"Tentu. Saya dan Yang Mulia menghabiskan malam bersama kemarin," dustanya.
"Wah! Benarkah?!" gadis-gadis itu terkesiap. "Itu berarti Yang Mulia Raja memang mencintai Lady Evelina!"
"Selamat ya, Lady Evelina! Saya harap Anda segera benar-benar menikah dengan Yang Mulia Raja!"
"Ahh ... sayang sekali pernikahan Anda harus diundur, ya Lady Evelina," sambung yang lain.
Evelina kini beralih sendu. Gerombolan gadis-gadis itu saling berbisik dan menyenggol kawannya yang terakhir bicara.
"Kau jangan ngomong begitu dong!" desis mereka.
"Aduh ... maafkan saya, Lady. Saya tidak bermaksud untuk-."
Mata emas Ditrian terbelalak. Baru pertama kali ini ia melihat yang disebut-sebut sebagai raja para Elf. Seperti dirinya yang merupakan raja para Direwolf.Theodre von Fenrir.Konon katanya, ia berusia delapan ratus tahun. Pastilah pengalaman dan kesaktiannya akan ilmu sihir tidak tertandingi. Dahulu sekali saat guru-gurunya menjelaskan soal Elf, dia pikir yang namanya Theodre von Fenrir pastilah seorang Elf yang jangkung melebihi langit-langit kamarnya. Rambutnya putih panjang menjuntai hingga ke lantai."Siapkan makanan untuk mereka. Jangan ada daging atau telur," bisik Ditrian pada Fred."Baik, Yang Mulia," jawab Fred. Pria itu segera meninggalkan ruang tahta."Salam, Raja Ditrian," ucap Theodre.Yang berhadapan dengan Ditrian adalah seorang Elf pendek yang tingginya hanya setengah tinggi tubuh Ditrian. Seperti seorang anak manusia berumur tiga belas tahun mungkin. Namun sorot matanya begitu tenang dan berwibawa. Dari situ saja Ditrian sudah tahu kalau Elf ini bisa jadi adalah mahl
Sheira terbelalak panik. Ia tiba di ruangan penuh dengan para Elf. Elf-elf yang terlihat tua dan sakti. Sheira tidak siap jika harus melawan mereka semua. Tubuhnya membeku di pintu ruang makan. Sheira ketakutan.Ditrian yang menyadari itu segera bangkit dan menghampiri."Sheira ....""D-Ditrian ... apa ini?" tanyanya dengan suara bergetar."Tenang saja. Mereka dari Kerajaan Fenrir. Aku akan menjagamu," ucap Ditrian pelan.Pria itu menggenggam erat tangan Sheira. Ia menggandeng wanita itu duduk di sampingnya. Ditrian kini melihat wajah Theodre, si Elf yang bertubuh bocah dan berambut putih panjang semakin berbinar. Sepertinya ini adalah yang ia tunggu-tunggu."Suatu kehormatan bisa bertemu dengan Anda, Putri Sheira," ucapnya sopan.Sheira membungkuk sedikit."Beliau adalah Raja Theodre von Fenrir," kata Ditrian memperkenalkan."S-Salam ... Yang Mulia," kata Sheira takut-takut. Semua Elf tua itu juga memperhatikan Sheira.
"Apa ini pertanda baik? Atau buruk?" lirih Sheira.Ditrian hanya bisa termenung. Mereka berdua minum teh di ruang kerja raja. Tepatnya di balkon. Mata emas Ditrian mengarungi pemandangan langit cerah siang itu. Ia mengira-ngira seberapa luasnya benua ini. Berapa banyak negeri yang telah jatuh dan berdiri selama berabad-abad, bermilenia yang lalu."Aku tidak tahu. Aku tidak pernah menemui dalam sejarah manapun keadaan kita yang sekarang.""Aku ... aku tidak ingin kita berperang lagi," ucap Sheira pelan sambil memegangi perutnya. "Aku takut kehilangan lagi ...."Ditrian menggenggam erat tangan putih istrinya."Aku akan menjagamu dan anak-anak kita. Aku bersumpah,
"Ibu ... tolong rahasiakan surat ini. Kalau ada balasannya ... simpan dan rahasiakan dari siapapun sebelum aku yang membacanya."Itu pesan Evelina sebelum ia berangkat dari istana untuk melakukan penobatan sebagai Regina. Hari ini ... dia telah menerima sebuah balasan dan sebuah kotak kayu antik.Evelina membuka surat itu.'Salam, Lady Evelina von Monrad.Aku tidak mengira akan menerima surat darimu. Sejujurnya aku tersinggung karena Lady menganggap bahwa ramuanku tidak manjur pada Raja Direwolf. Ramuan cinta yang kuberikan dahulu adalah salah satu yang paling kuat. Seharusnya Lady menunggu dulu agar ramuannya bereaksi. Ah ... tapi sudahlah. Itu sudah berlalu. Waktu tidak akan bisa diputar kembali.
Siang tengah hari. Sheira sudah tidak diperbolehkan lagi untuk sering-sering bekerja. Hanya satu sampai dua jam saja. Lalu Fred akan mengusirnya ketus.Dia bilang, "Menjaga keturunan Yang Mulia Raja Ditrian adalah prioritas utama. Kalau Anda mengacau gara-gara pekerjaan ini, saya tidak akan pernah mengijinkan Anda menginjakkan kaki di kantor ini."Tentu dengan mata galak di belakang lensa kacamata. Belum lagi sepertinya ia terlihat gugup dan tegang. Sesekali ketika mengomel seluruh pandangannya akan jatuh pada perut Sheira yang terlihat masih rata.Kini Sheira duduk khidmat dengan sebuah buku di tangan. Bersamaan dengan teh hangat dan damainya udara di gazebo rumah kaca."Putri Sheira."Wanita itu tersentak. Ia tahu jelas suara siapa itu. Padahal pelayan-pelayan dan Lady Emma pun masih berdiri mendampinginya. Tapi ia tidak menyadari kehadiran Evelina sama sekali. Ya Evelina. Regina istana saat ini yang sedang jadi omongan pegawai-pegawai.Se
"Saya ... ingin ... mengucapkan selamat pada Tuan Putri," lirih Everon. Mata pria itu tidak memilih memandang Sheira. Ia tertunduk pada meja bundar gazebo rumah kaca. Sendu. Suaranya pun bergetar perih."Terimakasih, Yang Mulia Grand Duke. Saya merasa terhormat mendapat ucapan selamat dari Anda."Kini Everon melirik ke samping. Hening."Tapi ... sepertinya Anda tidak terlalu senang dengan berita ini?" terka Sheira."Hhhh," Everon menghela napas. "Tuan Putri ... apa Anda membaca surat-surat dari saya?""Tentu, Yang Mulia.""Jadi ... Anda pasti tahu bagaimana perasaan saya?"
"Cari!"Wajah lelaki itu merah murka. Tangannya mengepal hebat memaki dan memarahi semua orang sepagian ini."Cari siapapun yang sudah melakukan ini pada istriku! Aku akan membunuhnya dengan tanganku sendiri!"Sheira terbaring pucat pasi. Dayang, pelayan dan beberapa ksatria berkumpul di kamar sang selir raja. Termasuk Lady Evelina von Monrad. Regina terpilih Kerajaan Canideus, calon ratu negeri ini. Ia terisak sambil memegangi tangan putih Sheira yang tak sadarkan diri."Tuan Putri ... apa yang terjadi pada Anda? Sadarlah ... saya mohon ...," begitu tangisan Evelina. Begitu merana. Ia berlutut di bibir kasur.Orang-orang di sana tertunduk penuh duka.
Di dalam ruang pengadilan yang megah, dinding-dindingnya dihiasi dengan lukisan-lukisan bersejarah, suasana tegang menyelimuti ruangan. Di tengah-tengah, sebuah meja panjang di mana Raja Ditrian, dengan wajah tegasnya, duduk di kursi tahta, memandang tajam ke arah Lady Emma, dayang yang tertuduh. Lady Emma, dalam gaun sederhana yang tampak lusuh, berdiri di hadapan semua orang, wajahnya memancarkan kegetiran dan rasa bersalah.Baru kali ini Ditrian merasa sangat sedih, kecewa dan sakit hati. Dia tidak bisa menghentikan tangannya yang sesekali gemetar. Di saat seperti ini bahkan Ditrian pun paham bahwa dia tidak akan bisa melakukan keputusan yang terbaik. Meskipun begitu, dia akan melakukan apa yang dipikirnya benar."Apa kau telah meracuni Putri Sheira?" tanya Ditrian getir. Nampaknya seluruh tenaga yang ia miliki telah ia ha
Ditrian meletakkan seikat bunga berwarna kuning keemasan. Ia tersenyum."Mirip kau," katanya.Empat puluh lima tahun berlalu. Empat puluh lima tahun lamanya pula Sheira terbaring di ranjang. Kini ia ditempatkan di sebuah menara tinggi. Setelah perang, raja-raja memantapkan Ditrian sebagai kaisar baru mereka. Kaisar Ditrian von Canideus. Setelah berabad-abad, akhirnya ada seorang kaisar yang adil dan bijaksana. Kekaisaran menjadi makmur. Semua makhluk hidup berdampingan dan beriringan. Bangsa Elf tak lagi begitu menutup diri mereka. Mereka membagi pengetahuan di bidang pengobatan dan sihir. Sementara para Dwarf terkadang menjual teknologi-teknologi yang mereka miliki seperti teknologi pembajak sawah otomatis dan kincir air yang bisa digunakan untuk menumbuk biji-bijian.Kekaisaran berangsur makmur semenjak pemerintahan Raja Ditrian.Meskipun rakyat kini bisa hidup damai dan bersuka cita, tidak dengan Raja Ditrian. Dia akan bersuka cita kelak, saat su
Ditrian langsung menerobos ke dalam tenda. Ada beberapa orang di sana."Sheira! Sheira!" pekik Ditrian. Ia langsung menghampiri istrinya yang telah terbujur kaku di atas ranjang. Ditrian memeluk dan memegang tangannya. "Apa yang terjadi?! Sheira! Bangunlah! Aku disini, Sheira!"Ditrian tak bisa membendung kesedihannya. Ia menangis sambil memeluk jasad Sheira. Ia menangis begitu memilukan. Tidak pernah ada seorang pun yang melihat pria itu menangis. Tidak ada. Namun di hari itu ... Ditrian begitu merana. Ia membelai rambut emas Sheira, memanggil-manggil namanya begitu putus asa.Semua yang ada di ruangan itu sangat berduka."Apa yang telah terjadi p
Keesokan harinya, setelah matahari terbit, semua orang telah bersiap di pos mereka masing-masing. Ditrian menggenggam tangan Sheira di atas bukit, raja-raja juga berada di sana. Mereka bisa memandangi keseluruhan medan perang."Kau sudah siap?"Sheira mengangguk. "Aku telah menunggu hari ini seumur hidupku. Aku akan membunuh mereka semua," kata Sheira mantap.Ditrian mengecup punggung tangannya. "Jangan terlalu memaksakan dirimu. Aku akan memenangkan peperangan ini untukmu, sayangku."Tak berapa lama kemudian, suara terompet dibunyikan. Raja Dwarf melihat dengan sebuah tongkat dari kuningan yang ditambahi sebuah kaca kecil di ujungnya. Katanya benda itu bernama teropong jarak jauh.
Ditrian membawa kembali Sheira ke ibukota. Sedangkan Everon, dengan berat hati ia patuh untuk tetap membangun wilayah Galdea Timur dan menetap di sana. Everon patah hati. Namun ... dia juga tidak bisa berbuat apa-apa.Sementara itu, diantara kemelut dan tragedi meninggalnya Evelina von Monrad dan Duke Gidean von Monrad di dalam istana, pernikahan mereka tetap dilaksanakan. Sheira von Stallon telah dinobatkan menjadi ratu dari Kerajaan Canideus. Kemudian Fred yang telah dibebaskan menyelidiki penyebab tindakan bunuh diri dan dari mana Evelina mendapatkan racun itu. Setelah dilakukan penyelidikan, ditemukanlah bahwa ini ada campur tangan dengan Kaisar Alfons. Termasuk ketika anak dalam kandungan Sheira gugur. Duchess Anna yang telah kehilangan kewarasannya selalu mengatakan hal itu berulang-ulang, berkali-kali dengan sumpah serapah.
Padang rumput di sini begitu luas dan tenang. Lebih indah daripada yang ada di kerajaan Canideus. Sepuluh orang ksatria Direwolf menyertai Raja Ditrian von Canideus.Raja yang telah dengan sengaja membatalkan pernikahannya sendiri. Mereka berangkat subuh-subuh, berangkat diam-diam dari istana tanpa membuat keributan, tanpa seorang pun tahu akan kepergian mereka. Meski pun begitu, Ditrian sudah meninggalkan surat perintah pembatalan pernikahannya. Mereka kini beristirahat di tengah perjalanan menuju ke Galdea Timur.Seorang di antara mereka menghampiri Ditrian. Ia menyerahkan sebuah surat."Yang Mulia ... ada pesan dari istana."Ditrian membuka gulungan surat itu. Pastilah burung merpati dari istana terbang menyusul
Para bangsawan sudah bersuka cita. Mereka telah membawa perasaan itu ketika berangkat dari rumah. Meskipun mendadak, kabar pernikahan Raja Ditrian dan Lady Evelina von Monrad, anak Duke Gidean von Monrad yang tersohor akan dilaksanakan. Kabar itu menyebar sangat cepat bagai lumbung gandum yang dilalap api. Mereka sudah bersiap dan duduk dengan khidmat di kursi aula. Dekorasi istana hari ini bernuansa biru tua dan emas. Juga bendera-bendera Kerajaan Canideus yang berlambang serigala menganga sudah dipasang.Di luar istana, rakyat juga tak kalah heboh. Nampaknya seluruh jalanan begitu ramai karena mereka pun ikut merayakannya. Festival-festival dan hiburan rakyat membuat hari ini kian riuh. Pontifex sudah bersiap di altar, hendak memberkati pernikahan mereka berdua.Termasuk Lady Evelina. Ia sudah cantik, mempesona luar biasa.
Beberapa hari ini Evelina begitu bahagia. Setiap malam, setiap hari, ia selalu bisa melihat Ditrian. Evelina kian terbuai dengan kisah kasih bersama pujaan hatinya itu. Raja Ditrian von Canideus yang gagah perkasa dan rupawan. Ini semua bagaikan mimpi bagi Evelina. Dia tidak pernah mengira jika angan-angannya sejak dulu akhirnya terwujud. Apalagi, mereka selalu bercinta, hingga Ditrian menjanjikan jika suatu hari nanti mereka akan mempunya anak. Evelina pun yakin akan itu. Entah sudah berapa kali mereka melakukannya. Benih-benih dari Ditrian sudah berada di dalam tubuhnya.Setiap malam mereka memadu kasih. Begitu romantis, bergairah dan bernafsu. Ini yang membuatnya semakin tidak akan pernah melepaskan Ditrian. Namun ia juga sadar, jika ini hanyalah sebuah kepalsuan. Evelina paham betul, hal yang begitu hebat mengubah hati Ditrian adalah karena setetes ramuan ini. Ramuan cinta dar
Langit hari itu sangat cerah. Kepulan awan di atas sana yang berwarna putih begitu indah. Sudah beberapa hari berlalu sejak Everon meninggalkan ibukota. Sejak ia meninggalkan istana dan kemelut politik di kerajaan. Mungkin baru kali ini ia keluar dari huru-hara itu setelah sekian lama. Everon tak ingat kapan terakhir kali kepalanya merasa setenang ini, sehening ini.Di tanah lapang ini, pasukan dan para ksatria Direwolf telah mendirikan tenda-tenda berwarna putih. Ada bendera juga yang tertancap di tenda yang paling besar, tenda miliknya. Bendera itu berlambangkan simbol Kerajaan Canideus dengan latar biru tua dan kepala serigala berwarna emas tengah menganga menghadap kedepan.Everon memerhatikan kesibukan dan lalu-lalang prajurit dan ksatria Direwolf di sekitar perkemahan. Itu membuatnya sedikit lupa jika ia belum benar-ben
Di dalam kamar yang hangat dan remang-remang, cahaya lilin bergetar lembut di dinding, menciptakan bayangan yang menari-nari seolah menyaksikan saat penuh asmara yang tengah berlangsung. Raja Ditrian duduk di tepi tempat tidur, wajahnya dipenuhi ketegasan dan kelembutan.Di bibir ranjang yang luas ini, mereka sudah duduk saling bersebelahan. Ditrian yang gagah itu hanya mengenakan jubah tidur. Sedari tadi ia mengamati Evelina dari ujung kaki hingga kepala, berbalutkan gaun tidur malam berwarna putih mutiara."Evelina," suara Ditrian dalam, penuh emosi, saat ia meraih tangan Evelina, menggenggamnya dengan lembut. "Setelah segalanya yang terjadi, terimakasih telah setia berada di sampingku. Setelah semua yang kulakukan padamu ... terimakasih kau masih ingin bersamaku. Maafkan aku atas sikap-sikapku dulu."