Bel panjang penanda jam istirahat telah berakhir membawa langkah seorang gadis yang baru saja keluar dari ruang guru, kini berjalan menyusuri koridor lantai dua untuk kembali ke kelasnya.
Gadis itu mengambil arah sebelah kanan untuk menaiki tangga menuju lantai tiga di mana kelas dua belas berada. Ketika sampai di anak tangga terakhir langkahnya terhenti setelah hampir bertabrakan dengan seseorang yang tiba-tiba melintas di depannya.
Orang itu yang ternyata adalah seorang siswa tidak berhenti sama sekali, justru terus berjalan ke sisi kanan di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop.
Mengabaikan tentang rasa penasarannya mengenai siapa siswa itu dan mau ke mana perginya, ia pun berbelok ke arah berlawanan menuju kelas dua belas IPA 3.
Pintu kelas itu tertutup serupa dengan kelas lain. Tetapi ia tahu bahwa tidak ada aktivitas belajar mengajar di dalam sana. Karena tujuan ia dipanggil oleh wali kelasnya adalah untuk menyampaikan informasi rapat dadakan guru yang akan dilaksanakan setelah istirahat. Yang mungkin sekarang sedang berlangsung.
Di depan pintu bisa terdengar suara ribut dari dalam. Kebiasaan teman-temannya atau mungkin memang tradisi anak sekolah ketika tidak ada guru di dalam kelas.
Suara handle pintu yang ditarik turun mungkin disadari oleh mereka, sehingga suara percakapan orang-orang tidak lagi terdengar namun berganti dengan decitan sepatu dan kursi.
Ketika gadis itu menampakkan diri di balik pintu, suara teriakan teman satu kelasnya terdengar. Rata-rata menyorakkan kelegaan karena yang datang adalah wakil ketua kelas mereka, bukan guru mata pelajaran Biologi.
"Ya ampun, Nei. Lo hampir bikin jantung kita semua copot tau gak." Seseorang dari meja urutan kedua di ujung kiri berteriak.
Gadis itu melangkah masuk dan berdiri di depan kelas menghadap teman-temannya yang sudah kembali sibuk dengan urusan masing-masing.
"Tolong perhatiannya sebentar." Gadis itu mulai bersuara, berusaha menarik perhatian teman-temannya.
"Ibu Rika tidak akan masuk karena guru-guru sedang mengadakan rapat. Kelas akan kosong sampai jam pulang sekolah."
"Yes." Seruan itu berasal dari orang yang sebelumnya berteriak. Seolah kabar rapatnya guru seperti mendapat libur sekolah.
"Tapi, Bu Rika menitipkan tugas. Dan harus dikumpul ketika jam pulang sekolah," lanjut gadis itu.
Seruan kegirangan kini berganti kekecewaan. Baru saja mereka merasa merdeka karena tidak belajar biologi, namun ternyata Bu Rika meninggalkan tugas.
"Tugasnya di halaman dua puluh. Essai nomor satu sampai lima. Jika ada yang tidak dimengerti bisa langkahi."
Merasa bahwa tidak ada lagi yang perlu disampaikan, gadis itu pun kembali ke kursinya di barisan kedua dari depan sisi paling kiri.
"Emang gak mau makan gaji buta yah itu guru, rapat aja masih ngasih tugas. Gak nanggung-nanggung lagi panjangnya." Kedatangannya disambut celotehan oleh siswi yang tadi berteriak paling keras sekaligus sebagai partner mejanya.
"Kenapa sih, Nei. Gak nolak pas dikasih tugas itu."
"Dari pada protes, mending dikerjain aja, Wa." Gadis itu mulai membuka buku paket dan buku latihan biologinya. Mencari halaman sesuai tugas yang diberikan oleh Bu Rika sebagai guru biologi sekaligus wali kelas dua belas IPA 3.
"Lo mah enak, Nei. Biologi makanan sehari-hari, sih. Gak perlu dikasih makan nasi juga Lo kenyang karna ngerjain tugas," balas siswi itu.
Gadis yang disapa dengan nama Nei, atau Aneira Zahna Nalani hanya geleng-geleng kepala mendengar ucapan sahabatnya itu. Jalwa Husna Humaira, atau lebih terkenal dengan nama Wawa.
Melihat tidak ada tanggapan dari sang sahabat, Wawa kembali bersuara. Sengaja merecoki Neira agar gadis itu tidak perlu mengerjakan tugasnya. "Kantin yuk, Nei. Laper. Gara-gara nungguin Lo nih gue gak jadi ke kantin. Lagian lama banget deh di ruang guru, kirain Lo ikutan rapat."
Lirikan tajam Neira membuat gadis berkuncir itu menyengir. "Iya enggak, deh. Lo kerjain aja tugasnya biar bisa gue contek."
Kali ini Neira melepas pulpel yang sejak tadi terselip di jari-jarinya. "Wa, udah kelas dua belas loh kita ini. Mau sampai kapan nyontek tugas terus."
Ditanya begitu Wawa menjawab dengan enteng. "Sampai lulus, lah."
Mata Neira melebar kaget. Jawaban tidak terduga Wawa berhasil membuat kepalanya pening. Daripada ia harus meladeni Wawa yang minta ditemani ke kantin, Neira lebih memilih mengerjakan tugasnya yang sudah terjawab dua soal.
Padahal tugas yang diberikan Bu Rika sangat mudah. Semua jawabannya tersedia di buku paket. Lantas mengapa Wawa masih mengandalkan contekan.
Mungkin karena Neira berpikir dari sudut pandangnya sebagai siswi peraih juara tiga umum sejurusan IPA. Beda cerita jika melihat dari posisi Wawa yang bisa naik kelas saja sudah bersyukur.
Merasa tidak ada harapan untuk menyontek tugas Neira, Wawa pun berusaha mengerjakannya sendiri. Ia mulai membaca soal dan mencari jawabannya di buku paket. Ia mengulang kegiatan itu hingga ke soal kelima tetapi tidak satupun terjawab.
"Nei, Lo bilang kalau ada yang gak dimengerti bisa dilangkahi, kan?" tanya Wawa setelah beberapa menit membiarkan Neira mengerjakan tugasnya dengan tenang.
"Iya, langkahi aja, nanti pertemuan berikutnya dibahas sama-sama," jawab Neira tanpa mengalihkan pandangan dari buku.
Senyum merekah terpancar dari wajah Wawa. Ia menutup buku-bukunya meski belum satu soal pun yang dikerjakannya. "Kalau gitu gue gak perlu kerjain, kan gue gak ngerti semuanya."
Neira tidak lagi berusaha menegur. Ia membiarkan Wawa melakukan apapun yang diinginkan gadis itu. Termasuk tidak mengerjakan tugas dan berujung ia akan dihukum.
"Masalah udah beres, saatnya ke kantin," seru Wawa.
Neira bahkan tidak berusaha menahan, karena ia tahu hal itu berujung percuma. Seorang Jalwa Husna Humaira adalah gadis terkeras kepala yang pernah ia kenal, tetapi entah kenapa betah bersahabat dengannya dari kelas sepuluh.
"Kalau ditanya guru, bilang aja lagi ke toilet. Yah, Cantik." Wawa menoel dagu Neira yang membuat sahabatnya itu bergidik.
Meski sudah meminta izin kepada Neira selaku wakil ketua kelas, Wawa tetap harus meminta izin kepada ketua kelas. Hal itulah yang membawanya berjalan menuju barisan kursi cowok di sebelah kanan.
Gadis itu berdiri di depan meja Maher---cowok blasteran arab---sebagai ketua kelas dua belas IPA 3.
"Her, gue izin yah. Kalau ditanya guru bilang aja ke toilet," katanya kepada cowok tinggi beralis tebal yang tidak mau repot-repot melihatnya.
"Hum." Respon Maher sungguh membuat Wawa ingin menceramahi cowok itu.
Andai saja ia tidak buru-buru ingin ke kantin, dengan senang hati Wawa melakukannya. Tapi, tidak hari ini. Mungkin besok kalau Maher masih bersikap cuek seperti sekarang.
Setelah melempar delikan tajam ke arah cowok itu, Wawa berjalan menuju pintu. Ia berhenti di depan kelas untuk menolak ajakan beberapa temannya yang ingin ikut. Karena mereka tentu tahu jika Wawa akan melarikan diri ke kantin bukan ke toilet. Tetapi Wawa tidak mau berbaik hati mengajak mereka turut serta. Jika mau ke kantin harus minta izin sendiri.
Ketika tiba di depan pintu dan tangannya sudah terulur untuk menarik handle-nya, Wawa menoleh ke arah Neira yang masih sibuk bergelut dengan buku tugas.
Gadis itu berteriak dengan suara khasnya yang cempreng. "Nei, mau nitip batagor atau pentol gak Lo? Kali aja lapar."
Lagi-lagi beberapa temannya yang menjawab. Mereka ingin menitipkan makanan dan minuman kepada Wawa, namun gadis itu menolak. Ia ke kantin untuk makan, bukan menjadi kurir yang memesan dan mengantarkan makanan kepada pelanggan.
Karena kebaikan hatinya yang ingin membelikan makanan ditolak oleh Neira, akhirnya Wawa pun meninggalkan kelas menuju kantin.
Sepeninggal Wawa, Neira sudah menyelesaikan empat jawaban dari lima keseluruhan tugasnya kurang dari tiga puluh menit. Ia pun beristirahat sebentar untuk mengaliri tenggorokannya dengan air agar tidak seret. Sekaligus merenggangkan otot jarinya agar tidak pegal.
Menulis selalu menjadi favoritnya, meski hal itu melelahkan tapi hasilnya membuat Neira bisa mempunyai tulisan yang sangat rapi. Sehingga ketika membaca tulisannya, orang-orang tidak akan bosan. Tidak jarang Neira juga diminta guru untuk menulis di papan tulis.
Setelah menenggak sekali lagi air di dalam botol yang dibawanya dari rumah, Neira berniat kembali menulis. Tetapi tiba-tiba perutnya berbunyi. Seketika ia menyesal telah menolak tawaran Wawa yang ingin mentraktirnya.
🥀🥀🥀
Fhyfhyt Safitri
10 November 2021Hujan turun membasahi bumi setelah kekeringan melanda kota itu selama beberapa bulan, seolah mewakili perasaan hampa Neira yang berdiri di tepi balkon kamar tanpa menghiraukan udara dingin malam disertai percikan air hujan yang mengenai sebagian pakaian tidurnya. Sudah beberapa menit gadis itu berdiri di sana sambil menatap datar langit tanpa bintang dengan pikiran berkecamuk. Belum selesai perkara tentang kematian papanya, yang menurut laporan terakhir polisi merupakan suatu kasus kecelakaan yang disengaja, tiba-tiba muncul lagi kabar bahwa perusahaan keluarganya sedang diambang kebangkrutan. Perusahaan yang bergerak di bidang produksi makanan dan minuman itu sudah dirintis oleh papanya sejak ia duduk di bangku sekolah dasar, namun baru menemui kejayaan kurang lebih tiga tahun lalu ketika ia memasuki sekolah menengah atas. Bertahun-tahun Neira menyaksikan perjuangan papanya dalam membangun bisnis itu. Lantas setelah papanya sudah tiada, apakah perusahaan itu
Motor metik berwarna pink hasil modifikasi berhenti di sebuah halaman rumah bertingkat namun tidak begitu besar. Neira yang mengendarainya melepas helm berwarna senada dari kepala lalu menggantung benda itu di spion motor. Terik matahari di siang hari menjadi alasan utama gadis itu tidak berlama-lama di atas motor dan segera berteduh di dalam rumah. Pemandangan pertama yang Neira temui ketika membuka pintu adalah kehadiran Yasmin di ruang tamu. Gadis kecil berusia hampir tujuh tahun yang tak lain adalah adiknya itu sedang bermain barbie di lantai beralaskan karpet bulu. Dengan senyum mengembang Neira berjalan menghampiri Yasmin. "Wah, cantik sekali rambut barbie-nya, panjang seperti rambut Yasmin, yah." Ia pun ikut duduk di sana setelah melepas sepatunya. "Iya dong, kan barbie-nya rajin pakai sampo kayak Yasmin." Ucapan Yasmin disambut senyuman hangat oleh Neira. Gadis itu beralih mengelus rambut sang adik yang terasa begitu lembut di t
Tok ... Tok ... Tok ... Ketukan pada pintu menghentikan gerakan Neira yang ingin menyampirkan tas di punggung. Ia pun berjalan ke arah pintu untuk membukanya lalu mendapati seorang gadis kecil sudah rapi dengan seragam khas PAUD. Yasmin berdiri menghadap Neira dengan senyum lebar menampakkan deretan giginya yang putih dan rapi. "Halo Putri Yasmin, ada apa?" sapa Neira sambil berjongkok mensejajarkan tinggi dengan sang adik. "Mama panggil buat sarapan, Kak," kata gadis kecil itu. Dengan tinggi yang sudah sejajar, Yasmin bisa dengan mudah memeluk Neira. Tidak ingin bertanya alasan mengapa Yasmin memeluknya secara tiba-tiba, Neira pun membalas pelukan itu sambil mengelus rambut adiknya yang kali ini dibiarkan terurai dan hanya diberi jepitan pita di bagian atas kepala. Pelukan itu pun terurai setelah beberapa detik. Neira kembali berdiri lalu masuk ke kamar untuk mengambil tas kemudian mengajak Yasmin turun. "Ayo tu
Kondisi jalanan yang lenggan, membuat Neira bisa melajukan motornya dengan kecepatan dua kali lipat dari biasanya. Hal yang ia lakukan agar tidak terlambat sampai sekolah. Alhasil dua puluh menit kemudian, ia pun berhasil tiba di depan gerbang SMA Pelita Husada. Baru saja ia berseru senang karena berhasil sampai tepat waktu, tiba-tiba sebuah mobil jenis sport melaju cukup kencang dan hampir membuat motornya kehilangan keseimbangan. Untung saja Neira bukan pengguna motor pemula, sehingga meski dengan susah payah ia berhasil menguasai motornya tetap seimbang. Beberapa orang yang melewati gerbang sempat berhenti untuk melihat kondisi Neira. Bahkan, security sekolah juga menghampirinya. "Astaghfirullah. Neng, gak apa-apa?" Pak Joko, nama yang tertera di name tag seragam security itu bertanya dengan khawatir. Neira yang berhasil menguasai motor, menepikan kendaraan itu ke pos security. Ia melepas helm untuk menghirup oksigen sebanyak-banyakn
Dari sekian banyak hobi, untuk ukuran seorang remaja yang hidup di jaman milenial, bermain bola mungkin akan menjadi pilihan terakhir. Ketika sekarang, dunia sudah mulai bergantung pada digital terutama ponsel. Sebut saja Tiktok. Aplikasi yang hampir dimiliki setiap orang di ponsel mereka. Segala hal bisa ditemukan di sana. Mulai dari sekedar berjoget, turorial memasak, atau menjual barang dagangan. Atau kalau mau bermain game. Banyak jenis game online yang bisa dimainkan di ponsel. Free Fire, PUBG, atau Mobile Legend sudah mulai dimainkan anak usia lima tahun. Tapi, untuk seorang Keanu Atlan Bumi, hobi yang selalu ia senangi sejak kecil hingga berusia tujuh belas tahun tidak pernah berubah, yaitu bermain bola. Dengan cita-cita serupa, yaitu menjadi pemain bola. Meski kata orang kebanyakan, menjadi seorang pemain bola tidak menjamin masa depan yang cerah. Atlan, sapaan akrab cowok bertubuh tinggi seratus tujuh puluh lima sentimeter itu sudah dua puluh
Selepas dari kantin, Atlan tidak langsung kembali ke kelas. Setelah tiba di anak tangga terakhir lantai tiga, cowok itu berbelok ke kanan. Di mana jalanan itu mengarah ke gudang dan rooftop. Lorong itu jarang terjamah, bahkan merupakan area bebas siswa-siswi. Karena gudang adalah tempat penyimpanan benda-benda penting sekolah. Siswa-siswi dilarang berkeliaran di sana untuk menghindari adanya oknum yang iseng merusak peralatan sekolah.Tetapi meski sudah ada aturan agar menjauhi area itu, tetap saja ada siswa yang suka melanggar peraturan. Contoh kecilnya adalah Atlan. Cowok itu memang tidak ingin masuk ke gudang, melainkan ke tempat yang hampir tidak pernah didatangi siapapun selain dirinya, yaitu rooftop.Atlan menaiki satu per satu tangga menuju rooftop tanpa halangan berarti hingga dirinya tiba di depan sebuah pintu. Dulunya pintu itu terkunci agar tidak ada seorang pun yang bisa masuk. Tetapi sekali lagi, Atlan selalu punya cara agar apa yang ia ingin
Hal apa yang paling menyenangkan dari menjadi anak tunggal di keluarga kaya raya? Harta warisan yang sangat banyak bahkan lebih dari cukup untuk tujuh turunan?Tapi, apa gunanya semua itu jika hidup tetap kesepian. Anak yang selalu ditinggal sendiri oleh orangtuanya karena sibuk bekerja akan menjadi anak yang penyendiri dan hilang kasih sayang.Kebanyakan mungkin begitu, tapi bagi Atlan semua itu tidaklah ada bedanya.Selama ini Atlan tidak pernah mempermasalahkan jika kedua orangtuanya terlalu banyak menghabiskan waktu untuk bekerja, sehingga jarang berada di rumah dan hampir tidak pernah menemani Atlan bermain.Dari kecil Atlan diasuh penuh oleh mamanya hanya sampai usia tiga tahun. Ketika Atlan kecil mulai masuk sekolah PAUD, segala keperluannya diambil alih oleh asisten rumah. Mulai dari memandikan, memberi makan, mendongengkan sebelum tidur, mengantar ke sekolah, sampai bermain semua dilakukan oleh asisten bundanya.Tapi, tentu F
🥀 KISAH DI PENGHUJUNG SMA (9)Frida tidak pernah mengingkari janjinya. Apalagi jika itu berhubungan dengan Atlan. Sore hari di jam lima, Frida dan Haidar tiba di rumah bertepatan dengan Atlan yang baru bangun tidur akibat kekenyangan.Di atas meja ruang tamu, sudah tertata rapi beberapa kotak kue dengan merek toko ternama di Jakarta Pusat, dan semua itu adalah kesukaan Atlan."Lain kali Bunda gak usah repot-repot begini. Belinya banyak banget lagi, siapa yang bakal habisin," ujar Atlan ketika tiba di ruang tamu.Frida yang sedang dibantu Bi Rumi dan dua asisten lain membereskan belanjaan untuk dibawa ke dalam menoleh lalu menghampiri Atlan dan memeluk putranya itu."Bunda kangen banget loh sama kamu. Kangen gak sama bunda?" Pelukan Frida sudah seperti mereka tidak bertemu berbulan-bulan."Iya, Bunda. Sama Ayah juga kangen," balas Atlan memeluk sama eratnya.Baru saja namanya disebut, Haidar tiba-tiba muncul di balik pintu. "Sep
Kabar kelulusan Atlan dan Neira sudah sampai di telinga orang tua mereka. Di hari itu juga Haidar langsung merencanakan pesta kecil-kecilan. Namun, karena waktunya mendadak, mereka pun memutuskan untuk mengadakan pesta barbeque.Di halaman belakang kediaman Prayoga kini sudah diatur menjadi area untuk makan malam. Ada meja panjang dengan beberapa kursi juga yang tertata rapi di tengah halaman.Jika tahun lalu mereka selalu merayakan kenaikan kelas Atlan hanya bertiga, kini rumah itu menjadi begitu ramai. Bukan hanya karena kehadiran Neira, Elvina, dan Yasmin, tapi Wawa serta Aydin turut diundang.Jam delapan malam mereka sudah memulai. Atlan dan Aydin lah yang bertugas untuk memanggang daging sedangkan Neira dan Wawa menyiapkan nasi di meja. Lalu untuk para orang tua hanya tinggal menikmati."Ini apinya gak bisa dibesarin lagi apa? Udah ngiler banget gue," kata Aydin tak sabar melihat daging yang sudah matang menyeruakkan bau sedap."Kalo mau hangu
Neira yang awalnya ingin ke dapur terpaksa harus membelokkan langkahnya ketika mendengar suara bel berbunyi. Saat membuka pintu ia terkejut dengan kehadiran dua orang yang berdiri di hadapannya sambil memasang cengiran. Kening Neira mengkerut. "Kalian datang berdua?" "Enggak seperti yang Lo pikir." Wawa langsung mengelak atas apapun yang mungkin Neira pikirkan ketika melihatnya datang bersama Aydin. "Dia yang ngikutin gue." "Kepedean Lo. Gue ke sini buat ketemu Atlan. Nei, Atlan ada, kan?" tanya Aydin kepada Neira. Neira yang masih berusaha mengerti situasi hanya bisa mengangguk. "Ya kenapa Lo mau ketemu Atlan pas banget gue datang ke sini. Kan Lo bisa datang besok atau lusa gitu." "Suka-suka gue, lah. Yang punya rumah juga gak permasalahin gue mau datang kapan." Aydin langsung bergegas masuk ketika melihat Wawa membuka mulutnya. "Gak sopan main nyelonong masuk tanpa izin," teriak Wawa yang berhasil terpancing emosi oleh Aydin.
Mobil Atlan berhenti di depan teras rumah disusul mobil yang membawa Frida dan Elvina selanjutnya.Atlan buru-buru melepas safety belt-nya, lalu keluar dari mobil. Ia berputar menuju pintu bagian penumpang lalu menuntun Neira turun dari kursinya.Frida serta Elvina yang juga sudah turun dari mobil menunggu keduanya di teras dan akan bersama-sama masuk ke dalam rumah. Tapi, belum sempat mereka melewati pintu tiba-tiba terdengar suara teriakan seseorang dari belakang."Berhenti!"Semua orang sontak berbalik lalu terkejut mendapati keberadaan Jelita di sana."Jelita, sedang apa kamu di sini?" tanya Elvina heran.Pikiran Frida penuh akan pertanyaan tentang siapa gadis yang berdiri di depan mereka saat ini, dan pertanyaan itu langsung terjawab ketika Jelita angkat bicara."Kenapa Tante penjarain papa Jelita?" Suara Jelita tinggi sarat akan kemarahan. "Apa belum cukup, dengan kepergian Mama, sampai Tante juga mau pisahin Papa dari aku?"
Elvina mengakhiri pembicaraannya bersama Frida di telepon. Baru saja besannya itu memberikan informasi bahwa Bagaskara sudah ditangkap dan kini berada di kantor polisi.Seketika ia tidak tahu bagaimana perasaannya, antara ingin senang atau sedih.Bagaskara memang sudah dilaporkan atas dua tuduhan. Yaitu sengaja mencelakai Ferdinand serta melakukan penipuan atas pembelian saham perusahaan pria itu.Namun, yang melaporkannya adalah Haidar dan Frida. Sebab, Elvina merasa tidak tega melawan kakak iparnya sendiri di pengadilan nanti.Sekarang ia pun kebingungan mencari cara untuk mengatakan kepada Neira, sebab gadis itu sama sekali tidak tahu rencana pelaporan omnya tersebut.Saat ini Neira sedang menemani Yasmin bermain di ruang keluarga. Dan ia pun terpaksa harus mengganggu aktivitas kedua putrinya.Ketika membuka pintu, Elvina mendapati Yasmin duduk melantai bersama beberapa boneka barbie-nya. Sedangkan Neira berada di sofa sambi
Atlan sudah rapi dengan pakaiannya, kini ia sedang menunggu Neira di ruang tamu. Hari ini mereka akan mendatangi book shop untuk membeli beberapa buku persiapan ujian. Meski mereka di skors dan tidak menerima pelajaran dari sekolah, keduanya tetap bisa belajar dari rumah.Sebenarnya perasaan Neira masih belum membaik setelah kejadian kemarin, tapi Atlan berusaha menghibur gadis itu dengan cara mengajaknya jalan-jalan. Dan, ide brilian Atlan yang tidak mungkin ditolak oleh Neira adalah dengan membeli buku. Sebab, gadis itu selalu menyukai hal yang berhubungan dengan buku.Tak seberapa lama kemudian Neira datang dengan setelah dress selututnya. Hal yang sempat membuat Atlan terdiam beberapa saat karena terkesima. Atlan tidak bisa mengelak bahwa penampilan Neira saat ini sangat cantik."Duh, cantiknya menantu bunda. Mau ke mana, jalan-jalan, yah?" Frida yang datang dari arah taman samping menghampiri keduanya."Kami mau beli buku, Bunda," jawab Neira sedikit
Setelah kepergian Bagas, mereka kembali ke ruang kerja Ferdinand. Tapi, hanya Neira, Elvina, dan Frida karena Haidar sudah pulang lebih dulu untuk pergi menemui kliennya.Sejak tadi Neira sudah menahan rasa penasarannya. Baik Elvina maupun Frida menyadari hal itu tapi tetap berpura-pura tidak tahu. Sampai akhirnya Neira pun menuntut penjelasan, dan keduanya tidak bisa mengelak lagi."Aku ngerasa Mama sama Bunda lagi nutupin sesuatu." Neira memandang Elvina dan Frida secara bergantian. Di mana kedua wanita itu pergi ke tempat berbeda. Jika Frida kembali ke sofa untuk duduk, Elvina sendiri menghampiri meja kerja Ferdinand untuk melakukan panggilan kepada Nimas."Apa yang kalian sembunyiin? Dan kenapa aku gak dikasih tau?" tanyanya."Neira, duduk sini. Kamu gak capek berdiri terus?" panggil Frida. Ia mengambil salah satu cangkir kopi susu yang tadi dibawa OB. Meski sudah tidak sehangat tadi, ia tetap meminumnya.Neira menurut tanpa banya
Atlan memarkirkan mobilnya di depan gerbang Pelita Husada. Namun, jika biasanya ia datang untuk belajar, kali ini ia hanya datang untuk menemui Aydin setelah mengatur janji temu di jam istirahat.Arloji Atlan sudah menunjukkan pukul sepuluh kurang tiga menit, di mana tandanya sebentar lagi jam pelajaran kedua akan berakhir.Atlan keluar dari mobil saat melihat Pak Joko sudah duduk di depan gerbang. Biasanya ketika hampir istirahat, security Pelita Husada itu memang selalu siaga menjaga gerbang dari siswa-siswi yang berniat bolos.Pak Joko yang melihat kehadiran Atlan mengapa lebih dulu. "Hari ini gak sekolah, Nak?" tanyanya ketika melihat Atlan hanya mengenakan pakaian biasa.Atlan tersenyum. "Lagi di skors, Pak," ucapnya terdengar santai padahal itu tandanya ia tidak akan menerima pelajaran di sekolah, dan artinya ia akan ketinggalan materi."Oalah. Nak Atlan mau masuk? Biar bapak bukakan gerbang?" Pak Joko memegang gembok gerbang, s
Meja makan mewah di kediaman Prayoga yang biasanya hanya diisi empat orang kini bertambah menjadi enam orang karena kehadiran Elvina dan Yasmin yang sedang melakukan sarapan.Hari ini adalah hari pertama Neira dan Atlan di skors sehingga mereka tidak bisa datang ke sekolah. Tapi, keduanya tetap berpakaian rapi karena akan mengunjungi suatu tempat."Kalau sudah selesai sarapan langsung bergegas. Takut di jalan macet dan kita akan kesiangan," ujar Haidar. Seperti biasa ia selalu menjadi orang pertama yang menyelesaikan sarapannya.Pria itu keluar dari ruang makan meninggalkan Frida, Elvina, Neira, Atlan, dan Yasmin yang masih belum menghabiskan makanan mereka. Terlebih Elvina yang belum makan apapun karena Yasmin tiba-tiba merengek ingin disuapi."Neira sudah selesai, Ma. Biar Neira yang suapin Yasmin. Lalu Mama makan," kata Neira usai menenggak sisa susu hangatnya."Tidak usah. Sebaiknya kamu langsung bersiap. Nanggung makanan Yasmin t
Elvina keluar dari kamar tamu di kediaman Prayoga usai membersihkan diri. Untuk sementara waktu ia dan Yasmin akan menginap di sana karena akan mengurus beberapa hal bersama Haidar dan Frida. Wanita itu juga tidak akan kembali lagi ke Beijing sebab urusannya di sana sudah selesai.Saat ini Elvina tengah berjalan menuju ruang kerja Haidar ketika Yasmin datang menghampirinya."Mama, temenin Yasmin main boneka," rengek gadis itu. Sejak tadi ia hanya berkeliling mencari orang yang bisa menemaninya bermain.Karena Haidar dan Frida sudah menunggu, tentu saja Elvina tidak bisa menuruti permintaan putrinya itu."Mama lagi ada pekerjaan, Sayang. Main sama yang lain aja, yah?" Kebetulan Sekar lewat dan wanita itu langsung memanggilnya. "Sekar, apa kamu sibuk?"Perempuan itu mendekat. "Tidak, Nyonya. Hanya ingin membawa ini ke dapur," jawabnya."Kalau begitu saya minta tolong kamu temani Yasmin bermain yah, saya ada pekerjaan," ujar Elvina.Seka