"Kenalin Mbak, namaku Sekar." Sekar mencoba berkenalan dengan Sisil, yang terlihat angkuh itu.
Sisil hanya menatap tangan Sekar sekilas, saat mengajaknya untuk bersalaman.Merasa di abaikan, Sekar akhirnya menyibukkan diri, untuk menata baju-baju nya, ke dalam lemari pakaian."Perlu aku garis bawahi ke kamu, gak usah sok dekat deh sama aku. Status kita itu berbeda, karena sebentar lagi, aku akan menjadi bagian dari keluarga ini, sedangkan kamu, akan tetap menjadi babu!!" ucap Sisil sinis."Mendengar ucapan Sisil barusan, tahulah Sekar, jika gadis yang sekarang menjadi teman satu kamarnya itu, tak menyukai dirinya."Satu lagi, kamu jangan pernah kegenitan atau godain Mas Denis! karena Mas Denis itu pacar aku!!" ucap gadis berambut pendek itu, bersedekap, dan menatap wajah cantik Sekar, yang sepertinya bisa menjadi sebuah ancaman baginya.Sekar sedikit terkejut mendengar itu, ia tak menyangka, kalau ternyata pelayan sepertinya, bisa berpacaran dengan anak majikan."Saya disini cuma mau kerja Mbak, bukan mau godain pacar orang." jawab Sekar, tenang."Huhh, sok polos. Pokoknya awas ya, jangan dekat-dekat dengan Mas Denis ku!" geramnya, kemudian segera beranjak dari kamar, karena di panggil oleh Nyonya rumah.***"Nah ini namanya Mbak Sekar sayang, ayo kenalan dulu." bu Raya memperkenalkan Sekar pada Tania, gadis cilik yang tak bisa bergaul dengan teman sebayanya, dan lebih senang bermain sendiri di kamarnya yang luas, yang penuh dengan aneka mainan.Gadis cilik berusia 5 tahun itu hanya menoleh sebentar, kemudian fokus lagi dengan mainannya."Tugas kamu hanya menemaninya, jangan sampai cucuku ini melakukan hal-hal yang berbahaya. Dan pastikan juga makannya, pokoknya di rumah ini, tugas kamu mengurus semua keperluan Tania." jelas bu Raya."Baik Nyonya." jawab Sekar.Begitu bu Raya keluar dari kamar cucunya, Sekar kemudian mencoba untuk mendekati Tania, yang sedang asik bermain."Tania..boleh Kakak ikut main??" Gadis kecil itu diam tak menjawab, kemudian pindah menjauhi Sekar.Tak putus harapan, Sekar hampiri lagi gadis kecil itu, dan mencoba ikut bermain bersama, tapi ternyata anak itu malah marah, dan melempar Sekar dengan mainannya, sehingga mengenai pelipis nya."Aduhhh..!" Sekar mengusap pelipis nya yang berdenyut, akibat benturan mainan yang terbuat dari balok kayu itu.Fix, anak ini memang tidak mau di dekati.Sekar jadi teringat dengan anak tetangganya di kampung dulu, yang mempunyai sifat seperti cucu majikannya ini."Baiklah, akan aku coba buat taklukkan." gadis dengan kerudung segi empat bewarna krem itu, menyemangati dirinya sendiri, agar tetap semangat. Sekar kemudian melihat-lihat isi kamar itu, dan menemukan beberapa tumpukan buku di sudut kamar, yang terlihat tak terurus lagi, karena ke tumpukan beberapa mainan yang lain.Gadis berusia 19 tahun itu kemudian tengkurap di kasur lantai, dan membaca buku-buku itu dengan suara keras, untuk menarik perhatian Tania.Sambil membaca, matanya terus mengawasi pergerakan cucu majikannya.Tania terlihat tak peduli, tapi sesekali menoleh ke arahnya.Sekar kemudian merubah intonasi dan suaranya dibuat jadi lebih menarik lagi.Usahanya tak sia-sia, gadis kecil itu mulai menatap lama ke arahnya, seakan ikut mendengarkan.Sekar pura-pura tak melihatnya, dan terus membaca buku-buku itu.Karena haus terus membaca, Sekar kemudian bangun, untuk keluar mengambil minum.Gadis kecil itu mengikuti langkah Sekar, dengan sudut matanya. Begitu Sekar keluar, Tania berteriak dan menangis keras, membuat Sekar kebingungan, dan segera kembali masuk, untuk menenangkannya.Anehnya, anak itu tak lagi menolaknya, saat Sekar kemudian mengangkat tubuhnya, dan menggendongnya."Cup cup cup....kenapa nangis? udah jangan nangis lagi ya.." dengan sabar Sekar menenangkan gadis kecil itu.Setelah itu Tania minta turun, dan menarik tangan Sekar, untuk mengambil buku-buku tadi, dan mendorong dorong tangan Sekar, untuk mengambil buku itu."Tania mau kakak bacakan buku ini??" tanya Sekar, menatap bola mata gadis kecil itu, yang terlihat begitu cantik. Anak itu tak menjawab, dan terus mendorong tangan Sekar."Baik-baik, sekarang Kakak bacakan ya.." Sekar kemudian duduk dan mulai membaca seperti tadi.Tania mendengarkan suara Sekar dengan serius, sesekali anak itu akan bertepuk tangan, kadang juga tertawa histeris sambil melompat-lompat senang.Tenggorokan Sekar benar-benar jadi kering di buatnya, karena di kamar itu tak ada air minum, jadi dia memutuskan untuk keluar mengambil minum, sambil menggendong Tania.Tania yang sudah merasa nyaman bersama Sekar, tampak anteng, ketika Sekar membawanya keluar.Sesampainya di lantai bawah, semua orang sedang duduk di ruang tengah sambil bercengkerama.Ada Niko, bu Raya, ada Oma juga, yang sedang di pijit bahunya oleh Sisil, dan ada Denis, yang sedang asik memainkan ponselnya.Saat Sekar turun sambil menggendong Tania, semua mata tampak memandangnya takjub, sampai-sampai Sekar merasa salah tingkah sendiri, karena di perhatikan."Permisi Nyonya.. saya mau ambil minum dulu." ucapnya sambil berjalan sedikit membungkuk, melewati majikannya."Itu Tania kok sudah mau di gendong sama Sekar??" tanya Niko, menunjuk ke arah putrinya heran.Bu Raya tersenyum senang melihat itu."Apa Mama bilang, gadis itu pasti bisa merawat Tania Niko.." seru bu Raya tampak antusias.Niko kemudian kembali terbengong, saat putrinya itu sudah turun dari gendongan Sekar, dan menarik tangan Sekar, menuju taman yang ada di samping rumah, yang berhadapan dengan kolam renang yang cukup luas, di rumah itu. Mereka semua kemudian memperhatikan keduanya, karena merasa penasaran, sebenarnya apa yang di inginkan oleh Tania, mengajak Sekar ke taman.Saat melihat, mereka lagi-lagi di buat tak percaya, Tania terlihat begitu bahagia, melompat-lompat sambil mendengarkan Sekar yang membacakan buku di tangannya.Netra bu Raya sampai basah, saat menyaksikan cucunya yang selalu murung dan tak ceria lagi, semenjak di tinggalkan oleh Mamanya, kini terlihat begitu bahagia.Bersambung"Syukurlah Tania mau membuka diri pada gadis itu, Raya." ucap Oma, yang juga tampak bahagia, melihat cicit nya mulai terlihat ceria lagi.Ketika Mama Tania meninggal, waktu itu Tania baru berusia 4 tahun.Hampir 3 bulan lamanya, semenjak Mamanya pergi, gadis kecil itu setiap hari menangis mencari Mamanya, dan selalu berlari kesana kemari, mencari sang Mama.Tak ada yang tak menangis, melihat gadis kecil itu, begitu kehilangan sosok sang Mama.Setiap pengasuh yang datang, tak ada satupun yang bisa merebut kembali hati bocah itu.Bu Raya menyusut air matanya, karena bahagia, akhirnya cucunya bisa tersenyum lagi.Niko hanya diam saja menyaksikan itu, walau dalam hati kecilnya, dia sungguh merasa sangat bersyukur, akhirnya ada orang yang bisa mengasuh Putri semata wayangnya itu.Sisil yang menyaksikan itu semua, merasa sangat kesal, apalagi saat di lihatnya, Denis kekasihnya juga menatap kagum ke arah Sekar."Adududuhhhh..jangan keras-keras donk pijitnya, kan sakit !" seru Oma, memecah ke
"Kata Oma buburnya gak enak Nyonya." jelas Novi, yang hendak mengambilkan makanan baru untuk Oma."Kok bisa??" Bu Raya segera menatap ke arah Sisil, yang hendak membuang bubur ke tempat sampah."Tunggu, jangan di buang dulu, tadi sudah kamu icipi belum? terus kamu bikinnya sesuai dengan resepnya kan??" tanya bu Raya, menatap tajam, ke arah gadis yang memanyunkan bibirnya itu."Sudah kok." jawab Sisil, tampak sedikit gugup."Coba sekarang kamu cicipi bubur itu!" perintah bu Raya tegas."Tapi tadi sudah saya icip kok Nyah!" Sisil tampak tidak mau, untuk mencicipi bubur buatannya sendiri."Sudah, sekarang coba kamu icip lagi!" Dengan berat hati, akhirnya Sisil menyuap satu sendok kecil, bubur yang dia buat tadi."Huekkk! " dengan langkah tergesa, dia segera berlari menuju kamar mandi belakang, ingin muntah.Bu Raya tampak geram melihat itu."Bagaimana rasanya??" tanya perempuan paruh baya itu, begitu Sisil telah keluar dari kamar mandi. "Eng..gak enak Nyonya." jawab Sisil, nyengir tan
"Gak mau ke Kafe Bang? sekarang pesanan via online sedang rame-rame nya," ujar Denis, yang melihat Kakaknya masih asik memainkan ponselnya di ruang tengah. "Iya, gue mandi deh." jawab Niko, yang mulai remaja sudah turun langsung, ke dunia bisnis orang tuanya dan membantu usaha kuliner, milik keluarga nya itu.Niko kemudian segera beranjak, dan naik ke lantai lima, menggunakan lift yang memang tersedia di rumah yang memiliki ruangan, hingga 5 lantai itu."Sekar, setelah buburnya matang, kamu langsung antarkan ke kamar Oma ya?" perintah bu Raya, karena kebetulan Tania masih tidur."Emm tapi kamar Oma yang mana ya, Nya? saya tidak tahu." jawab Sekar bingung."Biar saya aja, yang antar kan Nyah..!" Sisil yang tengah mengepel lantai, menawarkan diri, karena merasa jenuh harus memegang gagang pel terus mulai tadi. "Gak usah, biar Sekar aja! lagian Oma juga sudah tidak mau di urusin sama kamu!" cetus bu Raya, dengan tegas menolak.Sisil memberengut kesal, dan langsung pergi sambil menghent
"Kenapa kakinya Bang?" Denis menata heran, kaki Kakaknya yang berbalut kain kasa."Iya, kamu kenapa Niko?" bu Raya juga tampak penasaran. "Ini nih, ulah pembantu kesayangan Mama!" cetus pemuda berambut cepak itu, melirik kesal ke arah Sekar, yang sedang membuang sisa pecahan gelas, ke tempat sampah."Maksud kamu siapa sih?" tanya bu Raya, pura-pura tak tahu."Tuh!" Niko memonyongkan bibirnya, menunjuk Sekar."Ohh, jadi gara-gara Sekar lagi ya? kok bisa sih?" tanya bu Raya, merasa penasaran. "Dia jalan gak hati-hati, main tabrak orang saja, jadi pecah deh gelas yang di bawanya, beling nya kena kaki Niko nih!" jawab Niko, menunjukkan lukanya."Ya ampun. tapi sudah di obati kan?" tanya bu Raya, sambil sibuk meletakkan bunga-bunga baru ke dalam vas, yang ia letakkan di meja."Sudah. Pokoknya jangan dekatkan dia ke Niko Mah, bisa sial hidup Niko, kalau kayak gini terus. Kemarin muka di bonyokin, sekarang kaki hhuh!" gerutunya, tak selesai selesai."Jangan gitu Bang, entar Abang jatuh cin
Sepanjang perjalanan, Tania tampak menikmati perjalanan dengan terus menatap ke arah luar jendela. Tapi tiba-tiba Tania menangis, sambil terus menarik-menarik tangan Sekar. Sekar jadi bingung dibuatnya, karena gadis kecil itu sama sekali tak mau mengungkapkan dengan kata_kata-kata, hanya tangannya saja, yang terus menarik-menarik tangan Sekar, sambil menangis."Tania kenapa?" tanya Niko, menatap melalui kaca depan. "Tidak tahu Mas, sepertinya ada sesuatu yang di inginkan sama Non Tania." jawab Sekar, tampak sedikit kewalahan menghadapi Tania yang menangis.Niko segera minggir, dan menghentikan mobilnya.Lelaki dengan postur tinggi tegap itu, segera turun dari mobil, padahal perjalanan menuju restonya, tinggal sebentar lagi."Ada apa?" Niko segera membuka pintu belakang, dan mengambil Tania dalam gendongannya."Tidak tahu Mas, sepertinya ada sesuatu yang Non Tania inginkan.." jawab Sekar, segera ikut turun."Apa ya?" gumam Niko, sambil melihat ke sekeliling.Tiba-tiba Niko teringat,
"Lah, kok gitu sih Ma? ya gak bisa main pecat gitu aja dong!" Denis yang mendengar itu, tampak tak terima."Kamu kenapa sih Denis? aneh banget, langsung nyolot gitu Mama mau pecat Sisil? jangan-jangan kalian??" Bu Raya, menatap Denis dan Sisil bergantian, membuat wajah manis Denis, seketika gugup. "Bukan gitu maksud Denis, Mama.." ucapnya, mencoba sesantai mungkin."Denis kan jadi gak enak sama teman Denis itu, coba beri kesempatan sekali lagi aja Ma." ucap pemuda berparas tampan itu, membujuk ibunya. Bu Raya yang marasa curiga dengan gelagat putra bungsunya itu, akhirnya mengangguk setuju. Dia ingin tahu, kenapa putranya seakan ada sesuatu yang sedang ia tutupi.Sikap Denis akhir-akhir ini, dan gerak gerik nya, memang sangat mencurigakan."Oke, Mama akan beri dia kesempatan sekali lagi, Mama ingin tahu, bagaimana selanjutnya.." jawab bu Raya, kemudian menyuruh Sisil ke belakang. Denis tampak tersenyum lega, karena Mamanya urung, memecat kekasihnya itu."Napa senyum-senyum gitu?
"Papa berangkat dulu sayang." pamit Niko, pada putrinya, yang sedang asik bermain puzzle, bersama Sekar."Iya Papa, hati-hati di jalan ya! Jangan lupa, pulang bawa oleh-oleh." Sekar memainkan tangan Tania, dan menjawab ucapan Niko, seakan Tania lah yang menjawab itu.Niko terkekeh mendengar suara Sekar yang dibuat seperti suara anak-anak itu. "Kalau oleh-oleh sih, palingan kamu yang mau itu!" ucap Niko, terkekeh."Non Tania kok yang pengen." jawab Sekar, tertawa kecil."Oke, nanti dua-duanya aku bawakan, tak perlu malu-malu begitu yang mau berterus terang." ejek Niko, membuat Sekar nyengir.****"Sekar mana Nov? Oma pengen makan bubur buatannya!" ucap Oma, kepada Novi."Ada Oma, dia lagi temani Non Tania di bawah." jawab Novi."Ya sudah, coba kamu suruh dia masak ya, Oma kepengen banget ini." Novi segera turun ke bawah, untuk menyuruh Sekar membuatkan bubur Oma."Sekar!" panggil Novi, saat melihat gadis berkerudung coklat itu, tengah membereskan mainan-mainan milik Tania, yang bers
"Sakit apa keponakan saya, dokter?" Denis segera menyambut dokter yang memeriksa Tania, begitu keluar dari ruang periksa."Kami masih belum bisa pastikan, perlu melakukan beberapa cek laboratorium, untuk mengetahui penyakitnya.Denis tampak menghela nafasnya kasar. "Apakah penyakitnya berat dokter? kenapa harus cek lab?" tanya pemuda yang hanya mengenakan kaus pendek, dan celana selutut itu, terlihat khawatir."Ada benjolan di leher pasien, tapi kami belum bisa pastikan, benjolan itu karena apa. Besok pagi kami baru bisa melakukan test lab, oleh karena itu, sebaiknya pasien malam ini menginap." jelas dokter, kemudian pergi meninggalkan Denis sendiri.Tak lama, seorang perawat mendatanginya, untuk melengkapi administrasi."Pasien mau di rawat di ruang apa Mas?" tanya perawat itu."Masukkan saja ke ruang VVIP. " jawab Denis, kemudian segera mengeluarkan ponselnya, untuk memberitahu Niko.Setelah beberapa kali melakukan panggilan, akhirnya telpon pun tersambung."Hhhm, ada apa Denis? In
Niko segera berlari, mencari ruangan tempat Sekar berada."Sialan si Denis, ngapain juga dia malah masuk dan ikut menunggu Sekar di dalam!" geram Niko, merasa sangat marah."Sekar!!" Niko segera masuk, dan langsung menghampiri istrinya itu, dan menyuruh Denis untuk keluar."Ingat Denis, kamu hutang penjelasan, pada Abang nanti!" geramnya, menyuruh adiknya itu segera keluar dari ruangan. Denis hanya diam, dan pasrah saja saat abangnya itu, memarahi nya."Sayang, maafkan Mas ya, karena datang terlambat." bisik Niko, kemudian menciumi pipi sang istri. "Sakit Mas.." Sekar masih merintih kesakitan, dengan peluh yang sudah bercucuran."Dokter, bagaimana istri saya?" Niko tampak begitu panik, melihat kondisi istrinya, yang tampak begitu lemah."Ini sudah pembukaan 7 Pak, tapi dari satu jam yang lalu, istri Bapak pembukaannya tidak bertambah." jelas dokter "Terus bagaimana dokter?" tanya Niko panik.Sekar yang saat ini telah di pasang jarum infus, untuk menjaga staminanya dalam melahirkan,
Sekar menyilangkan kedua tangannya, di depan dadanya karena merasa sangat malu.Niko benar-benar tak percaya, melihat kecantikan Sekar, yang begitu memabukkan nya, malam itu.Gadis berbulu mata lentik itu, benar-benar berbeda saat mengenakan gaun, yang di pilihkan oleh Niko. "Sekar..." Niko segera menggeser posisi tubuhnya di ranjang, memberikan ruang untuk istri belia nya itu. "Kenapa harus di tutupi..?" bisik pemuda itu, dengan suara yang sudah terdengar berat, meraih kedua tangan istrinya."Saya malu Mas.." "Tidak usah malu, sekarang aku sudah menjadi suamimu, setiap hari juga bakalan lihat semuanya.." bujuk Niko, menyingkirkan tangan istrinya dari dadanya."Kamu pasti capek kan, mau Mas pijit?" tanya Niko, menawarkan dirinya, agar sang istri merasa lebih rileks."Memangnya Mas Niko, bisa?" tanya Sekar, tampak malu-malu. "Kalau buat istriku, aku jadi serba bisa, termasuk jadi tukang pijit kamu.." rayu Niko, membuat Sekar merasa tersanjung.Sekar tak menolak, saat kemudian Niko
"Sah?!" "Sah!!" helaan nafas lega, segera terdengar dari pemuda berhidung bangir itu, kemudian tersenyum tipis. Jambang dan kumis tipis, yang biasanya menghiasi wajahnya, kini telah tercukur bersih dari wajah tampannya itu.Sekar segera di tuntun menuju sang suami, untuk mencium tangan suaminya itu, sebagai bentuk awal baktinya seorang istri, terhadap suami.Tangan halus Sekar, terasa begitu dingin seperti es, saat menyalami tangan Niko, yang terasa sedikit basah karena berkeringat.Niko kemudian mendaratkan sebuah kecupan, di dahi Sekar.Cukup lama Niko mencium kening istri barunya itu, hingga kemudian bu Raya menjawil pinggang putranya, untuk menyudahi sesi cium kening.Semua orang tertawa cekikikan, menyaksikan itu. "Udah gak sabar kayaknya itu, mempelai laki-lakinya." celetuk kerabat Sekar, yang kemudian di sambut dengan tawa, oleh yang lainnya."Udah, langsung bawa ke kamar saja Mas.." celetuk mereka lagi, membuat wajah cantik Sekar, tampak memerah karena malu. Sedangkan Nik
"Mas Niko jorok ihhh!" seru Sekar, dengan wajah yang memerah, karena malu. "Kok jorok sih? kita kan mau beli Sekar, emangnya kamu gak pernah pake itu ya?" tanya Niko, jail."Auk ah..saya gak mau ke sana ah!" seru Sekar, kemudian membelok ke sebuah tempat duduk, dan duduk di sana.Niko menahan tawanya, melihat Sekar yang ngambek, dan tampak begitu malu, hanya karena di ajak membeli perangkat dalamannya. "Ya sudah kalau kamu gak mau, biar aku saja yang pilihkan, tapi coba aku lihat dulu, berapa kira-kira ukuran milik kamu itu..?" ucap Niko, menaik turunkan alisnya, membuat Sekar merasa geli sendiri, dengan ucapannya barusan."Mau lihat gimana? gak mau ah! jorok banget sih Mas Niko!" kesal gadis berwajah imut itu, bergidik ngeri. "Ya makanya, ayo kita pilih dulu sesuai dengan ukuran kamu. Yang tahu ukurannya kan cuma kamu, karena Mas belum pernah pegang, ataupun melihatnya." ucap Niko sambil nyengir.Sekar benar-benar merasa kesal sekaligus malu, dengan ucapan pria dewasa di depannya
"Ini beneran ya Mas? Kita mau ke kampung nanti malam?" tanya Sekar, saat pagi itu, Niko memintanya untuk bersiap."Ya bener lah Sekar.." jawab Niko, tersenyum geli, melihat Sekar yang terlihat panik."Tttapi, Mas Niko kan kakinya lagi sakit begitu.." jawab Sekar, menatap kaki Niko, yang masih terlihat membiru."Rasa sakitnya langsung hilang, setelah kamu pijat kemarin, ini cuma tinggal bekasnya aja." jawab Niko, mengusap kakinya itu, yang sebenarnya masih lumayan sakit."Masa sih Mas?" tanya Sekar tak percaya. "Ya beneran lah. Sepertinya tangan kamu itu memang mengandung obat deh!" gombal Niko, kemudian meraih tangan Sekar, dan menciumnya."Apaan sih Mas, pagi-pagi kok sudah gombal!" seru gadis bermata indah itu tersipu, kemudian berusaha menarik tangannya. "Hem! Niko! pagi-pagi sudah ngegombalin anak orang!" seru bu Raya, saat memergoki keduanya, yang tengah berduaan di teras belakang. Sekar yang malu, segera permisi untuk kembali ke dapur.Niko hanya menyeringai, mendengar ucapan
"Ihh geli Mas!" seru Sekar, berusaha melepas pegangan tangan Niko, dari perutnya."Udah ayo jalan, aku sudah lama gak naik motor, jadi takut jatuh kalau gak pegangan." jawab Niko modus, sembari tersenyum tipis. Akhirnya Sekar hanya diam, dan membiarkan pemuda itu melingkarkan tangannya di perutnya yang kecil.Hati Sekar tak karuan, tubuhnya terasa panas dingin saat tiba-tiba tangan hangat Niko, menyelusup masuk ke balik blus nya, sehingga kulit mereka bertemu.Nafas Sekar tertahan, tapi kini dia tengah berkendara, dan harus menjaga keseimbangan laju motornya.Niko seakan lupa diri dengan posisi mereka yang tengah berkendara, pemuda itu mengelus kulit perut Sekar yang terasa begitu halus di tangannya, sehingga membuat Sekar menjadi oleng dan menabrak sebuah pembatas jalan. "Aw!" seru Niko yang sudah terjatuh di aspal, dengan posisi kaki yang tertimpa motor.Untung saja jalanan tak terlalu ramai, orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar situ, segera menolong mereka."Aduh, ma
"Aduh..ini si Niko kok malah map pentingnya di tinggalin begini sih? padahal sebentar lagi meetingnya di mulai!" gerutu bu Raya, sambil mencoba menelepon putra sulungnya itu, namun tak tersambung juga."Loh! ini kan ponsel si Niko! pantes aja, dari tadi di telponin gak nyambung.. " bu Raya mengambil ponsel Niko yang sedang dalam posisi mati, dan tersambung di kabel charger. "Nov! Novi!" panggilnya, mencari-cari Novi untuk ia suruh ke resto, guna mengantarkan ponsel dan file penting, kepada Niko."Mbak Novi kan lagi ke pasar sama Pak Supri Nyonya.." Sekar muncul, sambil membawa piring kotor, bekas Tania sarapan. "Aduh, iya aku lupa Sekar!" sahut bu Raya, menepuk dahinya pelan."Duh, terus siapa yang mau antar ini ke resto, ya?" gumam nya."Ada apa Nyonya? mungkin saya bisa bantu." ucap Sekar, yang pagi itu terlihat segar dengan tunik dan kerudungnya yang berwarna merah.."Emm, ini ponsel dan dokumen ini ketinggalan. Padahal Niko sebentar lagi harus meeting." ucap bu Raya, tampak ragu
"Mas, kita disuruh pulang sekarang juga sama Mas Niko." ucap pak Supri, kepada Denis.Denis yang tengah bersiap untuk istirahat, mengernyitkan dahinya, tak mengerti."Loh, kok pulang sih Pak? baru juga isya tadi kita nyampe?" protes Denis, tak mengerti."Gak tahu Mas, ini Mas Niko yang suruh Bapak, katanya ada sesuatu yang penting." jawab Pak Supri, yang juga tak tahu duduk permasalahan yang sesungguhnya. "Ckk, ngeselin banget sih Bang Niko, mau ngerjain aku, apa ya?!" gerutu Denis, kesal.Namun Pemuda yang masih berusia 22 tahun itu, tetap bersiap untuk pulang, meskipun merasa kesal. "Ya sudah Pak, ayo kita pulang!" seru Denis, kemudian menenteng kembali koper kecil, yang belum sempat ia keluarkan isinya itu.Sepanjang perjalanan pulang, benak Denis bertanya-tanya, sebenarnya ada apa? kenapa tiba-tiba ia di suruh pulang lagi?Malam semakin larut, jam sudah menunjukkan hampir pukul 1 malam, dan Denis sudah hampir sampai di rumahnya kembali.Tiba-tiba ponsel pemuda itu berdering, Den
"Ehhh, si pencuri balik lagi kemari?!" sambut Sisil, begitu melihat Sekar yang melintas di depan pintu dapur, untuk menuju kamar belakang.Novi yang sedang sibuk membantu memasak di dapur, segera menoleh."Sekar?!" serunya senang, dan segera menghampiri teman sekampung nya itu, dan memeluknya erat."Ya ampun, Mbak kangen banget sama kamu!" seru Novi tersenyum lebar, saking senangnya. .."Aku juga kangen banget sama Mbak Novi.." jawab Sekar, juga tampak sumringah.Sisil yang menyaksikan itu, tampak berdecih kesal."Tukang nyolong aja, pake di kangenin segala!" ejeknya. Sekar ingin sekali menjawab hinaan Sisil itu, tapi Novi segera menarik tangannya, dan membantunya membawakan barang-barang nya ke kamar."Jangan di ladenin orang kayak gitu, diemin aja." bisik Novi, yang juga tidak suka dengan perilaku Sisil.Sekar mengangguk, dan mengikuti langkah Novi, yang mengajaknya untuk segera ke kamar belakang. Sisil tampak sangat kesal, karena Sekar yang sudah ia singkirkan dari rumah ini, d