Share

AKMD 07

Author: Laa Rachma
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Sudah dua hari aku menjalani bedrest total di rumah sakit, setiap malam sepulang bekerja Alma selalu datang dengan membawakanku macam macam cemilan dan buah buahan.

"Biar calon keponakan tumbuh dengan sehat" begitulah katanya saat ku larang dia membawa macam macam.

Besok aku sudah diperbolehkan pulang, Entah aku harus pulang kemana. Sedangkan media sedang heboh dengan berita pencarianku.

"ISTRI CEO DARI PT BASGA GRUB HILANG DAN MOBILNYA DI TEMUKAN MELEDAK DI DASAR JURANG".

Begitulah kira kira berita yang viral 2 hari ini, hanya saja media memblur bagian wajah pada foto yang beredar, namaku pun hanya disingkat Adinda Ayumi menjadi AA. Entah apa maksudnya. Namun orang orang yang sudah mengenalku pasti paham jika itu fotoku.

Bahkan ponsel memang sengaja aku matikan untuk menghindari kecurigaan. Aku sangat paham jika mas Hendra pasti akan menghilangkan jejak hingga ke akar akarnya. Aku juga sama sekali tidak mengabarkan kepada keluarga di kampung tentang keadaanku saat ini. Untuk mengantisipasi jika ada musuh dalam selimut, itu saja.

Malam ini aku sendiri, Alma tadi mengabarkan bahwa ia tidak dapat menemaniku karena lembur. Besok ia berjanji akan menjemputmu.

Aku menolaknya. Aku sudah terlalu banyak merepotkan Alma. Apalagi jika ia harus izin kerja karena menjemputku. Aku rasa badanku juga sudah sehat, hanya beberapa bekas luka yang masih sedikit basah.

Jam menunjukkan pukul 8 malam, aku merasa jika kantung kemih ku penuh dan minta dibebaskan. Dengan bantuan tiang infus aku turun dari ranjang, bertepatan dengan terbukanya pintu ruanganku.

Ku lihat Dokter yang biasa menanganiku masuk. Seperti biasa ia selalu memakai masker dan kacamata.

"Mau kemana Bu?"

"Ingin ke kamar mandi sebentar dok".

"Mari saya bantu".

"Tidak usah dok,saya bisa sendiri".tolakku.

Bagaimana pun aku sungkan untuk ke kamar mandi dibantu oleh seorang laki laki. Meskipun itu dokter.

"Baiklah hati hati".

Saat keluar dari kamar mandi, ia masih menungguku. Ia juga membantuku saat hendak naik ke ranjang.

Degg

Tangan kami tidak sengaja bersentuhan, aku yang tidak biasa bersentuhan dengan laki laki selain mas Hendra pun buru buru menariknya.

Suasana jadi canggung.

"Silahkan kembali berbaring saya akan memeriksa nya". Ucapannya menghangatkan suasana dingin ini.

Aku menurut untuk berbaring.

"Dimana suaminya Bu? Sejak pertama kali ibu dirawat saya sama sekali belum pernah melihatnya, bahkan keadaan ibu sedang hamil muda seperti ini. Harus ekstra penjagaan. "

"Sua..mi saya em.. iya suami saya kerja di luar kota dok," jawabku entah kenapa tiba tiba gugup.

Kulihat mata sang dokter menyipit dibalik kacamatanya. Apa dia tersenyum ? adakah yang lucu dengan jawabanku?

"Benarkah ?"tanya sang dokter seperti memastikan sesuatu.

"Eh, iya benar".

"Bukan karena suami ibu adalah Bapak Hendra Bagaskara?"

Degg

Aku dengan spontan menjauh dari hadapan dokter muda ini. Perasaanku tidak enak, bagaimana jika dia ternyata dokter kiriman mas Hendra.

"Tenang Bu jangan takut. Dari kegelisahan ibu ini menunjukkan bahwa pertanyaan saya tadi benar, saya murni seorang dokter kok. Bukan penghianat atau pun mata mata."

"Darimana dokter bisa tahu kalau saya istri mas Hendra?" Aku menyesali ucapanku sendiri yang malah mengaku.

Terlihat dia melepas masker dan kacamatanya. Wajah tampan dengan hidung Bangir tersaji di depan mataku.

"Apa kamu tidak mengingat saya?"tanyanya.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sugeng Sugeng
lanjutkan kembali
goodnovel comment avatar
Pipit Kurniawati
tidak jelas
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Kebimbangan Dinda

    Aku mencoba mengingat ngingat. Namun kemudian menggeleng saat tidak menemukan memori apapun tentang wajah itu."Saya bahkan sudah menyadari anda sejak awal, namun memang berniat menyembunyikannya, bahkan memalsukan data anda saat berita hilangnya istri dari CEO PT BASGA GRUB beredar. Apalagi ternyata anda hilang dan mobilnya meledak di dasar jurang, dikuatkan dengan keadaan anda yang terluka seperti ini. Saya paham jika anda memang berniat melarikan diri. "Aku tercengang mendengar penjelasannya. Bagaimana bisa ia secerdas ini dalam menghubungkan suatu perkara. Aku yang masih diam, kemudian menoleh saat mendengar penuturannya lagi."Jika kamu masih belum mengingat saya, perkenalkan Saya Hardian Maulana rekan kerja Bapak Hendra Bagaskara. Dulu saya pernah melihat anda saat melakukan pertemuan di mansion utama keluarga Bagaskara." Ucapnya memperkenalkan diri.Aku melirik ke nametag yang tergantung di dada sang dokter. "Dr. Hardian M S.KM"Aku juga mengingat jika dulu pernah diperkenalka

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   AKMD 09

    05Pagi harinya Alma menelponku, meminta maaf jika semalam tidak bisa menemani. Dia juga bilang akan menjemputku siang nanti.Tapi aku menolaknya. Aku menyuruhnya untuk berangkat kerja saja, nanti akan ku kirim alamat di mana aku tinggal. Aku berniat untuk menerima tawaran Dokter Hardian saja.Sesuai jadwal setiap jam 8 pagi, pasti akan ada suster yang memeriksa keadaanku. Tapi kali ini bukan suster tapi Dokter Hardian sendiri yang memeriksa langsung."Selamat pagi Adinda".Aku menoleh, dia ternyata sudah mengganti sapaannya padaku."Pagi juga Dok"."Silahkan berbaring dulu ya, biar saya pastikan apakah kamu boleh pulang hari ini"."Baik dok".Aku berbaring sesuai perintah. Dokter Hardian memeriksa semua luka lukaku. Menempelkan stetoskop di dadaku juga."Lukanya berangsur pulih. Sebelum pulang cek dulu ke dokter kandungannya!"Aku mengangguk."Bagaimana dengan tawaran saya yang semalam?"Pertanyaannya mengingatkan akan keputusan yang sudah aku ambil."Saya ikut dokter saja".Kulihat

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Panggil apa?

    Kesanku pertama ia adalah wanita setia. Ia hanya menatap kami sekilas, bahkan ketika aku sengaja memujinya cantik. Tapi responnya bukan tersanjung tapi malah menatap ke arah suaminya. Mungkin dia berharap jika Hendra akan cemburu.Padahal aku beberapa kali memergoki Hendra jalan bersama perempuan lain. Sungguh malang. Aku hanya bisa berdoa kebahagiaan untuknya.Sekarang ia datang ke rumah sakit dengan keadaan yang sangat memprihatinkan. Aku meminta suster untuk mengobati lukanya selagi aku mencari tahu penyebab pendarahan pada bagian bawahnya. Tidak kutemukan luka sama sekali, hingga akhirnya aku sadar jika ternyata dia sedang mengandung. Aku memintanya datang ke ruang dokter kandungan untuk memastikan. Dan benar saja, ia sedang mengandung, bahkan janinnya hampir tidak terselamatkan jika terlambat sedikit saja.Jika biasanya aku jarang mengecek pasien langsung, tapi kali ini aku benar benar menanganinya sendiri. Entah mengapa aku merasa mendapat penyemangat untuk selalu datang ke r

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Liliana

    "Lalu saya harus panggil apa?""Panggil nama juga boleh, atau apalah yang penting jangan dokter."****"Hendra bagaimana dengan istrimu? Apa sudah ditemukan jasadnya?" tanya Pak Sapta kepada putranya yang kini sedang duduk berdua di ruang kerjanya. "Belum yah, ini masih berusaha?""Ayah sama sekali tidak melihat usahamu? Kamu bahkan masih sanggup berbeda leha di rumah?" "Tapi aku benar-benar sedang mencarinya yah, bahkan sampai mengerahkan semua orang ku,""(Mencari untuk memastikan bahwa istri si*lan itu sudah tiada)." Ucap Hendra dalam hati. "Ini bukan rencanamu kan?" ujar pak Sapta sambil menatap tajam ke arah Hendra. "Maksud ayah apa bicara seperti itu?" jawab Hendra yang sedikit gelisah. "Ayah tidak bermaksud apa apa, hanya ayah tahu bagaimana kamu membenci perjodohan ini." Ucapnya sambil masih mengawasi perubahan peraupan Hendra. "Aku sama sekali tidak tahu. ""Jika ini memang rencanamu, maka akan ayah pastikan kamu menyesal suatu saat nanti. "Hendra terdiam, ia sama seka

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   4 tahun berlalu

    Sapta menoleh mendengar pertanyaan sang istri. "Apa maksud mama berbicara seperti itu?""Tidak bermaksud apa apa, hanya misalkan. Apa yang akan papa lakukan jika semua kejadian ini ada kaitannya dengan putra kita?" ucap Liliana mengulangi pertanyaannya. Sapta terdiam. "Aku akan membersihkannya dari media, jika benar Hendra adalah dalang di balik semua ini, aku akan membuatnya menyesal telah menyia-nyiakan wanita pilihanku. Tapi bukan dengan menjatuhkan citranya di hadapan media. Mau bagaimana pun keberlangsungan perusahaan ada di tangan Hendra"Liliana tersenyum getir mendengar jawaban suaminya. Uang adalah segalanya, meskipun untuk membeli hukum sekalipun. ****Hari, bulan, tahun berganti. Tidak terasa ini sudah tahun ke empat sejak peristiwa hilangnya istri CEO BASGA GRUB. Nyatanya tidak ada kesedihan yang berarti untuk keluarga besar Bagaskara. Bahkan tiga bulan setelahnya Hendra sang CEO telah mempersunting gadis pujaannya. Laura Henina. Gadis yang menjadi alasan Hendra teg

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Putriku kembali

    Kedatangan Dinda dan kedua anaknya, di sambut dengan suka cita oleh kedua orang tua Hardian. "Aaa cucu omaa, sudah besar besar sekali yaa"." Padahal baru satu minggu kita gak kesini, emang udah tumbuh seberapa?"ucap Reyhan dengan nada datarnya. "Rey, tidak boleh seperti itu. Oma itu merindukan kalian." Adinda menasehati putranya. "Rey cuma bertanya kok Bun, lagian oma emang suka lucu. Tapi Reyhan juga rindu oma kok" Jawabnya. Dinda meringis mendengar jawaban putranya. Bagaimana bisa ia bilang rindu dengan nada lempeng seperti itu. "Gak papa, udah udah ayo masuk kalian tetap cucu kesayangan oma"."Ena mau digendong opa aja" Ucap Reina berlari ke arah sang opa yang baru keluar. Galih seketika merentangkan tangan mendengar rengekan cucunya "siap princessnya opa"Mereka duduk di ruang tamu, sedangkan si kembar Reyhan dan Reina langsung berlari ke arah taman belakang yang pasti sudah di sulap menjadi teman bermain. "Din, ada yang ingin kami bicarakan kepadamu".ucap Alina memulai p

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Pinangan

    "Putriku kembali..... "Semua yang menyaksikan tidak dapat menahan haru. Pertemuan antara ibu dan anak yang sudah sekian lama. Adinda bangkit dan menuntun ibunya masuk, ia mendudukkan raga sepuh itu di sofa. "Ayumii... Ini benar kamu nak? Atau ibu sedang bermimpi?"ucap Sofiyah mengamati wajah putri tunggalnya. Bahkan sampai memanggilnya dengan panggilan kesayangan saat putrinya masih kecil. "Iya bu, ini Adinda Ayumi putri ibu. Dan ibu juga tidak sedang bermimpi".Sofiyah langsung berhambur ke pelukan Adinda. " Ya Allah terimakasih engkau telah mengabulkan doa ku, untuk mempertemukan dengan putriku lagi. Bagaimana kabarmu nduk? Kenapa mereka bilang jika kamu sudah meninggal"ucap Sofiyah yang masih sesenggukan. "Panjang ceritanya bu, sekarang Dinda mau ambil minum dulu ya, itu tamunya belum dibikinin minum".Mendengar ucapan putrinya Sofiyah lantas menoleh ke arah kanan. Dimana ada 5 orang yang tidak dikenalinya. Dari pakaiannya ia bisa menebak jika mereka bukan orang sembarangan.

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Rencana Pernikahan

    Sofiyah dan Harto terdiam mendengar ucapan Galih. Apakah mereka harus melepas putrinya yang baru saja kembali? "Saya serahkan semuanya kepada Adinda, tapi apakah tidak terburu buru? Kami bahkan baru saja bertemu,"jawab Harto lirih. "Saya sangat mengerti pak, tapi tujuan saya melamar putri bapak selain untuk menjadi pendamping anak saya, saya juga ingin segera memberikan identitas lagi untuknya. Adinda hidup menggunakan identitas orang lain, sebab dari keluarga Bagaskara sudah mengklarifikasi jika ia sudah meninggal."Tidak hanya Harto dan Sofiyah yang terkejut, Adinda pun sama sekali tidak mengerti akan hal itu. Kini Dinda mengerti jika ia benar benar dilindungi oleh keluarga itu. "Baiklah Pak, kalau begitu segerakan saja. Bagaimana nduk apakah kamu menerima pinangan dari nak Hardian? "Semua pasang mata menatap Dinda penuh harap. "Bunda, kalau mau jadi istri papa nanti kita bisa bareng bareng terus lho, bisa bobok berempat juga," Celutuk sikembar sulung tiba tiba. Pipi Dinda s

Latest chapter

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bonus Chapter 03

    Pagi harinya sesuai kesepakatan, Sapta datang ke kantor MLN Groub.Kantor yang dulunya adalah pesaing bisnisnya, kini akan menjadi tempat dia mengais rupiah demi menutupi kebutuhannya sehari harinya. Tatapan bingung, mencemooh, simpati, Sapta dapatkan dari banyaknya pekerja yang berpapasan tadi. Jika dia dulu masuk dengan setelah jas mahal, dan wajah angkuh kini ia harus membiasakan diri dengan menyapa beberapa orang di sekitarnya. Tidak papa, ini hanya permulaan. Semua yang ingin berkembang, pasti harus berani memulainya dengan berbagai resiko yang berbeda. "Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya seorang perempuan berhijab yang tak lain adalah sekretaris Galih. "Pak Galihnya ada?" "Ada, beliau baru saja tiba. Apakah bapak sudah membuat janji?" "Sudah, Pak Galih sendiri yang meminta saya untuk datang hari ini." "Baik Pak, kalau begitu silahkan duduk dulu!" Sapta menurut, dia duduk sambil mengamati ketika wanita berhijab itu begitu lincah dengan tablephone nya. Dia jadi teringa

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bonus chapter 2

    Hallooo Adikkk...!" Suara riang Reina membuat mereka yang sedang duduk di ruang tamu menerka nerka. "Siapa sih sayang yang datang?" Tanya Hardian menyusul putrinya. "Loh Pak Sapta, tumben, udah lama sekali lo gak main ke sini. Mari silahkan masuk!" "Pak Galihnya ada Mas?""Ada Pak, kebetulan sedang santai di ruang tamu. Langsung masuk aja, silahkan Bu! sama siapa ini?" "Kalila Om," jawab bocah berkuncir dua itu. "Oh iya, makanya Reina senang sekali, ternyata kedatangan adiknya toh. Ayo Sayang adiknya diajak masuk ke dalam!" Sapta beserta istri dan cucunya mengekor langkah Hardian masuk ke dalam rumah."Loh Pak Sapta mari duduk, silahkan Bu!" Ujar Galih saat melihat siapa tamunya. "Maaf menganggu waktu bersantai anda bersama keluarga Pak," Ucap Sapta merasa tidak enak. "Tidak Pak, ini hanya kebetulan anak, cucu sedang berkunjung.""Iya Bu Lili, kok gak pernah main ke sini. Terakhir 3 bulan yang lalu kan? Sekarang bagaimana kabarnya?" Alina ikut bertanya. "Kabar baik Bu, hanya

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bonus Chapter

    "Ma, apa tidak papa jika kita meminta pekerjaan kepada pak Galih?" Liliana yang sedang menemani cucunya menonton televisi menoleh. Ditatapnya sang suami dengan prihatin. Mau bagaimana pun ia tidak bisa memaksa suaminya itu untuk kerja serabutan layaknya tukang atau kuli bangunan. Bahkan caranya saja dia tidak tahu. Ini adalah bulan ketiga Sapta menganggur, keseharian Liliana yang hanya membuat kue serta jajanan ringan untuk dititipkan di warung-warung ternyata tidak mampu menutup perekonomian mereka. Hasil penjualan rumahnya dulu, Sapta gunakan untuk menutup gaji para pegawai, dan membeli rumah kecil yang kini mereka huni. Sisanya dia simpan sebagi pegangan jika ada kebutuhan mendadak serta modal jualan sang istri. "Jika kamu tidak malu tak apa mas, kemarin juga pak Galih sudah menawarkan kepada kita kan? Namun aku juga tidak memaksa, karena di sini menyangkut harga dirimu juga." Jawab Liliana atas pertanyaan sang suami. Sapta terdiam, ia kembali menimang nimang keputusannya itu

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Karma nyata adanya

    "Mas Sapta," Sapta yang tengah terduduk dengan tatapan kosongnya seketika berbinar. Dicarinya dari mana suara itu berasal, hingga tatapannya terkunci pada sosok perempuan yang berhasil menjungkir balikkan hidupnya beberapa hari ini. Perempuan yang masih saja terlihat anggun di usianya yang menginjak kepala lima. Perempuan yang sedang menggendong seorang anak kecil yang kini telah kehilangan ibunya. "Li, kamu kembali?" tanya Sapta ragu. Galih yang merasa tidak berhak mendengar pun pamit undur diri, begitu juga dengan Hardian dan Adinda. "Kami pamit ya pak," Sapta tidak menggubris, fokusnya masih kepada kedatangan istrinya. "Terimakasih ya Bapak, ibu, nak." Melihat tidak ada respon dari suaminya, akhirnya Liliana yang menjawab. Setelah Galih dan sekeluarga pulang, keadaan rumah kembali sepi. Apalagi jenazah sudah dimakamkan tadi pagi. Hanya saja kedua orang tua Laura yang belum datang sekedar melihat anaknya untuk yang terakhir kali. "Li, kamu kembali?" "Iya mas."

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Bunuh diri

    "Braaakkkk" Pintu utama terbuka dengan kasar. Hardian berlari menuju tempat dimana istri dan anak anaknya berada. "Sayang are you okay?" "Mas kamu udah pulang?" tanya Dinda masih dengan pipi yang basah dengan air mata. "Aku pulang setelah melihat berita di televisi. Kamu nangis?" Pertanyaan Hardian berhasil membuat dua bocah yang sedang asyik bermain itu menoleh. "Bunda nangis?" "Enggak kok nak, ini bunda hanya kelilipan aja." Bohong Dinda. Mendengar jawaban bundanya, mereka fokus kepada itu mainannya lagi. Sedangkan Hardian duduk di sebelah sang istri. "Kamu kenapa hem?" "Aku gakpapa mas, aku cuma sedang takut aja. Melihat tingkah mas Hendra, sebenarnya aku khawatir dengan masa depan mereka." Hardian mengangguk paham. Diraihnya tangan sang istri, "aku kan udah bilang beberapa kali sama kamu, mereka itu anak-anaku. Aku yang akan mendidiknya kelak dengan caraku. Cukup kamu doakan saja yang terbaik untuk mereka, kamu tidak lupakan? bahwa doa seorang ibu itu dahsyatnya bisa

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Hendra tertembak

    "Apa yang kamu katakan? Kamu membandingkan ibu dengan perempuan yang tidak jelas asal usulnya itu?""Aku lelah bu, ingin beristirahat." Diana mendengus, ia tahu jika putranya itu mencoba mengusirnya dengan cara halus. "Okeee, ibu akan pulang. Mungkin mampir ke kentor sebentar, memastikan jika semuanya baik-baik saja." Ucap Diana sambil berlalu keluar dari ruangan. Sapta memandang punggung ibunya yang menghilang dibalik tertutupnya pintu. Sebagai anak kandung saja, ia mengakui jika ibunya itu bermulut tajam. Berbicara tanpa memikirkan perasaan orang lain. **********Diana masuk ke dalam kantor dengan angkuh. Wajahnya ia tonggakkan, mengabaikan setiap sapaan karyawan. "Selamat siang bu Diana, lama tidak berjumpa." Sapa Karen, sekretaris Hendra. "Masuk! ada yang ingin saya bicarakan kepadamu." "Baik bu," Wanita berpakaian ketat itu mengikuti langkah Diana ke dalam ruangan. "Ada yang bisa saya bantu bu Diana?""Apakah ada keluhan tentang perusahaan?" tanya Diana to the point. "E

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Curhatan Hati Sapta

    "Aku takut mas, aku takut mereka akan membunuhku dan anakku lagi." Ujar Dinda lebih histeris. Hardian mendekat, dielusnya punggung wanita yang teramat ia cintai itu. "Hey sayang, dengarkan aku ya! siapa yang akan membunuhmu dan anakmu? kamu itu istriku, begitu juga anak ini adalah darah dagingku. Siapapun yang berani menyentuhnya se ujung kuku pun itu akan menjadi urusanku. Kamu paham itu kan? Adinda mengangguk, meskipun lelehan air mata masih saja mengalir membasahi pipinya. "Udah jangan mikirin yang buruk buruk, orang hamil harus selalu berprasangka baik. Kendalikan dirimu, yang lalu biarlah berlalu." Ucap Hardian lagi. "Lho kenapa mantu mama nangis? kenapa sayang hem?" tanya Alina yang baru datang dan lansung berjongkong di depan menantunya. Adinda kikuk, ia merasa tidak enak kepada mertuanya. "Mama jangan jongkok di situ dong! aku gakpapa kok, ini juga nangis karena bahagia?" jawabnya berusaha menyembunyikan kekalutan hatinya. "Maksudnya?" "Seperti prasangka mama, aku ham

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Trauma

    "Alhamdulillah," "Hah?" Ucapan Alina berhasil membuat anak dan menantunya itu cengo. "Maksud mama apasih? Adinda kaya gini kok dialhamdulillah in," tanya Hardian protes. "Ck bukannya kamu seorang dokter? seharusnya lebih paham dong daripada mama." Mendengar perkataan sang mama, Hardian seketika berfikir. Namun wajah bingungnya langsung berubah cerah kala sebuah kemungkinan muncul di kepalanya. "Kita ke rumah sakit sekarang ya, bukankah kamu belum datang bulan sejak pernikahan kita?"Adinda yang sedang menikmati pijitan Alina mengangguk. Dirinya memang belum mendapat tamu bulanan lagi sejak menikah. "Ya udah ayo, aku gendong kalau masih pusing!""Gak mau, kamu jangan deket deket dong mas! aku gak tahan sama bau badanmu."Mendengar jawaban Adinda, Hardian menghentikan langkahnya. "Ck iya iya, emang kamu kuat jalan sampai mobil?" Adinda mengangguk. "Ayo sayang biar mama bantu jalannya, suruh suamimu itu mandi dulu biar gak bau." Ledek Alina kepada putranya. Saat berjalan menur

  • KETIKA SUAMI MERENCANAKAN KEMATIANKU   Badanmu bau!

    "Keluar kamu!" Dengan perlahan kepala Laura muncul dari ruangan kecil miring lubang itu. "Terimakasih ayah," ucapnya saat berhasil keluar sepenuhnya. "Hem, ini sudah menjadi janjiku kemarin." Jawab Sapta sambil menggelanggang meninggalkan menantunya. "Huft aman, untungnya ayah benar benar menepati janjinya untuk melindungiku. *********Sedangkan si belahan bumi lain, seorang wanita paruh baya sedang memasuki sebuah rumah usang. Banyaknya sarang laba laba menjadikannya terlihat sedikit menakutkan. "Gak usah takut mbak, ini masih sering dibersihkan kok sama ibuk sebelum dia meninggal. Hanya saja setelah kepergiaannya saya suka sibuk kalau mau membersihkan." "Iya gakpapa kok, turut bela sungkawa ya atas meninggalnya bulik. Mbak bener bener gak tahu," "Terimakasih mbak, sebenarnya kami juga sering mempertanyakan dimana keberadaan mbak Lili, kok gak ada kabarnya sama sekali." Liliana mendesah. Memang sebegitu terkekangnya dia, sampai keluarganya yang tersisa di kampung tak lain bu

DMCA.com Protection Status