Aditya memasuki markas preman yang dia bayar untuk menemukan Bramasta. Melihat seorang Laki-laki yang sedang diikat di sebuah kursi, Aditya tak berkata apapun selain langsung melayangkan tinjunya berkali-kali.
Buuuugh!"Kurang ajar! Kamu kira bisa sembunyi dariku? Tidak. Beraninya kamu membuat ayahku hampir kehilangan nyawanya karena bukti kotor yang kau kirim!""Ampuni aku, Aditya. Aku hanya ingin kehancuran Indri. Maafkan aku.""Tapi tak begini caranya. Bajingan kau!'Buuuggh!Kembali Aditya meninju perut Bramasta. Laki-laki itu hanya bisa meringis dan pasrah. Setelah berhari-hari mampu bersembunyi rupanya ia bisa ditemukan. Rupanya komplotan Aditya memiliki jaringan yang sangat kuat hingga tak butuh waktu panjang, ia bisa ditangkap."Sekarang temani kekasihmu itu di dalam penjara!""Jangan coba-coba penjarakan aku, Aditya. Aku sudah menyetel orang luar untuk menyebarkan foto bugil istri papamu itu jika sa"Ka-kamu hamil?" Dareen seperti merasa sedang bermimpi. Secara tidak langsung Dahlia mengatakan takkan ada harapan untuknya lagi karena dia dan Aditya telah menyatu dan kini berbuah. "He'em. Sebentar lagi aku akan menjadi seorang ibu, Dareen. Kamu akan menjadi seorang paman. Paman ganteng atau om tampan?" goda Dahlia dengan pandangan berbinar. Tiba-tiba dari arah dalam kamar Dareen terdengar suara Hadi Pratama. "Siapa yang Om tampan?" "Papa di sini?!" Dahlia terkesiap. Kedua mata Hadi langsung melihat tespack digital yang di tangan Dareen. "Aa-apaa itu?" suara Hadi gemetar. Dadanya bedebar. Ia meragukan mata tuanya. "Tes-tespack, Pa," jawab Dahlia jadi gugup. "Siapa yang punya?!!" tanya Hadi tak sabaran. "Romlah yang punya," jawab Dareen ketus. Wussh! Dahlia merampas tespack itu dengan cepat dari tangan Dareen. "Enak aja. Aku yang punya, Pa!" seru Dahlia dengan nada tinggi. Upss! Wanita itu menutup mulutnya karena keceplosan. Hadi Pratama tertawa senang sampa
@Kantor Central Glori"Pak Aditya, sudah waktunya kita ke ruang pertemuan," ujar Pak Nyoman membukakan Aditya pintu ruangan.Aditya mengangguk. Dia tersenyum lebar sembari bangkit dari kursinya."Sepertinya bulan purnama semalam menetap di wajah Anda, Pak," gurau Nyoman."Aku sedang bahagia hari ini. Sebentar lagi aku akan menjadi ayah," ujar Aditya senang."Waaah selamat ya, Pak. Saya turut senang."Sembari mengeluarkan tabnya dan merapikan dasinya, Aditya terus saja bicara."Dan hari ini, semoga kesepakatan bekerja sama dengan Martha Bumi Tbk menjadi titik tolak Central Glori semakin mengepakkan sayapnya," ujar Aditya semangat."Tentu saja, Pak. Mereka adalah perusahaan yang sudah memiliki puluhan cabang di luar negeri. Akan sangat menguntungkan jika mereka bisa mengambil produk k
Mandala mendehem menyamarkan perasaannya yang membuncah. Rupanya menerima Belinda di perusahaannya adalah pilihan yang sangat tepat. Ini akan sangat menguntungkan jika resep slice potato chips ala Central Glori benar-benar bisa diadopsi dan dimodifikasi."Begini, Pak Aditya. Sepertinya saya harus memusyawarahkan ini kembali dengan jajaran devisi Martha Bumi. Kami akan menghubungi Anda kembali.""Baik, Pak Mandala. Saya berharap, kami akan mendapatkan berita gembira."Mandala bangkit dan mengulurkan tangan untuk bersalaman dengan Aditya. Keduanya tersenyum. Belinda mengikuti langkah bosnya, keluar dengan pinggul yang berlenggak-lenggok."Dia CEO yang tampan."Mandala membuka percakapan saat berada di dalam mobil bersama Belinda.Tadi, wanita itu datang menggunakan grab. Belinda hanya mengangguk dingin. Ia kesal sekali karena Aditya sama sekali tak memberikan mat
"Aku sudah dengar berita tentang ibu tirimu yang berakhir di penjara. Karma buruk telah menimpanya karena memang dia jahat. Sedangkan aku yang tulus mencintaimu, sekarang berada di puncak tertinggi sebagai seorang karyawan di perusahaan distribusi kudapan terbesar di negara ini. Tapi sayang, kamu masih memelihara anaknya yang juga seekor ular.""Apa maksudmu?!" tanya Aditya dengan wajah serius."Kamu tahu, kenapa butuh waktu lama untuk menemukan akunku? Karena sebelum IT ayahmu bekerja, Dareen yang membantuku dengan hacker handalnya yang bernama Bryan. Dareen juga terlibat. Aku berkata jujur. Tanyakan saja pada adikmu itu."Kosong rasa hati Aditya. Namun ia berusaha untuk tenang. Ia tak ingin Belinda mengalihkan pembahasan. Urusan Dareen, nanti dia akan bicarakan dengan pemuda itu. Rupanya selama ini Dareen banyak tahu tapi memilih bungkam demi ibunya yang jahat bahkan justru membantu wanita itu. 
Aditya melajukan mobilnya dengan kencang. Yang barusan itu adalah sebuah peperangan batin yang sebenarnya. Jiwa laki-lakinya yang dikendalikan hormon testosteron di dalam sana sedari tadi mengumpatinya tak henti. 'Bodoh sekali kamu! Kapan lagi bisa menikmati keindahan dunia yang begitu menyita mata?! Bodoh seribu kali bodoh! Kamu tak perlu membayar apalagi merayu. Dia sendiri yang datang menyuguhkan hidangan lezat! Laki-laki tak guna! Kamu telah melewati hal yang sangat nikmat. Perempuan cantik, seksi, dan kamu jangan bohongi hatimu, Aditya! Kamu masih mencintainya! Kamu mencintainya! Itu kenapa kamu tak bisa mengatakan cinta pada istrimu yang puluhan kali sudah kamu sentuh!' "Arrrghhh! Sial! Tidak! Aku tak boleh kalah oleh pikiranku sendiri. Belinda itu haram! Dia haram kusentuh! Bahkan aku sudah melakukakn dosa besar meski hitungan detik." 'Hahahha! Persetan dosa besar! Itulah fungsinya Tuhan Maha Pengampun. Sudahlah! Dia masih di sana menunggu bersama suguhan yang sudah kamu cic
Dareen sedang menghisap rokoknya sembari menikmati secangkir kopi bersama Cantika. Kini, gadis itu tinggal bersama adiknya. "Kalau kerjanya Mbok Micum gak bagus, kasih tahu saja aku. Dia saudara Mbokku di rumah. Aku yakin, dia juga telaten seperti kakaknya, Romlah.""Iya, Bang. Terimakasih," jawab Cantika.Hari itu, Dareen mengantarkan seorang art untuk adiknya itu. Namun Cantika tak banyak bicara. Gadis itu bahkan tak ingin menatap Dareen. "Bersabarlah atas apa yang menimpa kita, Cantika. Waktu tujuh tahun itu cukup setimpal untuk hukuman baginya," sindir Dareen. Cantika hanya diam saja. Ia sudah siap dengan yang dialaminya sekarang karena ia tahu, ayahnya memang sering melakukan tindakan kriminal"Dan juga, kubur dalam-dalam perasaan cintamu. Aku pun sudah melakukan hal yang sama sepertimu.""Dusta! Mudah bilang begitu karena kamu tak cinta padaku," sergah Cantika membuang wajah. Sulit sekali bibirnya memanggil Dareen dengan panggilan Abang. "Meski bukan kamu, tapi aku yakin, per
Wanita itu terus berbicara sendiri seolah suaminya ada di depannya. Suara erangannya yang memilukan hati teredam oleh derasnya air keran itu. Dahlia terus memegang dadanya yang seperti baru saja terkoyak-koyak hanya oleh sebuah kata. Belinda. *Dahlia keluar kamar mandi dalam kondisi tubuh kedinginan dan matanya yang merah. Ia tak mampu menahan dirinya hingga terbatuk-batuk, membuat Aditya terbangun. "Kamu kenapa, Dek?" tanya Aditya sembari melihat ponselnya. Sudah ashar. Dahlia tak bicara sedikitpun. Tubuhnya terasa dingin sampai ke tulang-tulangnya. Aditya menghampiri istrinya. "Kenapa matamu merah? Habis muntah?"Dahlia diam saja. Aditya menyentuh kening istrinya. Hangat."Lah, kamu sakit? Kok bisa? Cepat pakai baju gih. Nanti kena flu. Aku mandi dulu."Tanpa menunggu respon Dahlia, Aditya langsung masuk kamar mandi. Dahlia segera memakai bajunya lalu berselimut beberapa saat. Dingin sekali yang dia rasakan sampai menggemeletak gerahamnya. Setelah beberapa menit, suhu tubuhnya
Baru saja Aditya membuka pintu, tongkat kayu Hadi Pratama sudah melayang, memukul kepalanya hingga terdengar suara yang cukup keras. "Papa! Sakit!" teriak Aditya marah. "Kamu apakan adikmu, ha?!" Kepluuuuuk! Tongkat kayu itu kembali mendarat di bahu Aditya. "Aku ... aku ...!" Aditya kebingungan karena ia bertekad akan menyembunyikan perbuatan Dareen yang sudah membantu Belinda. "Kamu mau ajari adikmu atau kamu mau siksa dia? Ha?! Jawab Papa!" Lagi-lagi tongkat Hadi beraksi. Tak tanggung-tanggung, cukup membuat Aditya terpaksa berlari mengitari ruangannya sendiri untuk menghindar. "Memangnya Dareen bilang apa sama Papa?! Dasar tukang ngadu!" umpat Aditya meringis, mengusap kepala juga sikunya yang terasa seperti disetrum. "Dia gak ngadu! Semua juga bakalan nanya. Pipi adikmu sudah seperti disengat ratusan lebah, memar begitu! Kamu sungguh keterlaluan, Dit! Masak latihan boxer kayak lagi tarung?! Jahat kamu!" omel Hadi terengah-engah. Aditya memilih diam dan mendengar o
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand