__
Bagaimana sekarang? Bagaimana Kumala akan memberitahukan pada ibu mertuanya, tentang keinginannya untuk berpisah. Melihat senyum bahagia penuh syukur dari wajah wanita bijaksana itu, buat Kumala bimbang.
Tak dipungkiri oleh Kumala, bila selama pernikahannya dengan Dirham, ia mendapat perlakuan yang begitu baik dari keluarga suaminya, terutamama mama mertuanya. Walau belum lahir seorang anak dari rahim Kumala, namun beliau tak mempermasalahkannya.
“Anak itu rejeki dari Allah, ada atau tidak,yang penting kalian berdua tetap akur sudah buat mama bersyukur. Bagi mama yang penting kalian sehat-sehat nggak ada masalah, insya Allah kalau sudah waktunya, pasti Allah kasi rejeki anak.” Begitu ucapan tulus bu Saida pada Kumala dan Dirham, suatu siang. Saat keduanya selesai memeriksakan kesehatan di salah satu klinik.
Kumala menyimpan sisa anggur hijau yang tadi ia makan, entah mengapa tadi rasanya ingin sekali makan buah segar ini. bahkan ia tak lagi makan nasi setelahnya. Sementara buah-buahan yang lain yang tadi dibeli, sama sekali ia belum berminat mencobanya, padahal biasanya kalau banyak buah di kulkas ia akan bikin salad buah yang segar yang dicampur mayones, keju dan susu. Tapi kali ini tak ada rasa ingin membuat kudapan itu.
Mungkin karna lelah menangis dan lelah menahan amarah, buat Kumala sedikit tak bertenaga malam ini. Kumala lalu memilih masuk kedalam kamar tamu tepat disebelah kamar yang biasa ibu mertuanya tempati jika sedang menginap di rumah ini. Kumala rebahkan diri di pembaringan berseprei biru itu, menangisi pernikahannya, menangisi cintanya pada lelaki yang ia gantungkan harapan untuk hidup menua bersama, bahkan menangisi takdirnya. Kembali ia ingat bagaimana ibunya menerima perjodohan yang bu Saida tawarkan pada mereka saat Kumala baru saja lulus SMU. Ia sebenarnya ingin kuliah, namun biaya yang tak ada, sementara ia hanya tinggal berdua dengan ibu saja. Ayah Kumala sudah lama meninggal, saat itu Kumala ingat semasa kelas dua SMP, sepulang sekolah siang itu, sudah banyak orang di rumahnya, juga bendera putih kecil yang diikat pada sebatang kayu yang ditancapkan tak jauh dari tenda yang didirikan didepan rumah semi permanen mereka. Segera ia masuk kedalam rumah sebab penasaran apa yang terjadi, lalu pecahlah tangis remaja ini, saat melihat jenazah ayahnya terbujur kaku di ruang tamu berukuran 3x5 meter itu. terlihat ibunya menangis tersedu di samping jenazah ayahnya. Hati Kumala semakin teriris kala ingat, kemarin pagi ayahnya pulang dari pasar membawa sepasang sepatu baru untuknya. Ayah beli dari hasil menjual gabah kering di pabrik pak Mustari.
“Ayah, sepatu Kumala sudah rusak, bagian bawahnya sudah bolong. Teman-teman juga sering mengejek Kumala sebab sepatu Kumala sudah bolong.” Rajuk Kumala pada ayahnya sore itu sepulang ia mengaji, saat melihat ayahnya baru saja beristirahat sepulang dari sawah. Lalu pak Samin hanya membalas dengan senyum sambil mengacaka rambut putrinya. Tanpa kata beliau berlalu kedalam rumah setelah membersihkan kaki. Dan keesokannya sepatu baru sudah ia beli untuk putri tunggalnya itu.
Semua kenangan menyedihkan itu berputar kembali di kepala wanita dua puluh sembilan tahun ini. Kenangan masa lalu yang menyedihkan dan luka baru yang digoreskan oleh suaminya. Membelit pedih nurani Kumala.
Sementara Dirham yang berkutat di ruang kerjanya, mengira semuanya akan membaik, sebab Kumala tak lagi meluapkan amarahnya seperi siang tadi. Bahkan istrinya itu tak menolak saat dipeluk dan digenggam oleh dirinya.
Tuntutan pekerjaan proyek pembangunan resort dari kantor, buat Dirham harus banyak menghabiskan waktu di luar kota. Mungkin itu sebabnya juga, keseringan bertemu dan berinteraksi dengan Fiona, buat keduanya lena dan terbawa perasaan. Namun bukankah tamu takkan masuk jika tuan rumah tak membuka pintu?
Dirham mengusap wajahnya kasar, teringat saat pertama kali dekat dengan Fiona setelah pertemuan di salah satu hotel di Bogor, kebetulan Fiona mewakili kontraktor yang bekerja sama dengan tempat Dirham bekerja. Pernah beberapa kali bertemu saat diperkenalkan oleh istrinya, tentu buat keduanya cepat akrab.
Namun keakraban mereka jadi kebablasan, saat pertemuan kedua di kota mereka, pertemuan di hotel hingga larut malam, pengaruh alkohol dan curhatan Fiona tentang rumah tangganya pada Dirham, buat keduanya berakhir tidur satu kamar malam itu.
Dirham baru sadar bila dijebak oleh wanita binal itu. Ia ingat saat gelas terakhir yang berisi alkohol diserahkan Fiona padanya.
“Buat, Mas Dirham aja, aku nggak minum.” gelas yang berisi cairan kekuningan itu, langsung Dirham sambar dan menegak habis isinya hingga tandas. Sebenarnya Dirham menegak minuman haram itu hanya karna tak enak saja pada bos dan rekan yang lain. Meski pulangnya akan mendapat omelan panjang dari Kumala.
“Mengapa tidur disini?” Dirham terperanjat kaget saat terbangun di tengah malam dan mendapati tubuhnya tanpa kemeja lagi dan juga ada Fiona di sampingnya dengan busana yang sudah tak utuh. Jangan lupa tangis sesugukan Fiona yang menyalahkan Dirham atas berakhirnya mereka di atas tempat tidur yang sama.
Dirham panik seketika, sebab biasanya jika ada rapat dan ia menenggak satu dua gelas alkohol maka dirinya akan segera pulang menemui istrinya, sensasi ranjang yang timbul dari pengaruh alhokol, buat dirinya harus melampiskan hasratnya tanpa jeda diatas tubuh Kumala. Meski omelan panjang wanita itu keluarkan namun tetap pasrah melayani dirinya. Tentu panasnya birahi yang membakar Dirham salurkan penuh rasa sayang dan cinta pada istrinya yang lemah lembut itu, mendengarkan suara manjanya, rengekannya juga…suara Kumala di akhir percintaan mereka.
Dirham terhenyak, kaget bukan main, saat ia buka pintu kamar hendak beristirahat, namun tak mendapati istrinya di pembaringan mereka. Seketika Dirham panik, ia coba buka kamar mandi.
“Sayang,”
“Mala,”
Dirham berlari menuruni tangga, barangkali Kumala ada di dapur atau di ruang TV, namun tak ada. Perasaan Dirham sudah tak enak.Dimana istrinya. Lalu ia buka pintu kamar tamu dan…lega. Campur aduk perasaan Dirham saat melihat Kumala meringkuk seperti bayi dalam kandungan diatas kasur berseprei biru. Rupanya istrinyatertidur di kamar tamu.
Lama Dirham perhatikan wajah polos tanpa makeup itu, kecantikan yang alami, bulu mata yang lentik, hidung yang mancung sesuai porsi wajahnya, dan sisa air mata yang enggan pergi dari netra coklat milik istrinya. Hati pria ini terenyuh. Begitu tega ia enam bulan ini, menduakan istrinya, membagi hangat tubuhnya pada wanita lain, padahal ada wanita desa nan lugu ini yang halal dan setia menunggunya di rumah.
Netra Dirham memerah, membayangkan sesakit apa perasaan istrinya yang sudah yatim sedari kecil ini.
Netra Dirham memerah, membayangkan sesakit apa perasaan istrinya yang sudah yatim sedari kecil ini.“Bajunya jangan yang mahal-mahal, Mas. Aku nggak biasa beli baju mahal.”“Nggak usah sering belikan aku baju, Mas, nanti lebaran aja baru beli baju lagi. Buat Mas aja, kan Mas kerja.”Dirham tahu, Kumala tak enak menggunakan uang nafkah yang ia berikan.“Cari uang kan nggak gampang, Mas.” Begitu ucap Kumala saat Dirham bertanya mengapa tak ingin beli baju ataupu perhiasan dan make up seperti wanita lainnya.“Aku Cuma perempuan kampung, Mas. Kenapa kamu terima perjodohan ini?” tanya Kumala padanya saat malam pertama mereka. Selain karna dijodohkan, Dirham sendiri sudah menaruh rasa pada Kumala, saat jumpa pertama dulu di rumah gadis itu, saat ibunya mengajak drinya sambang ke desa, melihat rumah mereka di desa sekaligus mengunjungi ibu Kumala, yang juga kawan akrab mamanya.Sikap yang bersahaja, tutur bahasa yang santun dan juga wajah cantik alaminya, hadirkan debaran yang berbeda di ha
Angin berhembus meniup tangkai pandai yang mulai menguning. Bulir padi yang berisi beras nampak tertunduk menandakan massa dari tanaman palawija itu. Mungkin panen kali ini disertai hujan, sebab musim penghujan sudah di mulai. Beberapa petani bahkan sudah mulai memanen hasil sawah mereka sejak kemarin, selain karna palawija mereka sudah siap panen, juga karna ingin menghindari genangan lumpur di sawah bila hujan turun. Pandangan seorang wanita paruh baya, kira-kira berumur lima puluh tahun menatap lama padi-padi yang menguning itu. Padi yang tumbuh di sawah kira-kira jaraknya hanya dua puluh meter dari halaman belakang rumahnya, Netra tuanya sedikit berkaca, bayangan almarhum suaminya yang sedang mencangkul sawah, menanam padi sampai memanen padi dengan cara manual dulu kembali memenuhi benak bu Fatimah. Sawah ini satu-satunya peninggalan almarhum suaminya sebelum meninggal. Meski Cuma satu, namun luas sawah ini cukup banyak, untuk sekali panen padi biasanya dapat sepuluh karung. N
Kirana geram bukan main mendengar cerita Kumala tentang Dirham dan Fiona. Cerita ini bukan baru pertama kali Kumala dengar, bahkan mas kahlil, suami Kirana, melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dirham keluar dari hotel sambil menggandeng Fiona dengan mesranya.Air mata Kumala kembali menggenangi pelupuk matanya, rasa sakit itu sedikit berkurang, mungkin karna cerita pada kakak iparnya. Padahal Kumala sebenarnya tak ingin menceritakan aib suaminya pada siapapun, apalagi pada mertua dan iparnya. Biarlah mereka tahu sendiri. Namun mbak Kirana, memaksa dirinya tadi, padahal mbak Kirana sendiri sudah tahu kelakuan sang adik.“Kurang ajar banget perempuan itu, Mal, udah tahu laki orang, tapi masih diembat juga.” Geram kirana. “Mbak akan bikin perhitungan sama perempuan itu, kalau Dirham biar jadi urusan mama.”“Jangan, Mbak, biar aja. Mungkin memang mas Dirham udah nggak nyaman dengan pernikahan kami.” Getir suara Kumala, sementara Kirana yang mendengarnya semakin sedih namun geram
Ingin rasanya Dirham melempar ponsel di tangannya, seandainya itu bukan milik istrinya. Mendidih amarah pria ini, berbagi macam pose dirinya bersama Fiona, mulai dari hanya sekedar selfi di tempat makan, hingga foto tubuh keduanya hanya tertutup selimut, wanita itu nekat mengirim ke ponsel Kumala. Foto di atas ranjang diam-diam Fiona ambil saat keduanya kelelahan sehabis bercinta. Tentu gambar itu diambil tanpa sepengetahuan dirinya, sebab disitu, terlihat Dirham tertidur dengan lelapnya. “Perempuan biadab.” Dirham geram betul. Ia berjanji akan bikin perhitungan dengan perempuan itu jika masih nekat mengganggu Kumala. “Sayang…” Dirham mengejar langkah Kumala yang turun ke dapur ingin menyiapkan makan malam. Ia lihat istrinya membuka kotak martabak yang dibawanya tadi, lalu Kumala menutup kembali kotak tanpa menyentuh isinya. Terlihat Kumala menghapus sudut netranya dengan ujung jari, sebelum melangkah kedepan lemari makan. Dirham tahu, betapa sakit hati istrinya melihat gambar-gam
PLAK!Satu tamparan mendarat dengan keras di pipi sebelah kiri Dirham, saat baru melangkah ke dalam rumah. Betapa terkejutnya saat melihat siapa yang berani menampar dirinya.“Tega, kamu ya!” bu Saida sudah berdiri di ruang tamu, menyambut kepulangan putranya dengan satu tamparan, yang menggambarkan kemarahan beliau.Dirham berlutut segera memeluk kedua kaki ibunya, memohon maaf pada wanita yang telah melahirkannya.“Maafkan Dirham, Ma. Dirham khilaf melakukan ini semua.” Dirham tahu betul bagaimana sayangnya mamanya pada Kumala. Jika Kumala pergi membawa rasa sakitnya, mama Saidalah yang paling akan sedih. Saat mertua lain mungkin akan protes mengapa menantunya belum juga hamil, maka lain dengan mama Saida. Beliau malah sering datang menghibur Kumala, agar menantunya tak merasa tertekan.“Mama begitu bahagia, saat kamu bilang begitu mencintai Kumala, kamu nggak pandang asal Kumala yang dari desa. Tapi sekarang apa? Kamu khianatin istrimu kamu Dir. Kamu udah melakukan zina dengan per
POV DirhamKulihat dia, Kumala Riyani, wanita yang kunikahi lima tahun ini. istri yang menemaniku berjuang dari nol, istri yang mengurus segala keperluanku, istri yang yang selalu siap memuaskan hasratku yang sering datang di malam hari. Istri yang nyaris sempurna di mataku. Cantik, sederhana namun pandai membawa diri. Namun begitu tetap saja aku tega melukai hatinya dengan melayani permainan gila kawan akrabnya.Fiona, wanita binal yang telah memporakporandakan pondasi rumah tanggaku bersama Kumala, janda yang begitu getol mendekatiku dan memberi perhatian-perhatian kecil padaku dikala kami harus keluar kota bersama.Segelas alkohol yang kutenggak saat meeting beberapa bulan lalu, entah bagaimana caranya, bisa mengantarkanku bersama Fiona berakhir diatas ranjang dengan busana yang sudah tak lengkap.Mungkin aku dijebak, mungkin Fiona sendiri yang menjebakku, namun akupun begitu brengseknya, sebab malah ikut arus dan mengikuti permainan Fiona yang. Bermain api dengannya hingga buatku
Perlahan kubuka pintu kamar. Bahkan jendela pun tertutup rapat. Kunyalakan lampu, mencari keberadaan istriku. Namun sungguh aku terkejut dengan apa yang kulihat.“Kumala…”Seperti ada yang ditarik dari dalam rongga dadaku, saat melihat koper dan dua buah tas besar yang Kumala isi dengan pakaiannya kemarin sudah tak ada di sudut kamar itu. jantungku rasanya berhenti berdetak, dengan tergopoh aku berlari kearah kamar mandi yang ada didalam kamar kami, berharap istriku ada didalam sana. Nihil. Jantungku semakin bertalu, jangan pergi sayang pintaku berulang dalam hati.Namun langkah kakiku yang mendekati meja rias, semakin menjelaskan bila Kumala sudah pergi meninggalkan istana kami yang hampir roboh karna ulahku. Tidak, belum, istana ini belum roboh, akan kuperbaiki dan kubangun kembali kemegahan cinta kita sayang.Hatiku benar-benar mencelos, melihat cincin nikah dan atm yang Kumala tinggalkan di atas meja rias ini. sebegitu dalam luka hati istriku, hingga ia mengembalikan semua yang ku
Dirham mengendarai mobil dengan kecepatan sedang, membelah jalan protokol sore itu. sekalut apapun, namun Dirham juga memikirkan keselamatan dirinya, sebab ada istri dan calon bayi yang harus ia jaga dan nafkahi. Meski Kumala sudah mengembalikan ATM dan cincin pernikahan mereka, namun laki-laki ini tak berniat sama sekali mengucap talak untuk istrinya.Luka hati yang mendalamlah yang membuat Kumala mengambil keputusan tersebut. Harga dirinya sebagai perempuan benar-benar terkoyak saat melihat video dan foto-foto mesra suaminya bersama perempuan lain yang sangat ia kenal.Kumala ingat, ketika Fiona tiba-tiba datang ke rumahnya pagi itu. wajah yang penuh lebam dan bibir yang terluka bekas tampar suaminya, buat Kumala dan Dirham benar-benar terkejut melihatnya, padahal sepanjang yang Kumala tahu mas Bram pria yang baik dan penyayang. Beberapa kali Kumala berpapasan dengan mantan suami sahabatnya itu, Bram akan menyapa Kumala dengan sopannya.“Mas Bram pukulin aku, karna cemburu, Mal.” Te
Ada rasa canggung yang menyeruak. Begitu jelas antara Shella dan Arzan. Semakin canggung sebab di ruangan ini Shella harus bertemu dengan mantan ibu mertuanya. Dulu Shella selalu tak mengannggap Arzan dan ibunya. Kurang menghargai dan menghormati.Andai ingin menuruti sakit hati yang dulu, mungkin mantan mertuanya ini tak menyambutnya dengan hangat.“Shella,” mama Atifa yang duluan maju, menyambut mantan menantunya dan mengangguk ramah pada Anton. laki-laki yang menjadi suami Shella sekarang.“Ma,” Shella mendekat, menjabat dan mencium tangan amma Atifa dengan takzim. “Aku minta maaf, Ma. Aku banyak slaah sama mama.”“Sudah, sudah. Jangan diingat lagi.” Mama Atifa menepuk pelan, pundak Shella lalu menyambut pelukan perempuan yang rambutnya tak lagi diwarnai.Sementara Arzan ikut mendekati Anton dan menyambut dengan baik. Tentu setelah ia memberi kode pada Yasmin yang masih terbaring.Hal memalukan pernah terjadi diantara mereka. Bagaimana dulu awal keduanya bertemu saat Arzan memergok
Baru Yasmin akan mencandai Arzan lagi namun mbak Mia sudah masuk membawa sekantong obat dengan wajah berkerut nampak marah. Membuat Yasmin dan Arzan menjadi heran.Dan keheranan keduanya berubah menjadi rasa terkejut saat dari belakang muncul mama Atifa dan juga Rita bersama suaminya. Anak om Aryo yang menikah kemarin.“Yas, ini Rita yang kemarin nikah. Yasmin mau lahiran Rit, jadi nggak bisa datang kemarin.” Mama Atifa yang memulai pembicaraan karna ia juga paham bila menantunya belum terlalu mengenal istri dari putranya. Kemudian Yasmin mengangguk ramah pada Rita dan suaminya.Nampak sesekali Rita mencuri pandang pada mbak Mia yang tak menggubris kedatangannya sejak tadi. Mbak Mia malah sibuk merapikan lemari yang digunakan Arzan untuk menaruh makanan, air minum dan obat-obatan.Kamar kelas satu yang dipilih Arzan untuk perawatan melahirkan Yasmin cukup lengkap. Ada lemari pakaian, kulkas mini, dan juga lemarin makanan, juga sudah disediakan dispenser air minum yang bisa panas dan d
“Kamu jahat banget, Mas. kamu sudah tipu aku.” Raung Shella di ruang tamu rumah sederhana itu. kepergian Anton yang tanpa kabar hampir sebulan, buat Shella dalam masalah dan dilema. Dan hari ini Anton sudah kembali tanpa memberi kabar juga pada istrinya.Shella terisak, menahan sakit. bukan hanya sakit namun juga merasa malu. Sebab dulu ia tega berzina di belakang Arzan. Ia lebih memilih kembali pada Anton, pria yang dulu menghamilinya tanpa tanggung jawab, dan hingga mereka menikah, Anton juga tak memberi nafkah yang layak pada Shella.Anton membuang pandang, tak tega melihat wajah istri sirinya yang bersimbah air mata. Kepulangannya kemarin adalah untuk mengunjungi istri sahnya di luar pulau secara diam-diam. Namun sungguh kejutan luar biasa yang Anton dapatkan. Apa yang dulu ia lakukan bersama Shella di depan Arzan. Seperti itu pula yang istrinya bersama pria lain tepat di depan mata Anton. Rumah mereka yang agak sepi dari penduduk, buat istrinya bebas memasukkan laki-laki kedalam
“Mbak Yasmin, nggak ada masalah ya, rahimnya bersih, sel telurnya juga bagus, mungkin dari waktu saja, harus lebih rajin lagi bikinnya nih, biar ceoat ada dedek bayi juga. Tapi saran saya, mbak Yasmin boleh datang lagi nanti sama suami kesini, untuk kita periksa kesehatan suaminya juga.” Tutur dokter Dini dengan ramah pada kedua wanita yang sama-sama mengarapkan keturunan dihadapannya ini.“Insya Allah dokter, berikutnya saya ajak suami kesini.” ucap Yasmin, sedikit rasa lega di hatinya, sebab ia tak ada masalah sama sekali, tinggal memeriksa kesehatan Arzan nanti, bagaimanapun hasilnya nanti, mereka aka terus mengusahan pengobatan.“Untuk mbak Nurlita, tetap rajin diminum obatnya, jangan lupa kurangi karbohidrat dan makanan instan, tadi ukuran kistanya sudah semakin mengecil.” terang dokter Dini lagi, sambil menuliskan resep obat untuk keduanya.__"Enggak usah pulang aja sekalian, Mas!" Yasmin melempar jaket hitam milik Arzan kearah pria yang setengah mati dirinduinya itu. Namun
Shella gelisah dan bingung sendiri, Anton yang dua minggu lalu pamit padanya akan ke luar kota selama tiga hari, nyatanya sudah dua minggu ini, pria yang menikahinya secara siri itu belum juga pulang, bahkan tak ada kabar sama sekali. Bukan hanya kabar yang tak ada, namun juga uang bulanan yang Antin berikan sudah hampir habis, tersisa seratus ribu saja, sementara lusa Shella harus membayar cicilan pada koperasi simpan pinjam. Shella nekat meminjam uang pada renteiner yang berkedok koperasi itu, sebab keinginannya untuk membeli baju dan makanan yang enak-enak, tak dapat ia bendung. Sementara uang yang Anton berikan sangat terbatas. Bila dulu saat menjadi istri Arzan, semua akan Shella dapatkan dengan mudah, sebab jatah bulanan dari Arzan untuknya lebih dari cukup. Lelaki yang bertanggungjawab dalam hidupnya, meski tak adAduh bagaimana ini, besok pagi pasti penagih dari koperasi itu datang lagi. Ingin rasanya menemui mantan suaminya untuk minta tolong, namun mengingat aib yang menjadi
Sebenarnya bukan cuma mama Atifa yang mengharapkan Yasmin segera hamil, namun mbak Mia dan mbak Nurlita juga demikian. Kedua kakak ipar Yasmin ini memiliki masalah pada kesburan mereka. Sebab itu mereka mengharap Yasmin yang hamil, dan mereka yang akan merawat anak-anak Yasmin.“Pokoknya kamu hamil dan melahirkan saja, mbak dan abang kamu yang akan ngurus.” Seloroh mbak Nurlita saat bercengkrama dengan Yasmin sore itu di rumah peninggalan orang tua Yasmin, sebelum di kontrakkan. Ya setelah berdiskusi dengan bang Sofyan dan mbak Nurlita, Yasmin memutuskan untuk menyewakan rumah peninggalan orang tua mereka, sebab Arzan juga langsung memboyong Yasmin ke rumahnya setelah di renovasi. Meski tak mewah, namun Yasmin merasa betah tinggal di rumah suaminya.Beberapa kali Arzan membawa Yasmin mengunjungi kantornya, penampilan Yasmin yang tinggi langsing dengan dress panjang, buat karyawan Arzan yang perempuan meminta untuk berfoto bersama Yasmin.“Ibu cantik banget.” Celetuk salah satu karyaw
Semakin hari Nurlita semakin jengah dengan kelakuan Sofyan yang doyan main judi. Sementara keuangan perusahaan suaminya sedang tak sehat. Nurlita sendiri dulunya adalah karyawan di perusahaan itu, posisinya sebagai staf acounting, sebelum dekat dengan Sofyan kemudian menikah. Sebenarnya Nurlita sudah resign sejak menikah dengan Sofyan, namun tetap membantu suaminya memantau keuangan perusahaan. Nurlita pun tak tahu mengapa Sofyan melarang Yasmin bekerja di perusahaan orang tua mereka, padahal adik iparnya itu sarjana administrasi kalau tak salah.Waktu menunjukkan pukul sebelas malam, namun batang hidung suaminya belum juga nampak, buat Nurlita ingin marah saja dan berprasangka yang tidak-tidak.Sementara Sofyan masih terpekur di depan meja kerjanya, kemana ia harus mencari pinjaman lima ratus juta, selain untuk membayar utangnya di meja judi, juga untuk ia gunakan sebagai suntikan modal usahanya yang hampir bangkrut. Bulan depan ada tender minyak sawit yang baru, dia berusaha betul m
“Maaf, Mbak kami duluan.” Yasmin yang mengambil alih ketegangan kecil di antara mantan ipar ini. Ia tarik lengan suaminya dengan pelan, agar kemarahan yang mulai keluar di wajah pria berhidung bangir itu, tidak berlanjut. “Ayo, Mas kita bayar baru pulang, aku sudah capek.” Bujuk Yasmin pelan, sebab tak ingin mereka jadi tontanan pengunjung yang lain.“Iya, Sayang.” Arzan berikan tatapan tajam dan amarah pada Leli yang masih berdiri seperti orang kebingungan di tempatnya. Lalu Arzan manut dengan mengikuti langkah kaki istrinya menuju kasir untuk membayar belanjaan mereka.Sebenarnya yang Leli tadi lakukan itu adalah, ia ingin menunjukka perasaannya pada Arzan, bukan setelah berpisah dengan kakaknya saja, perasaan suka itu timbul di hati gadis ini. Saat masih menjadi iparnya dulu pun, Leli sudah ada rasa pada Arzan, ditambah dengan perselingkuhan Shella yang leli tahu, semakin berharaplah dia bila Arzan suatu saat akan memilih dirinya sebagai pengganti kakaknya. Bahkan dulu leli sebena
Rasa bahagia meliputi perasaan kedua pengantin baru ini. Jemari Yasmin dan Arzan terlihat saling erta menggennggam. Masih ada waktu satu hari untuk Arzan libur dari pekerjaannya untuk berbulan madu bersama istrinya.Namun bulan madu mereka tak melulu dihabiskan dengan kegiatan seks yang membara di kamar Yasmin. Kemarin sore sehabis kegiatan panas yang mereka lakukan di subuh hari, Arzan mengajak Yasmin mengunjungi rumah mama Atifa. Mertua Yasmin itu menyambut anak dan menantunya dengan rasa bahagia dan syukur luar biasa, sebab putranya mendapatkan seorang perawan yang terjaga etika dan adabnya. Meski dulu Yasmin pernah berpacaran dengan proia lain, namun itu hanyalah masa lalu, mma Atifa dengan kebijaksanaannya menerima dan menyayangi Yasmin dengan tulus.Sebenarnya gadis inilah yang dulu mama Atifa Inginkan menjadi menantu beliau. Namun Arzan dan Yasmin belum ada jodoh waktu itu. Beginilah jalan jodoh mereka, berliku dan saling menanti bertahun-tahun, bertemu orang lain dulu. Baru t