jangan lupa vote dan komen ya Serta support terus Terima kasih
“Terkadang, banyak ujian yang mencoba mengganggu pikiranmu agar pandanganmu beralih dari tujuan utamamu di tempat itu. ” “Dan itu adalah hal yang paling dibenci oleh makhluk yang akan kamu temui saat ini, apabila hatimu goyah dan tidak menyelesaikan ritual yang akan kamu jalani.” Itu adalah kata-kata dari Ibu Onah kepada Asep, sesaat sebelum dia naik mobil mini bus ke arah Gunung Sepuh pada saat itu. Dan sekarang, ketika matahari masih mencoba menahan sinarnya yang semakin lama semakin redup di tengah-tengah kebun teh yang luas itu. Dia sudah merasakan hal tersebut. Jujur, hatinya sedikit berdetak dengan kencang. Karena dia yakin, ada sesosok nenek-nenek yang sedang berdiri sambil membawa kayu bakar di jalanan yang dia lewati ini. Dan ketika dia mendengarnya berbicara, nenek tersebut menghilang tanpa jejak. Asep hanya menggelengkan kepala, dia hanya ingat petuah-petuah dari Bu Onah dan catatan kecil yang berisi info dan tata cara yang harus dia lakukan di dalam gunung sekarang. “M
Tempat ritual yang berada di dalam Gunung Sepuh itu bermacam-macam. Ada yang berbentuk gua, pohon besar, aliran sungai, kolam kecil. Juga batu besar seperti ada yang ada di depan Asep sekarang. Semua tempat tersebut mempunyai penunggu yang berbeda. Juga dengan tujuan yang berbeda pula. Gunung Sepuh sudah mempunyai suatu sistem yang membuat para manusia bisa datang ke tempat tersebut tanpa harus susah payah membelah hutan dan mencari tempat-tempat tersebut di dalam kegelapan. Apabila kita tahu caranya, akan ada sesosok makhluk yang dengan sendirinya membukakan jalan kepada tempat-tempat ritual tersebut agar para manusia tidak tersesat di dalamnya. Hanya dengan imbalan satu atau dua batang rokok yang diberikan kepada makhluk tersebut. Dia dengan sukarela akan membukakan jalannya bagi kita semua agar bisa melanjutkan perjalanan ke tempat ritual, dimana tempat tersebut adalah menjadi awal mula perjanjian dengan para makhluk Gunung Sepuh tercipta. Waktu semakin larut, Asep tertunduk di
Semua makhluk yang melakukan ritual dengan para manusia, biasanya sering meminta sesuatu agar apa yang makhluk itu inginkan, kemudian hal itu akan ditukar dengan apa yang manusia itu harapkan dari perjanjian itu. Permintaan tersebut tidaklah mudah, karena para makhluk biasanya ingin sesuatu yang sangat sulit dikabulkan oleh manusia tersebut ketika perjanjian itu berlangsung. Banyak sekali permintaan dari mereka yang membuat manusia hidup dalam lingkaran kehidupan yang sangat gelap. Uang, kekayaan, jabatan ataupun keilmuan pemberian dari para makhluk itu tidak serta merta membuat para manusia tenang seumur hidupnya. Hidupnya akan lebih tersiksa, di mana ketika ada salah satu syarat yang harus dipenuhi semakin lama semakin tidak masuk akal dan sulit, bersamaan dengan keinginannya yang terkabul secara instan. Dan hal itu pasti menguras emosi dan perasaan para manusia itu, untuk bisa memilih apakah dia tetap berpegang teguh dengan perjanjian yang berlangsung, atau malah hatinya akan dil
Apakah suatu perjanjian yang melibatkan makhluk Gunung Sepuh bisa saja gagal, ketika permintaan makhluk tersebut tidak terpenuhi oleh manusia yang akan melakukan perjanjian dengannya. Jawabanya adalah bisa. Namun, para makhluk itu tidak akan melepaskan manusia tersebut dengan mudahnya. Dia akan terus-menerus di terror hingga akhirnya dia mau tidak mau menyanggupi permintaan dari makhluk itu hingga perjanjiannya tercipta. Makhluk yang tinggal di dalam Gunung Sepuh penuh akan tipu daya, dia akan terus berusaha agar sesuatu yang bisa menghasut para manusia tersebut akan berjalan dengan sempurna. Dan itu yang kini dilakukan oleh makhluk yang diam di batu nangtung. Sebuah batu yang sangat diagungkan dan dikeramatkan pada masa itu untuk seseorang yang ingin sekali mempunyai kekayaan dengan sangat instan. Tanpa ada gangguan dariku pun, Asep sebenarnya ingin membatalkan ritual yang sudah dia jalani. Karena dalam dirinya, dia tidak tega melihat anak bungsunya yang akan menjadi lauk pauk unt
Aku mendadak terdiam, tepat beberapa langkah dari Asep pada malam itu. Sebuah aura yang mencekam terasa olehku, bukan hanya hawa dingin pegunungan yang menusuk kulit. Tapi juga, ada hawa lain yang membuat kulitku seperti tertusuk jarum kecil ketika aku melihat sesuatu di depanku. Makhluk itu tiba-tiba menampakan dirinya, tepat ketika Asep mendekati jiwa anaknya yang muncul di jalanan setapak itu. Mungkin tubuh anaknya kini terbujur kaku di sana, karena jiwanya sudah ada di dalam genggaman makhluk tersebut. Sesosok makhluk yang sering kali menyebut dirinya Dewi Neng Tiyas. Makhluk yang menjadi penghuni dari batu nangtung, dengan memunculkan jiwa anaknya. Dia berhasil memancing Asep dan memegang tangannya dengan sangat erat. Sehingga Asep terjebak dan tidak bisa melepaskan diri dari genggamanya. Wuss, wuss, “LEPASKEUN AING (AKU) GOB*OG !!! ” Asep yang marah hanya bisa melayangkan tinjunya ke arah makhluk tersebut, namun tangannya ternyata menembus tubuh dari makhluk itu. Dan dia tid
Aku sungguh kaget, secara tidak sengaja aku bisa memukul makhluk itu dengan kedua tanganku. Padahal, aku lihat sendiri. Asep, orang yang ada di depanku ini tidak bisa memukulnya dengan kedua tangannya. “Apakah ini adalah hasil dari apa yang Bapak lakukan selama ini kepadaku?” Kataku sambil melihat kedua tanganku pada malam itu. Makhluk itu terpental, menembus beberapa pohon hutan yang besar dan tinggi di ujung sana, lalu menghilang dalam kegelapan malam Gunung Sepuh pada malam itu. Pada saat yang sama, aku melihat Asep tiba-tiba terjatuh, bersamaan dengan kesadarannya yang kembali pulih pada saat itu juga. Hah hah hah Jantungnya berdetak dengan sangat cepat, dia terduduk sambil memegang dadanya dengan salah satu tangannya. Asep seakan tidak percaya atas apa yang menimpanya, karena dia merasakan sendiri ketika jiwanya akan terlepas dari dalam tubuhnya dan hal itu membuat tubuhnya hampir kehilangan kesadaran. Asep yang tiba-tiba terduduk melihat anaknya yang masih menangis dengan t
KEH KEH KEH KEH Sratt Angin besar tiba-tiba berhembus kembali, bersamaan dengan bekas cakaran dari gigi tajamnya yang kini berbekas di pepohonan yang berada di sekitarku. Aku sudah menyuruh Asep untuk menunduk, dan tidak melakukan apa pun yang bisa melukai badannya sendiri. Asep juga sadar akan hal itu. Karena tubuhnya hanya bisa dipakai untuk berkelahi dengan manusia, dan tidak pernah dalam hidupnya berhadapan dengan makhluk yang seperti ini. “Ayolah, ayolah, ayolah!” Aku terus-menerus berusaha memegang anak tersebut, dan tak lama ketika angin besar yang datang untuk kedua kalinya. Tanganku tiba-tiba bercahaya kembali, cahaya berwarna biru muda yang muncul dengan sendirinya. Benar saja, setelah cahaya itu muncul. aku bisa memegang anak itu, seperti layaknya aku memegang tangan anak kecil dengan kulitnya yang masih terlihat halus. “Kang, hey Kang!” Aku sedikit berteriak, tepat ketika aku berhasil memegang anak tersebut untuk aku bawa ke depan Bapak. “Ayo kita cepet pergi dari t
Makhluk itu tiba-tiba berhenti, bersamaan dengan hilangnya aura hitam yang keluar dari dalam tubuhnya. Wajahnya yang tadinya mendekatiku ketika aku terjatuh tiba-tiba menoleh ke arah pepohonan hutan yang sangat gelap di sekitarnya. Wajahnya tiba-tiba berubah, menjadi wajah yang ketakutan. Jari-jari tangannya yang awalnya akan mencekikku kini dia dekatkan ke dada, mencoba menghentikan tindakan yang akan dia lakukan kepadaku pada saat itu juga. Situasi yang sangat aneh dan membingungkan, aku berharap itu adalah bapak. Yang datang di saat-saat yang tepat seperti halnya pahlawan-pahlawan yang sering kali aku baca di buku komik kepunyaan Caca. Namun, “JANGAN KAMU APA-APAKAN ANAK ITU, KARENA ANAK ITU ADALAH SESUATU YANG BERHARGA BAGI KU. ” Sebuah suara yang sangat berat terdengar, dan itu bukan suara bapak. suaranya muncul dibarengi dengan angin kencang ke arah makhluk itu. Bahkan makhluk itu langsung mundur dan menghilang. Meninggalkan aku, Asep dan jiwa anak bungsunya yang masih berdi
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men