"Bagaimana keadaanmu?" tanya Dareen menyuguhkan buah pir pada Dahlia yang sedang asik menonton Youtube."Fisikku terasa membaik tapi hatiku masih basah berdarah," ujar Dahlia tanpa ragu."Izinkan aku menyembuhkannya. Aku punya obatnya."Dahlia hanya mendecih. Ia tahu arah pembicaraan Dareen dan dia memilih abai. Wanita itu kembali menscroll vidio tutorial membuat makanan rumahan. Ia memang memiliki bakat memasak sebab apapun yang dimasaknya akan selalu terasa enak, meski hanya sayur bening saja."Apa kamu tak ingin ibumu terus mengkhawatirkanmu? Sudah empat hari kamu di sini.""Nanti saja saat kita pulang. Berapa hari lagi kata dokter?" tanya Dahlia."Tiga hari lagi, cukup untuk kondisi terbaiknya," jawab Daren.Anggukan kepala Dahlia memperlihatkan keyakinan dan keteguhan hati wanita itu. Setelah tangisan er
Sejenak pandangan Dareen dan Dahlia terpaut satu sama lain. Namun Dahlia sadar, bukan perkara siapa yang paling mencintai dan dicintai, tapi dengan siapa ia diikat tali yang sakral. Waktu memang tak bisa bisa dikembalikan tapi setiap detiknya adalah kesempatan. Meski demikian, bukan berarti bisa leluasa melakukan kesalahan. Dengan kekuatan penuh, Dahlia merampas kesadarannya. Kedua telapak tangan Dahlia menapik keras tangan Dareen yang sedang mencengkram kepalanya. Ia sudah melakukan kesalahan karena sempat terbuai dengan ketampanan adik iparnya itu. Dia hanya manusia biasa dan hatinya sedang rapuh. "Jangan menjauh, Dahlia. Setidaknya setelah kau mengatakan kejujuran," ujar Dareen setelah tangannya bebas. Plaaaak! Tamparan keras mendarat di pipi Dareen. Pemuda itu menunduk, menikmati rasa panas yang menjalar tidak hanya di area wajah tapi membakar seluruh sisi hatinya. Napas Dareen berat dan kaku. Pemuda itu tak memiliki nyali untuk mengangkat wajah. Ia tahu, Dahlia, wanita yan
"Bahkan Martha Bumi akan membayar sejumlah sepuluh milyar untuk kerugian nama Central Glori. Benar kata orang, Nyonya Martha memang pemimpin perusahaan yang sangat bertanggungjawab, Pa," lirih Aditya tak peduli umpatan ayahnya."Aku tak mau tau, Dahlia harus kembali ke rumah ini!"Menggemeletuk geraham Hadi Pratama. Ia sampai tak bisa berucap satu huruf pun. Padahal, banyak kata yang akan ia tumpahkan pada sosok menantu perempuannya yang sudah ia anggap seperti putrinya sendiri. Ia ingin bercerita tentang semua hal yang sudah dia temui selama perjalanan rohaninya. Cukup lama hanya hening yang menelisik di setiap pikirkan ayah dan anak itu hingga terdengar suara langkah Dareen yang keluar seperti membawa sesuatu di tangannya."Setelah empat hari menantuku menghilang, kalian masih terlihat biasa saja?! Kalian keterlaluan!" sentak Hadi marah."Su-sudah, Pa. Aku bahkan sedang memi
Dareen dan Dahlia kompak menoleh ke arah pintu. Keduanya sedang sangat dekat, karena Dareen sedang membantu Dahlia turun dari kasur. Melihat Aditya, Dareen tampak tenang. Seolah bukan hal yang mengagetkan. Berbeda dengan Dahlia. Wanita itu seperti baru membuka mata setelah mengalami kebutaan. Refleks ia menjauhkan dirinya dari tubuh Dareen."Tidak semua yang terjadi itu sesuai dengan yang dilihat, Bang," ujar Dareen nampak tenang membalas tatapan kakaknya."Kurang ajar! Kamu benar-benar menikamku. Berengsek!"Aditya langsung melayangkan pukulannya pada Dareen. Dengan sigap, Dareen menghindar. Lagi, Aditya kembali meninju. Dareen menangkap tangan Aditya lalu memelintirnya ke belakang. Aditya mengerang namun kakinya berhasil mengait di antara kedua kaki Dareen hingga keduanya tersungkur bersama. Tubuh mereka berdebum menghantam lantai."Hentikan!" teriak Dahlia.
"Kapan kami bisa program anak lagi, Dok?""Saya sarankan, setelah 3 bulan atau 2 siklus penuh menstruasi. Pasalnya, darah yang keluar saat menstruasi setelah kehamilan ektopik sebenarnya bukan darah menstruasi. Selalin itu, jeda waktu ini juga bertujuan agar mental ibu lebih siap untuk mempersiapkan kehamilan," jawab dokter itu lugas.Setelah mendapatkan penjelasan dokter, Aditya langsung menuju meja administrasi. Ia menanyakan tentang biaya perawatan Dahlia yang telah memakan biaya sampai 61 juta rupiah dan telah dilunasi oleh Dareen. Tanpa ragu, Aditya langsung mentransfer sejumlah uang pada rekening Dareen. Nampak di layar ponselnya.Transaksi 80 juta berhasil✅"Aku takkan membiarkan siapa pun menanam jasa pada istriku, terlebih padamu, adikku. Rupanya kamu sudah menjadi pria dewasa yang sesungguhnya," gumam Aditya memutar-mutar ponselnya sembari menghayati suara Dareen yang kembali te
Aditya mengikuti langkah Dareen. Pemuda gondrong itu cukup terkejut saat akan menutup pintu, abangnya sudah di depannya. Dareen menarik gagang pintu namun kaki dan tangan Aditya menahannya keras. Pasrah, Dareen melepaskan pegangan.“Apa lagi? Jangan ganggu aku!”“Maafkan aku,” ucap Aditya datar.“Aku tak mau memaafkanmu,” timpal Dareen membelakangi.“Aku memaksamu untuk memaafkanku. Aku minta maaf!”Dareen mengabaikan kehadiran Aditya yang masuk ke dalam kamarnya, mendekatinya semakin dekat.“Jangan meminta maaf, karena aku ingin membencimu,” ujar Dareen dingin. “Kamu takkan bisa membenciku karena aku ini adalah Abangmu! Aku lah orang pertama yang akan menjadi tameng untukmu jika ada tombak yang akan menusuk tubuhmu, Dareen! Kamu tahu itu dan aku seringkali membuktikannya!”Dareen mendecih sinis. Ia sama sekali enggan melihat Aditya. Amarahnya masih meluap-luap bersamaan dengan lukanya yang berdenyut-denyut.“Maafkan aku yang tak bisa mengendalikan diriku. Aku sangat marah karena ras
Aditya memegang bahu istrinya yang sedang merajuk. Ingin rasanya ia mengunci pintu dan menikmati momen suami istri. Meski ia tahu Dahlia pasti menolaknya, tapi ia selalu berhasil meredam semua emosi jika sudah menyatu bersama. Namun sekarang sayang, istrinya itu dalam kondisi nifas pasca keguguran. Aditya hanya bisa mencoba meraih tangan Dahlia dan benar saja, langsung ditepis kasar oleh wanita itu."Ayo dong, Dek. Harus berapa kali aku minta maaf?! Aku juga sudah minta maaf pada Dareen. Kalian kenapa sih kompak sekali. Aku mengakui, semuanya itu karena cemburuku yang luar biasa. Aku benar-benar ...."Aditya diam sejenak. Tangannya menggenggam dan berkeringat. Dahlia terlihat abai. Bahkan wanita itu memejamkan matanya sembari menunduk, menopang kepalanya di atas lututnya."Aku ... aku benar-benar mencintaimu, Dahlia. Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu!" seru Aditya dengan wajah merah pias.&
Dahlia menyenderkan bahunya menatap ke kendaraan yang berlalu lalang. Ia mengembuskan napasnya berat. Akalnya mengatakan bahwa dia melakukan hal yang salah. Tak sepatutnya dia sekeras kepala itu. Bisa jadi, suaminya akan benar-benar berubah. Selalu ada maaf untuk orang yang benar-benar dicintai, bukan?''Entahlah ...," bisiknya pasrah.Sibuk dengan segala pikirannya yang berkecamuk tak tentu arah, Dahlia disadarkan dengan jalan raya yang ia lewati berubah sepi, melewati bukit-bukit yang sisi kanannya jurang yang di bawahnya lautan. Ia bingung sekaligus pias. Itu bukan jalan ke rumahnya."Maaf, kita mau ke mana ya? Rumah saya gak lewat sini, Pak!" seru Dahlia memperbaiki posisi duduknya dengan perasaan was-was menyusup cepat.Pengemudi itu hanya diam saja. Dahlia segera mengecek hpnya. Terlihat di aplikasi, mobil yang ia pesan sudah kehilangan jejak karena aplikasi sudah memutu
Yuni pias luar biasa. Dingin dan gemetar tangannya saat mencoba menghubungi nomor Belinda."Bu! Apaan sih?! Dari tadi ribut terus!" bentak salah seorang gadis yang merasa kesal karena Yuni menghalangi jalannya."Ma-maaf," ucap Yuni bahkan tak menatap lawan bicaranya. Biasanya ia takkan pernah terima dibentak begitu, apalagi oleh bocah ingusan di matanya. Namun kali ini, rasa takutnya melebihi egonya."Jangan bilang kamu kabur dan memilih melahirkan anak itu, Bel," lirih Yuni berlari kecil menuju parkiran.Ia langsung melesat pulang, berharap anaknya sudah di rumah. Namun nihil, Belinda tak ditemukan. Yuni menghubungi suaminya untuk pulang dari kantor. Sayang, bukan rangkulan penenang yang dia dapatkan tapi kemurkaan suaminya."Kalau sampai Belinda tak pulang, kamu ha
"Tidak, Dahlia! Janin itu harus digugurkan!" seru Yuni memberang."Kita tidak tahu masa depan seseorang, Bu Yuni. Siapa yang tahu, janin itu kelak akan menjadi laki-laki atau perempuan yang berguna?!""Omong kosong! Aku tetap tak akan mau memiliki cucu haram, Dahlia! Jangan mentang-mentang kamu sekarang punya kekuasan, kamu mempengaruhi anakku!"Dahlia masih berdiri. Ia sama sekali tak diminta duduk apalagi disuguhkan apa pun meskipun dia datang sebagai tamu. Sepulang dari rumah sakit, Dahlia memutuskan ikut dengan mobil Belinda sedangkan Aditya memilih kembali le kantor. Sepanjang jalan laki-laki itu menggerutu karena keputusan istrinya yang di luar logikanya."Aku hanya tak rela, ada janin yang dibunuh, Bu. Bahkan saat ini, detak jantungnya begitu terdengar luar biasa," ucap Dahlia mencoba meyakinkan."T*i kucing!" umpat Yuni makin meradang dan menuju kamar an
Seolah abai, Dahlia meraih tas selempangnya dan sudah siap dengan tampilannya. Ia memilih tak ingin menanggapi ucapan suaminya. Ia memiliki rencana untuk sedikit menggoyahkan hati seorang ibu."Mari, Bel! Kita ke dokter kandungan bersama. Ikut mobil kami!" seru Dahlia membuka pintu yang ia sendiri kunci."Menyesal aku ke sini," ketus Belinda mengikuti langkahnya.Tak punya pilihan, Aditya menyetir dengan membawa dua wanita hamil. Satu istrinya, satu mantannya. Bahkan ketika mereka sampai di poli kandungan, Aditya begitu amat canggung karena kedua wanita itu mendapatkan buku pink secara bersamaan dan semua mata memandangnya aneh.'Sial, pasti mereka mengira aku memiliki dua istri' rutuk hati Aditya.Nama Dahlia lebih dulu dipanggil untuk masuk. Aditya mengikuti istrinya ke dalam dan bertemu dokter kandungan."Selamat ya, kandungan
"Ke-kenapa kamu harus gugurkan?!" Dahlia seolah kehilangan akal. Sebagai seorang wanita yang pernah kehilangan janinnya, setidaknya ia merasa, tindakan Belinda itu akan menjadi sangat kejam. "Ya karena dia bukan anak dari laki-laki yang kumau. Dia anak dari kakek-kakek tua bangka, seorang napi!" Dahlia langsung mendekati Belinda. Ia meraih lengan wanita itu dengan tatapan tajam. "Janin itu tak berdosa, Bel!" "Aku tak peduli." "Umurnya pasti sudah dua bulan bahkan lebih!" sambut Dahlia nanar. "Ya. Ayahku mencegahku, tapi ibuku mendukungku. Aku sudah muak." Belinda melepaskan tangannya dari genggaman Dahlia. "Lepas. Aku datang bukan untuk meminta persetujuanmu, Dahlia. Kamu ... ada saat kejadian itu, jadi aku merasa, kamu harus tahu." Dahlia menggeleng keras. Ia tak mungkin membiarkan seorang janin diaborsi. "Kalau kamu benar-benar sudah berubah menjadi pribadi yang baik, please, jangan tambah dosamu lagi!" "Kamu enak ngomong dosa, kamu kira sejak kejadian itu, aku bisa
"Maafkan kami, Pak Hadi. Maafkan kami. Kami sangat menyesal," ucap Imron dengan suara bergetar.Sedari awal ia tak memiliki masalah dengan Aditya, Yuni lah yang memiliki kriteria khusus. Namun sebagai suami, Imron pasang badan untuk melindungi istrinya."Tak masalah. Aku justru berterima kasih karena sudah memperkerjakan Dahlia di rumah kalian sehingga anakku bisa bertemu dengannya."Imron dan Yuni kompak dia kehabisan kata. Rasa malu seperti sedang membenamkan mereka ke dasar bumi."Untuk apa kalian ke sini?""Kami, kami ingin mengucapkan te-terimakasih, Pak. Berkat dukungan pengacara-pengacara hebat dari Bapak, Mandala mendapatkan hukuman yang setimpal meski kehormatan anak kami tak bisa kembali," jawab Imron terbata karena gugup."Aku tidak melakukan apa pun untuk anak kalian. Aku melakukan semua itu karena menantuku."
Masih di rumah sakit. Aditya menarik tangan Dareen agar menjauh dari ayah mereka yang sekarang duduk di dekat Dahlia yang masih dipasangi infus. Wanita itu masih perlu infus nutrisi agar kondisi tubuhnya kembali stabil."Kenapa kamu mesti bawa Papa ke sini? Paling nanti sore Dahlia dikasih pulang," ujar Aditya mencubit lengan adiknya."Apa sih, Bang! Masih sakit badanku ini! Harusnya aku juga dirawat di sini!"Aditya menciut setelah dihardik balik oleh adiknya. Ia melipat alisnya seolah meminta penjelasan."Papa yang maksa mau ke sini. Lagi pula, dia seperti kesurupan gatot kaca karena menjadi benar-benar pulih saat mendengar menantunya dirawat di sini," cerita Dareen dengan nada menggerutu."Papa benar-benar menyayangi Dahlia. Aku tak menyangka, semua ini berjalan sangat cepat. Kasih sayang tulus Dahlia telah meruntuhkan batu karang ego seorang Hadi Prata
"Katakan lagi. Aku ingin mendengarnya sekarang," ucap Aditya berkaca-kaca."Aku mencintaimu, Mas. Tak peduli siapa kamu. Apakah kamu CEO atau laki-laki biasa, aku tetap mencintaimu."Tubuh Dahlia kembali direngkuh Aditya. Dibiarkannya wanita itu mendengar detak jantungnya yang berdebar-debar."Kamu dengar, Dek?! Sekarang, setiap detakannya untuk mencintaimu. Selamanya.""Ehheeem!"Refleks Dahlia dan Aditya berlepas diri mendengar suara deheman. Seolah abai dengan apa yang dilihat dan didengarnya, Dareen menyerahkan kunci mobil pada abangnya."Hati-hati. Aku akan di sini menunggu petugas kepolisian."Dengan cepat, Dareen meninggalkan Aditya dan berpura-pura menjauh dari keduanya. Hatinya seperti ada yang meremas hebat. Cemburu? Mungkin itu kata yang paling tepat. Namun di dasar hatinya, ia bahagia, kakaknya sudah mengatak
Mandala mencabut beberapa pecahan kaca yang menempel di otot-ototnya. Seolah kulitnya kebal setebal baja sehingga sekedar pecahan kaca bukan hal yang membuatnya gentar. Aditya mendekat. Dareen mengangguk samar memberi isyarat agar dia saja yang maju. "Kali ini, biarkan aku bertarung tanpa bantuanmu, Bang," lirih Dareen mendecih. Tak berpikir panjang, Mandala berlari cepat dan menyerang Dareen. Ia menendang sisi kiri Dareen. Pemuda itu bisa menangkisnya meskipun hampir tersungkur. Namun gerakan Mandala juga cepat. Ia kembali menendang pinggang Dareen, tidak hanya sekali tapi tiga kali tanpa jeda. Dareen berusaha menepis dan menghindar namun sayang, ia sempurna terjungkal karena Mandala luar biasa keras seperti bongkahan beton. "Kamu mungkin kekar, tapi denganku, kau bukan apa-apa, Bocah," ucap Mandala jumawa. Sama sekali Mandala tak terlihat sebagai pimpinan perusahaan besar yang berwibawa. Rupanya laki-laki itu memiliki topeng yang luar biasa menipu. Bahkan tak ada orang ya
Kedua bola mata Darien menangkap sosok laki-laki berwajah sangar tanpa baju duduk di atas kayu yang bulat panjang. Di belakang punggung laki-laki itu, ada tubuh laki-laki juga yang sedang merunduk tertutupi kayu."Ada dua orang laki-laki. Salah satunya terlihat aneh. Di malam sedingin ini, dia membuka baju seperti terengah-engah. Apa mereka pemotong kayu illegal? Karena ada potongan kayu besar di sana," gumam Dareen sendirian."Harusnya mereka bersembunyi jika mereka adalah pelaku ilegal. Bisa jadi mereka mengira mobil ini, polisi hutan kan? Kau tau sendiri, jalur ini jarang dilewati kendaraan di malam hari," tambah Aditya terus melaju."Atau mereka begal? Kalau begal kenapa tak berusaha menghentikan kita?" gumam Dareen lagi."Sedang apa mereka? Selain yang duduk tadi, salah satunya sedang merunduk, memungut sesuatu? Atau ... menutupi sesuatu?!" lanjut Dareen mengalisis pemand