"Wah, iya ya..ini sih bocornya parah banget, harus panggil tukang besok." ujar Niko, setelah memeriksa kamar Sekar yang bocor.Sekar berdiri di ambang pintu, tak ikut masuk ke dalam. "Iya Mas, saya gak tahu tadi, waktu balik dari kamar Non Tania, kasurnya sudah basah." jawab Sekar, tampak mengucek matanya karena mengantuk.Niko jadi merasa iba, melihat gadis belia itu, sudah terlihat sangat mengantuk, di liriknya jam yang ada di dinding kamar Sekar, sudah menunjukkan pukul setengah satu malam."Ya sudah, kamu tidur di kamar aku saja malam ini, aku mau tidur di kamar Tania." ucapnya."Jangan Mas, gak enak, masa saya tidur di kamar Mas Niko, nanti malah pada salah paham lagi." tolak nya, merasa tak enak."Udah, lagian aku juga gak bakalan apa-apain anak kecil kayak kamu!" ujar pemuda itu, menyuruhnya untuk segera tidur ke kamarnya.Sekar mencebik, karena masih selalu di katain anak kecil, oleh majikannya itu."Ya sudah, tapi saya mau gosok gigi dulu Mas." ucap Sekar, akhirnya."Ya sud
"Sekar, kamu ikut Niko ya, anterin Tania kontrol." ujar bu Raya, menghampiri Sekar.Sekar kemudian melirik ke arah Niko dan langsung menunduk."Tapi saya sedang tidak enak badan, Nyonya." jawab gadis yang memiliki wajah begitu manis dan cantik itu, menolak secara halus.."Loh, kamu sakit?" bu Raya segera meraba dahi Sekar dengan khawatir.Wajahnya tampak sedikit panik, karena tak biasanya Sekar berkata sedang sakit."Gak panas, atau gini aja, Niko! nanti kamu sekalian periksakan Sekar ya, Mama takut terjadi apa-apa padanya." ucap bu Raya, kepada putranya."Iya Ma," jawab Niko, kemudian segera menggendong putrinya untuk dia bawa ke mobil."Ya sudah, kamu ikut saja ya, biar sekalian periksa." perintah bu Raya lagi, seakan tak mau di bantah.Mau tak mau, Sekar akhirnya mengikuti langkah lelaki yang tadi hampir saja menjamah tubuhnya itu, dengan terpaksa. Sekar memilih duduk di bangku belakang, tanpa banyak bicara seperti biasanya.Niko juga membiarkan saja, apalagi saat di lihatnya, wa
"Mbak Novi, sebaiknya kita periksa kamar Oma, kok sepertinya ada yang aneh dengan kejadian hari ini." ujar Sisil, mencoba mempengaruhi Novi."Aneh gimana maksud kamu?" tanya wanita berwajah manis, dengan kulit eksotis nya itu, tak mengerti."Ya aneh aja gitu, selama ini kan Oma belum pernah jatuh kan? tapi kenapa hari ini bisa jatuh?" ujar Sisil lagi.Novi tampak mengerutkan dahinya, membenarkan ucapan wanita di depannya itu."Ya sudah, ayo kita lihat." ucap Novi, yang kini telah mulai terpengaruh. Mereka berdua kemudian pergi memeriksa kamar Oma. "Mbak! coba lihat, laci ini kenapa setengah terbuka ya?" seru Sisil, menunjuk laci tempat penyimpanan benda berharga milik Oma."Hah, kok iya sih?!" Novi segera memeriksa laci itu."Tapi kira-kira ada yang hilang tidak ya? yang tahu isi laci ini cuma Oma, dan Nyonya saja." ucap Novi, kemudian segera menutup kembali laci itu."Kalau begitu, kita tunggu Nyonya saja, untuk memastikan ada barang yang hilang, atau tidak." ucap Novi, tak berani
"Maaf Sekar, untuk sementara ini, sampai kamu benar-benar terbukti tidak bersalah, sebaiknya kamu pulang saja ke kampung." ucap Novi malam itu, setelah menerima perintah langsung dari bu Raya, yang sampai saat ini masih tak mau sama sekali, menemui Sekar.Sekar hanya dapat menundukkan kepalanya, dan menghela nafasnya dalam diam.Sisil yang tengah berdiri di depan pintu, tampak tersenyum menyeringai, penuh kemenangan. "Iya Mbak, tidak apa-apa. Walaupun sebenarnya saya tidak bersalah, tapi saya maklum kok.Harapan saya hanya satu untuk sekarang ini, semoga pelaku yang sebenarnya bisa segera di tangkap. Saya sungguh tidak rela, karena sudah di fitnah dengan keji seperti ini Mbak." ucap Sekar, dengan mata yang berkaca-kaca. "Iya Sekar, kamu tenang saja, Gusti Allah itu tidak tidur, biar saja dia sekarang bersorak kegirangan merasa menang, tapi Mbak yakin suatu hari nanti, kebenaran pasti akan terungkap." ucap Novi, melirik ke arah Sisil, yang terlihat kesal, mendengar pembicaraan mereka
"Ma, seharusnya Mama jangan larang-larang Sisil terus dong, buat keluar rumah." tiba-tiba Denis menghampiri Mamanya yang tengah duduk di teras belakang, sambil memeriksa berkas laporan beberapa resto miliknya.Bu Raya tak menggubris ucapan putra bungsunya itu."Sisil keluar juga bukan untuk keluyuran Ma, dia cuma ingin beli makanan karena lagi ngidam.." rajuk pemuda itu tampak kesal, karena terus di cuekin oleh Mamanya.Bu Raya tetap tak bergeming dari pekerjaannya, tak menoleh sedikitpun ke arah putranya itu."Aku tahu Mama masih marah dengan ku, tapi jangan terus-terusan begini dong Ma. Jika memang Mama sudah tidak mengharapkan kehadiran Denis di rumah ini, Denis bersedia kok, tinggalkan rumah ini." ucap pemuda yang baru berusia 21 tahun itu, tampak kesal.Bu Raya yang memang masih marah dan kecewa pada putra bungsunya itu, beranjak pergi dari situ, sambil membawa kertas-kertas pekerjaannya meninggalkan Denis sendiri. Pemuda yang memiliki wajah cukup tampan itu, menghela nafasnya
"Yang kamu maksud Nenek lampir itu siapa lo?" tanya bu Mely, pada putrinya kepo.Sisil berdecak kesal, sembari memanyunkan bibirnya."Siapa lagi Bu, ya Mamanya Mas Denis itu!" jawab Sisil kesal."Ya ampun, memangnya kenapa dia!? kok sampe kamu julukin mak lampir..?" tanya wanita paruh baya itu, merasa penasaran."Galak, sadis, nyebelin...paket lengkap pokoknya." Sisil kemudian menarik lengan ibunya itu, menuju ruang tamu."Masa sih dia begitu, sama putri ibu yang cantik ini?" tanya bu Mely, mengerutkan dahinya."Hhhh, pokoknya ngeselin! kalau bukan karena kaya aja, aku mana mau jadi mantunya!" jawab Sisil, menghempaskan tubuhnya ke sofa begitu saja."Aww aduhh...!" Sisil meringis, dan memegangi perutnya yang tiba-tiba terasa sakit."Aduh, kamu kenapa Nak? Lagian udah tahu lagi hamil muda kayak gini, kok duduknya sembarangan!" bu Mely segera menghampiri putrinya, dan mengelus perutnya yang masih belum terlihat buncit itu."Lupa Bu.." jawab Sisil, meringis, menahan sakit."Ya sudah, sek
"Oma sudah sadar Mah!" Niko segera menghubungi Mamanya, saat melihat Omanya sudah tersadar dari komanya. Mendengar berita itu dari putranya yang kini sedang berada di rumah sakit, Bu Raya tampak begitu antusias, dan segera mematikan telepon, untuk langsung menuju rumah sakit. "Ada apa Nyonya? kok terburu-buru begitu?" tanya Novi, yang berpapasan dengan majikannya itu, di pintu ruang tengah. "Oma Nov! Oma sudah sadar, dan sekarang aku mau ke rumah sakit dulu, untuk melihatnya!" seru bu Raya, senang.Novi juga tampak begitu bahagia mendengar kabar itu.Sisil yang tak sengaja juga mendengar berita itu, seketika pucat pasi ketakutan."Aduh, kalau Oma ternyata masih ingat dengan kejadian itu, bagaimana ya?" gumamnya, panik."Kenapa tidak mati saja sih, Nenek tua itu.." gerutunya lagi, kesal.Sisil segera memasuki kamarnya dengan wajah yang terlihat begitu cemas. Dia begitu takut, kalau sampai Oma masih mengenalinya, bagaimana? "Kamu kenapa sih Sayang?" Denis tampak heran, melihat istr
"Alhamdulillah, habis lo, Oma makannya!" seru bu Raya tampak sangat senang, setelah menyuapi ibu mertuanya itu, dengan bubur buatan Sekar. Niko tersenyum mendengarnya."Sssekar mana..?" tanya Oma, begitu selesai minum, setelah menghabiskan buburnya."Sekar jagain Tania di rumah Bu.." jawab bu Raya, kemudian mengusap punggung tangan Oma."Denis mana?" tanya Oma lagi, karena Denis memang cucu kesayangannya, karena semenjak kecil, tak pernah mendapatkan kasih sayang Ayahnya."Ada di rumah Bu.." jawab bu Raya lagi, kemudian membantu ibu mertuanya itu, kembali tiduran."Sisil jahat Raya.." ucap Oma, tiba-tiba. Membuat bu Raya terhenyak, dan menghentikan gerakannya yang hendak menyelimuti ibu mertuanya itu. Begitupun dengan Niko, pemuda itu segera menatap wajah Omanya."Jahat bagaimana maksud Ibu?" tanya bu Raya, merasa penasaran."Dia mencuri di kamar Ibu, coba kamu lihat nanti di kamarku itu Raya, apakah ada yang hilang?" ucapnya, kemudian tampak bergumam tak jelas. Bu Raya dan Niko s
Niko segera berlari, mencari ruangan tempat Sekar berada."Sialan si Denis, ngapain juga dia malah masuk dan ikut menunggu Sekar di dalam!" geram Niko, merasa sangat marah."Sekar!!" Niko segera masuk, dan langsung menghampiri istrinya itu, dan menyuruh Denis untuk keluar."Ingat Denis, kamu hutang penjelasan, pada Abang nanti!" geramnya, menyuruh adiknya itu segera keluar dari ruangan. Denis hanya diam, dan pasrah saja saat abangnya itu, memarahi nya."Sayang, maafkan Mas ya, karena datang terlambat." bisik Niko, kemudian menciumi pipi sang istri. "Sakit Mas.." Sekar masih merintih kesakitan, dengan peluh yang sudah bercucuran."Dokter, bagaimana istri saya?" Niko tampak begitu panik, melihat kondisi istrinya, yang tampak begitu lemah."Ini sudah pembukaan 7 Pak, tapi dari satu jam yang lalu, istri Bapak pembukaannya tidak bertambah." jelas dokter "Terus bagaimana dokter?" tanya Niko panik.Sekar yang saat ini telah di pasang jarum infus, untuk menjaga staminanya dalam melahirkan,
Sekar menyilangkan kedua tangannya, di depan dadanya karena merasa sangat malu.Niko benar-benar tak percaya, melihat kecantikan Sekar, yang begitu memabukkan nya, malam itu.Gadis berbulu mata lentik itu, benar-benar berbeda saat mengenakan gaun, yang di pilihkan oleh Niko. "Sekar..." Niko segera menggeser posisi tubuhnya di ranjang, memberikan ruang untuk istri belia nya itu. "Kenapa harus di tutupi..?" bisik pemuda itu, dengan suara yang sudah terdengar berat, meraih kedua tangan istrinya."Saya malu Mas.." "Tidak usah malu, sekarang aku sudah menjadi suamimu, setiap hari juga bakalan lihat semuanya.." bujuk Niko, menyingkirkan tangan istrinya dari dadanya."Kamu pasti capek kan, mau Mas pijit?" tanya Niko, menawarkan dirinya, agar sang istri merasa lebih rileks."Memangnya Mas Niko, bisa?" tanya Sekar, tampak malu-malu. "Kalau buat istriku, aku jadi serba bisa, termasuk jadi tukang pijit kamu.." rayu Niko, membuat Sekar merasa tersanjung.Sekar tak menolak, saat kemudian Niko
"Sah?!" "Sah!!" helaan nafas lega, segera terdengar dari pemuda berhidung bangir itu, kemudian tersenyum tipis. Jambang dan kumis tipis, yang biasanya menghiasi wajahnya, kini telah tercukur bersih dari wajah tampannya itu.Sekar segera di tuntun menuju sang suami, untuk mencium tangan suaminya itu, sebagai bentuk awal baktinya seorang istri, terhadap suami.Tangan halus Sekar, terasa begitu dingin seperti es, saat menyalami tangan Niko, yang terasa sedikit basah karena berkeringat.Niko kemudian mendaratkan sebuah kecupan, di dahi Sekar.Cukup lama Niko mencium kening istri barunya itu, hingga kemudian bu Raya menjawil pinggang putranya, untuk menyudahi sesi cium kening.Semua orang tertawa cekikikan, menyaksikan itu. "Udah gak sabar kayaknya itu, mempelai laki-lakinya." celetuk kerabat Sekar, yang kemudian di sambut dengan tawa, oleh yang lainnya."Udah, langsung bawa ke kamar saja Mas.." celetuk mereka lagi, membuat wajah cantik Sekar, tampak memerah karena malu. Sedangkan Nik
"Mas Niko jorok ihhh!" seru Sekar, dengan wajah yang memerah, karena malu. "Kok jorok sih? kita kan mau beli Sekar, emangnya kamu gak pernah pake itu ya?" tanya Niko, jail."Auk ah..saya gak mau ke sana ah!" seru Sekar, kemudian membelok ke sebuah tempat duduk, dan duduk di sana.Niko menahan tawanya, melihat Sekar yang ngambek, dan tampak begitu malu, hanya karena di ajak membeli perangkat dalamannya. "Ya sudah kalau kamu gak mau, biar aku saja yang pilihkan, tapi coba aku lihat dulu, berapa kira-kira ukuran milik kamu itu..?" ucap Niko, menaik turunkan alisnya, membuat Sekar merasa geli sendiri, dengan ucapannya barusan."Mau lihat gimana? gak mau ah! jorok banget sih Mas Niko!" kesal gadis berwajah imut itu, bergidik ngeri. "Ya makanya, ayo kita pilih dulu sesuai dengan ukuran kamu. Yang tahu ukurannya kan cuma kamu, karena Mas belum pernah pegang, ataupun melihatnya." ucap Niko sambil nyengir.Sekar benar-benar merasa kesal sekaligus malu, dengan ucapan pria dewasa di depannya
"Ini beneran ya Mas? Kita mau ke kampung nanti malam?" tanya Sekar, saat pagi itu, Niko memintanya untuk bersiap."Ya bener lah Sekar.." jawab Niko, tersenyum geli, melihat Sekar yang terlihat panik."Tttapi, Mas Niko kan kakinya lagi sakit begitu.." jawab Sekar, menatap kaki Niko, yang masih terlihat membiru."Rasa sakitnya langsung hilang, setelah kamu pijat kemarin, ini cuma tinggal bekasnya aja." jawab Niko, mengusap kakinya itu, yang sebenarnya masih lumayan sakit."Masa sih Mas?" tanya Sekar tak percaya. "Ya beneran lah. Sepertinya tangan kamu itu memang mengandung obat deh!" gombal Niko, kemudian meraih tangan Sekar, dan menciumnya."Apaan sih Mas, pagi-pagi kok sudah gombal!" seru gadis bermata indah itu tersipu, kemudian berusaha menarik tangannya. "Hem! Niko! pagi-pagi sudah ngegombalin anak orang!" seru bu Raya, saat memergoki keduanya, yang tengah berduaan di teras belakang. Sekar yang malu, segera permisi untuk kembali ke dapur.Niko hanya menyeringai, mendengar ucapan
"Ihh geli Mas!" seru Sekar, berusaha melepas pegangan tangan Niko, dari perutnya."Udah ayo jalan, aku sudah lama gak naik motor, jadi takut jatuh kalau gak pegangan." jawab Niko modus, sembari tersenyum tipis. Akhirnya Sekar hanya diam, dan membiarkan pemuda itu melingkarkan tangannya di perutnya yang kecil.Hati Sekar tak karuan, tubuhnya terasa panas dingin saat tiba-tiba tangan hangat Niko, menyelusup masuk ke balik blus nya, sehingga kulit mereka bertemu.Nafas Sekar tertahan, tapi kini dia tengah berkendara, dan harus menjaga keseimbangan laju motornya.Niko seakan lupa diri dengan posisi mereka yang tengah berkendara, pemuda itu mengelus kulit perut Sekar yang terasa begitu halus di tangannya, sehingga membuat Sekar menjadi oleng dan menabrak sebuah pembatas jalan. "Aw!" seru Niko yang sudah terjatuh di aspal, dengan posisi kaki yang tertimpa motor.Untung saja jalanan tak terlalu ramai, orang-orang yang sedang berlalu lalang di sekitar situ, segera menolong mereka."Aduh, ma
"Aduh..ini si Niko kok malah map pentingnya di tinggalin begini sih? padahal sebentar lagi meetingnya di mulai!" gerutu bu Raya, sambil mencoba menelepon putra sulungnya itu, namun tak tersambung juga."Loh! ini kan ponsel si Niko! pantes aja, dari tadi di telponin gak nyambung.. " bu Raya mengambil ponsel Niko yang sedang dalam posisi mati, dan tersambung di kabel charger. "Nov! Novi!" panggilnya, mencari-cari Novi untuk ia suruh ke resto, guna mengantarkan ponsel dan file penting, kepada Niko."Mbak Novi kan lagi ke pasar sama Pak Supri Nyonya.." Sekar muncul, sambil membawa piring kotor, bekas Tania sarapan. "Aduh, iya aku lupa Sekar!" sahut bu Raya, menepuk dahinya pelan."Duh, terus siapa yang mau antar ini ke resto, ya?" gumam nya."Ada apa Nyonya? mungkin saya bisa bantu." ucap Sekar, yang pagi itu terlihat segar dengan tunik dan kerudungnya yang berwarna merah.."Emm, ini ponsel dan dokumen ini ketinggalan. Padahal Niko sebentar lagi harus meeting." ucap bu Raya, tampak ragu
"Mas, kita disuruh pulang sekarang juga sama Mas Niko." ucap pak Supri, kepada Denis.Denis yang tengah bersiap untuk istirahat, mengernyitkan dahinya, tak mengerti."Loh, kok pulang sih Pak? baru juga isya tadi kita nyampe?" protes Denis, tak mengerti."Gak tahu Mas, ini Mas Niko yang suruh Bapak, katanya ada sesuatu yang penting." jawab Pak Supri, yang juga tak tahu duduk permasalahan yang sesungguhnya. "Ckk, ngeselin banget sih Bang Niko, mau ngerjain aku, apa ya?!" gerutu Denis, kesal.Namun Pemuda yang masih berusia 22 tahun itu, tetap bersiap untuk pulang, meskipun merasa kesal. "Ya sudah Pak, ayo kita pulang!" seru Denis, kemudian menenteng kembali koper kecil, yang belum sempat ia keluarkan isinya itu.Sepanjang perjalanan pulang, benak Denis bertanya-tanya, sebenarnya ada apa? kenapa tiba-tiba ia di suruh pulang lagi?Malam semakin larut, jam sudah menunjukkan hampir pukul 1 malam, dan Denis sudah hampir sampai di rumahnya kembali.Tiba-tiba ponsel pemuda itu berdering, Den
"Ehhh, si pencuri balik lagi kemari?!" sambut Sisil, begitu melihat Sekar yang melintas di depan pintu dapur, untuk menuju kamar belakang.Novi yang sedang sibuk membantu memasak di dapur, segera menoleh."Sekar?!" serunya senang, dan segera menghampiri teman sekampung nya itu, dan memeluknya erat."Ya ampun, Mbak kangen banget sama kamu!" seru Novi tersenyum lebar, saking senangnya. .."Aku juga kangen banget sama Mbak Novi.." jawab Sekar, juga tampak sumringah.Sisil yang menyaksikan itu, tampak berdecih kesal."Tukang nyolong aja, pake di kangenin segala!" ejeknya. Sekar ingin sekali menjawab hinaan Sisil itu, tapi Novi segera menarik tangannya, dan membantunya membawakan barang-barang nya ke kamar."Jangan di ladenin orang kayak gitu, diemin aja." bisik Novi, yang juga tidak suka dengan perilaku Sisil.Sekar mengangguk, dan mengikuti langkah Novi, yang mengajaknya untuk segera ke kamar belakang. Sisil tampak sangat kesal, karena Sekar yang sudah ia singkirkan dari rumah ini, d