“Jika anda tidak menyerahkannya, saya terpaksa mengambilnya dengan jalan kekerasan. Atau mungkin anda meminta tebusan? Berapa yang anda minta agar saya bisa mendapatkan kembali benda itu?”Pemuda di depannya hanya tertawa dan bersikap tenang, sama sekali tidak tampak gentar menghadapi gertakannya“Saya tidak butuh uang anda sama sekali Ki Sanak, sudahlah saya melihat anda begitu lelah. Istirahatlah dulu Ki Sanak, badan anda pasti sakit semua setelah jatuh dari kuda. Saya tahu saat ini anda memiliki banyak beban pikiran karena tugas yang diembankan pada anda. Tetapi ketahuilah, saya telah merelakan kuda kesayangan saya hilang demi membantu anda melarikan diri dari kepungan prajurit Araraman agar anda tidak gugur dalam tugas.”Arya Rahu terkejut, misteri kuda liar itu terbuka sudah, dengan takjub Rahu lantas bertanya“Jadi kuda liar tadi milik anda?”Pemuda itu menganggukan kepalanya“Benar, saya telah membuntuti anda sejak keluar dari gerbang istana dan mengamati kejadian di hutan tad
Wirota tertegun seorang Bhikuni berdiri di depannya. Gayatri yang dulunya selalu tampil mewah dengan perhiasan dan kain sutera yang melilit tubuhnya, kini pakaiannya hanyalah kain katun yang dicelup rebusan kulit pohon Bodhi. Rambutnya yang dulu hitam panjang indah bergelombang, kini tak sudah tak bersisa lagi di kepalanya. Namun sisa-sisa kecantikannya masih membekas di wajahnya yang kini sudah menua dan kharismanya sebagai seorang puteri keraton masih ada dalam dirinya. “Rahayu Gusti Puteri Gayatri,” ucap Wirota sambil berlutut memberi hormat. Namun Gayatri buru-buru mendekat dan mencegah Wirota berlutut. “Sudahlah, aku bukan lagi seorang puteri keraton, berdirilah Wirota.” Wirota kemudian mempersilahkan Gayatri duduk di pendopo, lalu mengambil cawan dan menuangkan wedang uwuh ke cawan. “Silahkan Gusti Putri Gayatri.” “Jangan panggil aku dengan sebutan itu, aku sudah bukan lagi seorang puteri kraton. Panggil saja aku Bhante. ” “Baiklah Bhante, anda telah menempuh perjalanan j
Orang itu mengajak mereka ke belakang benteng. Di sana ada 3 orang prajurit Majapahit berdiri di dekat sumur dengan sikap siaga. Banyak Wungu dan pasukannya sempat terhenti langkahnya namun orang itu kemudian berkata"Tidak apa-apa, mereka juga orang-orang Gusti Kuti."Banyak Wungu menghembuskan nafas lega"Tidak apa-apa, mereka orang-orang kita."Ada sebuah sumur tua besar yang ditinggalkan karena air nya sudah kering. Ketiga prajurit itu segera menyingkir ketika melihat rombongan Banyak Wungu mendekati sumur."Cepat masuk ke sumur di dinding sumur itu ada pintu rahasia. Nanti ada lorong menuju ke pantai. Ini obor untuk kalian. Maaf, aku harus segera pergi agar mereka tidak.curiga," kata orang itu.Tanpa banyak bicara, Banyak Wungu menerima obor itu, kemudian melompat ke sumur bersama anak buahnya Ternyata sumur itu tidak terlalu dalam, airnya tampak sudah mengering. Dalam keremangan cahaya obor, terlihat di dinding sumur ada sebuah lubang."Ini pintu lorongnya, cepat masuk semua,"
"Jangan dulu, di sekitar tempat itu masih ada pemukiman penduduk. Belum semua penduduk bersedia mengungsi. Aku tak mau mereka jadi korban dalam peperangan. Kita akan menyerang mereka ketika kita sudah jauh dari desa!"Wirota dan pasukannya bergerak pergi meninggalkan tempat itu.Sementara itu Ra Kembar telah mengutus Lembu Peteng dan beberapa prajuritnya yang lain untuk mendahului pergi ke Sadeng memantau keadaan."Peteng, kau dan pasukanmu pergi duluan ke Sadeng memantau keadaan. Tetapi jika kalian sudah mencium bau laut, kalian harus berhati-hati. Di pantai Kamirahan ada markas pasukan rahasia Jaladi Sadeng. Kalian harus menyusup ke perkampungan dan mencari informasi kekuatan musuh. Nantinkita bertemu lagi di Kamirahan," perintah Ra Kembar.Lembu Peteng dan pasukannya segera berangkat menunaikan tugasnya. Sedangkan pasukan yang lain, sedikit demi sedikit akhirnya berhasil menyingkirkan hambatan yang merintangi jalan mereka. Tak ada senda gurau dan percakapan selama menyingkirkan beb
Bhiksu Padma membuang semua sayurannya ke tanah lalu merayap ke lokasi kejadian mengintip situasi di halaman asrama bhiksu dari sebuah gua kecil yang sengaja dibuat untuk tempat bersemedi para bhiksu. Terdengar suara salah satu prajurit Majapahit membentak kepala asrama"Sudah dipukuli sedari tadi masih saja tidak mengaku, dimana kalian sembunyikan pasukan Tigangjuru?!"Bhiksu kepala asrama itu menggeleng ketakutan sambil menahan sakit. Wajahnya sudah berdarah-darah, seorang prajurit memukul punggungnya sehingga bhiksu tua itu kembali tersungkur di tanah."Kami semua benar-benar tidak tahu, sungguh kami di sini hanya beribadah dan menjaga biara kami saja. Kami tidak menyembunyikan atau membantu mereka berperang."Pasukan Majapahit itu ternyata adalah pasukan Araraman di bawah pimpinan Lembu Peteng yang sudah jalan terlebih dahulu membuka jalan bagi pasukan Majapahit yang akan menuju Sadeng."Bohong! Lihat, murid-muridmu sudah tinggal segelintir saja. Apa aku harus membunuh mereka semu
Sementara itu Banyak Wungu yang sudah bersiap menyerang Lembu Peteng terkejut melihat seseorang telah mendahuluinya sebelum dia bergerak. Diapun terkejut ketika melihat siapa orang yang mendahului menyerang."Gusti Wirota, ternyata dia mengikuti kita,"bisik Banyak Wungu pada prajurit yang mendampinginya di tempat persembunyiannya.“Apakah kita bisa keluar sekarang membantu Gusti Wirota,” bisik prajuritnya.“Tidak, kita akan membereskan pasukan Majapahit di luar, kita akan menyergap mereka,” bisik Banyak Wungu sambil mengendap-endap keluar diikuti prajuritnya.******Wirota dan Lembu Peteng berdiri berhadapan, dia hanya mendengus melihat Lembu Peteng yang terkejut"Huuh, baguslah kalau kau masih ingat aku. Kalian pasukan Majapahit cuma bisa membuat kekacauan saja. Salah apa para bhiksu itu sehingga kalian membunuhi mereka?""Kami harus membunuh mereka, karena para bhiksu itu menyembunyikan pasukan Tigang Juru dalam biara! Mereka tidak bersedia menyerahkan jadi terpaksa kami membunuh me
"Ah, ternyata kau memang sudah pikun Kembar, bukankah kita pernah bersama-sama berjuang melawan Jayakatwang dan pasukan Mongol bersama Prabu Wijaya?" Ra Kembar terkejut, nyalinya mulai menciut, perlahan tangannya bergerak melolos cambuk yang terikat di pinggangnya. "Kau...kau Wirota?" "Ha ha ha ha, baguslah kalau kau sudah mulai ingat, baiklah kurasa kau lebih berguna jika kujadikan sandera," Wirota berbicara sambil bergerak menyerang. Ra Kembar mundur selangkah sambil mengayunkan cambuknya menangkis serangan Wirota. Hampir saja pisau di ujung cambuk Ra Kembar mengenai wajah Wirota sehingga Wirota terpaksa kembali mundur menghindari sabetan cambuk. Ra Kembar tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, kembali cambuknya bergerak cepat menyerang Wirota. Sial, cambuknya membuatku kesulitan mendekatinya, batin Wirota. Dia hanya bisa berlompatan menghindari serangan cambuk Ra Kembar, sementara mata Ra Kembar terus tertuju pada pedang Nagabumi yang dipegang Wirota. Ra Kembar terus mencari kes
Adityawarman segera menenangkan sepupunya"Sabarlah dulu, Yunda baru saja tiba di Pajarakan, sebaiknya kita beristirahat dulu untuk makan siang dan menyusun strategi perang. Setelah itu kita bisa melanjutkan perjalanan lagi."Tribuana menghela nafas dengan kesal"Tapi bagaimana jika pasukan Araraman kita dihabisi oleh prajurit Tigangjuru? Baiklah kalau begitu, kita istirahat sebentar di sini, setelah itu kita kembali meneruskan perjalanan."Gajah Mada tampak memikirkan sesuatu, tak lama kemudian dia berdiri menghadap Sang Ratu"Gusti Ratu, biarkan saya dan pasukan saya saja yang melihat keadaan Pasukan Araraman kita di wilayah Tigangjuru, TetapiTribuana menggelengkan kepalanya"Tidak Mada, kau dan Kembar sedang berseteru, aku tidak akan membiarkan kalian bertemu bersama pasukan masing-masing. Bisa-bisa nanti kalian akan berperang sendiri dan ini akan memperparah keadaan kita."Seorang prajurit tiba-tiba datang menghadap"Gusti Ratu, Telik Sandi kita baru saja datang dari desa Taladwa