Sejak hari itu Bapak sangat terpukul. Sudah berapa kali bolak-balik kerumah Ani tidak ada hasil.
Untung saja petakan sudah dibayar tiga bulan dimuka, dan sebelum Ani hilang sempat mengisi kulkas dan sembako. ATM Bapak yang dibawa Ani langsung diurus hilang ke BANK, masih ada sisa 5 juta direkening. Andai saja Bapak cepat mengurus mungkin tidak begini kejadiannya. Penyesalan memang selalu dibelakang, kalau didepan namanya pendaftaran. ******* Hampir setengah tahun sejak kejadian itu saat Ines berkunjung kerumah Mbah. Ines bertemu dengan Om Tono. Dari Om Tono, Ines tau keadaan Bapak dan adik-adiknya sekarang. " Kapan lalu Om diajak Bapak mu kekontrakan kalian, pas kita datang Lily" Astaga, kok Bapak begitu. Mba kemarin sampai bela-belain jual perhiasaan mba buat bayar kontrakan, kamu masuk SMA dan Cici masuk SD. Kok Cici malah belum didaftarin sekolah ?? " " Belum mbaa, masa aku bohong. Maka itu biar aku sama Cici ikut tinggal sama mba ?" " Boleh ya mba ?? " Melihat Ines diam, Lily cemberut. Bukan tidak mau adik-adiknya ikut tapi posisinya saat ini Ines masih part time, gajinya hanya cukup untuk dia makan dan ngekos. Ngekos pun dia patungan berdua temennya. Tapi karena Ines irit, masih adalahlah kalau cuma buat beli sembako Bapaknya. Gimana mau bawa adik-adiknya tinggal bareng dia. " Mas Yudi gimana de, uda berapa kali mba kekontrakan nga pernah ketemu, katanya kerja. " Ines bermaksud merundingkan hal ini dengan Yudi siapa tau
" Kamu Menghindar dari saya Nes ??? ..." Ines kaget mendengar pertanyaan Adi yang Langsung to the point , jujur Ines tidak nyaman dekat-dekat dengan Adi walau bukan penjahat kelamin seperti Vincent, tapi siapa yang tau, secara jabatan Adi lebih tinggi dibanding Vincent. Vincent yang cuma kepala divisi Bilyard n Bowling aja sering tebar pesona. " Nga kok Pak, memang perut saya lagi kurang enak. " untung saja Ibu Warteg menyela memberitahukan pesanan Ines telah selesai. " Jadi berapa semuanya bu ? " Ines membuka dompet mengambil uang seratus ribuannya dan memberikan ke si-Ibu. " Udah biar saya aja bu, sekalian sama saya nanti. " kata Adi menahan tangan Ines. Ines langsung buru-buru menarik tangannya yang ditahan oleh Adi. " Udah nga usah Pak, nanti n
" Bapak .." kesal Ines. " Eh maaf Nes tak sengaja. " sahut Adi sambil tersenyum dengan gaya coolnya. Mungkin kalau Ines suka dengan Adi, pasti hal ini akan membuat Ines jadi deg-degan. Tapi karena Ines sudah tidak respect kejadian ini malah membuat Ines makin illfil. Cepat-cepat Ines keluar Cafe " Maaf Pak, silahkan hitung sendiri. Saya tunggu disini soalnya sempit. Nanti kalau kurang info saja biar saya ganti. " Lagi-lagi Adi hanya tersenyum. Tak sampai berapa menit Adi mulai mengunci lagi showcase dan pintu cafe. " Udah aman kok, sesuai semua. Maaf tadi saya salah hitung. " " Pak, maaf ini udah selesaikan? saya ditunggu teman saya, tidak enak dia menunggu lama. " sahut Ines tak suka, s
" Oya, gw jadi punya hutang berapa sama lu ? " " Hutang apa ? Makanan sama obat tadi ? " tanyanya. " Iyaa jadi total berapa ? . " sahut Ines sambil menikmati nasi gorengnya. " Gratis .. " ucap Rima sambil tertawa. " Yang beli bang Adi bukan gw " " Whatt serius lu ?? .." Kesal rasanya Ines mendengar itu. Nasi goreng yang masih sisa setengah tak disentuh lagi oleh Ines. " Kenapa nga info sih kalau ini dari Adi, gw pikir dari lu. " " Ya maaf lagian ditraktir masa nga mau. Bang Adi kayanya naksir tuh sama lu
Tak lama sepertinya Ines tertidur, Ines terbangun kaget dengan kehadiran orang dikamarnya.. " Loh ngapain Bapak masuk kekamar saya.. " " Maaf Nes tadi kamu teriak-teriak kedengaran dari luar, saya khawatir. Rima sama yang lain lagi pergi beli makan. " lanjutnya lagi. " Kamu nga apa-apa kan ? " kata Adi mendekat. Sambil terus menatap Ines, tau-tau Adi sudah disamping Ines diatas tempat tidur. Entah siapa yang mulai, mereka pun saling membelai, meraba dan mencium. Diciuminya bibir Ines dengan rakus. Tak sampai disitu tangan Adi mulai bergerilya. Dirabanya kedua gunung kembar Ines dan dimainkan putingnya yang sudah menegang.
" Aw.. " jerit Ines. " Nes, kamu nga apa-apa ? . " tanya Adi yang tau-tau sudah ada didekat Ines.. " Eh nga apa pak .." kata Ines berusaha bangun. Walau sakit rasanya bokong Ines tapi rasa malunya lebih besar. Melihat Ines susah bangun Adi mengulurkan tangannya ingin membantu Ines. Tapi tak dihiraukan Ines. " Aw .. " jerit Ines lagi sepertinya kakinya terkilir. Tak menghiraukan Ines, Adi langsung mengangkat Ines dan mengendongnya ala bridal menuju kasur. Takut jatuh tak ayal Ines mengalungkan lengannya dileher Adi. Tercium aroma segar sabun dari tubuh Adi. Adi meletakan Ines dikasur, sambil matanya tak lepas memandang lekat Ines. Jantung Ines berdetak kencang, teringat mimpinya semalam.
Baru mau turun ke lantai satu, Inespun terbelak melihat tiga orang menaiki escalator. " Lily .. " panggil Ines. Ketiga orang itu serempak melihat kearah Ines. Ines bingung , ngapain Lily nyusul kesini dalam hati ines geram. " Cepet turun de, mba tunggu dibawah. " seru Ines lagi saat mereka berpapasan diescalator. Sampai diatas, Lily langsung turun kembali tapi tidak hanya Lily sendiri ada seseorang yg ikut menemaninya. " Sayang, tadi Lily kekosan, aku ajak kesini aja jemput kamu sekalian kita makan. Tadi aku tanya belum makan katanya. " kata Adi setibanya dihadapan Ines. " Kamu uda makan ? " tanya Adi sambil mengelus lembut rambut Ines. Lagi-lagi Ines hanya terpaku. " Cie ciee ada yang jadian nih yee. Traktir traktir " seru Lily menggoda.
" Loh kamu kan sudah OK kalau kita nikah cepat ? " " Kapan saya bilangnya mas, hubungan kita aja baru kok ? " ucap Ines jengkel. " Kapan ya .. " kata Adi sambil senyum-senyum. " Maaf pak, saya memang belum rundingan sama Ines kapan tepatnya kita mau nikah. Tapi dari awal kita jadian saya memang niatnya serius mau jadiin Ines istri. " sambung Adi. " Baiknya nanti saja hal ini dibahas lagi kalau sudah saling sepakat. Wis uda malam besok kalian kerjakan.. " ucap Bapak tak ingin memperpanjang. " Baik Pak, kita undur diri dulu. " jawab Adi dan Ines sambil salim kepada Bapak. sampai dimobil Adi berkata kepada Ines. " Kamu sama Bapak kamu gaya ya mau diajak nikah aja sok nolak-nolak. Mantan
[ Ya kamu cepet pulang , ngga enak dunk masa tamu ditinggal. Lagipula aku-nya ngga enak lah ada laki-laki dirumah, ngga ada kamu.. ] [ Halah gaya kali, berkaca ko.. ] sindir Adi. [ Maksudnya ? ] [ Gaya kali, ko pikir bidadari kah ? Selera kak Oskar itu tinggi bukan modelan seperti ko.. ] [ Astagfirullah, cukup kau hina saya terus. Kalau memang saya ini serendah itu, kenapa kamu ngga mau talak saya. Kamu pikir saya mau punya suami model kamu. ] [ Cukimai ko. Jangan GR, saya pilih kamu karena saya pikir ko perempuan baik-baik nyatanya
Tapi diluar dugaan, Mamak mendelikkan matanya tanda tak suka lalu melepas pegangan tangannya.. " Ah, sembarang sekali ko. Kalau mau pisah ya pisah saja, tak usah kau fitnah Adi seperti itu. " bentak Mamak. Hmm, Mamak yang tidak suka anaknya dipojokan kembali ke mode on membela membabi buta. Ines hanya tersenyum kecut, dipikirnya bisa bertukar pikiran dengan Mamak, tapi ternyata zonk. Tak ingin memperpanjang, Ines berdiri lalu mulai membangunkan Twins lagi. Kali ini usahanya tidak sia-sia. Twins terbangun. Dipeluknya Ines dan merengek ingin digendong ke kamar mandi. " Berat nak, perut Mama masih bekas operasi keluarin ade-k
" Dengar, kau masuk kamar, besok aku pulang kerumah Neli. Buat apa disini, tapi kau tak hargai Mamak , " ancamnya. " Pulanglah Mak, pusing aku Mamak disini. " " Apaaa... " kecewa hati Mamak mendengar perkataan Adi. Tak disangka anak yang paling disayang, mengusirnya seperti itu. Ines yang sedari tadi terbangun, mendengarkan pembicaraan ibu dan anak tsb. Ingin membuka pintu tapi teringat larangan Mamak tadi sore. - Flashback ON - " Badanmu sudah sehat kah ? " tanya Mamak
lama Mamak menunggu balasan pesannya, sampai handphonenya berbunyi tanda pesan masuk .. [ Oh buat Ines dan Twins., mana no rekeningnya mak ? Sudah tidak usah Mamak ganti. Cuma lain kali biar Adi sendiri yang usaha Mak, jangan Mamak yang cari sana sini, biar belajar tanggung jawab dia. ] [ Iyoo, makasih nak. Ini no rekeningnya langsung transfer saja ke Ines. ] [ Sudah ya Mak, ini buktinya.. Mamak sehat sehat tho ? ] [ Mamak Sehat, makasih nak. Ko juga jaga kesehatan . Salam sama cucu dan mantu Mamak. ] Mamak tersenyum senang. Dia berhasil menyelamatkan muka Adi, tanpa Mamak sadari bahwa dibela terus seperti itu tidak membuat Adi belajar.
" Tapi pak ---, " " Saya bersyukur banget Mba, Mak.. Kali ini biaya lahiran sudah siap, Adi juga mulai berbisnis. Kasihan soalnya Ines, mungkin dia hamil ada-ada saja karena stress mikir nanti biaya lahiran gimana, biaya buat anak-anak, soalnya sekarang anak tiga kan. " ucap Bapak memotong ucapan Neli. Neli menatap Adi tajam dan terlihat menahan marah tapi tidak bisa berkata apa-apa karena ada Bapak. Adi yang ditatap Neli hanya bisa tertunduk. " Alhmdulilah ya nak Adi, punya kakak seperti mba Neli ini. Sudah cantik, baik, perduli dengan adiknya. Oh ya, jadi kapan Adi mau berangkat ke Sulawesi ? " Bapak menatap kearah Neli dan Mamak. Ditatap seperti itu Mamak tidak enak hati. " Maunya sesegera mungkin tapi mungkin Adi khawatir Ines. " ujar Mamak lalu mencolek Adi.
" Jangan buang waktumu, untuk orang yang tidak mempunyai waktu untukmu. Temukan orang yang berfikir WAKTUnya akan terbuang bila tidak bersamamu. " - Motivasi Hidup - ******* [ Apa sih Yank....... hahaha .... ] terdengar panggilan mesra dan riang menyambut. Adi yang sedang asyik bertelephone tidak sadar akan kedatangan Ines dan Bapak. Adi yang saat ini berbaring di sofa panjang diruang tamu, asyik dengan rokok dan handphonenya. Posisi kepala Adi membelakangi pintu masuk. Bapak yang mengandeng Ines geram mendengar Adi berbicara mesra di telepon, walaupun percakapan tidak terlalu jelas dari depan pintu gerbang, tapi sesekali terdengar ka
" Terserah de, mbaa udah ngga kuat .. " " Loh Mba, mbaa.---,.." teriak Lily panik sambil men-dial lagi nomor Bapak. " Aduh, Bapak ngga diangkat lagi .. " geramnya. " Sust, suster tolong lihatin mbaa saya kenapa ini ? " Suster Emy yang sedang menemani Twins main dikamar sebelah langsung bergegas kekamar Ines.. " Kenapa mba ? " ucap suster Emy melihat Lily panik sedang mengoncangkan badan Ines. " Ngga tau Sust, kayanya mba Ines pingsan. Beneran pingsan kan ini sust bukan gimana-gimana? " bingung Lily mulai berurai air mata. " Mbaaa, bangun mbaa --, mbaa kenapa-- " Pecah tangis Lily. Suster Emy megang sisi leher Ines dengan ujung jarinya, kemudian menempelkan
" Memang mikirin apa sih Nes ? " tanya Pak Fuji sesaat istrinya keluar ruangan. " Target penjualan, atau suamimu lagi ? " " Feeling saya sih kayanya masalah suami mu ini. Kalau soal penjualan mestinya kamu aman-aman saja. " tanyanya lagi melihat Ines hanya diam. Ines yang ditanya seperti itu tak kuasa menahan sesak didadanya. " Ines capek pak, lelah rumah tangga seperti ini. Rasanya Ines mau pindah saja, bawa anak-anak keluar kota. Hidup baru disana. " sahut Ines akhirnya. " Kalau Ines pindah ke Kendari gim
Ines deg-degan saat menaiki lift, apapun yang terjadi nanti Ines hanya bisa pasrah. - Tok tok tok - Ines yang tidak ingin Adi tahu siapa yang mengetuk pintu menutup door viewer dengan tangannya. - Tok tok tok - Ines mengetuk lagi kali ini lebih kuat. Tapi pintu tidak juga dibuka. Mungkin Adi parno takut buka pintu. Merasa lelah mengetuk akhirnya Ines menelepon Adi. Bunyi suara telpon terdengar sampai luar kamar. [ Iyaa Ma, kenapa sih telpon trus. Papa lagi tidur ini. ] bohong Adi.