Ririn sudah pasrah apapun itu nanti hasilnya. Dia pergi melangkah menuju kamar. Sesampainya di kamar tidur, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Dia menatap langit-langin kamar tidur dengan sorot mata sendu.'Apakah malam itu Rusly mereguk mahkotaku?' tanya Ririn dalam hati.Semenjak dia mendekati Rusly. Dia sering pulang malam. Bahkan menginap di hotel atau penginapan.Sesal kini mendera dirinya. Namun, dia harus bangkit dan tidak boleh lemah. Sekali basah, harus basah sekalian. Dia bangkit dari atas ranjang ingin mencari ponsel miliknya. Dia mencari gawainya di atas nakas, di atas ranjang, tetap saja tidak ketemua.'Di mana ponselku?' titiknya sambil mengacak-acak rambutnya.Ririn melempar semua benda yang ada di atas nakas. Dia kelihatan seperti orang stres.'Tidak ... Aku tidak boleh menanggung beban sendirian. Masa enak-enaknya berdua sama Rusly. Menanggungnya cuma aku sendiri.'Ririn terus mengumpat dan tidak terima apa yang terjadi. Padahal, dia belum ada sama sekali memeri
"Jangan paksa aku berbuat kasar kepadamu, paham!"Rinto memasang wajah sangat seperti seekor singa siap menerkam mangsanya."Ii-iya."Ririn terpaksa mengikuti perintah suaminya. Walaupun sebenarnya dia tidak ikhlas dan ridho.Tidak berapa lama, suasana hening di ruang tamu. Rinto tidak ada sama sekali bersuara, tapi dia sibuk membuka tas kresek yang dia bawa.'Jangan bilang kalau kamu mau ngasih test pack kepadaku?' ucap Ririn dalam hati."Besok jangan lupa pakai ini!"Rinto menyodorkan test pack kepada istrinya."Perlu kamu ingat! Satu hari ini kamu tidak boleh keluar rumah.""Ke-kenapa kamu berubah kasar seperti ini?" tanya Ririn terbata."Itu semua karena ulahmu!"Rinto semakin kesal melihat ulah istrinya. Sebenarnya dia dari tadi masih bisa menahan emosi. Kalau sekarang sudah tidak bisa. Batas kesabarannya sudah habis."Aku seperti ini karena suruhanmu 'kan? Kenapa sekarang aku yang disalahkan?!" gerutu Ririn. Dia tidak terima kalau dirinya sumber masalah dalam rumah tangganya."K
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 37: Ternyata Kamu Biang Keroknya'Untung saja ada telepon rumah di dalam kamar. Kalau tidak, aku sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa.'Ririn berjalan menuju nakas. Di sana ada telepon rumah. Di dalam pikirannya terbesit sebuah ide kotor untuk menggagalkan rencana suaminya. Dia tidak mau kalau Rinto menuduhnya yang tidak-tidak. Walaupun asal muasalnya suaminya yang menyuruh."Hallo ... Assalamualaikum,] ucap Ririn dengan mesranya setelah sambungan telepon terhubung.[Ya. Maaf dengan siapa?] jawab Rusly dengan sedikit sibuk. Kerjaan kantornya masih menumpuk untuk membuat laporan bahan meeting besok pagi ke luar kota.Meeting kali ini Rusly sempat lupa karena terlalu sibuk akhir-akhir ini dengan Ririn.[Masa kamu nggak bisa menebak siapa pemilik suara ini?]Ririn merasa kesal dan mengukir raut wajah cemberut. Dia menggigit ujung jari telunjuknya.[Maaf aku nggak bisa menebak. Pekerjaanku masih banyak.]Rusly sambil memeriksa lembar demi lembar p
"Ibu."Aku beranjak dari tempat duduk lalu menyalam punggung tangannya dengan takjim."Ibu kok lama sekali. Kalau boleh tahu, ada urusan apa?" tanyaku sambil menarik kursi lalu mempersilahkan ibu mertuaku duduk Rinto masih menunduk, dia tidak berani memandang wajah Bu Aisyah."Adalah ... Itu rahasia."Bu Aisyah menatap ke arah Rinto."Kamu Bambang 'kan?" tanya Bu Aisyah. Dia menyentuh bahunya.Rinto terkejut dan spontan mendongak."Sa-saya."Tidak tahu kenapa Rinto berkata seperti itu."Dia bukan Bambang, Bu. Namanya Rinto. Dia pernah bekerja di tempat Rusly bekerja.""Wait!"Bu Aisyah memotong perkataanku. Dia memenangkan duduk lalu menatap ke arah Rinto. Namun, Rinto tetap menunduk dan tidak berani menatap kedua bola mata Bu Aisyah."Kenapa, Bu?" tanyaku penasaran."Sepertinya aku pernah mendengar nama ini. Kalau nggak salah karyawan yang sempat dipecat dari perusahaan milik kamu 'kan, Nesya?!" tanya Bu Aisyah.Padahal, aku sudah menyembunyikan identitasku dari Rinto. Tidak tahu ke
Rinto tidak melanjutkan perkataannya. Tenggorokannya rasanya tercekat dan sangat sukar untuk bicara. Dia tidak mau kalau Bu Aisyah merah padam kepada dirinya."Kamu kalau bicara jangan separoh-separoh! Jangan buat aku mati penasaran!"Bu Aisyah mulai panik dan jiwa penasarannya semakin meronta. Dadanya terasa sesak karena di rundu penasaran."Ririn itu ternyata istrinya, Bu. Dia sakit hati dipecat dari tempat kerjanya. Terus dia menyuruh Ririn merusak rumah tanggaku dengan Rusly dengan cara mendekati mantan suamiku."Satu tamparan melayang ke pipinya, Rinto. Dia meringis kesakitan. Orang tua mana yang tidak sakit hati mendengar sebuah pengakuan yang sangat menjijikkan."Hentikan, Bu! Jangan pukul dia!"Bu Aisyah melirik ke arahku dengan tatapan tajam."Kenapa kamu membela dia! Pria ini biang kerok yang sudah merusak rumah tanggamu. Kenapa malah membalasnya?!" amuk Bu Aisyah."Bu-bukan begitu, Bu! Maksud aku tolong berhenti kalau sudah lelah menghajarnya."Mata Rinto membelalak. Dia me
Kain Basahan Basah di Kamar MandiPart 38: Kehadiran Rinto"Tumben ibu memanggil aku da Ririn kemari, Bu?" tanya Rusly.Rusly heran kenapa ibunya mengundang dia dan Ririn malam ini di sebuah resto terkenal di salah satu kota."Aku mau memberikan berita bagus kepada kalian berdua.""Berita apa? Bukannya ibu sudah membenciku dan Ririn?" selidik Rusly dengan sorot mata melirik ke arahku.Aku pura-pura mengotak-atik ponsel milikku. Biarkan saja Bu Aisyah menyelesaikan masalah yang diberikan Rusly."Tidak ada istilah seorang ibu dendam kepada anaknya. Walaupun si anak sudah berkhianat dan telah melukai hatinya."Bu Aisyah bicara dengan tenang, padahal di dalam hatinya, dia sangat kesal dan ingin mencabik-cabik wajahnya Ririn."Serius, Bu?!" tanya Rusly meyakinkan perkataan ibunya."Ya."Rusly merasa heran. Dia tidak menyangka ibunya baik kepada dirinya."Permisi ... Rendang sapi, Mie Aceh, Soto Medan, Nasi goreng kampung, jus terong Belanda, jus jeruk, jus sawi nenas, jus alpukat, kentang
Rusly dan Ririn semakin tidak mengerti apa maksud Bu Aisyah."Maksud ibu apa? Kalau gila jangan di sini gilanya! Aku tidak mau kalau orang lain melihat tingkah ibu yang aneh.""Hentikan ucapanmu! Kamu kira aku gila! Kamu jauh lebih gila!"Bu Aisyah merah padam. Wajahnya memerah akibat tersulut emosi mendengar perkataan anaknya.Tidak berapa lama, Rinto datang dan muncul di depan Rusly dan Ririn."Apa yang bisa saya bantu, Bu?!" tanya Rinto.Rinto terus berjalan pelan menghampiri Ririn, Rusly, Bu Aisyah dan aku.Sorot mata Ririn sangat tajam. Wajahnya kelihatan merah akibat terkejut dan panik melihat kedatangan suaminya."Silahkan duduk!" perintah Bu Aisyah kepada Rinto.Aku menarik kursi ke belakang lalu mempersilahkan Rinto duduk.Rinto menatap tajam ke arah Ririn. Dia juga sudah muak dan ingin membalas dendam kepada istrinya yang tidak tahu diri. Sebelumnya, Rinto pernah bercerita setelah aku dan Bu Aisyah mengajak kerja sama dengannya."Di-dia siapa, Bu?" tanya Ririn gugup.Aku tid
"Bu-bukan berbohong kok, aku."Ririn mencoba ngeles dan buang badan. Dia juga masih panik memikirkan jawaban apa yang harus dia katakan kepada Rusly, Rinto, Bu Aisyah dan aku."Kalau kamu bukan berbohong? Terus kenapa dia mengaku kalau pria ini suamimu!""Bisa saja dia sirik atau irih melihat kemesraan kita."Ririn masih terus meyakinkan Rusly. Padahal, tangan Rinto sudah mengepal ingin menampar wajah istrinya."Dasar perempuan murahan! Masih saja kamu bisa bersilat lidah di hadapanku. Padahal, aku ini suamimu dan masih sah lagi. Jangan kamu kira selama ini aku diam, seenak jidatmu melakukan apa yang kamu inginkan! Diam itu bukan karena kalah atau lemah. Aku hanya memastikan momen yang tepat untuk membuat kamu sengsara!""Mungkin selama ini kamu tertawa atas penderitaanku, Ririn. Sekarang gantian, aku yang bakalan pemenang dari semua yang kamu lakukan."Aku menumpahkan saus cabai dan saus tomat yang ada di piring kecil di atas meja tepat ke kepala Ririn."Kamu jahat, Nesya!" teriak Ri