Assalamu'alaikum. Selamat pagi. Tetap sehat selalu semuanya ya. GEM pembaca sangat berarti buat buku ini. Bantu berikan GEM ya kak. Terimakasih ❤🤗
"Kamu jangan belagu ya, mau ngancam-ngancam aku! Kamu bukan siapa-siapa!" teriak Belinda meruntuhkan harga diri Dareen."Kamu kira aku juga nyaman ketemu sama perempuan penyihir seperti kamu hah! Dasar psikopat!"Dareen mengangkat tangannya ingin melayangkan pukulan pada Belinda. Namun perlahan ia turunkan karena tak tega juga melihat gadis itu mengerjapkan matanya sembari tertunduk karena takut."Isssh! Awas ya kamu kalau pukul aku beneran! Kubawa kamu ke penjara!"Kembali Belinda memukul dada Dareen. Pemuda itu mundur dengan wajah merah padam. Hati dan pikirannya mengumpat Belinda yang terus menyerangnya sedangkan dia tak tega memukul balik."Berhenti! Stop! Sekarang aku yang bicara! To the point, kamu kan, yang membuat skandal fitnah produk potatoes chipsnya Central Glori?! Ayo ngaku kamu, Bel!""Kamu punya bukti apa hah? Seenaknya kamu m
"Sebelum potatoes chips Martha Bumi lounching, produk Central Glori harus diguncangkan. Nanti, produk kita akan menjadi oase di tengah gurun kehausan masyarakat karena kehilangan kepercayaan pada Potatoes Chip milik Central Glori," ujar Mandala dengan wajah bersinar.Belinda bagai terpasung. Bukan itu yang dia inginkan. Itu terlalu fatal. Biar bagaimana pun, ia tak ingin teman-temannya di Central Glori terancam."Ta-tapi i-ini di luar rencana kita, Pak. Maksudku, kita akan memodifikasi resep itu dan menjualnya dengan harga lebih murah. Menghancurkan nilai produk lawan tidak termasuk dalam planning.""Karena akulah yang memikirkan strateginya, Sayang. Kau pasti sudah melihat bagaimana media menggiring opini. Aku juga membayar beberapa wartawan untuk membuat artikel yang menjatuhkan. Ini sangat menyenangkan, beby. Sebentar lagi, kita akan meraih keuntungan yang luar biasa."Kedua tangan Man
Aditya menyentil kepala adiknya dengan jari telunjuk dan ibu jarinya karena merasa Dareen bak pujangga.“Bocah ingusan bicara cinta, belajar dulu cara kencing yang benar.”Aditya tersenyum kecil. Dareen juga tersenyum tipis. Di mata Aditya, ia memang masih bocah meski usianya sudah menginjak umur 26 tahun.“Papa akan umroh. Mungkin besok langsung berangkat menggunakan jalur pariwasata. Dia akan berkeliling melewati beberapa negara seperti Turkey dan Mesir.”“Alah, bilang saja dia mau liburan,” ketus Dareen menekan beberapa tombol di layar ponselnya. Perutnya sedang keroncongan dan dia sedang memesan layanan antar.“Biarkan saja, yang penting dia sudah membuat perjanjian dengan Dahlia, takkan tersambung dengan informasi bisniss. Semoga saja semua berjalan lancar. Kau tahu, perusahaan benar-benar dalam keadaan terpuruk sekarang. Masal
Aditya terkejut luar biasa. Seolah, pendengarannya sedang merampas kasar udara yang akan masuk ke rongga hidungnya. Laki-laki itu menopang tubuh di atas meja kerjanya. "Apa aku tidak salah dengar, Nyoman?" Nyoman Abirama hanya bisa mengangguk samar. Tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk. Nyoman membukanya. Ia cukup terkejut melihat seorang wanita berhijab di depannya. “Assalamualaikum,” sapa wanita yang tak lain adalah Dahlia. “Salam sejahtera untuk Anda juga, Nyonya,” jawab Nyoman. Mengertilah Dahlia, lelaki di depannya itu bukan seorang muslim. Ia hanya menyulam senyum yang hampir tak terlihat. Aditya yang masih tercengang makin kaget melihat Dahlia tiba-tiba ada di ruangannya. Ia berusaha mengembalikan kesadarannya. Berita yang barusan itu sungguh di luar penyangkaannya. “Untuk apa kamu ke sini?” tanya Aditya pada Dahlia yang semakin dekat. “Sudah seminggu kamu gak pulang, Mas. Aku mengkhawatirkanmu. Apa kamu sudah sarapan? Aku bawain kamu bekal.” Tak sanggup Aditya meny
Mandala dan Belinda semakin dekat. Tatapan Belinda dan Dahlia beradu tajam. Ada kemarahan dan kebencian yang memancar dari manik mata Belinda yang ditutupi softlense mirip bola mata kucing. Gadis itu sama sekali tak berkelip kala langkahnya terhenti tepat di depan Dahlia. Ia bahkan bisa mencium aroma parfum Dahlia dan ia tahu, itu parfum mahal. Hatinya semakin membenci.“Suatu kehormatan bagi Martha Bumi, seorang CEO dari perusahaan besar sedang menghadiri acara kecil-kecilan seperti ini.”Mandala menyapa dan mengulurkan tangannya. Aditya menyambut dengan tegap.“Kita perlu bicara secara pribadi,” ucap Aditya menggenggam telapak tangan Mandala dengan erat.Mandala mengendikkan bahu dan mengangguk sembari senyum yang terus terukir di bibirnya. Laki-laki itu sengaja membawa Dahlia dan Aditya ke ruangan tamunya yang mewah. Nuasa klsik minimalis berwarna putih dengan d
Dahlia menatap lekat pada rumah besar yang memiliki pilar-pilar tinggi berwarna putih dengan ukiran berwarna emas. Fasad_tampilan luar yang berwarna dominan putih tulang, menonjolkan kemewahan dengan bangunan kokoh dua lantai. Nampak dari depan, dua balkon yang terlihat lengang namun menjadi penegas sebuah hunian yang megah.“Cari siapa, ya Mbak?” tanya seorang laki-laki yang menggunakan baju satpam.“Bu Martha. Saya sudah ada janji.”Satpam itu mengangguk. Majikannya memang sudah memesannya bahwa seseorang wanita muda berhijab akan menemuinya pagi itu.“Mobilnya gak dimasukkan, Mbak? Biar saya bukakan gerbang.”“Saya ke sini pakai grab, Pak.”Laki-laki itu sedikit heran. Nyonya besarnya akan bertemu dengan wanita biasa yang kendaraan pun tak punya. Jauh dari kebiasaan, dimana yang menjadi tamu nyonya adalah wan
Suara Martha meninggi. Mandala cukup terkejut pasalnya ia tidak menyangka, istrinya akan tahu lebih cepat. Ia juga membatasi wartawan untuk meliput."Dari mana kamu tahu, Sayang? Kamu main medsos lagi? Kan kamu harus jaga imunmu.""Alah, itu hanya alasan Papi. Produk apa yang kamu keluarkan tanpa sepengetahuan aku?"Mandala meraih jemari istrinya. Meski hati dan pikirannya sedang dipenuhi oleh Belinda, tapi egonya ditundukkan oleh istrinya."Maafkan aku Mami, Sayang. Aku gak bermaksud menyembunyikan apapun. Aku hanya fokus saja. Kamu jangan berpikiran melebar. Itu hanya sejenis kripik kentang.""Tapikan kita akan bekerjasama dengan Central Glori, kenapa bisa memproduksi sendiri?"Senyuman merekah dari bibir Mandala. Ia menjentikkan jarinya di depan wajah istrinya."Jika kita bisa mendapatkan senjatanya secara gratis, ken
Belinda dan Mandala langsung berdiri tegak dengan wajah ketakutan. Mereka langsung melepaskan diri satu sama lain. Tiba-tiba wajah Belinda yang tadinya cantik merona, sekarang berubah menjadi merah pucat. Meski dia tak pernah bertemu sosok yang berdiri di depan pintu itu, dia tahu, wanita itu bukan orang lain. Fotonya ada di sisi kiri meja kerja bosnya, bersama dengan tiga orang anak mereka. Jangan bayangkan bagaimana ekspresi wajah Mandala saat tahu istrinya sudah ada di depannya saat itu. Seketika pucat basi wajahnya bagai mayat. Ia ingin bicara tapi bibirnya bergetar bahkan kakinya yang masih kokoh menjadi tak berengsel. Mandala menoleh kiri kanan kebingungan. Tatapan mata istrinya membuatnya seperti kehilangan arah. "Mentang-mentang aku sakit, kamu tega saling tindih di kantor yang ayahku bangun, Mas! Tega kamu memang. Gak ngotak!" "Martha! Dengarkan aku. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan." Mandala menghampiri Martha dengan jantung hampir lepas. Ia menoleh pada Belinda.
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand