"Kata Oma buburnya gak enak Nyonya." jelas Novi, yang hendak mengambilkan makanan baru untuk Oma.
"Kok bisa??" Bu Raya segera menatap ke arah Sisil, yang hendak membuang bubur ke tempat sampah."Tunggu, jangan di buang dulu, tadi sudah kamu icipi belum? terus kamu bikinnya sesuai dengan resepnya kan??" tanya bu Raya, menatap tajam, ke arah gadis yang memanyunkan bibirnya itu."Sudah kok." jawab Sisil, tampak sedikit gugup."Coba sekarang kamu cicipi bubur itu!" perintah bu Raya tegas."Tapi tadi sudah saya icip kok Nyah!" Sisil tampak tidak mau, untuk mencicipi bubur buatannya sendiri."Sudah, sekarang coba kamu icip lagi!" Dengan berat hati, akhirnya Sisil menyuap satu sendok kecil, bubur yang dia buat tadi."Huekkk! " dengan langkah tergesa, dia segera berlari menuju kamar mandi belakang, ingin muntah.Bu Raya tampak geram melihat itu."Bagaimana rasanya??" tanya perempuan paruh baya itu, begitu Sisil telah keluar dari kamar mandi. "Eng..gak enak Nyonya." jawab Sisil, nyengir tanpa merasa bersalah. "Kamu sebenarnya bisa kerja gak sih?" tanya bu Raya kesal."Ya bisa Nyonya.." jawab gadis berambut panjang sebahu itu, masih terus menjawab, membuat bu Raya, jadi naik darah di buatnya."Denis?!" panggil bu Raya, kepada anak kedua nya itu."Ya Mah, " Denis segera muncul di pintu dapur, menghampiri Mamanya."Sebenarnya kamu nemu di mana sih, gadis ini?" tanya bu Raya, geram."Eng..memangnya kenapa sih Ma?" "Udah jawab aja!" jawab bu Raya kesal."Ya dari penyalur tenaga kerja sih Ma, memang kenapa sih?" Pemuda berumur 22 tahun itu, mengernyitkan dahinya.."Mama gak percaya kalau anak ini dari penyalur tenaga kerja! kalau memang dari sana, pasti pekerjaannya bagus!" ucap bu Raya, tak percaya.."Ya mana Denis tahu Ma, mungkin dia hanya belum terbiasa saja." sangkal Denis, takut Mamanya curiga."Kamu komplain dong ke agensi nya, masa pekerjanya gak profesional gini??" "Iya Ma, iya..Mama tenang aja ya, gak usah emosi dulu ya.." ucap Denis, menenangkan sang Mama."Ya sudah, Sisil! sekarang kamu bersih-bersih saja, gantikan Novi. Awas, semuanya harus bersih, kalau tidak bersih, hari ini juga kamu saya pecat!" perintah bu Raya, ketus.Sisil tampak memberengut menerima perintah itu, matanya melirik ke arah Denis, berharap kekasihnya itu mau membantunya. Tapi lagi-lagi, Denis hanya diam saja, seolah tak melihatnya."Oma mau makan apa katanya, Nov?" tanya bu Raya, kepada Novi yang tengah kebingungan, mau mengambilkan makan untuk Oma."Kata Oma, gak mau makan bubur yang tadi lagi, Nya." ucap Novi."Kalau begitu, biar saya saja yang buatin buburnya Oma, Nyonya.." ucap Sekar, yang sudah selesai menaruh sayur ke meja makan. "Tapi kan kamu mau suapi Tania, makan?" tanya Bu Raya, tampak tak setuju."Bikin bubur kan cuma sebentar Nya," jawab Sekar, segera mengambil satu piring nasi dari magicom. "Loh, kok pake nasi?" tanya Novi, karena biasanya dia membuat bubur beras."Udah biarin aja, seperti nya akan lebih cepat kalau pakai nasi." ucap bu Raya, memperhatikan Sekar yang dengan cekatan, membuat bubur ayam, dengan nasi.Hanya 5 menit, bubur itu sudah siap di hidangkan. "Biar aku icip dulu, takutnya Oma ngamuk lagi, karena gak enak." bu Raya segera mencicipinya, sebelum bubur itu di bawakan ke Oma."Enak, ya sudah. Buruan Nov, kamu bawa bubur ini, kasihan Oma sudah nungguin." perintahnya, kepada Novi."Kalau begitu, saya mau suapi Non Tania dulu Nyonya.." Sekar bergegas pergi ke kamar Tania, untuk memberinya makan.Sesampainya di kamar, Niko tampak cemberut melihat kedatangan pengasuh putrinya itu."Ambil makannya di mana sih, di planet Mars ya? lama banget!" serunya kesal."Ya maaf Mas, tadi saya masih bikinin bubur dulu, buat Oma." jawab Sekar nyengir, segera mengambil alih Tania, dan mengajaknya makan."Maem dulu yuk!" dengan telaten gadis yang masih cukup belia itu, menyuapi Tania, sambil sesekali menceritakan dongeng kepada gadis cilik itu, hingga akhirnya makanan dalam piring sudah tak bersisa lagi.***"Bubur ini kenapa rasanya lain dari yang biasanya?" tanya Oma, tampak lahap menghabiskan bubur itu."Tapi Oma suka kan?" tanya Novi, yang membantu Oma makan."Iya, rasanya enak, Oma suka. Siapa yang sudah membuatnya?" tanya Oma, penasaran."Gak mungkin si Sisil kan? rasa bubur buatannya tadi, bener-bener bikin Oma pengen muntah." ucap Oma, bergidik."Bukan Sisil yang bikin Oma, ini yang masak Sekar." jelas Novi, sambil terus menyuapi Oma makan."Gadis kampung itu?" tanya Oma tak percaya."Iya Oma," angguk Novi."Pandai masak juga anak itu ternyata. Oh iya Nov, Oma pokoknya gak mau lagi di urusin sama si Sisil. Anak itu sangat menyebalkan, kalau di kasih tahu, suka ngebantah! Oma gak suka! bilang ke Raya!" sungutnya, kesal."Iya Oma, nanti Novi sampaikan ke Bu Raya.." ***"Oma bilang begitu?" tanya bu Raya, begitu mendengar penuturan dari Novi."Iya Nyonya." jawab Novi, yang masih duduk di lantai teras, di dekat kaki Nyonya nya."Hhhh, terus Sisil mau kerja apa disini? tadi disuruh bersih-bersih aja, gak becus begitu. Disuruh masak juga gak bisa! bisa-bisa nya, si Denis bawa orang yang gak bisa kerja begitu, kemari.!" perempuan paruh baya itu, tampak menghela nafasnya, bingung sekaligus kesal."Terus Oma maunya di urusin siapa dong? pekerjaan kamu di rumah ini, sudah sangat banyak. Sekar juga gak mungkin, karena dia harus urus Tania." ucap bu Raya, "Ada apa sih Ma?" tanya Niko, yang tiba-tiba sudah berdiri di depan pintu. "Ini, Oma tidak mau di urus sama Sisil, Mama jadi bingung, terus siapa yang akan urus Oma, Novi pekerjaannya sudah banyak banget di rumah ini, Sekar juga rawat Tania, sekaligus masak." ucap bu Raya, "Ya kembalikan aja si Sisil ke Agency nya, terus Mama minta ganti dengan yang lebih berpengalaman." ucap Niko, memberikan saran."Iya sih, Mama juga sempat berpikir begitu, tapi Denis tak setuju. Katanya suruh beri waktu satu bulan dulu, kalau mau kembalikan." ucap bu Raya."Aneh banget, emang Denis ambil dari Agency mana sih, tuh pembantu?" Niko tampak heran mendengar itu."Punya temennya katanya!" jawab bu Raya. "Mungkin si Denis juga merasa gak enak, kalau mau langsung kembalikan." ucap bu Raya lagi, berasumsi sendiri."Ya, tapi masa orang gak profesional gitu di pekerjakan sih!" Niko tampak mengomel-ngomel. "Ada apa sih Bang!" Denis yang baru datang dari kuliahnya, tampak heran, melihat Kakaknya itu ngomel-ngomel. "Ada apa, ada apa! itu pembantu, kamu dapet darimana? orang gak bisa kerja gitu, kok di suruh kerja di mari!" ucap Niko."Hehehe, udah sabar, kita lihat dulu sampai satu bulan dulu. Kirain ada apa?!" jawab Denis, kemudian langsung ngeloyor begitu saja, masuk ke dalam. "Eh..sableng juga nih bocah!" seru Niko, kesal.Bersambung"Gak mau ke Kafe Bang? sekarang pesanan via online sedang rame-rame nya," ujar Denis, yang melihat Kakaknya masih asik memainkan ponselnya di ruang tengah. "Iya, gue mandi deh." jawab Niko, yang mulai remaja sudah turun langsung, ke dunia bisnis orang tuanya dan membantu usaha kuliner, milik keluarga nya itu.Niko kemudian segera beranjak, dan naik ke lantai lima, menggunakan lift yang memang tersedia di rumah yang memiliki ruangan, hingga 5 lantai itu."Sekar, setelah buburnya matang, kamu langsung antarkan ke kamar Oma ya?" perintah bu Raya, karena kebetulan Tania masih tidur."Emm tapi kamar Oma yang mana ya, Nya? saya tidak tahu." jawab Sekar bingung."Biar saya aja, yang antar kan Nyah..!" Sisil yang tengah mengepel lantai, menawarkan diri, karena merasa jenuh harus memegang gagang pel terus mulai tadi. "Gak usah, biar Sekar aja! lagian Oma juga sudah tidak mau di urusin sama kamu!" cetus bu Raya, dengan tegas menolak.Sisil memberengut kesal, dan langsung pergi sambil menghent
"Kenapa kakinya Bang?" Denis menata heran, kaki Kakaknya yang berbalut kain kasa."Iya, kamu kenapa Niko?" bu Raya juga tampak penasaran. "Ini nih, ulah pembantu kesayangan Mama!" cetus pemuda berambut cepak itu, melirik kesal ke arah Sekar, yang sedang membuang sisa pecahan gelas, ke tempat sampah."Maksud kamu siapa sih?" tanya bu Raya, pura-pura tak tahu."Tuh!" Niko memonyongkan bibirnya, menunjuk Sekar."Ohh, jadi gara-gara Sekar lagi ya? kok bisa sih?" tanya bu Raya, merasa penasaran. "Dia jalan gak hati-hati, main tabrak orang saja, jadi pecah deh gelas yang di bawanya, beling nya kena kaki Niko nih!" jawab Niko, menunjukkan lukanya."Ya ampun. tapi sudah di obati kan?" tanya bu Raya, sambil sibuk meletakkan bunga-bunga baru ke dalam vas, yang ia letakkan di meja."Sudah. Pokoknya jangan dekatkan dia ke Niko Mah, bisa sial hidup Niko, kalau kayak gini terus. Kemarin muka di bonyokin, sekarang kaki hhuh!" gerutunya, tak selesai selesai."Jangan gitu Bang, entar Abang jatuh cin
Sepanjang perjalanan, Tania tampak menikmati perjalanan dengan terus menatap ke arah luar jendela. Tapi tiba-tiba Tania menangis, sambil terus menarik-menarik tangan Sekar. Sekar jadi bingung dibuatnya, karena gadis kecil itu sama sekali tak mau mengungkapkan dengan kata_kata-kata, hanya tangannya saja, yang terus menarik-menarik tangan Sekar, sambil menangis."Tania kenapa?" tanya Niko, menatap melalui kaca depan. "Tidak tahu Mas, sepertinya ada sesuatu yang di inginkan sama Non Tania." jawab Sekar, tampak sedikit kewalahan menghadapi Tania yang menangis.Niko segera minggir, dan menghentikan mobilnya.Lelaki dengan postur tinggi tegap itu, segera turun dari mobil, padahal perjalanan menuju restonya, tinggal sebentar lagi."Ada apa?" Niko segera membuka pintu belakang, dan mengambil Tania dalam gendongannya."Tidak tahu Mas, sepertinya ada sesuatu yang Non Tania inginkan.." jawab Sekar, segera ikut turun."Apa ya?" gumam Niko, sambil melihat ke sekeliling.Tiba-tiba Niko teringat,
"Lah, kok gitu sih Ma? ya gak bisa main pecat gitu aja dong!" Denis yang mendengar itu, tampak tak terima."Kamu kenapa sih Denis? aneh banget, langsung nyolot gitu Mama mau pecat Sisil? jangan-jangan kalian??" Bu Raya, menatap Denis dan Sisil bergantian, membuat wajah manis Denis, seketika gugup. "Bukan gitu maksud Denis, Mama.." ucapnya, mencoba sesantai mungkin."Denis kan jadi gak enak sama teman Denis itu, coba beri kesempatan sekali lagi aja Ma." ucap pemuda berparas tampan itu, membujuk ibunya. Bu Raya yang marasa curiga dengan gelagat putra bungsunya itu, akhirnya mengangguk setuju. Dia ingin tahu, kenapa putranya seakan ada sesuatu yang sedang ia tutupi.Sikap Denis akhir-akhir ini, dan gerak gerik nya, memang sangat mencurigakan."Oke, Mama akan beri dia kesempatan sekali lagi, Mama ingin tahu, bagaimana selanjutnya.." jawab bu Raya, kemudian menyuruh Sisil ke belakang. Denis tampak tersenyum lega, karena Mamanya urung, memecat kekasihnya itu."Napa senyum-senyum gitu?
"Papa berangkat dulu sayang." pamit Niko, pada putrinya, yang sedang asik bermain puzzle, bersama Sekar."Iya Papa, hati-hati di jalan ya! Jangan lupa, pulang bawa oleh-oleh." Sekar memainkan tangan Tania, dan menjawab ucapan Niko, seakan Tania lah yang menjawab itu.Niko terkekeh mendengar suara Sekar yang dibuat seperti suara anak-anak itu. "Kalau oleh-oleh sih, palingan kamu yang mau itu!" ucap Niko, terkekeh."Non Tania kok yang pengen." jawab Sekar, tertawa kecil."Oke, nanti dua-duanya aku bawakan, tak perlu malu-malu begitu yang mau berterus terang." ejek Niko, membuat Sekar nyengir.****"Sekar mana Nov? Oma pengen makan bubur buatannya!" ucap Oma, kepada Novi."Ada Oma, dia lagi temani Non Tania di bawah." jawab Novi."Ya sudah, coba kamu suruh dia masak ya, Oma kepengen banget ini." Novi segera turun ke bawah, untuk menyuruh Sekar membuatkan bubur Oma."Sekar!" panggil Novi, saat melihat gadis berkerudung coklat itu, tengah membereskan mainan-mainan milik Tania, yang bers
"Sakit apa keponakan saya, dokter?" Denis segera menyambut dokter yang memeriksa Tania, begitu keluar dari ruang periksa."Kami masih belum bisa pastikan, perlu melakukan beberapa cek laboratorium, untuk mengetahui penyakitnya.Denis tampak menghela nafasnya kasar. "Apakah penyakitnya berat dokter? kenapa harus cek lab?" tanya pemuda yang hanya mengenakan kaus pendek, dan celana selutut itu, terlihat khawatir."Ada benjolan di leher pasien, tapi kami belum bisa pastikan, benjolan itu karena apa. Besok pagi kami baru bisa melakukan test lab, oleh karena itu, sebaiknya pasien malam ini menginap." jelas dokter, kemudian pergi meninggalkan Denis sendiri.Tak lama, seorang perawat mendatanginya, untuk melengkapi administrasi."Pasien mau di rawat di ruang apa Mas?" tanya perawat itu."Masukkan saja ke ruang VVIP. " jawab Denis, kemudian segera mengeluarkan ponselnya, untuk memberitahu Niko.Setelah beberapa kali melakukan panggilan, akhirnya telpon pun tersambung."Hhhm, ada apa Denis? In
Hari demi hari, harus di lalui dengan berat oleh Tania, karena ternyata, gadis kecil itu dinyatakan terkena kanker kelenjar getah bening, stadium 4.Sekar sebagai pengasuhnya, merasa tak tega dengan penderitaan gadis cilik itu, yang harus menanggung sakit, yang begitu berat.Hampir setiap hari, Sekar menangis, dan selalu mendoakan yang terbaik, untuk nona kecilnya itu.Semenjak dinyatakan terkena kanker, Tania semakin tak mau lepas dari Sekar, apalagi ia sekarang harus selalu keluar masuk rumah sakit, karena kondisinya yang naik turun. Meski sempat membaik setelah di bawa ke luar negeri oleh Papa dan juga Neneknya, namun kondisinya masih belum stabil.Karena kondisi sang cucu yang sedang sakit, Bu Raya tak lagi memperdulikan kondisi rumah, karena fokus pada cucunya.Hal itu tentu saja sangat menguntungkan bagi Sisil, yang selalu bekerja dengan seenaknya.Novi selaku kepercayaan bu Raya di rumah itu, juga sama sekali tak ia takuti.. Denis yang masih terlalu muda, dan mudah terpengaru
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, saat mereka berangkat.Karena daerah yang dituju lumayan jauh, Pak Supri meminta ijin, untuk membawa seorang teman lagi, takut ada apa-apa di perjalanan. Jarak tempuh ke daerah Sekar memang cukup jauh, membutuhkan sekitar 5 jam perjalanan. Niko akhirnya duduk di tengah bersama Sekar, dan membiarkan Pak Eko, yang merupakan satpam di rumahnya, duduk di depan, menemani Supri.Sepanjang perjalanan, Sekar hanya terus memandang keluar jendela, dan merapatkan tubuhnya ke pintu. Niko yang melihat tingkah Sekar, hanya dapat tersenyum dikulum."Sebenarnya Ibumu sakit apa?" tanya lelaki bertubuh tinggi kekar itu, melirik ke arah Sekar."Waktu itu kata dokter gagal ginjal, tapi sudah operasi dan berhasil. Kalau yang sekarang, saya juga belum tahu, apa penyakitnya." jawab Sekar, menunduk.Gadis yang biasanya selalu ceria dan sedikit menyebalkan menurut Niko itu, kini tampak murung, dan bermuram durja. "Aku lihat tadi, sepertinya laki-laki yang kamu panggil
Niko segera berlari, mencari ruangan tempat Sekar berada."Sialan si Denis, ngapain juga dia malah masuk dan ikut menunggu Sekar di dalam!" geram Niko, merasa sangat marah."Sekar!!" Niko segera masuk, dan langsung menghampiri istrinya itu, dan menyuruh Denis untuk keluar."Ingat Denis, kamu hutang penjelasan, pada Abang nanti!" geramnya, menyuruh adiknya itu segera keluar dari ruangan. Denis hanya diam, dan pasrah saja saat abangnya itu, memarahi nya."Sayang, maafkan Mas ya, karena datang terlambat." bisik Niko, kemudian menciumi pipi sang istri. "Sakit Mas.." Sekar masih merintih kesakitan, dengan peluh yang sudah bercucuran."Dokter, bagaimana istri saya?" Niko tampak begitu panik, melihat kondisi istrinya, yang tampak begitu lemah."Ini sudah pembukaan 7 Pak, tapi dari satu jam yang lalu, istri Bapak pembukaannya tidak bertambah." jelas dokter "Terus bagaimana dokter?" tanya Niko panik.Sekar yang saat ini telah di pasang jarum infus, untuk menjaga staminanya dalam melahirkan,
Sekar menyilangkan kedua tangannya, di depan dadanya karena merasa sangat malu.Niko benar-benar tak percaya, melihat kecantikan Sekar, yang begitu memabukkan nya, malam itu.Gadis berbulu mata lentik itu, benar-benar berbeda saat mengenakan gaun, yang di pilihkan oleh Niko. "Sekar..." Niko segera menggeser posisi tubuhnya di ranjang, memberikan ruang untuk istri belia nya itu. "Kenapa harus di tutupi..?" bisik pemuda itu, dengan suara yang sudah terdengar berat, meraih kedua tangan istrinya."Saya malu Mas.." "Tidak usah malu, sekarang aku sudah menjadi suamimu, setiap hari juga bakalan lihat semuanya.." bujuk Niko, menyingkirkan tangan istrinya dari dadanya."Kamu pasti capek kan, mau Mas pijit?" tanya Niko, menawarkan dirinya, agar sang istri merasa lebih rileks."Memangnya Mas Niko, bisa?" tanya Sekar, tampak malu-malu. "Kalau buat istriku, aku jadi serba bisa, termasuk jadi tukang pijit kamu.." rayu Niko, membuat Sekar merasa tersanjung.Sekar tak menolak, saat kemudian Niko
"Sah?!" "Sah!!" helaan nafas lega, segera terdengar dari pemuda berhidung bangir itu, kemudian tersenyum tipis. Jambang dan kumis tipis, yang biasanya menghiasi wajahnya, kini telah tercukur bersih dari wajah tampannya itu.Sekar segera di tuntun menuju sang suami, untuk mencium tangan suaminya itu, sebagai bentuk awal baktinya seorang istri, terhadap suami.Tangan halus Sekar, terasa begitu dingin seperti es, saat menyalami tangan Niko, yang terasa sedikit basah karena berkeringat.Niko kemudian mendaratkan sebuah kecupan, di dahi Sekar.Cukup lama Niko mencium kening istri barunya itu, hingga kemudian bu Raya menjawil pinggang putranya, untuk menyudahi sesi cium kening.Semua orang tertawa cekikikan, menyaksikan itu. "Udah gak sabar kayaknya itu, mempelai laki-lakinya." celetuk kerabat Sekar, yang kemudian di sambut dengan tawa, oleh yang lainnya."Udah, langsung bawa ke kamar saja Mas.." celetuk mereka lagi, membuat wajah cantik Sekar, tampak memerah karena malu. Sedangkan Nik
"Mas Niko jorok ihhh!" seru Sekar, dengan wajah yang memerah, karena malu. "Kok jorok sih? kita kan mau beli Sekar, emangnya kamu gak pernah pake itu ya?" tanya Niko, jail."Auk ah..saya gak mau ke sana ah!" seru Sekar, kemudian membelok ke sebuah tempat duduk, dan duduk di sana.Niko menahan tawanya, melihat Sekar yang ngambek, dan tampak begitu malu, hanya karena di ajak membeli perangkat dalamannya. "Ya sudah kalau kamu gak mau, biar aku saja yang pilihkan, tapi coba aku lihat dulu, berapa kira-kira ukuran milik kamu itu..?" ucap Niko, menaik turunkan alisnya, membuat Sekar merasa geli sendiri, dengan ucapannya barusan."Mau lihat gimana? gak mau ah! jorok banget sih Mas Niko!" kesal gadis berwajah imut itu, bergidik ngeri. "Ya makanya, ayo kita pilih dulu sesuai dengan ukuran kamu. Yang tahu ukurannya kan cuma kamu, karena Mas belum pernah pegang, ataupun melihatnya." ucap Niko sambil nyengir.Sekar benar-benar merasa kesal sekaligus malu, dengan ucapan pria dewasa di depannya
"Ini beneran ya Mas? Kita mau ke kampung nanti malam?" tanya Sekar, saat pagi itu, Niko memintanya untuk bersiap."Ya bener lah Sekar.." jawab Niko, tersenyum geli, melihat Sekar yang terlihat panik."Tttapi, Mas Niko kan kakinya lagi sakit begitu.." jawab Sekar, menatap kaki Niko, yang masih terlihat membiru."Rasa sakitnya langsung hilang, setelah kamu pijat kemarin, ini cuma tinggal bekasnya aja." jawab Niko, mengusap kakinya itu, yang sebenarnya masih lumayan sakit."Masa sih Mas?" tanya Sekar tak percaya. "Ya beneran lah. Sepertinya tangan kamu itu memang mengandung obat deh!" gombal Niko, kemudian meraih tangan Sekar, dan menciumnya."Apaan sih Mas, pagi-pagi kok sudah gombal!" seru gadis bermata indah itu tersipu, kemudian berusaha menarik tangannya. "Hem! Niko! pagi-pagi sudah ngegombalin anak orang!" seru bu Raya, saat memergoki keduanya, yang tengah berduaan di teras belakang. Sekar yang malu, segera permisi untuk kembali ke dapur.Niko hanya menyeringai, mendengar ucapan
"Ihh geli Mas!" seru Sekar, berusaha melepas pegangan tangan Niko, dari perutnya."Udah ayo jalan, aku sudah lama gak naik motor, jadi takut jatuh kalau gak pegangan." jawab Niko modus, sembari tersenyum tipis. Akhirnya Sekar hanya diam, dan membiarkan pemuda itu melingkarkan tangannya di perutnya yang kecil.Hati Sekar tak karuan, tubuhnya terasa panas dingin saat tiba-tiba tangan hangat Niko, menyelusup masuk ke balik blus nya, sehingga kulit mereka bertemu.Nafas Sekar tertahan, tapi kini dia tengah berkendara, dan harus menjaga keseimbangan laju motornya.Niko seakan lupa diri dengan posisi mereka yang tengah berkendara, pemuda itu mengelus kulit perut Sekar yang terasa begitu halus di tangannya, sehingga membuat Sekar menjadi oleng dan menabrak sebuah pembatas jalan. "Aw!" seru Niko yang sudah terjatuh di aspal, dengan posisi kaki yang tertimpa motor.Untung saja jalanan tak terlalu ramai, orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar situ, segera menolong mereka."Aduh, ma
"Aduh..ini si Niko kok malah map pentingnya di tinggalin begini sih? padahal sebentar lagi meetingnya di mulai!" gerutu bu Raya, sambil mencoba menelepon putra sulungnya itu, namun tak tersambung juga."Loh! ini kan ponsel si Niko! pantes aja, dari tadi di telponin gak nyambung.. " bu Raya mengambil ponsel Niko yang sedang dalam posisi mati, dan tersambung di kabel charger. "Nov! Novi!" panggilnya, mencari-cari Novi untuk ia suruh ke resto, guna mengantarkan ponsel dan file penting, kepada Niko."Mbak Novi kan lagi ke pasar sama Pak Supri Nyonya.." Sekar muncul, sambil membawa piring kotor, bekas Tania sarapan. "Aduh, iya aku lupa Sekar!" sahut bu Raya, menepuk dahinya pelan."Duh, terus siapa yang mau antar ini ke resto, ya?" gumam nya."Ada apa Nyonya? mungkin saya bisa bantu." ucap Sekar, yang pagi itu terlihat segar dengan tunik dan kerudungnya yang berwarna merah.."Emm, ini ponsel dan dokumen ini ketinggalan. Padahal Niko sebentar lagi harus meeting." ucap bu Raya, tampak ragu
"Mas, kita disuruh pulang sekarang juga sama Mas Niko." ucap pak Supri, kepada Denis.Denis yang tengah bersiap untuk istirahat, mengernyitkan dahinya, tak mengerti."Loh, kok pulang sih Pak? baru juga isya tadi kita nyampe?" protes Denis, tak mengerti."Gak tahu Mas, ini Mas Niko yang suruh Bapak, katanya ada sesuatu yang penting." jawab Pak Supri, yang juga tak tahu duduk permasalahan yang sesungguhnya. "Ckk, ngeselin banget sih Bang Niko, mau ngerjain aku, apa ya?!" gerutu Denis, kesal.Namun Pemuda yang masih berusia 22 tahun itu, tetap bersiap untuk pulang, meskipun merasa kesal. "Ya sudah Pak, ayo kita pulang!" seru Denis, kemudian menenteng kembali koper kecil, yang belum sempat ia keluarkan isinya itu.Sepanjang perjalanan pulang, benak Denis bertanya-tanya, sebenarnya ada apa? kenapa tiba-tiba ia di suruh pulang lagi?Malam semakin larut, jam sudah menunjukkan hampir pukul 1 malam, dan Denis sudah hampir sampai di rumahnya kembali.Tiba-tiba ponsel pemuda itu berdering, Den
"Ehhh, si pencuri balik lagi kemari?!" sambut Sisil, begitu melihat Sekar yang melintas di depan pintu dapur, untuk menuju kamar belakang.Novi yang sedang sibuk membantu memasak di dapur, segera menoleh."Sekar?!" serunya senang, dan segera menghampiri teman sekampung nya itu, dan memeluknya erat."Ya ampun, Mbak kangen banget sama kamu!" seru Novi tersenyum lebar, saking senangnya. .."Aku juga kangen banget sama Mbak Novi.." jawab Sekar, juga tampak sumringah.Sisil yang menyaksikan itu, tampak berdecih kesal."Tukang nyolong aja, pake di kangenin segala!" ejeknya. Sekar ingin sekali menjawab hinaan Sisil itu, tapi Novi segera menarik tangannya, dan membantunya membawakan barang-barang nya ke kamar."Jangan di ladenin orang kayak gitu, diemin aja." bisik Novi, yang juga tidak suka dengan perilaku Sisil.Sekar mengangguk, dan mengikuti langkah Novi, yang mengajaknya untuk segera ke kamar belakang. Sisil tampak sangat kesal, karena Sekar yang sudah ia singkirkan dari rumah ini, d