Yoga yang kini masih duduk sendirian dengan berbagai laporan yang harus dia tulis di malam itu, dia sama sekali tidak mempedulikan teman-temannya yang belum pulang sekarang. Dia hanya memikirkannya sekali dan kembali fokus kepada catatan-catatan yang berserakan di depannya. Yoga memang anak yang pintar, dia masuk Fikom memakai jalur prestasi dan beasiswa atas apa yang dia capai sewaktu SMA. Apalagi pada saat itu pula dia aktif di radio sekolah, dan juga sempat menjadi ketua OSIS di SMA nya, sebuah SMA terkenal di Kota Bandung yang sudah terkenal mencetak siswa-siswa terbaik seperti Yoga. Sehingga wajar, dia yang seolah-olah menjadi pemimpin dan ketua dari kelompok KKN yang mereka lakukan di Kampung Parigi ini, dengan keahliannya dia bisa berkomunikasi dan mengarahkan semua program kerjanya kepada Pak Kades dan para warga, bahkan dengan para anggota kelompok KKN sehingga program kerja yang mereka jalankan bisa berjalan lancar seperti sekarang. Apalagi, program kerja irigasi kampung a
Keh keh kehKeh keh kehKEH KEH KEHSuara dari seorang nenek-nenek yang tampaknya sedang melewati pintu rumah yang sedang Yoga tempati memang terdengar pelan.HaaaaaahhhhhHaaaaaahhhhhYoga terdiam dengan nafas yang berat, namun karena waktu yang tepat berada di sepertiga malam, membuat telinganya sangat sensitif terhadap suara-suara sekecil apapun. Sehingga, dia yang kini sedang berada di dalam kamar para perempuan pun mendengar suara yang ada di dekat pintu rumahnya.DegDegDeg, deg, deg,Jantung Yoga tiba-tiba berdetak dengan sangat kencang, dia hanya terdiam tanpa bisa melakukan gerakan apapun di dalam kamar. Lampu minyak yang terang dan menjadi penerangan satu-satunya di rumah itu, saat ini dia bawa ke dalam kamar. Sehingga dia tidak tahu kondisi di ruangan tengah karena kondisinya pasti sangat gelap.Wajahnya yang awalnya santai menanggapi hal-hal yang seperti ini kini perlahan mulai panik, tubuhnya bergetar dengan sangat hebat, bahkan beberapa kali dia hampir menjatuhkan lampu
“Yogaaa, kamu dimana Yogaaaa?” Epul dan Omes tampak berteriak memanggil namanya, Yoga yang masih belum bisa bergerak hanya bisa berdiri tanpa bisa menjawab teriakan mereka berdua yang kini berada di dalam kamar. “Pull, sini, si Yoga ada disini!” Omes yang mencari Yoga tiba-tiba membuka tirai, dan melihat Yoga yang berdiri dengan tubuh yang bergetar dengan sangat hebat. Seluruh badannya basah karena keringat dingin yang muncul karena ketakutannya. Omes pun langsung memanggil Epul yang sedang mencari Yoga di dapur dan kamar mandi, dan tak lama dia pun kembali berlari ke arah kamar untuk menghampiri Yoga yang terlihat sangat shock. Blug Seperti tidak ada lagi tenaga yang tersisa, Yoga akhirnya ambruk. Tepat di sebelah kasur yang ada di kamar tersebut, hatinya sedikit agak lega karena Omes dan Epul tiba-tiba datang dan membuat nenek-nenek itu menghilang. “Cai, cai, bawa cai sagelas Pul! (Air, air, bawa segelas air Pul!)” “Bere uyah saeutik keun bae rada asin oge! (Kasih garam sedik
Kejadian pada malam itu, kini membuat Yoga dan Tama lebih memilih untuk berdiam diri di dalam rumah yang mereka tempati selama KKN. Tama yang terbangun di pagi hari langsung berteriak dan mengatakan kepada Esih bahwa aku adalah orang yang berbahaya dan tidak boleh Esih dekati lagi, karena dia melihat dengan jelas bahwa aku bertemu dengan sesosok macan putih yang sangat besar di depan warung. Dia juga berkata bahwa mungkin saja karena aku bersekongkol dengan para makhluk untuk menakut-nakuti Tama sampai pingsan ketakutan di malam tersebut, Tama juga sebelum pingsan sempat bertemu sosok lain yang berdiri tegap di tengah-tengah jalan dan menghalanginya untuk berlari kembali ke rumah Mang Yayat untuk bersembunyi di malam itu. Namun, Mas Parto dan Parman yang mendengar saat itu langsung menyanggah atas apa yang dikatakan Tama. Bahkan dia dengan nada yang sedikit marah dengan meninggikan nada bicaranya karena tidak terima apabila Tama menganggap aku adalah penyebab dari dirinya yang tak s
“Terima kasih ya Teh Citra, Teh Yuyun sama Teh Esih, kalian sangat baik ngajarin kita banyak hal.” Kata salah seorang anak wanita yang ikut pelajaran mereka.Esih, Citra dan Yuyun pun tersipu malu di dalam rumah. Dia tidak menyangka, anak-anak disini mempunyai adab yang baik, mereka mengikuti pelajaran dengan serius dan rasa keingintahuan yang sangat besar akan dunia luar.Yuyun dan Citra seringkali menceritakan tentang keadaan di kota, tentang orang tua mereka yang sudah sukses dan berharap agar mereka juga bisa mengejar cita-cita itu agar bisa sukses dan menjadi kebanggaan terutama bagi warga di kampung ini.Bahkan Esih pun dijadikan contoh kesuksesan, seorang anak yang hidup di kampung seperti mereka dan kini sudah menjadi mahasiswa dengan nilai yang sangat baik. Para mahasiswa KKN tersebut mengajar sembari memberikan motivasi kepada anak-anak yang ada disana, untuk bisa menggapai cita-cita mereka setinggi langit.Yuyun pun berjanji, setelah dia pulang, dia akan meminta kepada oran
Aku yang mendengar hal tersebut dari Mang Yayat langsung menggelengkan kepala, siapa yang berani berbuat seperti itu di Gunung Sepuh.Aku hanya tahu tentang Yuyun, Citra, Esih dan Tama. Sedangkan sisanya aku hanya tahu sekilas, ketika aku sedang bertemu mereka yang sedang berjalan ke mata air bersama Asep pada waktu itu.Entah apa yang dipikirkan ketika mereka melakukan hal tersebut, sesuatu yang bahkan para warga kampung sendiri tidak akan berani untuk melakukannya. Karena selama mereka tidak mengganggu warga kampung atau ada manusia yang terjebak oleh mereka, para warga kampung akan diam dan menganggap hal itu tidak ada dalam kehidupan mereka.“Mang, sebagian dari mahasiswa KKN ada di kampung ini. Sepertinya bukan mereka deh pelakunya, toh aku tahu sendiri mereka gak akan seberani itu untuk berbuat seperti itu di dalam gunung.” Kataku.Mang Yayat pun mengangguk, dia seperti mengerti atas apa yang aku katakan.“Iya, iya tahu Mat, gak mungkin yang berempat itu pelakunya. Wong si Tama
Jrengggg, jrenggg, jrenggg....“Eh, eh, eh salah Um, harusnya pake E minor bukan kunci A,” Kata Ui kepada Uum yang kini sedang memainkan gitar di pos ronda yang berada di Kampung Parigi pada malam itu.“Ah kamu mah, udah tahu aku teh gak bisa maen gitar, malah maen gitar sambil nyanyi-nyanyi, biasanya juga si Omoh yang main gitar mah,” Kata Uum yang sedikit kesal sambil menyimpan kembali gitar yang baru dia mainkan itu ke dinding yang ada di belakangnya.“Yeee, ya si Omoh itu lagi sakit, dia terkilir waktu ngangkat generator ke deket irigasi, badan kecil gitu sok-sokan ngangkat barang yang berat, pengen di anggap kepake sama Pak Kades ya gitu. ”Tidak seperti Kampung Sepuh yang ketika malam sangat sepi dan sunyi. Di Kampung Parigi, sistem untuk ronda malam berlangsung sangat baik. Para pemuda mendapatkan jatah untuk meronda malam dan berkeliling untuk menjaga kampung dari hal-hal yang tidak di inginkan.Mereka biasanya berkeliling setiap dua jam sekali dan pos ronda yang sedang mereka
“UUMMMMM!”“TONG NYINGSIEUNAN URANG! ”Ui berteriak dengan keras, sambil kedua tangannya yang memegang tiang pos, dia sangat ketakutan karena Uum mendadak jatuh dan terbaring dengan kopi panas yang tumbah sehingga membasahi baju dan sarung yang dia kenakan.Ui memang terkenal penakut, sehingga terkadang Uum yang menjadi partner jaga di malam ini seringkali menakut-nakuti Ui ketika berkeliling atau sedang berdiam diri di pos sambil menunggu giliran seperti malam ini.Namun, baru kali ini dia begitu total sampai dia tidak merasakan air kopi panas yang tumpah ke atas baju dan sarungnya. Apalagi nada bicaranya kini berubah menjadi sangat berat, dengan kedua matanya yang melotot ke arah Ui dengan posisi yang tertidur, membuat dirinya ketakutan dan mundur hingga ke sudut pos karena melihat tingkah temannya yang mendadak aneh pada saat itu.“DA URANG MAH LAIN JELEMA IEU, URANG NGAN NGINJEM AWAK JELEMA IEU MEH BISA NGOBROL JEUNG MANEH. ”Uum yang mendengar teriakan dari Ui tiba-tiba terbangun