan itu.”Raja menatap Jean penuh harap. Dia menyadari jika Jean seperti tidak tertarik dengan sebuah hubungan percintaan, tapi dia pun ta
“Apa kamu tidak merasa aneh jalan denganku?”Jean mengamati sekitar, banyak remaja memperhatikannya yang sedang jalan dengan Raja.“Kenapa aku harus merasa aneh?” tanya Raja balik dengan santai.“Karena kamu jalan dengan wanita yang layak jadi kakak, tante, mungkin mama.”Jean menjawab sambil menoleh Raja.Raja tertawa mendengar ucapan Jean, lantas membalas, “Untuk apa memikirkan pandangan orang yang tidak ada habisnya. Yang menjalani aku, kenapa mereka yang repot?”“Lagi pula sekarang kita hanya jalan, kalau kamu menerima perasaanku, aku malah akan menggandeng tanganmu lantas memberitahu mereka kalau kamu kekasihku, bukan kakakku, tanteku, atau mamaku,” ujar Raja lagi memberi clue ke Jean untuk merepon perasaan yang diungkapkan sebelumnya.Jean langsung berdeham mendengar ucapan Raja, bahkan mengulum bibir sambil memalingkan muka.Raja menoleh Jean yang memalingkan muka darinya, dia pun lantas kembali berkata, “Apa kamu yakin belum mau memutuskan? Tapi kalau belum juga tidak apa, aku
“Jean,” panggil Ive saat melihat putrinya sedang menuruni anak tangga.Jean yang sedang ingin ke dapur mengambil minum, akhirnya berbelok ke ruang keluarga untuk menghampiri sang mama dan papa.“Ada apa, Ma?” tanya Jean.“Duduklah sini,” pinta Ive sambil menepuk sofa di sampingnya.Jean menuruti ucapan sang mama, lantas menatap kedua orang tuanya bergantian.“Apa ada masalah, Ma?” tanya Jean agak cemas karena tak biasanya kedua orang tuanya memanggil sambil memperlihatkan ekspresi serius seperti itu.“Apa kamu sebelumnya menolak kencan buta karena sudah punya pacar dan pacarmu itu yang tadi pagi jemput?” tanya Ive memastikan sebelum bicara ke pembahasan lebih lanjut.Jean sangat terkejut mendengar pertanyaan Ive, membuatnya gelagapan karena bingung harus menjawab apa.Ive dan Alex saling tatap, mereka pun semakin yakin kalau memang benar pria yang menjemput Jean adalah pacar putrinya.“Sebenarnya, asal kamu suka, tidak masalah kamu mau pacaran sama siapa, mau nikah sama siapa. Mama da
“Lain kali jangan mendatanginya dengan alasan kamu merasa bersalah! Bukankah kamu seharusnya merasa bersalah karena mendekati kekasih adikmu sendiri.”Raja baru saja sampai rumah saat sang kakak juga sampai di rumah. Dia memperingatkan kakaknya itu agar tak mendekati Jean lagi.Saat Arthur hendak membalas ucapan Raja, Amanda sudah lebih menegur mereka berdua.“Kenapa kalian bersitegang lagi?” tanya Amanda sambil menatap kedua putranya itu.Raja dan Arthur menoleh bersamaan ke Amanda. Raja terlihat tak senang karena menyadari jika sang mama pasti akan membela kakaknya.Amanda menatap Arthur yang hanya diam, hingga tatapannya tertuju ke Raja.“Raja, mama mau bicara denganmu sebentar, bisa?” tanya Amanda dengan suara halus agar putranya tak salah paham kepadanya.Raja menatap sang mama, lantas mengangguk karena tak bisa menolak permintaan wanita itu.Raja pun mengikuti sang mama yang berjalan lebih dulu di depannya. Dia mengikuti hingga sang mama masuk ke ruang kerja ayahnya.“Mama mau b
“Yang ini nanti kamu kirim ke bagian marketing. Jangan lupa minta untuk dicek ulang,” perintah Jean ke sekretarisnya.“Baik, Bu.” Sekretaris Jean mengangguk.Jean memberikan berkas yang baru dicek. Dia lantas kembali mengurus berkas lainnya yang bertumpuk di mejanya.Saat sedang fokus ke berkas, tiba-tiba saja telepon kabel di mejanya berdering, membuat Jean menjawab panggilan itu lebih dulu.“Selamat siang Bu Jean, ada seseorang yang ingin menemui Anda tapi belum membuat janji. Anda ingin menemuinya atau tidak?” tanya staff resepsionis dari seberang panggilan.Jean mengerutkan alis mendengar pertanyaan resepsionis.“Siapa?” tanya Jean penasaran hingga dia terdiam mendengar nama yang disebutkan resepsionis.Jean menutup panggilan itu, lantas memilih keluar dari ruangannya untuk menemui orang yang mencarinya.Jean pergi ke lobi, hingga melihat pria yang berdiri membawa sebuah paper bag.“Mau apa kamu menemuiku?” tanya Jean sambil menatap Arthur yang datang menemuinya.Arthur membalikka
Raja tersenyum melihat Jean keluar memakai celana. Dia tidak menyangka kalau wanita itu mau berganti pakaian hanya karena dirinya memaksa ingin mengantar.“Besok aku akan membawa mobil,” ucap Raja sambil menyodorkan helm ke Jean.“Kamu tidak perlu menjemputku setiap hari,” balas Jean sambil menerima helm dari Raja lantas memakainya.Siapa sangka Raja mendekat ke Jean, lantas membantu memasang tali pengaman helm.Jean cukup terkejut dengan apa yang dilakukan Raja, tapi dia berusaha untuk tenang.“Aku suka melakukannya,” balas Raja setelah selesai memasang tali helm sambil menatap Jean.Jean mengalihkan pandangan dari pemuda itu, bahkan menggeser posisi agar tak terlalu dekat dengan Raja.“Bisa kita berangkat sekarang?” tanya Jean karena mulai salah tingkah melihat tatapan Raja.Raja hanya mengulum senyum, lantas naik ke motor disusul Jean. Pemuda itu pun melajukan motor meninggalkan rumah Jean.Di rumah, ayah Jean keheranan karena mobil putrinya masih di garasi.“Jean ke kantor naik ap
[Jill, jika ada yang menyukaiku, tapi tak sesuai ekspektasiku. Apa yang harus aku lakukan?]Jean mengirimkan pesan ke Jill karena tak tahu harus bagaimana mengatasi masalah yang sedang dialaminya.Jean duduk di kasur sambil menatap pesan yang baru saja dikirimkan ke Jill. Hingga beberapa saat kemudian pesan itu dibaca sepupunya itu.[Fokus pada keinginan awalmu, Jean. Baru kamu bisa memutuskan apa yang kamu inginkan.]Jean membaca pesan dari Jill, memang tak banyak membantu tapi setidaknya itu bisa membuatnya tenang. Dia pun mengirimkan balasan terima kasih ke sepupunya itu, lantas mengembuskan napas kasar.Hari berikutnya, Jean sarapan bersama kedua orang tuanya seperti biasa.Ive terlihat menatap Jean yang makan tanpa bicara, banyak perubahan yang membuat wanita paruh baya itu sedih.“Akhir minggu ini, bagaimana kalau kita Me Time bersama, Jean?” tanya sang mama ingin kembali mempererat hubungan keduanya.Jean memandang sang mama, lantas menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis.