Beranda / Thriller / KUKU BU SAPTO / KUKU BU SAPTO HILANG

Share

KUKU BU SAPTO HILANG

Penulis: Raifiza27
last update Terakhir Diperbarui: 2021-03-09 23:15:59

“Badan kamu sehat ‘kan?”

Tampak kecemasan membayang di wajah Harso. Apalagi pekerjaannya sebagai sopir pribadi sering mengharuskan dirinya keluar kota.

“Raisa sehat, Pak. Bapak berangkat aja. Nanti bosnya marah-marah lagi.”

“Jaga adik kamu ya, Raisa. Jangan keluyuran malam-malam!”

“Iya, Pak.”

Setelah berpamitan, Harso masuk ke dalam mobil. Dia harus sampai jam enam pagi di rumah sang bos.

“Assalamualaikum!” ucap Harso sembari melambaikan tangan pada anak-anaknya.

“Waalaikumsalam!” jawab mereka berdua serempak.

“Dadadaaa, Paaaak!” teriak Momoy, yang terus mengikuti laju mobil sang Bapak sampai menghilang.

Tampak Raisa masih menunggu Momoy. Terdengar derap langkah adiknya berlari mendekat. Membuat napasnya tersengal-sengal.

“Ayo masuk!”

“Aku lapar, Mbak.”

“Beli, apa bikin?”

“Ehmmmm … apa ya?”

“Cepetan, nanti Mbak mau ke rumah Bu Marto.”

“Aku ikut!”

“Kamu ‘kan sekolah.”

Bocah kecil itu tertunduk lesu.

“Udah mandi sana dulu! Mbak buatin nasi goreng sama telur ceplok.”

Momoy pun berlari kegirangan.

“Horeeee … nasi goreng!”

Setelah adiknya masuk kamar mandi. Raisa masuk kamarnya. Dia mencari plastik yang tadi dilempar.

“Ini dia!”

Saat Raisa memperhatikan kembali. Matanya semakin terbalalak. Dengan mulut yang terbuka lebar.

“Haaaahhhh! Darah …?” Suara Raisa terdengar aneh dan jarang terekspose. Tapi, menyedihkan."

Tampak raut wajah Raisa memerah.

“Bagimana bisa? Hanya potongan kuku bisa sampai berdarah?”

Cukup lama Raisa memperhatikan kuku yang berada dalam bungkusan plastik itu. Segala tanya langsung melesak dlam pikirannya saat ini. Yang tak mungkin ada jawaban.

Hingga sebuah tepukan lembut bersarang di pinggulnya.

“Haaaahhh!”

Sontak gadis itu menoleh. Dia melihat Momoy yang sudah berpakaian lengkap seragam sekolah.

"Kamu jangan pernah sekali lagi bikin Mbak Kaget seperti tadi!" hardik Raisa kesal.

"Maaf, Mbak," ucap mOmoy dengan wajah memelas.

Kemudian, Raisa memeluk adiknya.

“Haaahhh, maafkan Mbak. Aku juga lupa belum bikin nasi gorengnya.”

Buru-buru, dia meletakkan kembali bungkusan plastik, ke atas lemari. Lalu berlari ke dapur. Momoy terus memperhatikan, dan penasaran.

“Apa ini?” ucap Momoy lirih.

Bocah kecil itu, naik ke atas kasur. Dia mencoba untuk meraih bungkusan tadi. Rasa penasaran terus membuat dia berusaha untuk mengambilnya.

“Ehhh! Kok sulit?” ucap Momoy lirih.

Bersamaan dengan itu. Terdengar seseorang mengucap salam.

“Assalamualaikum!”

“Waalaikumsalam. Momoy, lihat siapa di depan!” teriak Raisa.

“Iya, Mbak!”

Bocah lelaki itu berlari menuju pintu rumah. Saat pintu terbuka lebar. Muncul sosok Bu Marto.

“Mana Mbak Raisa?”

Momoy hanya menunjuk ke arah dapur.

“Ibu masuk ya?”

Momoy hanya menjawab dengan anggukan.

“Raisaaa …!” Terdengar suara Bu Marto yang berteriak.

Gadis itu hanya melongok keluar.

“Bu Marto,” ucapnya dengan kedua mata yang berbinar.

“Kamu enggak usah masak! Ibu bawakan kamu nasi goreng kesukaan Momoy.”

“Serius ini, Bu Marto?”

“Ya, serius lah. Gimana sih kamu ini!”

Bergegas Raisa langsung mengganti di tempat makanan milik Momoy.

“Bu, sebentar. Saya urus si Momoy dulu.”

“Urus aja dia dulu.”

Setelah itu, Raisa memasukkan tempat makanan ke dalam tas.

“Ingat! Pulang sekolah langsung pulang!”

Bocah sepuluh tahun itu hanya mengangguk.

Kemudian, Momoy pergi mengayuh sepedanya, menuju ke sekolah. Meninggalkan Raisa dan Bu Marto.

“Tumben anak itu, kok aneh? Enggak ada bawelnya?”

Tanpa banyak bicara lagi. Raisa menarik pergelangan tangan Bu Marto. Mengajak dia masuk ke dalam kamar.

“A-ada apa, Raisa?”

Dengan cepat, dia mengambil bungkusan yang berada di atas lemari. Dan naik ke atas kasur.

“Kok enggak ada?”

“Apanya?” tanya Bu Marto heran.

Tampak Raisa kebingungan, dan mencari di semua lantai. Sampai di bawah kolong ranjang. Tetap bungkusan itu tak bisa ditemukan.

“Kamu ini cari apa sih, Raisa?”

“Kukunya, Bu!”

“Maksud kamu kukunya hilang lagi?”

“Tadi baru saja aku taruh di atas lemari ini, Bu. Enggak mungkin hilang.”

“Coba kamu ingat lagi Raisa!Jangan sampai hal ini nanti membawa balak ke rumah kamu!”

“Raisa tahu, Bu. Tapi—“

Gadis itu dibantu oleh Bu Marto mencari ke seluruh kamar. Raisa sampai mengacak rambutnya yang panjang. Tampak dia sangat kesal.

“Sebaiknya kamu tenang dulu. Sebenarnya ada apa dengan kuku itu?”

“Saya sepanjang malam di hantui terus, Bu.”

Wanita itu, memperhatikan wajah Raisa yang pias. Terlihat dia marah, kecewa, dan kesal pada dirinya sendiri.

“Bukan cuman kamu aja, Raisa. Yang dihantui.”

Ucapan Bu Marto membuat Raisa, terbengong.

“Memang siapa saja?”

“Kalian berlima. Para pemandi jenazah.”

Deg!

“Kami berlima?”

“Kamu ingat ‘kan siapa aja mereka?”

“Saya masih ingat, Bu. Tapi, Ibu tau dari mana?”

“Bu Tyas yang bilang. Karena dia juga di datangi penampakan Bu Sapto.”

“Bu Tyas, kampung sebelah?”

Terlihat Bu Marto manggut-manggut.

“Lalu, saya harus ngapain, Bu? Padahal rencana saya hari ini, mau kuburkan kuku itu.”

“Coba kamu ke rumah Bu Tyas, Raisa. Sepertinya enggak hanya dia yang dihantui.”

“Nanti mereka marah sama saya, Bu?”

“Mereka ‘kan enggak ada yang tau mengenai kuku ini?”

Raisa langsung tepuk jidat

“Saya benar-benar lupa. Terus saya ke sana ngapain?”

“Tanyakan lah dihantuinya seperti apa?”

“Baik-baik, Bu. Sekarang juga saya ke rumah Bu Tyas.”

Raisa langsung menyambar jilbab yang tergantung di balik pintu.

“Ayo, Bu!”

Setelah mengunci pintu rumah. Raisa mengambil sepeda roda dua, dari garasi.

“Aku pulang dulu. Ingat! Kalau kuku sudah ketemu, segera sucikan. Dan, beri kain kafan, setelah itu kuburkan.”

“Baik, Bu Marto. Saya jalan ke Bu Tyas dulu!”

Gadis itu dengan cepat mengayuh sepedanya. Menuju kampung sebelah, yang jaraknya tak terlalu jauh.

Sekitar sepuluh menit. Raisa sudah sampai di depan rumahnya.

“Kok Sepi rumahnya.”

Langkahnya tergesa-gesa menuju halaman samping rumah.Terlihat pintu dapur sedikit terbuka.

Tok tok tok!

“Bu Tyas … Bu Tyas!”

Tak ada jawaban.Rumah ini benar-benar sunyi. Terlihat Raisa memperhatikan rumah di sekitar tempat ini.

Saat Raisa hendak beralih dari tempat itu. Dia seperti mendengar suara, yang mengerang. Erangan kesakitan.

“Eeeerggh!”

Suara itu terdengar semakin kencang. Membuat Raisa penasaran. Dia masih berdiri di depan pintu dapur yang terbuka.

“A-apa aku langsung masuk?”

Sejenak Raisa bergelut dengan hatinya. Lalu dia memutuskan untuk masuk ke dalam.Langkahnya bergerak pelan.

Sampai pandangan matanya, melihat seseorang dari arah belakang.

“Bu Tyaaas!”

Namun, sosok wanita itu hanya diam.

“Assalamualaikum, Bu Tyas!”

Tetap saja wanita itu diam. Membuat Raisa mengernyitkan dahi.

“Apa dia enggak dengar?”

Dengan memberanikan diri. Raisa melangkah masuk, menghampiri wanita yang duduk di kursi rotan.

“Permisi, Bu! Apa Ibu Tyas ada?”

Tak ada suara sama sekali. Ruang tengah itu semakin sunyi, dan hening.

“Masih pagi, aku kok merinding?”

Akhirnya dia berjalan lebih mendekat. Lalu maju dua langkah, hingga sampai di hadapannya.

Raisa pun menepuk bahu kanannya.

“Bu!”

Raisa mengulangnya lagi.

“Bu! Ibu kenapa kok diam?”

Dia sedikit mengguncang tubuh wanita itu. Membuat kepalanya terjatuh miring ke kiri.

“Haaahhh!”

Raisa terkejut, dan tersentak.

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Hilman Herdian
Nitip jejak
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • KUKU BU SAPTO   TABRAKAN

    Raisa masih berdiri di dekat Bu Tyas. Tubuh wanita itu, terkulai lemah. Saat dia memperhatikan dengan seksama. Dari ujung rambut hingga kaki. Tatap mata Raisa, tertuju pada tangan Bu Tyas yang berdarah.“Kenapa kukunya?” tanya Raisa berbisik.Kemudian, dia melihat di bagian kuku jempol kiri. Kukunya seperti terkelupas. Dengan darah yang terus menetes.Saat Raisa tersadar. Dia langsung berlari keluar rumah.“Kuku …?” bisiknya sambil berlari.Pandangannya melihat ke kanan dan kiri. Lalu mengarah pada rumah tetangga.Dari kejauhan terlihat seorang laki-laki mengendarai motor. Raisa berlari kencang mengejar.“Paaak … Pak!”Motor itu langsung berhenti. Raisa berlari mendekat.“Pak, tolong saya!”“Memangnya ada apa?”“Tolong tetangga saya!”Dua orang lelaki itu terhenyak.“Lah RTnya ke mana Mbak?”

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-09
  • KUKU BU SAPTO   ANCAMAN

    Mereka berdua mencari kuku itu di sekitaran mobil. Lelaki tampan itu, seperti melihat sesuatu di bawah ban mobilnya.“Ini, yang kamu cari?” Sembari enunjuk ke arah ban mobil.“Iya!” Raisa hampir berteriak. Rona kemerahan di pipinya menghiasi. Wajahnya yang kesal berubah senang. Dia pun menghampiri lelaki tampan itu.“Tolong mobil kamu majukan sedikit.”“Oke. Aku pinggirin sepeda kamu dulu!”Setelah itu, dia masuk ke dalam mobil. Hanya sekian detik. Mobil berpindah tempat. Raisa segera mengambil bungkusan plastik itu.“Syukur Alhamdulillah.”Saat melihat sepedanya. Raisa langsung berteriak.“Sepedakuuu! Gimana aku bisa pulang, dan ke kuburan?”Lelaki itu berjalan menghampiri Raisa. Wajahnya terlihat masam“Bukannya tadi aku sudah bilang Non. Sepeda aku perbaiki, atau kamu yang perbaiki. Nanti aku kasih duit.”Raisa berpaling,

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-09
  • KUKU BU SAPTO   BAU BUSUK LAGI

    “Ini kuburannya?”Raisa mengangguk.“Mas Delon tunggu di mobil aja.”“Aku ingin ikut kamu!”“Enggak usah! Tunggu aja di mobil!”Delon semakin heran melihat tingkah laku Raisa. Setelah Raisa berjalan cukup jauh. Dia pun turun dari mobil.“Aku ingin tau, apa yang sebenarnya dilakukan di kuburan? Anak Pak Harso ini, semakin aneh.”Delon pun mulai memasuki kuburan. Dari jauh dia bisa melihat Raisa yang sedang berjongkok, di depan sebuah makam. Terlihat dia seperti, sedang menggali tanah.“Apa yang dia lakukan? Ke-kenapa dia menggali tanah kuburan dengan tangannya? Ini sudah aneh sekali. Pak Harso apa main guna-guna, atau dukun ya?”Bersamaan dengan itu. Peluh mulai membasahi wajah dan tubuh Raisa. Berulang kali dia mengusap keringat yang menetes dari dahinya.Setelah membacakan sholawat, dan kalimat tauhid. Raisa memendam kuku Bu Sapto.&ld

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-10
  • KUKU BU SAPTO   KUKU ITU ADA LAGI

    “Da-darah?”Momoy mengangguk pelan. Lalu bocah kecil itu, menunjuk sesuatu.“Apa lagi?”“Mbak lihat sendiri ke atas lemari!”Perasaan Raisa semakin tidak tenang. Bulu kuduknya langusng berdiri, merinding. Belum pernah selama hidupnya, dia merasa merinding seperti ini.Momoy menggoyang jari-jari tangan kakaknya. Sembari menunjuk ke atas lemari.“I-iya, sebentar.”Lalu, Raisa naik ke atas kursi. Mencoba melihat apa yang ada di atas lemari.Deg!Sontak raut wajahnya memucat. Kedua matanya terbelalak, dengan mulut yang terbuka lebar.“Ke-kenapa … jadi ada di sini lagi?” Suara Raisa hampir berteriak.Membuat Delon yang semula duduk tenang di ruang tamu. Beranjak dari tempatnya. Dia berdiri di depan pintu kamar.Hidungnya terlihat bergerak-gerak.“Bau apa ini, Sa?”Tanpa menjawab, Momoy menunjuk ke atas lemari. Rai

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-10
  • KUKU BU SAPTO   DIKEJAR BU SAPTO

    Tampak dia mendahului berjalan keluar. Dengan cepat Delon mengikuti langkahnya.Lalu membuka pintu mobil. Diikuti oleh Raisa dan adiknya.“Raisa, jalannya ke mana ini?” tanya Delon.“Biar saya pandu, Mas.”“Makasih, Pak.”Mobil mulai melaju menuju pemakaman desa sebelah. Tak lama kemudian. Mobil sudah berhenti di depan pagar makam.“Ayo, kita turun!” ajak Pak Yasin.Mereka berjalan mengikutinya.“Mbak Raisa, di mana makamnya?”“Itu, Pak. Jalan lurus aja!”Tak lama mereka berjalan. Akhirnya sampai di makam Bu Sapto. Tampak Pak Yasin berjongkok.“Mana bekas Mbak Raisa menguburkan kuku tadi?”“Ini, Pak!”Kemudian, lelaki itu menggali bekas Raisa. Cukup lama dia menggali tanah dengan sebuah ranting pohon.“Apa Mbak Raisa menguburnya cukup dalam?”“Enggak kok, Pak. Saya me

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-10
  • KUKU BU SAPTO   TEROR MELANDA DESA

    Mereka semakin kebingungan. Raisa pun sudah tak bisa berpikir lagi. Kemudian, Momoy yang kelelahan terbatuk-batuk.“Mbak, berhenti dulu. Perutku sakit!”“Iya, Moy.”Napas ke-duanya sampai terdengar ngos-ngosan. Lalu spontan mereka menoleh ke belakang. Seseorang yang tadi seolah mengikuti, sudah tak terlihat.“Haaahhh!”Terdengar napas lega pada keduanya. Mereka pun membalikkan badan, untuk melanjutkan jalan pulang.Tapi ….Seorang wanita sudah berdiri tepat di hadapan Raisa, dan Momoy. Hanya berjarak sejengkal. Sesaat mereka hanya bisa terbelalak. Dengan mulut yang terperangah.“Raisaaa … mana kuku-ku?”“Haaaaarghhh!”Sontak keduanya berbalik arah, dan berlari kencang.“Lari, Moy!”Mereka terus berlari. Hingga tubuh mereka membentur seorang laki-laki yang berdiri di tengah jalan. Sampai Momoy jatuh terguling, dan me

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-10
  • KUKU BU SAPTO   DELON MULAI DIHANTUI

    Raisa semakin menekuk wajahnya. Dia tak sanggup untuk berkata-kata lagi.“Sebaiknya besok, kita ke rumah keluarga Bu Sapto. Bagaimana?”“I-iya, Bu. Tolong temani saya! Saya takut, apalagi kalau Bapak pulang, dan tau cerita ini.”“Bapak kamu luar kota lagi?”Raisa hanya mengangguk.“Ya sudah. Ibu tinggal pulang dulu. Kalau ada apa-apa, kamu kan bisa telpon Ibu?”“Tapi HP Raisa masih rusak Bu.”“Pake telpon rumah. Masih nyalakan?”“Masih.”“Aku pulang dulu! Besok kita temui keluarganya.”Gadis itu mengangguk berulang-ulang. Lalu mengantar Bu Marto sampai pagar.“Jangan lupa ditutup pagarnya.”“Iya, Bu!”Setelah Bu Marto meninggalkan dirinya. Raisa bergegas mengunci pagar, dan masuk rumah.Dia masih bergidik mendengar cerita tetangganya itu.“Haaahhh!”

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-10
  • KUKU BU SAPTO   LEPASKAN IKATANKU

    Kedua mata Delon membulat lebar. Dengan ternganga. Pandangan matanya nanar. Dengan seluruh tubuh yang tak bisa bergerak sama sekali.Raut wajah itu begitu mengerikan. Kedua telapak tangannya menempel. Dengan jari-jari yang mengeruk kaca jendela. Bibirnya menempel hingga lipstiknya yang merah, membekas di jendela.Membuat Delon semakin tak bisa bernapas. Tarikan napasnya bagai tertahan.Kedua manik matanya serasa terus menatapnya tanpa jeda. Seperti sednag dikendalikan oleh sosok wanita itu.“Mana kuku-ku … mana?”Suaranya terdengar jelas di telinga Delon. Dengan gerak cepat dia menutup korden jendela. Lalu berlari ke atas kasur.“Gilaaa! Kenapa wanita itu minta kukunya ke aku?”Delon pun menutup wajahnya dengan bantal. Dia masih belum bisa melupakan sorot matanya yang menghitam. Di sekeliling mata sosok itu, terdapat lingkaran keputihan. Yang ternyata nanah. Bercampur dengan darah yang terus menetes.

    Terakhir Diperbarui : 2021-03-10

Bab terbaru

  • KUKU BU SAPTO   EXTRA BAB - 3 ( TAMAT)

    "Minumlah dulu kalian! Biar tenang."Perkataan lelaki itu membuat Raisa mengerutkan dahi."Apa Abah tahu yang menimpa perjalanan kita pulang?"Lelaki itu hanya terkekeh. Lalu dia mengangguk pelan."Kenapa mereka masih mengganggu kita lagi, Bah?""Minumlah dulu. Biar nanti saya cerita."Mereka pun akhirnya minum teh dan kopi yang sudah disediakan. Raisa berulang kali mengembuskan napasnya. Air teh yang diminum serasa mampu membuat tubuhnya yang tadi dingin."Habiskan! Biar kalian lebih tenang. Karena mobil kalian sedang membawa sesuatu yang enggak lombo." (Lombo = tidak wajar)Terutama Raisa dan Delon terperanjat saat mendengar perkataan Abah Harun."Enggak lombo?" ulang Raisa."Iya, Mbak. Kalian ikutlah kemari!"Mereka bertiga mengikuti langkah Abah Harun keluar rumah. Menuju mobil Delon yang ringsek bagian depan."Tolong buka bagian belakangnya Mas Delon!""Baik, Bah."Setelah membuka

  • KUKU BU SAPTO   EXTRA BAB - 2

    "Perlu kita periksa lagi Mas Hamaz?""Udah ahhh, enggak usah! Perasaan aku enggak enak banget!" cetus Raisa melarang mereka turun lagi. "Kita jalan aja!"Pada akhirnya Hamaz dan Delon sepakat. Meneruskan perjalanan pulang yang penuh hambatan. Jalanan pun tampak lengang. Tak ada satu kendaraan yang terlihat. Hingga hidung Raisa terlihat bergerak-gerak. Seperti sedang mengendus sesuatu. Begitu juga Delon."Kalian bau enggak?" tanya Delon."Udah jalan aja Mas Hamaz!" pinta Raisa.Dalam waktu bersamaan. Tiba-tiba mesin mobil mati lagi."Loh, Mas Hamaz. Kok berhenti?" teriak Raisa."Enggak tau juga nih, Mbak.""Biar aku ganti yang nyetir. Mas capek mungkin," sahut Delon. Keduanya bertukar posisi. Delon pun mencoba untuk menyalakan mobil lagi. Lalu menggeleng mengarah pada Raisa dan Hamaz."Tetep enggak bisa nyala," sahut Delon kesal.Tampak dia mencoba untuk terus menyalakan mobil.

  • KUKU BU SAPTO   EXTRA BAB

    Tak lama dari kabar Pak Karjo. HP Raisa berdenting. Ada pesan masuk yang langsung dibaca Raisa."Tumben suami Bu Hariyani SMS ya, Mas?""Coba kamu baca, Sa!""Iya, bentar!"Seketika tangan Raisa bergetar hebat. Saat membaca pesan itu.{Assalamualaikum, Mbak Raisa. Kami kabarkan berita duka, bahwa adik kami yang bernama Sunandar telah meninggal dunia. Mohon dimaafkan bila Almarhum mempunyai kesalahan}Raisa hanya bisa terbelalak dan terperangah."Ja-jadi ...?"Ketiganya pun tak menyangka. Bila Sunandarlah yang selama ini telah membunuh Mariana. Dan telah dijadikan Naning sebagai penggantinya."Itulah sebabnya Mbok Yumna mendatanginya. Untuk memperingatkan. Dan dia juga pernah mendatangi gunung ini 'kan?" Raisa mulai mengingat kembali rangkaian cerita yang mereka dapatkan dari sang istri kala itu."Dan dia menjadi sakit. Karena menolak apa yang diperintahkan oleh Naning. Ada kemungkinan memang dia ingin mengak

  • KUKU BU SAPTO   INFO PEMENANG GA

    "Jangan mengganggu! Kami hanya mengantarkan apa yang seharusnya pulang." Suara Hamaz sangat tegas. Terdengar suara tawa yang melengking. Kini, seperti berada di atas kepala mereka. Berputar-putar, membentuk sebuah bayangan kehitaman yang besar. Hamaz bergerak cepat. Dia menyiapkan butiran tasbih yanga masih berada dalam genggaman. "Ikuti langkah saya! Jangan emlihat ke mana-mana!" tegas Hamaz. Langkah Hamaz sedikit aneh. Dia berjalan berbelok-belok. Sesekali meloncat ke kiri dan ke kanan. "Kenapa harus meloncat-loncat dan berbelok-belok?" protes Raisa. Hingga gadis itu tak bisa mengendalikan tubuhnya hingga terjatuh. Bruuukkk! Tubuh Raisa berguling-guling ke bawah, melewati Delon yang terpaku melihatnya. "Aaaaaarghhh!" Saat Delon tersadar. Dia langsung melompat tinggi dan mulai mengejar Raisa. "Raisaaa!" teriak keduanya spontan. Hamaz dan Delon bergerak cepat, mengejar t

  • KUKU BU SAPTO   RINTANGAN 2

    "Sekali lagi maafkan kami. Bagaimana dengan benda lain?"Belum sampai ada jawaban. Hamaz sudah mengeluarkan beberapa butiran tasbih yang berada di telapak tangannya. Lalu menunjukkan pada sosok ular itu."Pergilah kalian! Aku tidak ingin benda itu menyentuh sosokku!"Aroma lebus dan anyir semakin kuat melesak rongga hidung mereka bertiga."Bolehkah kami lewat, Nyai?""Baiklah. Pergilah kalian! Andai ini bulan kawin, aku ingin kamu menjadi suami aku, Kang!" ujar wanita siluman itu.Sosok sang ular, terus melihat arah Delon, yang terus menundukkan kepalanya."Jangan, Nyai. Dia sudah tak perjaka lagi. Milik seorang dedemit juga."Kemudian, terdengar suara tawa yang mendesis serta melengking."Baiklah, Kang. Aku lepaskan dia! Walau aku tau dari baunya, dia masih perjaka," ucap siluman ular dengan meliukkan tubuh. Dan akhirnya pergi menghilang."Terima kasih, Nyai!"Seketika Delon bergidik keras. Kedua matanya m

  • KUKU BU SAPTO   RINTANGAN

    Suasana semakin bertambah gelap. Kanan kiri jalan kecil, yang mereka lewati, hanya pepohonan lebat. Untunglah penerangan tiga ponsel sangat membantu mereka. Napas ketiganya mulai terengah-engah, menyusuri jalan setapak. Yang sepertinya jarang dilewati. "Mas, berhenti sebentar. Kelihatannya dekat, tapi aku capek banget," ujar Raisa. Mereka pun ikut berhenti dan beristirahat sebenatr. Dalam tas yang dibawa Raisa, dia mengeluarkan sebotol teh yang ternyata yang masih hangat. "Apa itu, Sa?" "Tadi dikasih Bu RT. Ya aku bawa saja 'kan? Lagian perut aku lapar." Hamaz dan Delon mengikuti Raisa yang duduk di bebatuan. Dengan lahap ketiganya makan pisang goreng. Tak ada suara lain, keculai kunyahan mereka. Dan suara binatang malam yang mengiringi malam ini. "Yuk! Kita lanjut!" ajak Hamaz. "Jalan ini betul-betul enggak ada penerangan sama sekali," celetuk Delon. "HPku dah lobat nih." "Kayaknya dikit lagi kok Ma

  • KUKU BU SAPTO   MENEMBUS HUTAN MENUJU GUNUNG K

    Mobil melaju dengan kecepatan tinggi, menuju gunung K. Tampak Hamaz mengambil alih kemudi. Dia melihat Delon yang amsih sering meringis karena kesaitan. begitu juga dengan Raisa yang tampak kelelahan."Sebenarnya apa yang terjadi di dalam tadi?""Kita hampir mati dibunuh sosok makhluk itu, Mas.""Bagaimana ceritanya?""Tiba-tiba di hadapan kami itu banyak mayat yang bergelantungan. Tepat di atas kita Mas. Akhirnya kita ya lari ke kamar itu.""Kamar belakang?""Iya, Mas Hamaz.""Terus?"Raisa berhenti sebentar. Terkadang dia masih merasakan lehernya yang sakit."Sepertinya lukisan itu, gambar si sosok makhluk wanita iblis itu, Mas Hamaz.""Jadi dia yang menyuguhkan pesugihan pada Bapak Mariman?""Benar, Mas. Kalau penampakan saat normal, emang sangat cantik Mas. Tapi, sebenarnya wajah dia sangat mengerikan. Wajahnya hancur dan rusak. Baunya juga enggak enak lagi.""Menurut Raisa dan Mas Hamaz nih ya.

  • KUKU BU SAPTO   JASAD MARIANA

    Secepat kilat. Abah Harun kembali menyerang, dengan menyambar tubuh Wilujeng dan melemparkannya hingga terpental sangat jauh. Seketika membuat raut wajah wanita itu berubah mengerikan.Bibir yang sobek dari ujung ke ujung, hingga di bawah telinga. Belum lagi aroma busuk yang menguar begitu kuat."Hei!"Sosok itu memutar lehernya hingga menghadap ke arah lelaki itu. Kesempatan baik, tak disia-siakan. Abah Harun langsung melempar tasbih yang tersisa dua di tangannya."Nih, ambil!"Dengan gerakan sangat cepat dan penuh keyakinan. Wilujeng langsung terbang meluncur ke arah Abah Harun. Dengan menyiapkan hantaman maut miliknya."Allahu Akbar!"Terdengar alunan ayat-ayat doa dari bibir Abah Harun yang masih berdiri tenang. Membuat raut wajah Wilujeng mulai memerah, bagai terbakar bara api. Tubuhnya semakin tertekan oleh cengkeraman sinar butiran tasbih yang berada dalam genggaman tangan lelaki itu.Tubuh Wilujeng perlahan mulai

  • KUKU BU SAPTO   PERTEMPURAN - 2

    "Kau tak akan bisa menang melawan aku, Manusia. Ini duniaku. Singgasanaku. Kau mau berbuat apa? Aku pastikan kau akan kalah!!!" seru Nyai Wilujeng dengan keras.Terlihat dari raut wajahnya yang selalu berubah-ubah. Dia sedang dalam keadaan murka.Kilatan cahaya seperti medan arus listrik, tergambar jelas diangkasa. Kian menyambar perbukitan yang ada di sekitar tempat ini."Petir itu akan terus berjalan mengejarmu lelaki tua? Dan, akan menuju arah sini!" ucap wanita itu, senang.Sekilas Abah Harun memeprhatikan gelegar dari petir yang menyambar. Sampai membuat terbakar beberapa titik. Saat Abah Harun berbalik, sosok wanita itu telah menghilang."Hemmm, aku harus mencarinya!"Lelaki paruh baya itu, langsung berlari walau tak mudah di tempat ini. Ilalang yang tingginya, seukuran manusia dewasa. Terasa bagai pagar yang menghalangi langkahnya berlari.Sejenak Abah Harun memejamkan kedua matanya. Dia mencoba untuk melesat sebaga

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status