Akhirnya si Bagja ketemu dengan Amat Apakah yang terjadi selanjutnya? Vote dan Komen ya, jangan lupa ramaikan halaman depan agar saya semangat upload bab-bab terbaru terima kasih
“Amat!” Bagja tiba-tiba menoleh, sesaat ketika aku menepuk bahunya pada saat itu. Seperti muncul sebuah harapan dari dalam dirinya, wajahnya yang tampak kusam dan pucat tiba-tiba menangis, menangis dengan keadaan yang putus asa karena dia sudah tidak tahu harus meminta tolong siapa lagi akan hal ini. Dia mendekatiku sambil terduduk, bajunya yang kusam dengan banyak sekali lumpur sawah yang menempel disana, membuat aku yang melihat pun sedikit iba. Sepertinya banyak hal yang terjadi pada dirinya sehingga tubuhnya bisa seperti ini. “Mat, tolongin aku Mat, aku tahu kamu anaknya Pak Darsa, setidaknya kamu mempunyai kemampuan seperti Bapakmu untuk bisa menyematkan istriku Mat.” “Tolongin aku Mat, tolong. Aku tidak mau istriku gentayangan lagi meneror warga, sudah cukup dia dicap tidak baik oleh mereka semasa hidup, dengan profesi yang menurut mereka buruk.” “Tapi tolong, aku tidak mau ketika istriku meninggal, cap buruk yang melekat kepada istriku ini semakin bertambah dan tidak bisa d
Gunung Sepuh, adalah sebuah gunung yang paling misterius, hingga saat ini pun, Gunung Sepuh merupakan gunung yang paling dihindari untuk di daki. Dibalik terkenalnya Gunung Sepuh sebagai tempat ritual bagi para manusia yang ingin sekali mendapatkan kekayaan dan kejayaan semasa hidupnya. Gunung Sepuh juga banyak mempunyai tempat-tempat yang dikeramatkan, banyak tempat-tempat yang disakralkan, bahkan banyak tempat-tempat yang dilarang untuk dimasuki oleh manusia. Gunung Sepuh sangatlah tertutup dan gelap, dan hampir tidak ada warga yang mengetahui setiap jengkal dari Gunung Sepuh hingga ke dalamnya. Karena, selain menyimpan sebuah misteri yang gelap dan menakutkan di dalam sana. Gunung Sepuh juga terkadang memunculkan fenomena-fenomena aneh yang tak jarang terlihat dari Kampung Parigi sekalipun. Terkadang, Gunung Sepuh yang awalnya gelap menjadi terang benderang pada malam-malam tertentu, hingga titik-titik cahaya yang berhamburan layaknya langit malam terlihat oleh para warga Kampun
Hutan hujan yang lebat membentang sepanjang jalan, menutupi langit malam yang kini semakin terang oleh bulan purnama yang ada di atasnya. Krosak, krosak, krosak, …. Krosak, krosak, krosak, Terdengar, sebuah langkah kaki yang berjalan, beberapa kali langkah kaki itu mempercepat langkahnya, dan beberapa kali pula langkah kaki itu terhenti sesaat sebelum akhirnya berjalan kembali. Sorot matanya yang tajam dan melihat ke segala arah, telinganya yang awas ketika mendengar suara-suara yang aneh di sebelah kiri dan jalanan setapak tersebut, juga senter yang terus-menerus menyorot jalanan tanpa henti di tengah-tengah kabut yang masih menemaninya hingga saat ini. Pak Brata kini terpisah denganku, dia sengaja melangkahkan kakinya karena dia yakin bahwa ada aku di depan sana, tertutup oleh kabut tebal yang terus-menerus menutupi pandangan Pak Brata pada malam itu. Hutan di Gunung Sepuh sebenarnya memiliki tumbuhan dan pohon-pohon yang sangat indah ketika dilihat di siang hari, beberapa bun
Nyi Mayang Sari dan para makhluk yang membawa Pak Brata kini berjalan secara perlahan mendekati salah satu rumah besar yang letaknya paling ujung di kampung itu. Sebuah rumah dengan banyak sekali obor-obor yang menyala terang dibandingkan dengan rumah-rumah yang ada di sekitarnya.“Mau dibawa kemana aku ini, toloong, toloong, mau dibawa kemana aku?” Kata Pak Brata sambil meronta-ronta di tanah.Kedua tangannya kini ditarik oleh para makhluk yang pertama kali dia lihat adalah manusia. Namun sekarang, wujudnya benar-benar berubah menjadi menyeramkan untuk dia lihat dengan kedua matanya sendiri.Para manusia yang berjalan hilir mudik di kampung tersebut secara perlahan kulitnya memudar, tepat ketika Nyi Mayang Sari datang kehadapannya, dan mereka mengerubungi Pak Brata yang tersadarkan di bawah sebuah pohon besar disana.Kulitnya perlahan mengelupas menyisakan tubuh dengan daging tanpa kulit, rambutnya yang tadinya hitam berubah jadi putih, wajahnya muncul beberapa kerutan, benjolan bern
Sebuah ruangan besar, yang mengerikan dengan dinding putih yang kusam dan darah kering yang menempel di seluruh dinding tersebut. Membuat kesan seram dan sangat menakutkan, bagi siapa saja yang terjebak di dalamnya.Apalagi satu-satunya penerangan hanyalah lampu minyak besar yang menggantung, dengan banyaknya sumbu api yang menyala dan menerangi mereka semua yang ada di bawah sana.Ditambah, riuh dari para makhluk yang menyeramkan, bentuk-bentuk yang aneh yang jarang sekali manusia lihat, mata yang menonjol keluar, gigi taring yang muncul, rambut tipis yang terurai, juga kerutan dan benjolan-benjolan serta air liur berbau busuk yang membuat orang yang menciumnya bisa membuat mual-mual dan muntah.Pak Brata yang terjebak di dalamnya, bersamaan dengan jiwa Iceu yang dipaksa menari oleh Nyi Mayang Sari di sana. Membuat suasana semakin riuh, karena ada satu manusia utuh, dan satu jiwa manusia yang terjebak disini. Dan hal itu adalah suatu kesenangan bagi para makhluk yang ada disana.Hing
“Ahh, Desiiiiii, kenapa kamu kesini lagi cantik?”“Bukannya aku sudah menyuruhmu untuk tidak lagi datang ke tempat ini?”“Karena,”“Kamu sudah tergantikan oleh Iceu sekarang, meskipun Iceu yang kamu lihat di depanmu ini, hanyalah jiwa tanpa tubuh, yang sudah tidak bisa lagi dihidupkan kembali.”Nyi Mayang Sari yang melihat aku, Desi dan Bagja membuka pintu ruangan itu dengan paksa. Hanya tersenyum dan berdiri dari tempat duduknya. Dia seperti sudah mengenal Desi dari dahulu kala, sehingga nada bicaranya kembali berubah, menjadi suara yang merdu di hadapan Desi pada saat itu.Namun, Desi hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia tidak melihat sosok Nyi Mayang Sari adalah sosok yang dia kenali, sosok Nyi Mayang Sari yang dia lihat kini hanyalah sosok nenek-nenek tua yang keriput dan buruk rupa, dengan rambutnya yang putih dan kulitnya yang kurus.Juga, ketika dia berlari melewati perkampungan hingga akhirnya sampai di tempat ini, dia tidak menemukan satupun manusia yang berlalu lalang, ka
Ruangan itu kini tampak kacau, banyak sekali para makhluk yang tergeletak di lantai bergelimpangan. Mereka tidak menyangka, ada salah satu manusia yang bisa menandingi mereka di tempat mereka tinggal. Wajah-wajah seram yang tadinya mereka tampilkan kepada kita semua, kini berubah menjadi wajah-wajah yang ketakutan. Banyak dari mereka menghilang, tanpa jejak dan tidak akan pernah bisa muncul kembali di tempat tersebut. Para makhluk yang ada di Gunung Sepuh, tidak akan bisa kehilangan nyawa, separah apapun luka mereka, mereka masih bisa memulihkan dirinya dan tidak bisa mati seperti layaknya manusia pada umumnya. Namun, Satu hal yang aku tahu dari bapak ketika hidup, mereka bisa musnah. Musnah dan tidak akan pernah kembali hidup untuk selamanya. Dan mungkin saja, wajah-wajah ketakutan yang mereka perlihatkan adalah wajah-wajah dari rasa takut ketika dia merasa bahwa dirinya terancam dan bisa saja akan menghilang seperti sebagian dari mereka yang tadi mengerubungiku beberapa saat yang
Situasinya kini semakin kacau, aku bisa saja membiarkan tubuhku bergerak sendiri sekarang. Seperti hal nya bapak atau kakekku ketika menghadapi para makhluk seperti ini, mereka semua akan sengaja membiarkan tubuhnya terkontrol sesuatu, sesuatu yang tidak akan mempunyai belas kasihan untuk memusnahkan para makhluk yang ada di sekitar mereka. Tapi, ada banyak manusia yang harus aku jaga sekarang. Aku tidak bisa semena-mena melakukan hal itu seperti layaknya bapak ketika dia menggunakan seluruh keilmuannya. Aku takut, apa yang aku lakukan nanti akan berdampak juga kepada mereka, dan akan berakibat fatal pada tubuh mereka semua ketika hal itu terjadi. “ICEUUUU…!” Bagja berteriak, sesaat ketika tubuh Iceu terseret ke arah Nyi Mayang Sari yang terpental jauh ke ujung sana. Tubuhnya kembali meronta-ronta, kedua tangannya memegang leher dan mencoba melepaskan tali yang mengekangnya seperti layaknya hewan. Bagja yang mengetahui bahwa jiwa istrinya masih terikat oleh tali yang mengekangnya,
Pemakaman Kampung Sepuh kini lebih ramai daripada biasa, meskipun sekarang sudah masuk hari kedua lebaran di tahun 2022. Namun masih banyak orang-orang yang berdatangan dan berziarah ke makam keluarga dan teman mereka di kampung ini. Kampung Sepuh yang awalnya sepi tiba-tiba mendadak ramai, para warga yang bekerja di kota-kota besar kini kembali pulang untuk menikmati suasana lebaran yang kini lebih bebas dari dua tahun sebelumnya, sehingga para warga yang dulu tidak bisa mudik akibat pandemi kini bisa pulang ke rumah dan berkumpul kembali dengan keluarga mereka yang menunggunya di kampung. Sedangkan aku (penulis), kini sedang duduk di samping makam Bu Esih, Pak Amat, juga Pak Darsa dan leluhurnya di pemakaman Kampung Sepuh. Ku lihat pula beringin yang di dalam cerita Warung Tengah Malam terbakar habis kini sudah mulai tumbuh daun-daun baru, dan mungkin saja beberapa tahun lagi beringin yang ada di pemakaman itu sudah kembali tumbuh dan rindang seperti sedia kala. “Oh jadi begitu Ma
Beberapa kali aku mengalami kejadian yang seperti ini, batuk-batuk dan muntah darah, lalu dibarengi oleh mata yang berkunang-kunang dan akhirnya aku terjatuh dan tidak sadarkan diri di tanah.Tubuhku semakin menua, staminaku tidak lagi seperti dulu, mungkin inilah kekurangan dari manusia. Mereka tidak bisa mempertahankan stamina ketika umurnya sudah semakin tua. Sehingga, sehebat apapun mereka, tetap saja apabila stamina mereka di kuras habis maka akan ambruk juga.Esih yang curiga dengan keadaanku kini semakin khawatir akan keadaanku menyarankan aku untuk tidak terus-menerus mencari jawaban dari misteri ini ke Gunung Sepuh.Namun, meskipun aku sudah melepas Ujang untuk tinggal di kota besar dan tidak mengharapkan dia pulang kembali ke Kampung Sepuh ini. Tetap saja, rasa khawatir akan kutukan ini masih saja memenuhi pikiranku pada saat itu.Meskipun kondisiku semakin melemah, tapi aku tidak putus asa. Apalagi kini aku mempunyai teman sekaligus sahabat, yaitu Aki Karma. Pemimpin sebuah
Tak terasa, obrolan yang terjadi di warung itu kini aku simpan dalam pikiranku. Rasa ingin menyelesaikan sesuatu yang seharusnya aku selesaikan dengan segera akhirnya membuatku semakin memaksakan diriku untuk masuk ke dalam Gunung Sepuh di setiap harinya. Bahkan saking seringnya, ketika ada tamu yang meminta bantuan untuk permasalahan yang dia miliki, dia harus menungguku pulang terlebih dahulu atau nanti aku akan mendatangi rumahnya ketika mereka tidak menemukanku di warung atau dirumah pada saat itu. Hari demi hari, bulan demi bulan, bahkan tahun demi tahun tak terasa aku lewati. Aku sudah mencoba berbagai cara, bahkan kini warung seringkali aku tinggalkan dan ketika aku pulang ketika pagi tiba, aku melihat warung tampak berantakan, karena mungkin para makhluk yang datang tidak menemukan ku di dalam warung untuk aku layani pada malam itu. Aku yang kini lebih bisa menerima para makhluk yang ada tinggal di luar Gunung Sepuh, aku seringkali bertanya kepada mereka tentang situasi Gunu
Ujang, anak yang aku sayangi rupanya tumbuh dengan sehat dan kuat. Aku dan Esih sepakat untuk tidak memberitahu kepadanya tentang warung ini yang sebenarnya.Dia yang selalu bertanya setiap malam ketika dirinya tidak boleh ke warung ketika malam tiba, dan pertanyaan itu dijawab oleh Esih bahwa aku yang menjaga warung setiap malam harus berjuang keras untuk bisa menyekolahkan dirinya sehingga membuka warung di pagi dan siang hari pun tidaklah cukup untuk bisa menyekolahkan dia ke jenjang yang lebih tinggi.Apalagi, ketika malam tiba, Esih seringkali memberikan cerita pengantar tidur, mencoba memberinya cerita-cerita seram seperti tentang tuyul, genderuwo, pocong, kuntilanak, juga para makhluk-makhluk yang seringkali menculik manusia, ketika Ujang masih belum tidur di dalam rumah meskipun malam sudah larut.Esih tahu, bukannya dia menakut-nakuti Ujang, tapi Esih sengaja memberikan cerita itu agar Ujang bisa tertidur dan tidak menanyakan lagi tentang kondisi warung serta kejanggalan-keja
Malam ini, aku sengaja keluar meninggalkan warung dan membiarkannya tampak kosong. Aku sudah tidak tahu terakhir kali aku meninggalkan warung. Terakhir kali aku meninggalkan warung, ketika Wawan menghilang di persawahan ketika sedang bermain dengan teman-temannya, dan akhirnya aku menemukan tubuhnya yang tampak sedang di asuh oleh salah satu makhluk yang bernama kalong wewe yang menganggap Wawan adalah anaknya. Aku berusaha mengambilnya kembali, meskipun perjuangan tampak tidak mudah, karena aku harus melewati Leuwi Jurig yang dipenuhi oleh makhluk yang bernama lulun samak ketika malam tiba. Meskipun begitu, akhirnya Wawan selamat. Aku menggendongnya ke Kampung Sepuh tepat ketika pagi menjelang, ketika para kelelawar kembali ke Gunung Sepuh untuk beristirahat dan mentari pagi dengan sinarnya yang merah ke kuning-kuningan muncul di belakang Gunung Sepuh yang menjulang di pagi itu. Kini, aku kembali keluar. Mencoba sesuatu yang mungkin saja bisa membantuku untuk mencari keberadaan ma
Kehidupan Kampung Sepuh akhirnya berjalan kembali seperti biasa, para warga kembali ke ladang dan sawahnya setiap pagi, dan akan mampir ke warung untuk mengobrol dan bercengkrama tentang apa yang terjadi di hari itu, pada sore harinya sepulang dari ladang dan sawah. Banyak hal yang mereka ceritakan, tentang kejadian-kejadian yang ada di sekitar mereka, tentang berita-berita politik yang susah sekali sampai ke tempat mereka, juga tentang gosip-gosip yang ada di sekitar mereka. Rokok dan kopi serta jajanan dan cemilan-cemilan menemani mereka ketika berkumpul di depan warung di sore itu. Rusdi, Darman , Parman, juga warga lainnya berkumpul dan saling bercengkrama satu sama lain. Sebuah hal yang jarang terjadi di kota-kota besar menurut Darman. Darman yang kembali lagi setelah bertahun-tahun tinggal di kota kini merasakan kembali kehangatan warga Kampung Sepuh yang masih akrab dengannya, Darman pun seringkali membicarakan situasi politik pada saat itu yang kacau balau, banyak pabrik ya
Rasa dingin yang menusuk kulit kini aku rasakan kembali di depan warung yang sangat sunyi dan sepi ini, kejadian yang terjadi dalam seminggu yang lalu membuatku banyak berpikir tentang apa yang aku hadapi di dalam Gunung Sepuh yang gelap itu. Fuhhhhhhhh Asap tebal mengepul keluar dari mulutku, aku yang kembali beraktifitas seperti biasa kini duduk di depan warung seperti biasa. Menikmati suasana malam yang ada di depan warung ini sambil menghisap rokok kretek yang menjadi teman satu-satunya bagiku di setiap malamnya. Aku kembali banyak melamun atas kejadian yang menimpaku pada saat itu, keilmuan yang aku pelajari dan aku asah, rupanya masih belum cukup untuk menjaga keluargaku, bahkan untuk menjaga Kampung Sepuh yang sudah dipercayakan oleh leluhurku sewaktu dia mendapatkan kutukan ini. Apalagi, dibalik rasa senang dan haru ketika Ujang lahir di dunia ini, ada rasa khawatir yang semakin lama semakin besar, rasa yang muncul apabila dia harus menjadi seseorang yang sepertiku, terkeka
“Enggak, enggak, enggak, kamu bukan manusia, kamu bukan karyawanku!”“Mana karyawanku semua, karyawan yang shift malam yang seharusnya bekerja di tempat ini sekarang?”Doni benar-benar panik karena di depannya terlihat sebuah sosok yang tidak dia kenali, wajahnya yang tampak hancur kini terlihat jelas ketika cahaya dari korek apinya menyinari dirinya dari dekat.Doni beberapa kali berteriak memanggil karyawan yang seharusnya bekerja di shift malam pada malam ini, tubuhnya yang awalnya tidak bergerak kini mendadak kaku sehingga dia tidak melarikan diri dan keluar dari ruangan produksi tersebut.“Kenapa, Bapak tidak mengakui kami sebagai karyawan lagi?” Kata sosok itu yang kini tersenyum dengan giginya yang hancur dan menyisakan beberapa gigi yang masih tersisa di dalam wajahnya yang remuk dan tidak berbentuk itu.“Bapak tidak ingat, aku adalah orang yang terkena mesin ini Pak sehingga wajahku hancur, aku seperti didorong oleh sesuatu yang membuat kepalaku terkena mesin press dan mening
Sudah beberapa hari ini, Doni termenung di meja kerjanya, surat-surat resign yang dia terima dari bagian HRD pabriknya kini berserakan di mejanya.Semenjak kejadian itu, karyawan Doni banyak sekali yang mengundurkan diri, tidak hanya karyawan produksi yang selama ini mengawasi mesin-mesin besar untuk pabriknya, namun banyak juga staf-staf di divisi tertentu yang tiba-tiba resign dengan berbagai alasan.Meja Doni kini tampak berantakan, kertas-kertas coretan yang bertumpuk dengan file-file berkas tentang laporan penjualan yang kini menurun akibat kekurangan staf dan pekerja kini memenuhi sebagian meja kerjanya pada saat itu.Alat-alat tulis yang awalnya rapi pun kini berserakan tidak karuan, Doni yang awalnya menyukai kerapihan dan kesempurnaan kini mendadak tidak peduli dengan ruangan kerjanya sendiri. Bahkan, dia lebih banyak termenung sekarang, menyesali semua perbuatannya yang dia lakukan beberapa hari yang lalu.Jujur, dia bukan menyesal karena dia melakukan hal itu, namun dia men