Wanita itu terus berbicara sendiri seolah suaminya ada di depannya. Suara erangannya yang memilukan hati teredam oleh derasnya air keran itu. Dahlia terus memegang dadanya yang seperti baru saja terkoyak-koyak hanya oleh sebuah kata. Belinda. *Dahlia keluar kamar mandi dalam kondisi tubuh kedinginan dan matanya yang merah. Ia tak mampu menahan dirinya hingga terbatuk-batuk, membuat Aditya terbangun. "Kamu kenapa, Dek?" tanya Aditya sembari melihat ponselnya. Sudah ashar. Dahlia tak bicara sedikitpun. Tubuhnya terasa dingin sampai ke tulang-tulangnya. Aditya menghampiri istrinya. "Kenapa matamu merah? Habis muntah?"Dahlia diam saja. Aditya menyentuh kening istrinya. Hangat."Lah, kamu sakit? Kok bisa? Cepat pakai baju gih. Nanti kena flu. Aku mandi dulu."Tanpa menunggu respon Dahlia, Aditya langsung masuk kamar mandi. Dahlia segera memakai bajunya lalu berselimut beberapa saat. Dingin sekali yang dia rasakan sampai menggemeletak gerahamnya. Setelah beberapa menit, suhu tubuhnya
Baru saja Aditya membuka pintu, tongkat kayu Hadi Pratama sudah melayang, memukul kepalanya hingga terdengar suara yang cukup keras. "Papa! Sakit!" teriak Aditya marah. "Kamu apakan adikmu, ha?!" Kepluuuuuk! Tongkat kayu itu kembali mendarat di bahu Aditya. "Aku ... aku ...!" Aditya kebingungan karena ia bertekad akan menyembunyikan perbuatan Dareen yang sudah membantu Belinda. "Kamu mau ajari adikmu atau kamu mau siksa dia? Ha?! Jawab Papa!" Lagi-lagi tongkat Hadi beraksi. Tak tanggung-tanggung, cukup membuat Aditya terpaksa berlari mengitari ruangannya sendiri untuk menghindar. "Memangnya Dareen bilang apa sama Papa?! Dasar tukang ngadu!" umpat Aditya meringis, mengusap kepala juga sikunya yang terasa seperti disetrum. "Dia gak ngadu! Semua juga bakalan nanya. Pipi adikmu sudah seperti disengat ratusan lebah, memar begitu! Kamu sungguh keterlaluan, Dit! Masak latihan boxer kayak lagi tarung?! Jahat kamu!" omel Hadi terengah-engah. Aditya memilih diam dan mendengar o
"Untuk apa kamu ajak aku ketemu? Kalau gak ada sangkut pautnya sama duit, jangan habiskan waktuku," ketus Belinda pada Dareen yang duduk di atas motornya. Belinda dan Dareen bertemu di pinggir jalan. Namun bukan jalan biasa, di tempat itu adalah jalur pariwisata. Jalur itupun diapit oleh lautan dan perbukitan. Agak jauh dari kota tapi menjadi pilihan bagi banyak orang untuk menjadi tempat menyegarkan mata. Pemandangan pantai dari atas jalan raya membuat pinggir jalan itu menjadi tempat parkiran motor dan mobil. Para pengendaranya asik menikmati suasana sembari makan jagung bakar dan jajalan lainnya. "Aku hanya ingin bertemu saja. Kenapa? Wajahmu ketus begitu padahal kamu punya banyak salah padaku," ujar Dareen mengembuskan asap rokoknya. "Apa maksudmu? Jangan bertele-tele. Di sini bukan tongkronganku." Belinda terlihat tak nyaman karena ia biasa menikmati pemandangan pantai jika menginap di hotel atau villa. Dia akan menikmati aneka kudapan hotel yang bersih, mewah dan mahal. Ti
Dahlia bersinar. Ia langsung menegaknya dengan semangat. Rasanya begitu nikmat karena ada cinta ayah mertuanya di dalam minuman itu."Akhir-akhir ini kamu sibuk sekali belajar, aku tidak memaksamu, Dahlia. Maksudku, pelan tapi pasti. Kamu juga harus menjaga kandunganmu.""Aku ingin masuk ke dalam Central Glori, Pa. Mas Aditya harus kutemani saat dia bekerja agar para dedemit yang suka menggoda suami orang bisa kuhempas," ujar Dahlia terlihat serius.Hadi Pratama tertawa. Ucapan menantunya itu sangat menggelitik baginya."Terus kuliahmu gimana? Aku lihat kamu gak keluar minggu ini.""Entahlah, Pa. Aku cuti aja kali ya?"Dahlia merasa sungkan tapi ia tak ingin, Belinda berkesempatan mendekati suaminya dengan alasan urusan pekerjaan."Oke. Santai saja. Papa tak masalah asal kamu serius sama pelajaran bisnissmu."
"Ada berita hari ini yang langsung menggemparkan dunia medsos, Pak. Ada yang sedang menfitnah produk terlaris kita. Slice Potatoes Chips kita diberitakan mengandung minyak babi!"Aditya seketika menjadi kosong. Yang barusan dia dengar itu adalah kemustahilan. Dia tak mungkin mengeluarkan produk yang mengandung minyak haram itu. Itu pasti adalah fitnah!"Jangan bawa informasi yang tidak benar, Ton! Central Glori tak mungkin menggunakan minyak babi dalam bahan pembuatan produknya!""Beritanya benar ada, Pak tapi isi beritanya yang saya yakini juga tak benar. Anda bisa melihatnya, silahkan."Kedua bola mata Aditya melebar dan naik turun men-scroll artikel-artikel terkait.*Tim Sidak Temukan Kandungan Minyak Babi Pada Produk Best Seller Central Glori**Potatoes Chips Central Glori Mengandung Minyak Babi? Ini Buktinya!**BPOM memastikan Potato
“Bagaimana Pa? Berkunjung langsung ke rumah Allah, aah pasti akan sangat menyenangkan. Kalau gak keburu hamil. Aku sudah berencana akan berangkat,” lirih Dahlia. “Baiklah, Papa setuju. Papa akan ajak Suparman dan Parjo sekaligus. Kamu gak apa-apa ditinggal?” “Waaah … Gak apa-apa dong, Pa. ini pasti berita gembira buat Pak Man dan Pak Parjo! Aku panggil mereka dulu ya!” Dahlia segera menuju depan meminta kedua pelayan mertuanya itu masuk. Mendapat berita itu langsung dari mulut majikannya, Suparman dan Parjo kompak menangis sampai tersedu-sedu. “Ap-aaapa ini nyata, Tuan?” tanya Suparman mengusap air matanya yang tiba-tiba jatuh. Hadi Pratama mengangguk pasti. Melihat respon kedua pelayannya, hatinya semakin membuncah. Romlah yang baru muncul, keheranan melihat suami dan kawannya menangis. Parjo langsung menghambur memeluk istri
Suasana menjadi sangat tegang. Semua karyawan tegang karena takut dituduh sebagai musuh dalam selimut. Aditya menatap semua karyawannya dengan pandangan tajam. Mereka tertunduk, takut pemimpin mereka mengambil keputusan yang menyulitkan mereka. "Sekarang, kembalilah bekerja. Apapun yang terjadi, tetap berikan loyalitas yang terbaik pada perusahaan. Semua akan baik-baik saja. Percayalah," ujar Aditya. Setelah mengucapkan kalimat itu, CEO Central Glori itu langsung meninggalkan aula. Nyoman dan Dareen mengikutinya. "Bawa sampel produk itu ke BPOM dan pastikan, produk itu mengandung minyak babi atau tidak," ujar Aditya pada Nyoman. "Baik, Pak Aditya. Saya akan langsung pergi sekarang." Nyoman Abirama membawa kedua produk itu dengan wajah gusar. Laki-laki itu melihat ke bawah dari ruangannya. Banyak wartawan yang sedang menunggu di parkiran. "Aku harus segera mendapatkan jawaban kebenaran dari kandungan produk ini." Ia lalu melangkah cepat, menuruni lift lalu keluar dengan waja
"Kamu jangan belagu ya, mau ngancam-ngancam aku! Kamu bukan siapa-siapa!" teriak Belinda meruntuhkan harga diri Dareen."Kamu kira aku juga nyaman ketemu sama perempuan penyihir seperti kamu hah! Dasar psikopat!"Dareen mengangkat tangannya ingin melayangkan pukulan pada Belinda. Namun perlahan ia turunkan karena tak tega juga melihat gadis itu mengerjapkan matanya sembari tertunduk karena takut."Isssh! Awas ya kamu kalau pukul aku beneran! Kubawa kamu ke penjara!"Kembali Belinda memukul dada Dareen. Pemuda itu mundur dengan wajah merah padam. Hati dan pikirannya mengumpat Belinda yang terus menyerangnya sedangkan dia tak tega memukul balik."Berhenti! Stop! Sekarang aku yang bicara! To the point, kamu kan, yang membuat skandal fitnah produk potatoes chipsnya Central Glori?! Ayo ngaku kamu, Bel!""Kamu punya bukti apa hah? Seenaknya kamu m
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand