KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 6.
**
"Kamu hamil?" tanyaku. Dia secara cepat menggelengkan kepalanya.
"Enggak, Sand. Kenapa kamu nuduh aku kayak gitu!"
"Kamu barusan muntah-muntah kayak orang hamil!" sentakku padanya. Dia membalik badannya mengelap kasar wajahnya.
"Emang yang muntah-muntah cuma orang hamil saja, aku gak enak badan karena masuk angin. Oh, aku lupa kamu gak pernah hamil jadi menganggap setiap orang yang muntah sudah pasti hamil!" Dia masih sempat menyudutkan ku karena sampai sekarang belum punya anak.
"Anak adalah anugerah Tuhan. Lebih baik aku belum di kasih tetapi gak hamil di luar nikah mengandung anak haram. Kamu tahu gak, anak haram gak dapat apapun dari ayah biologisnya termasuk harta warisan!" Aku membalik ucapanku padanya. Wajah Miranti merah padam mendengar tutur kataku.
"Apa maumu sebenarnya, Sand. Kenapa kamu menyudutkan aku?"
"Kenapa kamu selalu merasa tersudut? Siapapun pasti akan curiga karena tiba-tiba kamu bekerja di sini dan menjadi sekretaris pula. Apa aku pecat aja kamu," kataku dengan dingin padanya.
"Sand, aku butuh pekerjaan ini. Tega benar kamu pojokin aku terus. Kamu fitnah kalau menuduh tanpa bukti, Sand!"
"Well, aku memang belum dapat bukti konkrit makanya kamu masih aku kasih kesempatan. Namun, alangkah fatal jika sahabat mengkhianati sahabatnya. Aku gak akan diam aja!" kataku dengan suara keras padanya. Dia diam, aku keluar dari toilet itu.
Aku bergegas pulang ke rumah. Seminggu kutinggalkan rumah dan berharap kondisinya masih baik-baik saja. Tetapi mengapa pikiranku kacau. Sebenarnya jika mau membawa perasaan hatiku sangat sakit kalau Mas Alif dan Miranti memang ada affair namun mereka pasti akan mengejekku lemah kalau aku hanya pasrah. Sampai aku di rumah. Keadaan sudah berantakan sekali.
"Mbok Yem!" panggil ku ke pembantu. Tergopoh yang datang Ibu Mas Alif. Bu Rifah namanya. Aku heran mengapa dia ke sini.
"Ibu! Mana Mbok Yem dan kenapa Ibu di rumahku?" kataku begitu saja. Rasa hormatku hilang melihat rumah kotor dan pengkhianatan anaknya.
"Eh, kamu udah pulang, sayang." Dia menyambutku dengan senyuman namun tak menjawab pertanyaan ku.
"Mana Mbok Yem, Bu?" tanya ku lagi.
"Sand. Mbok Yem ketahuan mencuri perhiasan Ibu. Jadi dia terpaksa Alif pecat!" katanya begitu saja.
"Gak mungkin. Lagian Ibu kenapa ada di rumahku?"
"Kenapa kamu marah-marah kayak gitu. Aku kan mertuamu. Seharusnya kamu hormat sama Ibu, Sand. Ibu di sini karena Alif yang suruh Ibu tinggal di kota.
"Ada apa dengan rumah Ibu?"
"Sudah di jual karena Ratmini juga sudah menikah. Ibu kesepian sendiri di kampung, Sand," katanya padaku. Aku menghembuskan napas gusar.
"Sudah berapa lama Ibu di sini?"
"Setelah kamu ke Malaysia. Ibu datang," ucapnya santai.
"Terus Ibu pikir aku ngizinin Ibu lama-lama di sini. Lihat, Bu, rumah udah kayak kapal pecah. Aku gak suka berantakan."
"Kenapa kamu jadi ketus banget setelah pulang dari Malaysia? Lagian Ibu juga gak mau lama-lama di rumah kamu karena Ibu akan beli rumah sendiri!" Dia berlalu saja.
"Tunggu, Bu. Aku ketus silahkan tanya Mas Alif dan kalau Ibu mau tinggal sementara di rumah ini tolong bersihkan semua yang sudah kotor ini!"
"Kamu cari servis room kek. Kamu kira Ibu pembantu."
"Lantas kenapa kalian pecat Mbok Yem. Ingat, aku gak percaya dia nyuri karena sudah lama ikut sama aku. Bereskan atau aku marah!" sentakku dengan mata melotot padanya. Ibu mendengkus kesal menatapku. Aku gak bisa gambarkan, rumah sangat berantakan. Kulit kacang berserakan di meja. Minuman kaleng dan berbagai bungkus cemilan. Piring kotor sudah jadi sarang lalat. Entah mengapa Ibu bisa betah dengan keadaan kotor. Dia yang melakukan kekotoran maka harus membersihkannya.
"Kamu keterlaluan, Sand!" kata nya padaku.
"Bersihkan, Bu, gunakan uang penjualan rumah Ibu di kampung untuk memanggil servis room!" ujarku dengan tatapan tajam. Dia diam dan kesal pada sikapku. Aku gak peduli, aku naik ke kamarku.
Ketika masuk kamar. Aku melihat beberapa pakaian ku berantakan. K*r**g *jar! Siapa yang membuat ini berantakan. Aku bergegas menuju brankas ku, ada beberapa perhiasan di dalam. Kubuka dan masih aman. Sepertinya ada yang mencoba membukanya karena ada kerusakan di sekitar brankas. Aku memeriksa lagi, seingat ku sebelum pergi aku meletakkan sebuah gelang di dalam kotak perhiasan. Tetapi aku lupa memasukkannya ke brankas.
Sialan! Siapa yang mengambil? Batinku. Kenapa rumahku sendiri sudah gak aman. Aku harus amankan perhiasanku ini. Surat tanah dan lainnya sudah ku amankan di tempat yang terpercaya.
Ibu!" Aku menjerit memanggilnya. Aku mengulang panggilan beberapa kali. Ibu dengan tergopoh datang menjumpai ku.
"Apa lagi, kamu gak lihat Ibu lagi nyapu?"
"Kenapa kamar aku berantakan? Perhiasanku hilang. Gelang emas ku. Di mana?" bentakku padanya. Wajahnya pias menatapku.
"Ibu gak tahu, kenapa kamu nuduh Ibu."
"Ibu yang di rumah lantas siapa yang mengambil?"
"Mana Ibu tahu, Mbok Yem kali," katanya santai menuduh Mbok Yem.
"Aku akan lapor polisi karena pencurian yang terjadi ini!" ancam ku padanya.
"Silahkan. Kenapa kamu nuduh Ibu. Ibu gak terima!" katanya dengan menghentak badan lalu menangis. Aku tahu dia hanya pura-pura saja. Ibu bergegas keluar karena sakit hati di tuduh.
Aku mengambil gawaiku dan kuhubungi Mas Alif. Beberapa saat dia mengangkat panggilanku.
"Sand, kamu udah gak marah lagi?" tanya nya.
"Mana perhiasanku yang di kotak! Aku akan lapor Polisi kalau gak ada yang mengaku mengambilnya!" kataku to the point.
"Sand, perhiasan kamu aku pinjam sebentar, aku mau nambah buat beliin rumah Ibu," katanya santai di seberang.
"Br*ngs*k kamu, Mas! Enak sekali kamu pakai perhiasan aku demi kepentingan kamu. Balikin!"
"Sabar kalau aku ada uang pasti aku balikin. Buka dulu blokiran rekening Perusahaan, Sand. Aku akan bekerja lebih giat lagi mulai sekarang."
"Sudah aku bilang, aku yang akan bekerja sampai Perusahaan itu normal lagi. Kalau kamu berani macam-macam sama aku. Lihat saja!" sergah ku mematikan gawainya. Aku sakit hati karena dia menjual perhiasanku sesukanya. Mas Alif memang suka seenaknya sendiri merasa harta ku adalah hartanya.
Aku membuka lemari nya. Dia membawa kuncinya sehingga aku gak bisa membukanya. Aku tak hilang akal. Aku bergegas ke dapur dan mengambil linggis, Ibu yang melihat merasa heran.
"Apa yang mau kamu lakukan dengan benda itu, Sand!"
"Membuka lemari!" jawabku datar. Dia mengikuti aku ke kamar. Dengan kasar dan penuh kekuatan serta amarah. Aku membuka lemari Mas Alif. Lemari rusak akibat perbuatan ku.
"Kamu sedang apa, Sand?" tanya Ibu masih heran. Aku hanya diam, semua pakaian Mas Alif yang masih baru serta koleksi jam tangan dan sepatu aku keluarkan. Mengambil plastik besar dan memasukkannya semua kedalam.
"Untuk apa semua ini, Sand. Mau kamu apakan pakaian Alif!" Ibu terkaget dengan ulahku.
"Aku akan jual semuanya!" sentakku.
Bersambung.
KUBUAT KAMU MISKIN MAS BAG 7. **Aku sama sekali gak peduli dengan Ibu dan teriakannya. Aku tetap menaruh pakaian Mas Alif dalam plastik. Sekaligus sepatu, jam tangan dasi dan semuanya. Berani benar dia jual perhiasanku. "Kamu dengar gak, Sand. Kenapa kamu diam aja!" bentaknya lagi. "Ini rumah manusia bukan hutan. Bisa gak kalau bicara gak usah teriak. Lanjut aja cuci piring sana!" bentakku pada Ibu. "Terus kamu mau apakan seluruh pakaian itu. Nanti Alif pake baju apa?" "Enggak tahu bukan urusanku. Lagian kenapa dia jual perhiasan aku. Asal Ibu tahu ya harganya lebih mahal dari ini!" kataku dengan wajah datar. "Keterlaluan sekali kamu, Sand. Setan mana yang merasuki kamu sehingga pulang dari Malaysia sikap kamu berubah begini!" sentaknya melihatku dengan berkacak pinggang. "Aku gak terima karena Perusahaan Papaku nyaris bangkrut di tangan Mas Alif dan Miranti tanpa sepengetahuan aku jadi sekretaris. Ibu pasti tahu sesuatu, 'kan?" Wajah Bu Rifah, mertuaku pias aku katakan itu. A
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 8**PoV SandrinaIbu melihat aku gusar sambil menatap Ratmini. Pandangan ku lurus ke adik Ipar yang wajahnya di penuhi lebam itu. "Kenapa wajahmu?""Aku di pukul suamiku, kamu kan dengar aku bicara barusan!" katanya ketus padaku. Menyebalkan masih bisa berbicara ketus padaku. "Terus kamu ngomong surat tanah tadi maksudnya apa? Surat rumah kalian yang di kampung itu?" tanya ku. "Ya!" jawabnya sambil mencibir. "Ratmini!" Ibu mencubitnya. Dia meringis memegang pinggangnya yang di cubit Ibu. "Sakit, Bu!" ucapnya mengeluh sakit. Aku menatap heran mereka berdua. Ibu sepertinya tak ingin kedoknya terbongkar. "Sebentar, Ratmini, jadi tanah kalian gak di jual melainkan kamu simpan suratnya?" tanyaku. "Rencana mau di jual tetapi belum laku karena kamu kan tahu, Mbak. Di sana jauh dan kampung banget." "Oh, gitu. Kenapa Ibu kamu bilang tanah kalian di jual. Dasar pembohong. Artinya ini adalah uang perhiasanku dan uang Perusahaan, 'kan, Bu?" "Bukan. Itu uang Ibu?"
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS bag 9. **Aku dan Nisa serta baby sitter masuk ke rumah. Faiz mengizinkan dia tinggal bersamaku. Impian Nisa dari dulu ingin sepertiku belajar menjadi desainer tetapi dia hamil dan harus mengurus bayinya kala itu sehingga tak bisa ikut bekerja denganku. "Apa yang bisa ku kerjakan, Mbak?" "Gak ada. Kamu cuma perlu ngikutin aku, serta melihat-lihat apa yang mereka lakukan. Mas Alif tega menikam ku dari belakang maka aku akan buat dia dan keluarganya juga menderita secara perlahan terutama Miranti. Sahabatku saat kami SMA, sering bersama sampai dia sering pinjam pakaian aku terakhir dia mencuri Mas Alif dari aku!" ucapku memandang lurus. Nisa memegang tanganku. "Sabar, Mbak. Kasihan banget kamu harus menghadapi ini sendiri. Kamu kuat sekali. Patut aku menghormatimu, karena selain pintar kamu juga tegar!" "Aku juga akan bantu sebisanya, Mbak. Kamu saudaraku. Aku juga saudaramu, kapanpun perlu maka aku siap." "Makasih, Faiz." kataku padanya. Untuk sementara Ni
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 10.**PoV Sandrina Aku sama sekali gak peduli mereka mau setuju atau tidak. Mas Alif mengeraskan rahangnya. Dia menatap aku dengan tak suka. "Sand, kamu tahu rekening Perusahaan yang kamu blokir itu di dalam masih ada uangku!" katanya. Aku tersenyum sinis padanya. Artinya, Mas Alif belum memindahkan uang nya ke rekening pribadinya. "Bukannya uang lebih dari 50 juta yang kamu berikan ke Ibu juga uang Perusahaan dan uang perhiasanku!" "Itu buat jatah Ibu karena aku belum mencairkan lagi dana selanjutnya di rekening Perusahaan sekaligus mengambil uang pribadiku. Jadi aku minta sama kamu bukalah blokiran itu, Sand!" katanya berharap aku mengubah keputusanku. "Syukur aku gak lapor kamu, Mas. Apa mau aku lapor kamu sebagai tindak pencucian uang. Biar saja gak ada bukti yang penting kamu di penjara. Apa kamu mau!" sentakku. Dia diam tak bisa berkata. "Gak usah banyak tingkah. Anggap ini kesalahanmu karena Perusahaan Papaku nyaris bangkrut. Aku akan mengatur
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 11**PoV Sandrina Aku sarapan pagi dengan lahap bersama Nisa. Anaknya sedang aktif berlari kesana-kemari. Baby sitter yang mengurus. Nisa membuatkan aku sarapan nasi goreng dengan telur dadar. "Duh, enak banget, Nis. Tapi aku gak enak sama Faiz. Kamu jadi tinggal di sini," kataku menyantap makanan nya. "Santai lah, Mbak. Aku juga nanti ketemu sama dia. Apa jadwal hari ini?" tanyanya. "Aku mau ngantor sebentar. Untuk sementara kamu di sini aja mempelajari situasi dan kondisi." "Sesuai arahan, Mbak. Kalau ada apapun pasti aku lapor!" ucapnya. Aku mengulas senyum ke Nisa. Kami melanjutkan sarapan. Mas Alif datang ke meja makan dan sepertinya sudah rapi. Aku heran melihatnya. "Kamu mau kemana, Mas?" "Mau ke kantor, lah!" serunya. "Gak perlu karena aku udah yang pegang kendali!" "Kamu gak bisa seenaknya, Sand. Aku masih pemimpin tertinggi!" kata Mas Alif menghentakkan sendok dengan keras. "Kamu jangan suka hati seperti itu, Mas. Kalau piring ini rusak ka
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 12. **POV Sandrina. "Perutku sakit, Mas," kata Miranti memegang perutnya yang sakit. Mas Alif terlihat panik. "Kenapa, Mir?" "Kamu pasti hamil?" tanyaku melihatnya dengan gusar. Dia memegang perutnya dengan kesakitan. "Sand, kita harus bawa Miranti ke Dokter!" ucap Mas Alif. Dia langsung menggendong Miranti karena sangat panik. Dia sama sekali gak peduli padaku. Menyebalkan, aku sampai sekarang gak tahu hubungan mereka. Bahkan photo yang di kirim Faiz belum aku tanyakan lebih lanjut. "Damar, kamu kerjakan saja pekerjaan yang sudah ada. Kalau ada sesuatu yang mendesak boleh lapor padaku," ucapku ke Damar. Dia mengangguk mematuhi. "Baik, Bu." katanya. Aku beranjak berjalan mengikuti Mas Alif. Dia benar-benar khawatir dengan keadaan Miranti. "Aku ikut!" ucapku padanya saat dia memasukkan wanita itu ke mobil. Mau tak mau mereka membiarkan aku ikut serta. Rasanya dadaku sesak melihat pemandangan ini. Mas Alif sangat perhatian dengan Miranti. Apa artinya aku
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS. 13.**PoV Sandrina. Mas Alif diam saat aku mengatakan itu. Dia tak terima sama sekali. Tetapi aku gak peduli dan tetap bersikeras akan menjual mobilnya. "Sand. Kenapa harus jual mobil. Apakah gak bisa lainnya. Itu mobil buat aku kemana-mana. Kamu udah ambil uang Ibu dan uangku juga di rekening Perusahaan kenapa masih mempersulit ku, Sand." Mas Alif mulai memelas padaku. Aku sama sekali tak terpengaruh. "Mas, keuangan Perusahaan sedang krisis. Kamu gak usah mempersulit ku. Kamu udah janji sama aku akan menuruti ku. Bagaimana aku bisa percaya padamu jika kamu seperti ini. Setelah stabil aku akan kembalikan lagi," kataku saja berpura-pura agar dia tak marah untuk saat ini. Mas Alif harus bekerja gratis padaku dan keluarganya akan merasakan pembalasan dariku terutama pagar makan tanaman ini, Miranti. "Ya sudah, aku anggap kamu paham, Mas. Aku akan ke kantor karena masih banyak sekali yang harus aku kerjakan!" seruku padanya. Aku beranjak keluar dari ruangan M
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS BAG 14. **PoV SandrinaRatmini datang membawa nampan berisi sirup. Dia dengan kasar meletakkannya. Aku menjadi kesal melihat tingkahnya. Gak tahu diri banget, sudah di kasi numpang namun sikapnya menyebalkan. "Gimana sih kamu. Kok gak ada es nya malas banget sih kamu. Banyak di kulkas es batu. Cepat pecahin dan bawa ke mari. Ibu-Ibu pasti haus, 'kan?" kataku dengan perubahan wajah yang signifikan ketika berbicara dengan Ratmini dan Ibu-Ibu arisan yang sedang melihat-lihat itu. "Iya, haus banget," jawab seorang Ibu. "Tetapi aku ...." "Jangan malas deh, dan jangan campur obat sakit perut juga. Setelah kamu buat maka kamu minum sedikit airnya supaya kalau sakit perut kamu lebih dulu yang merasakannya!" sentaknya padanya sambil mengulum senyum. Sudah di pastikan wajah Ratmini ketus dan tak senang. Dia mendumel sambil menghentakkan badannya kemudian berlalu dari kami. "Kamu gak boleh begitu menjelekkan adik ipar, Sand!" Ibu protes atas tindakanku. "Kan emang
Setelah kejadian itu Miranti bercerita kepadaku kalau dia sudah ditalak Mas Alif. Dia ditalak Mas Alif saat mereka mengunjungi laki-laki itu di penjara. Miranti bersedih. Namun dia menerimanya dengan kepahitan. Hubungannya dari awal tidak baik dengan cara merebut suami orang dan ini adalah balasan yang setimpal yang dirasakannya atas perbuatannya. "Kamu serius mau pergi? Aku nggak masalah kalau kamu mau tinggal di sini dan merawat anak kamu di sini." "Tidak Sandrina. Aku sudah terlalu banyak merepotkan kamu. Aku tahu mungkin kamu juga tidak suka kepadaku. Aku merasa risih juga karena perbuatanku yang sudah menyakiti kamu. Aku minta maaf sekali lagi sama kamu. Walaupun pertemanan kita tidak akan sama seperti dulu. Aku masih berharap kita berteman seadanya.""Ya, Semoga kamu dan anak kamu sehat. Kamu menemukan kebahagiaan di tempat yang baru. Aku hanya ingin kamu tidak menyalahgunakan kepercayaan orang lain untuk kepentinganmu. Aku berharap kamu menemukan kebahagiaanmu di sana, Mir."
"Apa-apaan ini, Pak! Kenapa Bapak jebloskan saya ke penjara. Padahal selama ini saya juga bekerja untuk Bapak!" "Bekerja? Kamu sama sekali tidak bekerja untuk saya. Tapi kamu menipu saya. Sekarang kamu harus mempertanggungjawabkan perbuatan kamu. Kamu hampir membuat perusahaan saya bangkrut dengan tidak melakukan produksi barang dan kamu menyelundupkan uangnya. Dasar kamu maling!" kata Pak Rifat menunjuk Alif. Karena Pak Rifat adalah orang penting. Dia juga punya teman seorang aparat. Pak Rifat juga sudah melaporkan perbuatan Alif ke pihak yang berwajib. Datanglah Polisi untuk menangkap Alif. Pak Rifat sebelumnya sudah memberikan bukti-bukti kepada polisi kalau Alif seorang penjahat. Lelaki tambun bersama Mona sengaja menjebak Alif dan membuat dia mengaku di depan keluarganya. "Apa-apaan ini, Pak!" Mata Alif mendelik ketika melihat Polisi datang secara tiba-tiba. Dia tidak menyangka kalau Polisi datang kemari atas undangan Pak Rifat. Padahal dia berpikir untuk menyelesaikan masala
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 60. **PoV Author. Alif sebenarnya ingin pergi dari sana karena situasinya tidak kondusif. Mereka semua berkumpul seperti ingin menyidang dirinya dan menyalahkan dirinya atas segala hal yang terjadi selama ini. Alif merasa posisinya tidak aman sekarang. Namun mau pergi juga tidak bisa. Tiba-tiba tangannya dipegangi oleh kedua Bodyguard Pak Rifat. Mereka membentak Alif. Laki-laki itu tak berkutik akhirnya dia menurut saja duduk seperti yang diinginkan mereka semua. Kedua Bodyguard tetap setia berada di sisi kanan dan kirinya. Alif beberapa kali berusaha melihat kesempatan untuk kabur Namun sepertinya tidak bisa. Dia terus di pegangi dengan kasar. Seketika dia saat ini pasrah, mereka semua duduk memandangi dirinya untuk bertanya macam-macam. "Ada apa ini, Mona? Kamu menyuruh aku datang ke tempat ini. Aku berpikir kita akan berbicara berdua di sini. Tapi aku nggak nyangka di sini banyak orang. Ada Sandrina dan yang lainnya kenapa kamu suruh aku datang kemari?
Mona berkata miris. Teringat kembali kebohongan-kebohongan yang diberikan Alif kepadanya. Dengan bodohnya dia percaya kepada laki-laki yang sudah banyak menipunya. "Kamu ini bicara apa sih. Itu sama sekali nggak benar. Alif itu sangat baik lagi pula dia tidak sengaja. Mungkin karena ada sesuatu hal yang membuat dia berbohong." Bu Rifah meringis bingung. "Aku ingin bertanya kepadamu, Bu. Apakah benar dia Alif dan bukan Putra?!" tanya Mona kembali. "Itu ...." Bu Rifah bingung mau menjawab apa. "Jawab dong, Bu!" kali ini Miranti yang berbicara. Bu Rifah menatap Miranti jengkel. Mau ikut campur saja urusannya. "Nak, Mona. Ibu belum tahu pasti, apakah dia Alif atau Putra seperti yang kamu bicarakan. Cuma Ibu memang benar-benar harus melihat dia secara langsung untuk memperjelas. Apakah dia anak Ibu Alif atau bukan," ucap Bu Rifah. Wanita itu berusaha mencari jalan tengah. Baginya terserah Alif saja. Kalau mau mengaku Putra, demi uang dan harta maka dia tak masalah anaknya berbohong.
Hanya itu yang Mona katakan. Dia mematikan gawainya. Rasa sakit hatinya sudah begitu dalam. Dia tidak mau berbicara panjang lebar lagi kepada Alif. Teringat ucapan Papanya, Alif itu adalah laki-laki yang cerdik. Dia sangat pintar bermanis mulut dan kalau dia sudah bermanis mulut maka Mona masih bisa ditipunya dengan berbagai tipu daya dan bualan-bualan seorang lelaki untuk memanfaatkan dirinya. Alif adalah penipu ulung. Beberapa saat Mona berpikir. Akhirnya dia mendapatkan ide. Dia tahu di mana Panti asuhan Sandrina. Karena penasaran dengan Sandrina Mona sempat memata-matai Sandrina. Jadi dia tahu di mana butik Sandrina dan Panti asuhan Sandrina. Mona yakin kalau sore hari Sandrina dan suaminya ada di sana. Mona berpikir lagi. Tidak mungkin Sandrina tidak mengenal wanita bernama Miranti yang tadi merusak pernikahannya. Pasti Sandrina mengenalnya jadi Mona harus banyak berkomunikasi dengan Sandrina tentang Alif dan apa langkah selanjutnya yang akan diambilnya. Wanita itu kemudian kel
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 59. **POV AUTHOR. Sebelumnya Alif beberapa kali menghubungi Mona untuk menyampaikan permintaan maafnya tetapi Mona tidak mengangkat gawainya. Walaupun Mona tidak mematikan panggilannya karena dia mau melihat seberapa banyak Alif menghubunginya. Ternyata banyak sekali panggilan yang tak terjawab. "Sayang, Untuk apa kamu menangisi laki-laki yang menipu kamu. Belum apa-apa saja dia sudah membohongi kamu. Bagaimana kalau nanti kalian menikah dan pasti masih banyak sekali kebohongan dalam dirinya. Papa juga menyesal membantunya kalau seperti ini keadaannya." "Terus apa yang harus aku lakukan, Pa? Aku juga bingung. Aku mencintainya tapi dia sudah membohongi ku.""Sebenarnya ada yang ingin Papa katakan kepadamu. Kalau produksi barang kita banyak yang gak berjalan. Papa sudah menyuruh orang untuk menyelidiki. Ternyata Putra dalang dari semua ini. Perusahaan Papa mengalami kerugian yang tidak sedikit. Kerugian itu banyak. Papa nggak menyangka kalau dia melakukan in
Miranti terdiam mendengar sikap kasar Sandrina karena sebenarnya dia yakin Sandrina itu adalah teman yang baik. Namun memang dia yang sudah menghianati pertemanan mereka. Apalagi merebut suaminya dulu. Ini adalah karma atas perbuatan yang sudah dilakukannya. Wajar Sandrina marah kepadanya. Sekarang saja ketika melihat Mona merebut Alif dari dirinya, Miranti marah. Apalagi hal yang dirasakan Sandrina pernah dia lakukan dan dia menghianati temannya sendiri. "Bu tolong pergilah. Sandrina tidak suka Ibu ada di sini. Ini tempat Sandrina. Aku saja menumpang di sini dan karena kebaikan hatinya aku bisa merawat bayiku beberapa bulan di sini. Jadi aku minta ibu dan Ratmini pulang saja ke kampung atau kalian jumpai Mas Alif saja, calon istrinya yang kalian bilang kaya itu. Jumpai saja mereka. Tolong kalian pergi dari sini!" "Sekarang kamu enak sekali mengusir kami setelah kami datang dari kampung. Bagaimanapun saya harus bertemu Alif karena saya mau melihat sendiri apakah dia benar-benar Alif
KUBUAT KAMU MISKIN, MAS 58. **POV author. "Mir, kamu mau ke mana sekarang? Bukankah kamu juga gembel setelah lari dari rumah ibu kamu nggak punya tempat tinggal?" tanya Bu Rifah geram ke Miranti. "Ya, asal ibu tahu ya setelah lari dari rumah Ibu itu aku memang terlunta-lunta karena nggak punya keluarga lagi. Untuk pulang ke luar kota menjumpai abangku. Sama sekali aku tak ada biaya. Semua ini gara-gara mulut manis Mas Alif dan ibu tapi apa yang aku dapatkan di kampung sama sekali kesengsaraan!" "Terus, kalau kamu memang terlunta-luntas sekarang. Tapi kamu penampilannya udah jauh lebih bersih. Walaupun masih tetap saja kumuh. Kamu pasti punya tempat tinggal kan sekarang? Biarkan kami tinggal bersama kamu selama kami berada di kota. Kami juga nggak tahu kemana tujuan kami setelah Sandrina ngusir kami!" "Itu bukan urusanku, Bu! Sewa saja hotel. Kalian bisa tinggal di sana atau hubungi Mas Alif!" Bu Rifah mendengkus kesal mendengar ucapan Miranti. Mereka bingung sekarang. Padahal M
Setelah di ruangan ganti. Alif melepaskan tangan Ibunya secara kasar dan menatap tajam Miranti. Dia merasa kacau bukan main. Apakah semua kebohongannya harus berakhir sekarang? "Nak, kenapa kamu kasar banget sama Ibu!" "Udah berapa kali aku bilang kalau aku bukan Alif. Aku Putra!" kata Alif masih berusaha berbohong. "Ibu yakin kamu Alif. Kami bahagia sekali bertemu dengan kamu," lirih Bu Rifah. "Siapa yang suruh kalian datang ke sini?!" "Aku yang suruh, Mas. Aku sengaja menyuruh mereka datang untuk melihat kamu langsung. Mereka keluarga kamu dan pasti lebih mengenali! Kamu gak bisa membohongi aku juga karena aku tahu suamiku!" kata Miranti. Plak!Dengan cepat Alif langsung melayangkan tamparan keras ke wajah Miranti. Miranti terkaget apalagi dia sedang menggendong bayi. Sudut bibirnya. "Berani kamu gampar aku, Mas!" "Kamu jangan ikut campur urusanku!" Mata Alif berkilat marah. Saat itu Alif melirik Sandrina yang datang dengan Damar ke ruangan itu. "Mau apa kamu?!" kata Alif.