Waktu yang di nanti akhirnya datang juga. Dua Minggu setelah persidangan pertama ku. Akhirnya sidang kedua akan aku jalani. Aku segera bersiap agar tidak telat sampai di pengadilan. Jika sebelumnya aku datang hanya seorang diri, maka kali ini aku datang dengan membawa serta kawan. Ada Desi yang tidak lain tetangga dekat rumah yang sekaligus teman sepermainan ku yang baru kembali dari kota dan ingin menetap di kampung halaman. Desi menawarkan jasa pengacara padaku yang awalnya aku tolak karena tidak ada bujet untuk membayar jasa dari seorang pengacara yang tentu saja tidak murah."Des, Aku benar nggak enak sama saudara, Kamu," bisik ku pada Desi ketika kami sudah berada di perjalanan menuju kantor pengadilan agama."Sudah biasa saja hitung-hitung mas Fahmi sedekah membantu seorang janda," seloroh Desi yang akhirnya aku hadiahi cubitan di lengannya.Malu? Tentu saja. Bagaimana tidak, aku sengaja berbicara dengan ku buat se-lirih mungkin agar tidak terdengar oleh pria yang sedang konsent
Akhirnya sudah kedua pun berjalan sesuai dengan agenda. Tetapi pada sidang kali ini masih belum bisa diambil keputusan dan kesimpulan. Aku berharap sidang bisa berjalan dengan lancar namun kenyataan tidak sesuai dengan harapan karena keluarga dari mas Hadi sengaja ingin membuat masalah dengan permintaan mereka atas harta gono-gini. Aku ingin tertawa juga ingin muntah karena ulah mereka. Kenapa mereka tidak habis pikir. Bukannya selama ini justru aku yang menghidupi mereka, bukan aku yang menjadi beban hidup untuk mereka. Lantas harta gono-gini mana yang mereka ungkit untuk dibagi. Atas anjuran dari mas Fahmi. Aku disarankan agar tidak gegabah dalam bersikap di depan dewan hakim. Aku harus berpikir tenang dan mengalah untuk mencari sela. "Barbar banget keluarga mantan kamu itu, Mir. Kamu kok bisa tahan. Kalau aku tahu dari awal sudah seperti itu. Sudah dari awal aku tinggal cari gantinya. Nggak cakep-cakep amat masih cakep an juga orang yang ada di depan kita ini," celetuk Desi saat k
Pria mana yang tidak panas dan sakit hatinya ketika melihat perempuan yang dicintai dekat dengan pria lain.Sekuat mungkin aku menahan diri dari emosi. Kalau tidak bisa aku buat babak belur pria yang berani-beraninya mendekati perempuan yang masih menjadi istri orang itu.Kalau saja bukan karena kebodohan ku yang sudah keceplosan mengucapkan kata talak pada Mira. Mungkin jalan hidupku tidak akan mengantarkan aku sampai di tempat ini. Tempat yang tidak pernah terlintas di mimpiku untuk aku singgahi."Mas, kamu kenapa sedari pulang dari persidangan kamu murung terus. Kamu nggak seperti biasanya yang semangat. " Yuni menghampiri aku dengan rambutnya yang masih basah dan digelung dengan handuk. Iya, kami baru saja selesai melakukannya."Aku cuma kepikiran apa gugatan ku ini dikabulkan apa tidak." Aku mengeles dengan mencari alasan yang tepat agar tidak menyinggung perasaan Yuni.Yuni mengambil posisi tepat di sampingku. Seperti biasanya ia akan minta untuk di manja-manja."Mas, aku besok
"Nak, Yuni apa kabar?" sapa seorang perempuan yang usianya sama seperti usia ibuku. Aku baru saja pindah tempat kerja di tempat yang baru usai berpisah dengan mantan suamiku. Aku yang saat itu sedang mengantarkan ibuku pergi menjenguk tetangga kami yang sakit."Iya, ibu kenal saya?" Bukannya sombong tapi memang banyak orang yang mengenalku. Siapa sih yang tidak kenal aku anak dari orang terpandang dan berpendidikan di kampungku."Ini ibu Tuti, temannya ibu kamu. Ibu ini adalah ibunya Hadi." Perempuan cerewet yang sok kenal dan sok dekat itu mulai memperkenalkan dirinya."Hadi? Hadi siapa ya, Bu?" tanyaku karena masih bingung."Hadi teman kamu waktu di SD dan SMP. Hadi perdana." "Oh, iya Yuni ingat kalau Hadi perdana." Aku baru ingat, siapa yang tidak kenal dengan sosok Hadi perdana salah satu siswa dengan muka yang mendukung satu angkatan sekolah dulu. Aku tidak tahu bagaimana kabarnya pria itu. Pria yang dulu pernah aku menaruh hati padanya."Hadi ada di rumah kalau mau main hari Mi
Hari ini adalah hari sudah ke tiga sekaligus pembacaan keputusan oleh hakim atas pengajuan gugatan yang dilayangkan oleh Mira."Mir, buruan!" seru Desi yang sengaja m nunggu dan berniat untuk menemani Mira menghadiri persidangan terakhirnya."Iya, Des bentar lagi," sahut Mira dari dalam kamarnya. Mira masih sibuk merapikan hijab yang ia kenakan. Khusus hari tersebut Mira sengaja mengenakan celana jeans warna denim yang dipadukan dengan atasan tunik berwarna lavender dan hijab pasmina yang berwarna senada dengan baju yang ia kenakan."Calon janda cantik banget hari ini," puji Desi yang terperangah melihat penampilan dari sahabatnya itu."Apaan sih kamu, itu, Des. Biasa juga kali." Wajah Mira bersemu merah mendengar pujian yang dilontarkan oleh Desi."Beneran, Mir. Kamu beda dari biasanya. Pasti calon suami kamu pangling lihat kamu. Calon ibu mertua juga sudah tidak sabar ketemu sama menantu," kelakar Desi."Ngawur kamu, Des. Yang ada calon mantan suami sama calon mantan ibu mertua," te
Flashback...Tuti Muda adalah teman dekat sekaligus musuh besar Marlina. Tuti yang menyimpan rasa iri pada Marlina karena temannya tersebut mendapatkan semua seperti apa yang ia harapkan. Marlina yang m mang berasal dari keluarga berada sementara dirinya berasal dari keluarga yang sangat sederhana begitupun pria idaman nya tersebut sama halnya seperti Marlina yang berasal dari keluarga terpandang. Rasa iri Tuti semakin bertambah tatkala melihat sang sahabat dijodohkan dengan pria yang menjadi incarannya. Tidak mau patah arang. Tuti mencari berbagai cara untuk bisa mendapatkan apa yang ia inginkan. Tuti tidak ingin kebahagiaan selalu menyertai Marlina. Oleh karena itu, Tuti berencana untuk menciptakan duka serta nestapa untuk sahabatnya itu.Di saat Marlina sibuk dengan pekerjaan yang ia geluti sebagai seorang pengusaha yakni pemilik sebuah butik dan juga rumah makan. Tuti diam-diam mencuri kesempatan untuk bisa dekat dengan Ridwan.Hingga sesuatu yang tidak diinginkan terjadi. Tuti
"Ayo cepetan kita pulang!" seri Bu Tuti pada anak-anaknya. Ruangan sidang sudah mulai sepi hanya tertinggal keluarganya lah yang masih betah berdiam di ruangan tersebut."Hadi kamu kenapa diam saja!" sentak Bu Tuti pada putranya. Hadi tidak bisa mengalihkan pandanganya dari sang mantan istri. Bu Tuti yang keheranan dengan sikap putranya tersebut otomatis langsung mengikuti arah kemana tatapan anaknya itu di tujukan. "Ngapain kamu lihatin si Mira seperti itu?" Bu Tuti gemas karena melihat tingkah Hadi. "Perempuan seperti itu tidak pantas kamu harapkan atau sesali. Sudah ada Yuni yang jauh lebih baik dari pada di Amira. Jangan bikin ibu tambah kesal dengan tingkah ini, Hadi." Bu Tuti segera menggeret tangan putranya. Mereka semua berjalan bersama menuju tempat parkir kendaraan."Kenapa hidup Marlina jauh lebih baik dari pada aku? Kenapa dia masih baik-baik saja. Seharusnya perempuan itu depresi dan stress karena ditinggal suaminya pergi," cicit Bu Tuti ketika tatapannya mengarah pada r
"Mira selamat atas status barunya," canda Siti pada teman sekaligus atasannya di tempat kerja. "Mbak Siti ada-ada saja. Masa iya status janda harus dikasih ucapan selamat," ucap Mira sambil menahan tawa."Iya, harus khusus kamu. Karena akhirnya saudariku ini terbebas dari benalu yang sifatnya suka merusak inangnya.""Mau bagaimana lagi, Mbak. Niatku itu tulus sama mereka, tapi ternyata tidak untuk mereka yang tidak pernah mau menghargai niat baikku. Aku juga sudah berencana mau sewa mobil untuk mengambil semua barang ku yang ada di sana. Rasanya masih belum bisa ikhlas saja. Masih ada rasa sakit hati." Amira mengungkapkan isi hatinya pada Siti."Wajar itu, Mir namanya juga manusia biasa. Aku kalau jadi kamu pasti juga akan melakukan hal yang sama sepertimu."***"Bu, ibu yakin mau tinggal di rumah ini? Yuni masih belum jawab Hadi soal dia mengizinkan atau tidak." Bu Tuti tiba-tiba datang ke rumah Hadi dan Yuni dengan diantarkan oleh tukang ojek langganannya. Bu Tuti membawa serta dua
Permasalahan yang menghampiri keluarga Hadi datang bertubi-tubi. Setelah dirinya mengalami kegagalan dua kali dalam menyelami bahtera rumah tangganya. Kini adik kandungnya sendiri mengalami hal yang serupa.Setelah kejadian penggerebekan sang istri oleh Wahyu sendiri. Wahyu memilih untuk kembali ke rumah ibunya sedangkan Manda lebih memilih bertahan dengan Darto.Karena sudah gelap mata. Wahyu memilih untuk menyebarkan video yang ia ambil di sebuah kamar hotel dan karena video itu pula sang istri dan juga atasannya terpaksa diberhentikan dan dikeluarkan dari sekolah setelah Wahyu memilih untuk mengundurkan diri dari tempatnya beberapa tahun terakhir mengabdi Manda lebih tergiur iming-iming dari seorang Darto dari pada suaminya sendiri.Hadi mulai berdamai dengan hatinya karena bagaimana pun ibunya adalah perempuan yang sudah berjuang demi hidupnya selama ini.Tuti dan keluarga akhirnya memilih untuk keluar dari rumah yang sudah dibangunkan oleh Ridwan. Tuti mulai merasa bersalah dan
Dari jauh, Hadi hanya bisa memandang perempuan yang pernah menghuni hatinya dan memeluk jiwanya.Diam-diam Hadi mengintai pasangan yang sedang berlimpah kebahagiaan tersebut. Senyum tulus dan perhatian Fahmi yang diberikan pria itu untuk kekasih hatinya bagaikan sembilu yang mengiris-iris hatinya.Andaikan ia bisa tegas dan tidak mudah goyah dengan hasutan ibunya. Mungkin kebahagiaan itu akan menjadi miliknya.Perhatian Hadi tertuju pada tangan Fahmi yang terus mengelus perut Amira. Bentuk tubuh Amira sudah menampakkan perubahan dan Hadi sudah faham akan hal tersebut.Setiap kali istirahat makan siang. Hadi selalu menyempatkan diri untuk mencuri pandang pada perempuan yang sudah menjadi mantan pasangan hidupnya. Tempat kerja Hadi memang tidak jauh dan masih satu lokasi dengan toko sekaligus konveksi yang kelola oleh Amira sebagai hadiah pernikahannya dengan Fahmi.Semakin lama melihat kemesraan sang mantan membuat mata Hadi menjadi perih juga hatinya menjadi tidak karuan karena dilip
"Kamu kenapa, Yang? Kamu nggak enak badan? Hari ini nggak usah ke toko kalau nggak enak badan." Fahmi menyadari perubahan yang terjadi pada istrinya. Sudah beberapa hari Amira mengeluh jika badannya sering terasa lemas tidak bertenaga nafsu makan pun mulai berkurang dari pada biasanya. Keluarga kecil itu sedang menikmati santapan makan pagi mereka."Aku nggak apa-apa, Mas. Nggak enak di rumah terus. Takut bosan karena tidak ada kegiatan."Semenjak dinikahi oleh Fahmi. Amira sudah tidak diizinkan lagi oleh sang suami bekerja di pabrik. Fahmi sudah menyerahkan toko sekaligus butik yang ia bangun dan dibuka bersamaan dengan acara pernikahan mereka beberapa waktu yang lalu. Amira seolah telah mendapatkan ganti rugi yang lebih dari apa yang dulu telah hilang darinya. Tidak hanya suami yang perhatian dan menyayangi dirinya melainkan juga sosok mertua yang selama ini tidak ia dapatkan dari pernikahannya yang sebelumnya. Kebahagiaan Amira berlipat ganda selain mendapatkan kehangatan kasih s
Di sepanjang perjalanan. Hening, seluruh penumpang yang ada di dalam mobil tersebut tidak ada satupun yang bersuara hanya suara kendaraan yang berlalu lalang di jalanan yang terdengar. Semua sibuk dengan pikirannya masing-masing.Hingga mobil tersebut berbelok ke arah rumah Tuti, semua tetap dalam kondisi seperti sebelumnya."Mas, kamu nggak pulang?" tanya Yuni pada suaminya karena Hadi juga ikut masuk ke rumah ibunya. Hadi Hanya menoleh sebentar dan setelahnya pergi meninggalkan Yuni begitu saja.Sama seperti Hadi, Tuti juga memilih untuk mengabaikan menantu yang pernah dipuja-puja iparnya itu."Sial! Kenapa mereka jadi berubah seperti ini sama aku!" Yuni merutuki sikap keluarga suaminya tersebut.Yuni menghentakkan kakinya. Merasa tidak dianggap. Yuni akhirnya memilih untuk meninggalkan rumah tersebut.Tuti terduduk lemas di atas kasur yang ada di kamarnya. Ia merasa seolah telah mendapatkan sebuah karma atas semua perbuatannya. Penyakit hati yang ia miliki tidak tahu apa penyebab a
Flashback"Surya, apakah kamu benar-benar cinta sama aku? Apakah kamu benar-benar mau berkorban untuk aku?" Tuti diam-diam mendatangi Surya di tempat ia bekerja. Surya bekerja untuk keluarga Ridwan sebagai orang kepercayaan untuk memegang satu cabang toko grosir sembako milik keluarga dari mertua Marlina."Apa pun demi kamu." Surya di mabuk cinta karena Tuti." ... " Tuti segera mendekat ke arah pria tersebut dan kemudian ia membisikkan sesuatu pada teman prianya itu."Hah! Gila, kamu, Tut!" sentak Surya karena terlalu terkejut dengan apa yang diungkapkan oleh kekasihnya itu."Aku gila tapi aku juga tidak mau seperti ini. Hatiku sakit aku mau kamu bisa membantuku untuk mengobati sakit hatiku ini.""Apa kamu tidak pernah menghargai perasaan ku?""Aku sangat menghargai kamu. Tapi aku juga tidak bisa mengendalikan egoku ini."Surya merasa gusar. Di sisi lain ada cinta matinya dan di sisi lain ada orang yang tidak mungkin ia khianati."Baik, tapi kamu juga harus janji jika hati dan ragamu
"Hadi, itu nggak mungkin mantan istri kamu si Amira itu kan?" Hadi masih terdiam, pria itu tercenung mendapati sang mantan kini telah bersanding dengan yang lain dan mirisnya mantan istrinya itu terlihat jauh lebih cantik dan seimbang karena bersanding dengan pria yang rupawan. Hadi merasa semakin rendah. Setelah lepas darinya dengan kehidupan yang sebelumnya penuh menguras emosi dan juga kesabaran. Mantan istrinya kini seolah telah menuai. Amira mendapatkan pengganti yang jauh lebih baik bahkan pria itu adalah pimpinan di tempat kerjanya dan yang lebih tidak masuk akal lagi adalah tenyata selama ini Hadi bekerja di tempat orang-orang yang menjadi tersakiti karena ibunya.Hadi masih belum bisa mempercayai dan menerima kenyataan ini.Setelah berada di barisan antrean untuk memberikan ucapan selamat pada mempelai dan keluarga."Hadi lebih baik kita pulang saja." Hadi masih belum merespon Ibunya. Raga Hadi memang berada di gedung tersebut tetapi entah berada di mana jiwa pria itu. "Mas
Waktu terus berjalan dan berlalu meninggalkan kenangan pahit dan manis yang telah dan pernah terukir."Bu, atasan di tempat kerja Hadi mau mengadakan acara syukuran dan juga pesta pernikahannya." Hadi sudah mulai menerima siapa dirinya dan perihal ayah kandungnya pun Hadi sudah ikhlas menerima siapapun orangnya."Maksud kamu bagaimana, Hadi?" tanya Bu Tuti pada putranya karena penasaran. Tidak biasanya sang anak bercerita perihal pekerjaan barunya pada ibunya. Hadi sengaja tidak ingin bercerita perihal pekerjaan dan juga gaji yang ia peroleh di tempat baru tersebut. Gaji Hadi jauh lebih besar dari pada gajinya sewaktu menjadi tenaga pendidik karena memang masih menjadi tenaga honorer. Ibunya selalu memandang rendah pekerjaan seorang buruh pabrik, tetapi kini putranya sendiri juga beralih profesi menjadi buruh pabrik dari seorang pengajar sebelumnya. Awalnya Hadi sangat asing dengan profesi barunya itu, namun lambat laun seiring dengan berjalannya waktu dirinya bisa menyesuaikan diri.
"Dasar manusia tidak tahu malu. Apa kamu di rumah tidak punya kaca? Penyesalan terbesar dalam hidupku adalah memelihara ular tidak tahu diri seperti kamu. Sudah merampas dan merusak kebahagiaan orang lain. Sekarang seolah kamu belum puas, tanpa tahu malu kamu mau meminta hak kamu? Hak yang mana yang kamu minta? Kenapa kamu tidak memintanya langsung pada keluarga suami kamu? Kenapa? Apa kamu malu karena anak itu bukan dari keturunan mereka?""Tutup mulut kamu Marlina!" Tuti sudah emosi karena merasa harga dirinya sudah diinjak-injak oleh Marlina."Kamu tidak terima dengan ucapanku? Apa ada yang salah? Hah! Jangan kamu kira aku bodoh dan tidak tahu semuanya. Keluarga mas Ridwan pun sudah tahu kebenarannya maka dari itu mereka tidak sudah menerima kamu." Marlina memiliki kesempatan untuk membalas sakit hatinya dengan."Tutup mulut kamu!" Tuti ingin menyerang Marlina untung saja ada Fahmi dan dari arah tak terduga Hadi pun sudah berada di tempat yang sama."Ibu,""Kebetulan. Putramu juga
Bu Tuti mendatangi rumah Yuni yang ditinggali oleh Hadi. Usai orang-orang suruhan Amira pergi dengan membawa barang milik Amira dan Bu Tuti tidak bisa mencegahnya. Bu Tuti berniat ingin mengadu pada sang putra."Yuni kamu sudah di rumah?" Bu Tuti terkejut karena yang menemuinya adalah sang menantu bukan putranya sendiri."Iya, kenapa, Bu memangnya?" jawab Yuni ketus pada ibu mertuanya. "Anu ... ibu nyari Hadi. Ibu ada perlu sebentar sama anak ibu." "Mas Hadi kerja, Bu. Anak ibu itu harus kerja sebagai tanggung jawabnya. Sudah dua hari anak ibu itu cuti dari tempat kerjanya. Aku nggak mau sampai suami Yuni kehilangan pekerjaannya lagi karena ulah ibu." Bukannya mempersilahkan masuk ibu mertuanya itu untuk masuk justru Yuni malah mendebat orang tua yang telah melahirkan suaminya itu."Ibu memang ada perlu sama Hadi. Lagian Wahyu juga adiknya Hadi sudah sewajarnya Hadi ikut mengurusi adiknya yang sedang terkena musibah.""Wahyu kan punya istri, Bu. Dan juga ada keluarga istri juga. Ini