Share

28

Author: Ramdani Abdul
last update Last Updated: 2021-12-22 21:42:27

Pagi di Ciboeh kembali dibuka dengan kabar penemuan potongan jari manusia di aula desa. Seorang warga yang merupakan petugas kebersihan di sana tampak tak sadarkan diri saat diangkat oleh beberapa orang. Warga sudah berkerumun tak jauh dari lokasi kejadian. Raut cemas mereka begitu tampak dari hari ke hari. Dari seberang jalan, mobil polisi terlihat di jalanan desa. Debu-debu berterbangan ke kanan-kiri tersapu angin.

Tiga orang aparat polisi mengembus napas panjang begitu turun dari mobil. Tak jauh berbeda dengan Pak Dede dan warga lain. Raut letih mereka tampak jelas saat harus menangani kasus yang tak jauh berbeda dari hari kemarin. 

Polisi langsung mengadakan penyelidikan. Saksi mata yang adalah Soleh, salah satu aparatur desa, langsung diinterogasi. Berdekatan keterangan saksi, petugas kebersihan itu sudah ditemukan tak sadarkan diri. Begitu melihat hal itu, Soleh langsung memukul kentongan hingga para warga berdatangan. 

“Saya harap ini yang

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Siti Yusuf
sebenarnya siapa kedua orang tua Ustaz Rojali yahh
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Kafan Hitam   29

    Realitanya, apa yang ditakutkan oleh sebagian besar warga Ciboeh tak terjadi. Syukur dipanjatkan, tak ada penemuan potongan tubuh manusia lagi selama tiga hari ini di desa. Warga yang beberapa hari ke belakang seringkali diselimuti ketakutan akhirnya bisa bernapas lega.Kehidupan warga mulai kembali normal. Para petani pergi ke sawah ditemani cangkul dan kerbau dengan perasaan tenang. Madrasah kembali dipenuhi tawa anak-anak laki-laki yang bermain kelereng, anak perempuan yang asyik bermain lompat tali, juga obrolan para guru di ruangan pengajar.Mobil dari kecamatan atau desa lain kembali terlihat keluar-masuk jalanan Ciboeh, membawa keperluan warga untuk diantar ke warung dan toko-toko. Pangkalan ojek ramai oleh beberapa pria yang tengah bermain kartu. Baik Cigeutih maupun Cimenyan mulai berbenah.Kabar mengenai penemuan potongan tubuh itu nyatanya tersebar lebih cepat dibanding barang-barang yang tengah diturunkan dari bak mobil di sebuah toko oleh dua orang

    Last Updated : 2021-12-22
  • Kafan Hitam   30

    Awan hitam enggan bergeser dari langit Ciboeh sejak pagi. Angin berembus melewati dedaunan dan juga ranting pohon, lalu dengan nakal bermain di kulit penduduk desa. Udara terasa lebih dingin dari biasa. Kebanyakan warga sudah kembali ke rumah sejak azan zuhur berkumandang.Hujan deras tiba-tiba mengguyur Ciboeh begitu mobil polisi memasuki jalanan desa. Warga yang masih berada di luar bergegas kembali ke rumah, meski harus menerobos hujan. Wajah ceria mereka selama beberapa hari seketika tergilas oleh beragam tanya.Di aula desa, Pak Dede, aparatur desa serta beberapa tokoh masyarakat sudah duduk melingkar untuk mendengar kabar dari pihak kepolisian mengenai hasil penyelidikan.Dua orang polisi turun dari mobil, sedikit berlari dengan tangan di atas kepala untuk melindungi serbuan hujan. Begitu masuk ke aula desa, mereka disambut dengan aksi kompak hadirin yang tiba-tiba berdiri.“Bagaimana hasil autopsi dan penyidikannya, Pak?” tanya Pak Dede

    Last Updated : 2021-12-22
  • Kafan Hitam   31

    “Sosok itu mengatakan kalau desa ini dalam keadaan bahaya.”Ucapan Rojali seketika menambah ketegangan dan keheningan di wajah warga yang hadir di aula. Di sisi lain, hujan kian deras mengguyur Ciboeh. Petir menggelegar merobek lamunan. Di luar aula, tepatnya di samping aula, sebuah batang pisang jatuh ke tanah.Tak ada tanya atau sanggahan pada ucapan Rojali yang hampir satu menit yang lalu terucap. Kebanyakan hadirin menunduk, termasuk Pak Dede sekalipun. Udara dingin merambat masuk dari celah pintu yang setengah terbuka.Pak Dede tampak gemetar dari tempatnya duduk. Rokok yang sudah ada di genggaman jari jatuh ke lantai. Tak ada niatan untuk sekadar mengambil, baik yang baru atau yang sudah dicumbu kuman. Beberap akali ia menoleh pada warga lain. Mereka sepertinya kompak untuk tutup mulut.“Ya Allah,” teriak Pak Iwan memecah keheningan. Punggungnya tiba-tiba lemas hingga akhirnya tak sadarkan diri. Beberapa orang langsung

    Last Updated : 2021-12-22
  • Kafan Hitam   32

    Seminggu berlalu setelah kepergian Ilham dari desa, dan ini adalah hari terakhir kesepakatan mereka. Rojali berada di kebun untuk mengecek hasil panen yang akan dikirim ke pesantren di kabupaten. Di sana, hasil kebun akan dipasarkan ke beberapa pasar tradisional. Pekerjaan mandor ini sudah ia lakoni semenjak kedatangannya ke Ciboeh dua tahun lalu.Perkebunan sayur ini memang sejatinya milik pesantren, hanya saja pesantren memperkerjakan warga desa sebagai pegawai. Dahulu, mandor perkebunan adalah penduduk Ciboeh asli. Hanya saja untuk sekarang, pesantren memilih menunjuk santrinya sebagai pengawas pekerjaan.Kedatangan Rojali ke desa ini tak lepas dari perintah Kiai pemilik pesantren yang menugaskannya menjadi mandor perkebunan sekaligus sebagai dai di Ciboeh. Awalnya, memang tak mudah bagi Rojali, terlebih sambutan warga pada pendatang bisa dibilang tak ramah. Namun, berkat kegigihan, sumbangsihnya pada desa, juga pertolongan dari Sang Mahakuasa, perlahan hati warga m

    Last Updated : 2021-12-22
  • Kafan Hitam   33

    Rojali masih menatap persawahan melalui kaca spion. Jendela mobil dibiarkan sedikit terbuka, memudahkan angin untuk masuk. Terdengar suara kodok bersahutan, juga serangga malam yang entah berada di petak sawah yang mana.“Pasti berat ya, Kang,” ucap Deni, santri yang mengemudikan mobil. Pandangannya melirik Rojali sekilas, lalu kembali ke arah depan.Rojali menoleh.“Pasti berat karena Kang Rojali harus tinggal di Ciboeh, tinggal di desa yang angker, desa yang dikutuk,” lanjut Deni, “saya saja merinding saat membayangkannya, apalagi kalau saya disuruh tinggal di sana. Saya pasti—”“Tidak ada yang namanya desa terkutuk, Den,” sela Rojali, melirik santri yang usianya lebih muda empat tahun darinya, lantas memercik senyum. Matanya yang sipit berubah menjadi garis lurus untuk sesaat“Punteun, Kang.” Deni menunduk, tak enak hati.“Bagaimanapun juga, Kiai sudah menuga

    Last Updated : 2021-12-25
  • Kafan Hitam   34

    “Den.” Rojali menampar pipi Deni hingga beberapa kali. Namun, pemuda itu nyatanya tak bergerak sedikit pun. Wajah santri itu tampak pucat. Rojali lalu mengangkat Denia dan mendudukkannya di kursi samping.Merasa ada yang tak beres, Rojali kembali tancap gas. Mobil sekali lagi membelah gelapnya kebun jati. Sekelibat bayangan yang bergerak cepat tak sengaja tertangkap matanya melalui kaca spion samping.Rojali terus berusaha membangunkan Deni. Akan tetapi, pemuda itu masih belum sadarkan diri. Rasanya tidak mungkin jika Deni sengaja tertidur.Mobil akhirnya berhasil melewati kebun jati. Dari jarak saat ini, tampak menara masjid pesantren sudah mulai terlihat. Secarik senyum mengembang dari bibir Rojali. Pria itu lantas melirik kaca spion. Para penguntit itu nyatanya memilih menyerah.Rojali menyipitkan mata begitu gempuran cahaya dari depan menyilaukan penglihatannya. Ia memelankan laju mobil untuk memastikan apa yang terjadi di depan sana.

    Last Updated : 2021-12-25
  • Kafan Hitam   35

    Di tengah heningnya Ciboeh, Reza justru memilih keluar rumah. Pemuda itu hanya ditemani sebatang rokok yang terselip di sela-sela jari, berjalan melewati rumah-rumah panggung yang memiliki pekarangan luas. Waktu masih menunjukkan pukul sembilan malam, tetapi suasana desa seperti dini hari.Reza mengembus napas panjang, menyedot rokoknya kuat-kuat. Meski udara dingin, tubuhnya justru hanya dibiarkan berbalut kaus dan celana jin kumal, tanpa jaket.“Ieu desa sudah jiga (seperti) kuburan,” ucap Reza sembari memandangi sekeliling. Langkahnya berbelok ke halaman rumah Rojali. Kediaman ini tak jauh berbeda dengan rumah penduduk lainnya, berupa bangunan panggung dengan halaman cukup luas.Reza terpaku sesaat. Gemerisik angin merangkak di tengkuknya. Pemuda berambut gondrong itu menggaruk leher belakang yang terasa dingin. Kaki kanannya yang akan melangkah tiba-tiba ditarik kembali saat merasa seseorang tengah mengawasinya. Namun, ketika me

    Last Updated : 2021-12-25
  • Kafan Hitam   36

    “Menurut keterangan dari sosok yang mengaku sebagai anak Mbah Atim, mereka ingin mendapatkan kujang sakti dengan memanfaatkan buku itu sebagai petunjuk. Sejujurnya, saya kesulitan untuk menerjemahkan isinya. Saya baru bisa menerjemahkan asal muasal kujang itu.”Ustaz Ahmad menimpali, “Jadi—”Ucapan Ustaz Ahmad dihentikan oleh gerakan tangan Kiai.“Saya pikir akan lebih aman kalau buku ini berada di pesantren, terlebih ada Lukman yang mengerti dan paham dengan aksara Sunda,” lanjut Rojali, “dengan tau isi dari buku itu, kita bisa bertindak lebih cepat dibanding mereka.”Ustaz Ahmad melirik Kiai yang tersenyum meski ia tahu bila ayahnya itu tengah berpikir.“Apa yang akan kamu lakukan setelah ini, Jali?” Kiai bangkit, memakai serbannya lagi. Meski sudah berumur, tetapi Kiai memiliki fisik yang kuat. Jarang sekali sakit-sakitan.Rojali masih duduk di tempat yang sama. “Saya

    Last Updated : 2021-12-25

Latest chapter

  • Kafan Hitam   09 - Kafan Hitam (Ending)

    “Ini satu-satunya cara, Kang. Kita tidak punya pilihan lain.”Mbah Jaja akhirnya setuju setelah agak lama berpikir. “Aing bakal pasang pagar gaib lebih dulu.”Sebuah kubah segera melingkupi seluruh gubuk. Di pandangan orang biasa, bangunan itu akan tampak seperti halaman kosong.Mbah Atim dan Mbah Jaja dengan cepat duduk bersila di depan dan belakang orang gila itu. Mulut mereka mulai berkomat-kamit membaca mantra. Butuh kekuatan dan konsentrasi tinggi untuk bisa menggunakan ajian pengubah raga.Tubuh orang gila itu secara tiba-tiba bergetar beberapa kali. Mulutnya terbuka dengan kondisi bola mata memelotot seperti hendak meloncat. Raganya kemudian berguling-guling di lantai, dan tidak lama setelahnya, fisik pria edan itu persis menyerupai Mbah Atim.“Semoga saja si Jalu tidak sadar,” ujar Mbah Atim yang berdiri dengan wajah pucat. Keringat mulai membanjiri keningnya. Tenaganya benar-benar terkuras habis

  • Kafan Hitam   09 - Kafan Hitam (Part 1)

    1990Sehari sebelum kejadian penemuan jenazah tanpa kepalaCiboeh sangat panas siang ini. Debu-debu berterbangan ketika kaki melangkah dan roda kendaraan menggerus jalan. Beberapa warga tampak menyiram air ke halaman untuk mengusir panas. Meski begitu, tawa anak-anak terdengar bersahutan ketika mereka tengah mengerumuni seorang pria berpakaian kumal.“Nugelo (orang gila)! Nugelo!” Anak-anak kompak meneriaki seorang pria yang tengah berjongkok di tengah mereka.Orang gila itu melirik ke kanan dan ke kiri. Sesekali tangannya menepis ranting yang disodorkan anak-anak padanya. Bibirnya bergerak seperti menggumamkan sesuatu.Seorang anak laki-laki tiba-tiba saja melempar ranting ke sembarang arah ketika melihat Rojali dan Reza tengah berjalan ke arah mereka.“Ada Ustaz Rojali,” ujar Uden, “ayo kabur sebelum kita dihukum.”“H

  • Kafan Hitam   166

    Dua hari setelah kepergian Kiai, Rojali berkunjung ke Ciboeh bersama Lukman dan Ustaz Ahmad. Pemuda itu sudah mendengar kondisi desa dari keduanya yang porak poranda akibat ritual. Akan tetapi, ia berhasil dibuat terkejut ketika melihat keadaan Ciboeh secara langsung.Saat melewati gerbang desa, ia melihat gapura hancur sebagian. Lebih dekat ke arah utara, banyak rumah roboh dan hancur seperti baru diterjang badai. Kondisi lebih mengerikan tersaji ketika mobil melewati Kampung Cimenyan. Beberapa rumah tampak rata dengan tanah. Tak heran jika berita yang ditayangkan di televisi dan radio menunjukkan bahwa desa ini diserang bencana alam.Mobil menepi di depan reruntuhan kediaman Rojali. Pemuda bermata sipit itu turun bersama Ustaz Ahmad dan Lukman. Ketiganya menatap tanah kosong di mana beberapa puing bangunan masih berada di sana.“Kang Rojali,” ujar Euis yang muncul dari arah samping rumah, “apa itu benar Kang Rojali?” Rojal

  • Kafan Hitam   165

    Ustaz Ahmad benar-benar merasa gelisah sepanjang waktu. Pikirannya tertuju pada kondisi sang bapak yang masih berada di rumah sakit. Ia hanya duduk memandang perapian di depan, sama sekali belum menyentuh air atau makanan.“Ustaz,” panggil Lukman yang duduk di sampingnya, “sebaiknya Ustaz mengisi tenaga lebih dahulu. Setelahnya, Ustaz bisa berisitirahat.”Ustaz Ahmad mengembus napas panjang, mengangguk pelan. Ia menghabiskan makanan dengan cepat, lalu berbaring di bangku panjang yang berada tak jauh dari tempat dirinya dan Lukman duduk.Sepinya keadaan Cimayit, berbanding terbalik dengan situasi yang ada di pesantren. Tangis kesedihan begitu mendominasi para santri dan tamu yang hadir. Meninggalnya Kiai Rohmat dengan cepat tersebar. Sayang, di saat seperti ini, sang putra justru berada jauh dan belum tahu mengenai kondisi sang bapak.Para pelayat tengah mengerumuni jenazah Kiai Rohmat. Bacaan surat Yasin saling bersahutan dari mulu

  • Kafan Hitam   164

    Rojali, Ustaz Ahmad, Ilham dan Lukman tiba di Lancah Darah saat siang menjelang. Mobil menepi di tempat terakhir kali mereka memarkirkan kendaraan.“Sebaiknya kita berangkat sekarang,” ujar Ilham dengan pandangan menelisik sekeliling, “jika tidak bergegas, mungkin saja kita akan tiba malam hari.”Setelah memastikan kendaraan aman, keempat pria itu memulai perjalanan memasuki hutan Lancah Darah. Pemandangan indah yang ditawarkan kawasan ini tidak akan berlangsung lama ketika matahari tenggelam.Seperti apa yang dikatakan orang-orang, Lancah Darah menjadi tempat yang “haram” untuk dikunjungi orang. Tak hanya kisah mistis yang melekat, tetapi tentang sekelompok orang yang susah disentuh, termasuk aparat sekalipun.Rombongan beristirahat di pinggiran sungai untuk melaksanakan salat, juga untuk menyantap bekal. Mereka sudah mencapai setengah perlajanan saat langit mulai bersolek lembayung. Kumpulan burung-burung terban

  • Kafan Hitam   08 - Kafan Hitam (Part 8)

    Ciboeh, 1989Selesai salat subuh berjemaah, para tetua desa yang dipimpin Pak Dede memasuki kantor desa. Mereka duduk melingkar beralas tikar tanpa camilan atau air segelas pun. Dilihat dari wajah dan gestur mereka, tampak ada hal penting yang harus segera mereka diskusikan.Hujan mendadak mengguyur deras. Angin tampak menerobos di sela-sela lubang pintu dan jendela, membawa udara dingin. “Jangan sampai ada yang masuk ke kantor, Man,” ucap Pak Dede pada Eman yang berjaga di pintu.“Siap, Pak Kades.” Eman mengacungkan jempol.Ruangan hanya diterangi lampu kecil sehingga cahaya hanya menyinari tengah ruangan, sedang gelap memeluk keadaaan sekelililing. “Kalian sudah memastikan kalau Rojali tidak ada di desa?” tanya Pak Dede sembari mengamati satu per satu orang yang hadir.“Sudah, Pak Dede,” jawab Pak Yayat, “Ustaz Rojali mengabari kalau selama dua hari

  • Kafan Hitam   08 - Kafan Hitam (Part 8)

    Bulan purnama tampak menggantung di cakrawala, memamerkan bulatan sempurna bercahaya keperakan. Di sisi sungai, Mbah Atim dan Mbah Jaja tampak berdiri menunggu kedatangan Ujang. Sudah lewat beberapa menit dari waktu perjanjian.“Awas saja kalau si Ujang mengkhianati kita, Juned,” ucap Mbah Jaja penuh amarah, “aing tidak segan bunuh istri, mertua dan anaknya sekaligus.”“Kita tunggu sebentar lagi, Kang,” sahut Mbah Atim menenangkan. Pandangannya tertuju pada seberang sungai, di mana pekatnya hutan hanya bisa menampilkan kegelapan. Ia mulai tak enak berdiri, pasalnya Mbah Jaja bisa saja nekat, dan saat itu terjadi ia tidak bisa melakukan banyak hal.“Sampai kapan kita harus menunggu si Ujang, Juned?” tanya Mbah Jaja sembari mengeluarkan pisau kecil, memandanginya dengan lekat-lekat. “Bisa saja dia berubah pikiran dan mengkhianati perjanjian kita.”“Saya yakin Ujang pasti datang ke si

  • Kafan Hitam   08 - Kafan Hitam (Part 6)

    Hujan deras yang mengguyur Ciboeh beberapa hari terakhir mengakibatkan bencana longsor. Peristiwa itu terjadi bakda subuh saat para warga sudah mulai bersiap menyambut hari. Lokasi terjadinya bencana berada di perbatasan Cigeutih dan Cimenyan. Hal itu menyebabkan beberapa rumah di dua kampung rusak karena tertimbun. Untungnya tidak ada korban jiwa.Para korban yang berhasil selamat diungsikan di rumah-rumah saudara. Warga saling bergotong royong membantu membersihkan tanah yang menghalangi jalan dan menutup akses jembatan yang menghubungkan kedua kampung.Setelah jembatan dapat kembali dibuka, Rojali berinisiatif meminta bantuan pada pesantren. Syukur dipanjatkan, Kiai mengirim bantuan dengan menerjunkan lima puluh santri ke Ciboeh. Dalam waktu sehari, lokasi sekitar bencana kembali normal meski rumah tampak ambruk.Hari berikutnya, warga masih berjibaku dengan sisa tanah longsor yang masih tertimbun di beberapa bagian sudut desa. Tanpa disangka-sangka, se

  • Kafan Hitam   08 - Kafan Hitam (Part 5)

    Sebuah motor tampak melaju dengan kecepatan sedang di jalanan Kampung Cigeutih. Gerimis tak lama kemudian berubah menjadi hujan lebat. Reza yang berada di atas kendaraan mencibir dengan penuh sumpah serapah. Ia mempercepat laju motor hingga kendaraan bergetar beberapa kali karena menorobos jalan berbatu dan berlubang.Reza berdecak, melempar rokok sembarang. Saat menoleh pada pos ronda, ia sama sekali tidak melihat teman-temannya berkumpul. Dengan terpaksa pemuda itu harus pulang ke rumah, padahal siang tadi ia bersitegang dengan bapaknya. Malas sebenarnya, tetapi ia tidak punya pilihan lain.“Ah, any*ng!” maki Reza dengan badan yang sudah mulai kedinginan. Seluruh pakaiannya basah kuyup, bahkan sampai ke dalam-dalam. Karena emosi, ia sampai melewatkan kediamannya sendiri.“Tol*l!” maki Reza setelah tahu kalau dirinya melewatkan rumahnya sendiri. Ia mendadak abai dengan keadaan di depan hingga tak bisa menghindari sebuah lubang. Alhasil,

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status