Share

Bab 12

Author: Siti_Rohmah21
last update Last Updated: 2022-10-27 21:01:51

Aku teringat Mas Aldi. Setidaknya jika Kak Murni tak pernah akrab dengan tetangga. Ada Mas Aldi yang tahu dan kenal RT sana.

"Mas, kamu kirim kontak RT di sana, ya! Tadi Kak Murni terdengar seperti sakit."

"Iya Raya, emang ada apa dengan Murni? Besok aku juga sudah boleh pulang dari rumah sakit. Sedari tadi hubungi Murni nggak bisa-bisa."

"Sudah, Mas. Buruan!" Aku mendesak Mas Aldi untuk cepat mengirimkan kontaknya.

Tidak lama kemudian, ia mengirimkan kontak RT setempat. Kemudian aku berikan nomernya pada mama. Biar mama yang bicara pada RT nya.

***

Setelah mama menghubungi RT, Kak Murni pastinya akan dibawa oleh ambulance. Untuk diberikan tindakan dan diperiksa terpapar covid atau tidak.

"Ayo, Raya! Kita ke rumah Murni, mama khawatir sekali."

"Mah, bukankah Kak Murni sudah dibawa ambulance sana? Lalu kita bisa apa? Nunggu hasilnya dulu." Mama kembali duduk, ia cemas sekali pada anak pertamanya. Matanya mulai mengeluarkan air mata.

"Kita tunggu dulu, ya. Nanti juga akan segera dikaba
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 13

    Kak Murni tiba-tiba sulit menggerakkan kakinya dan tangan. Semua persendian tiba-tiba terasa nyeri dan sakit. Ya Tuhan, aku tak sanggup melihat kakakku seperti ini."Kak, sekarang Kakak tidur dulu, besok pagi ditanya ke dokter tentang gejala yang Kakak alami." Mama bersedih, ia hanya bisa meneteskan air mata.Aku duduk dan menatap wajah Kak Murni. Menciumi telapak tangannya. Aku lihat Kak Murni menangis terisak-isak melihat kondisinya saat ini."Kakak nggak bisa tidur," ucapnya dengan isak-tangis. Entahlah, Kak Murni sedang menyesali takdir atau menangisi penyakitnya."Kamu sudah berapa lama tidak ibadah salat, Nak?" tanya mama. Kak Murni menggelengkan kepalanya."Aku ambilkan mukena, ya Kak. Masih ada waktu untuk salat isya." Aku mengambilkan mukena yang berada di laci pasien. Kak Murni masih sesegukan. Sebentar-sebentar ia mengelap air mata yang tumpah."Apakah sakit ini karena dosaku yang teramat banyak, Mah?" tanya Kak Murni dengan nada sesegukan."Tidak ada yang tahu dosa dan ama

    Last Updated : 2022-10-27
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 14

    POV MurniSetelah selesai bicara pada ibu di kampung, Mas Aldi menanyakan apakah aku masih ada simpanan uang. Boro-boro simpanan. Kemarin saat ia sedang isolasi mandiri saja aku dikirim kebutuhan pokok oleh mama dan Raya."Dek, punya uang simpanan, nggak?" tanyanya."Boro-boro, Mas. Aku nggak punya apa-apa sekarang. Perhiasan juga nggak ada," sahutku."Bapak dirawat juga, Dek. Pusing aku," keluhnya.Aku tersentak kaget, begitu berat beban ini. Ada saja masalah yang menimpa kami berdua. "Aku bingung juga, Mas. Nggak enak dengan Raya juga yang sudah banyak membantu.""Dulu dia juga minta bantuan kita, Dek." Aku terdiam."Kalau kata Mama, jika kita membantu orang lain dengan mengharapkan pamrih, itu tidak akan berkah dan timbulnya nggak ikhlas."Mas Aldi terdiam, aku tak ada niat menyakiti hatinya. Namun, aku tersadar bahwa sifatnya Mas Aldi yang suka ungkit-ungkit membuatku kebawa dengan sifatnya."Apa ini balasan untuk kita, ya, Dek? Sering ungkit-ungkit apa yang kita berikan bahkan h

    Last Updated : 2022-10-27
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 15

    "Tenang ya, Bu. Kami hanya ingin meminta kesaksian Pak Fariz. Maaf jika membuat Ibu panik." Hampir saja jantungku ini berhenti berdetak. Rasanya tak bisa aku bayangkan jika Mas Fariz terlibat dalam kasus apapun."Baik, Pak. Mari silahkan masuk!" seruku sambil membuka pintu lebar-lebar. Mungkin petugas mencari keberadaan mandornya melalui Mas Fariz karena ia sudah beberapa bulan ini menjadi orang kepercayaannya.Kemudian mereka bicara empat mata. Aku tidak ingin mengganggu mereka. Memang ia tidak dilibatkan hanya ditanyakan saja mengenai mandor yang membawa kabur uang anak buahnya.Setidaknya lega sekali rasanya hati ini. Meskipun Mas Fariz harus mencari kerja lagi. Kemudian setelah polisi itu sudah mendapatkan informasi dari Mas Fariz, mereka pergi meninggalkan rumahku. Ada perasaan takut di hati ini. Wajar, tetangga saja ikut panik dan sering menoleh ke arah sini."Mas, aku pikir kamu terlibat dalam kasus ini?" tanyaku."Nggak, Dek. Aku cuma ceritain bahwa memang sering memberikan b

    Last Updated : 2022-10-28
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 16

    "Iya, Tante. Ada Raya di sini. Nanti aku beri kabar pada Raya." Kak Murni dan Tante Lira bicara apa sih? Kenapa dadaku jadi bergetar? Aku menghela napas panjang agar hilang rasa cemas dalam diri ini.Setelah Kak Murni berbicara di telepon dengan Tante Lira. Aku menanyakan apa yang mereka bicarakan. "Kak, Tante Lira ngomong apa? Kenapa Kak Murni terkejut mendengar ucapan Tante Lira?" tanyaku menyelidik. Kak Murni meletakkan kembali ponselnya."Tante Lira, Ray. Rumahnya kebakaran. Tadi nangis-nangis bicara di telepon." Kak Murni menjelaskan padaku. Ternyata Tante Lira rumahnya kebakaran. "Aku kok tidak dikabari olehnya?" tanyaku agak sedikit bingung."Tadi Tante bilang sekalian bilang ke kamu saja." "Ya Allah, ada-ada saja. Saat kita seperti ini, Tante Lira juga terkena musibah," ucapku mengeluh.Kak Murni yang sudah mulai menerima kenyataan, ia tersenyum tipis padaku. Kemudian memberikanku nasihat."Ini semua sudah takdir, Raya. Tidak ada yang bisa menyalahkan takdir." Aku terdiam m

    Last Updated : 2022-10-28
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 17

    "Siapa, Mas?" tanyaku menyelidik."Nggak tahu, nggak ada namanya. Siapa ya, Dek?" tanya Mas Fariz dengan tangan gemetar."Nggak usah diangkat, Mas. Aku takut!" pesanku. Kemudian Mas Fariz tidak mengangkat teleponnya. Iya menuruti kemauanku.Kami melanjutkan perjalanan lagi, tapi nomer yang tadi berkirim pesan pada Mas Fariz. Aku intip dari layar depan, ternyata teman lama Mas Fariz yang tadi menghubungi.[Riz, tolong angkat, gue mau bicara penting! Tria Juna.]"Balas, nggak Dek?" tanya Mas Fariz. Aku mengingat kembali nama yang mengirimkan pesan pada Mas Fariz. Namun, sudah berulangkali mengingatnya tak jua muncul di ingatanku."Siapa, sih? Tria Juna, kok aku lupa!" ucapku mengerenyitkan dahi. Tak kunjung ingat juga hingga langkah kaki sudah tiba di parkiran."Itu loh, Dek. Teman kerja dulu waktu sebelum ketemu kamu, yang Mas ceritain pernah ngekost bareng." Aku baru ingat setelah Mas Fariz menjelaskan siapa lelaki itu. "Balas saja, telepon setelah sampai ke rumah, kita ke rumah Mama

    Last Updated : 2022-11-01
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 18

    Ketika kita sudah pasrah dengan hidup ini. Maka Tuhan akan memberikan segala sesuatu yang terbaik untuk umatnya. Termasuk pekerjaan yang Mas Fariz dapatkan. Saat aku dan Mas Fariz menyerahkan ini semua pada takdir. Maka Tuhan yang turunkan rezeki yang sebelumnya tersendat. Atau mungkin ini juga karena sedekah kami pada Kak Murni? Sebelumnya kami telah berniat untuk mengikhlaskan utang Kak Murni pada kami.Tante Lira yang sedang mengalami musibah, ia mengeluhkan keadaannya yang sekarang. Mungkin pikiran Tante sedang kacau, tak ada suami yang menemani saat pikiran ia sedang berada di titik keputus-asaan."Kalian enak sekali, tidak mengalami musibah seperti Tante." Aku dan Mas Fariz menoleh ke arahnya. Kenapa Tante Lira tiba-tiba bicara seperti itu? "Lira, jangan bicara seperti itu! Kamu kan tidak tahu kehidupan Raya dan Fariz untuk mencapai ini semua juga penuh perjuangan. Janganlah kamu menilai saat orang berada di puncak kejayaan, lihatlah perjuangannya." Mama menasihati Tante Lira l

    Last Updated : 2022-11-01
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 19

    "Eh, ini ada apa, Pak?" tanya mama kudengar. Lalu mama menekan tombol speaker agar aku juga dapat mendengarkan ucapan orang yang menghubungi Tante Lira."Baik, Bu. Saya beritahukan bahwa saudara Dio kami tahan karena telah menggunakan obat-obatan terlarang. Saat ini berada di kantor polisi." Mama agak santai, tak seperti Tante Lira yang panik."Dio nama panjangnya siapa ya, Pak? Yang Bapak tangkap itu," tanya mama menyelidik. Kami harus hati-hati, zaman sekarang yang menipu dengan cara menakuti keluarga."Emm, Ibu kok bicara dengan polisi begitu?" Mama tertawa kecil. Aku pun sama, Tante Lira yang tadinya menangis segera menghapus air mata yang sudah terlanjur tumpah."Kata Bapak, Dio tadi ditahan, pasti sudah diambil KTP nya, kan? Bisa sebutin nama dari yang punya KTP?" tanya mama. Kini laki-laki yang di seberang sana bergeming. Kemudian tidak lama setelah ia terdiam, laki-laki yang mengaku polisi itu makin tambah marah."Kalian ingin saya obrak-abrik rumahnya? Kalian nantangin saya?"

    Last Updated : 2022-11-01
  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 20

    Setelah aku sadar dari pingsan. Aku sudah dikelilingi warga setempat."Kamu sudah sadar, Raya? Sepertinya kamu masuk angin," ucap mama. Kemudian aku bangkit masih agak pusing kepala ini."Sudahlah, kamu di sini saja dulu," ucap Mas Fariz. Aku tidak bisa, lebih baik aku berusaha terlihat sehat saja di hadapan mereka."Kita pulang, sekalian mampir ke klinik, bagaimana, Mas?" tanyaku sembari memperlihatkan kondisi yang sudah membaik agar diizinkan untuk pulang.Belum dibawa ke klinik, seperti biasa mama pikir aku masuk angin, jadi dikerok terlebih dahulu seluruh badan. Kemudian setelah selesai kerokan. Barulah aku pulang dan mampir ke klinik terdekat."Ayo, kerokan dulu. Kamu masuk angin," ucap mama kemudian aku masuk ke kamar. Namun baru dua baris dikerik ternyata tidak merah."Merah atau nggak, Mah?" tanyaku."Nggak merah, berati bukan masuk angin." Mama menghentikan kerokannya."Kan tidak masuk angin, jadi aku pulang, ya! Nanti di jalan aku mampir ke klinik," kataku pada mama. Kemudia

    Last Updated : 2022-11-01

Latest chapter

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 32 Extra Part

    Ekstra PartPOV MurniSyukur alhamdulilah, Tuhan berikan nikmat padaku dengan bertemunya orang-orang baik. Padahal, bisa dibilang tingkah laku yang dulu aku lakukan itu sangatlah tidak terpuji. Sering merendahkan orang lain, bahkan adik kandung sendiri.Begitu banyak cerita tentang perjalanan hidupku. Terutama mengenai semua yang telah aku perbuat di masa lalu. Itu semua kembali menimpaku. Kala itu, aku tak pernah berpikir bahwa semua perbuatan tak mungkin jadi boomerang untuk diriku sendiri. Namun, hukum alam memang begitu adanya. Siapa yang menabur, maka bersiaplah untuk menuai.Hari ini, aku dilarikan ke rumah sakit. Ini semua terjadi karena kelelahan. Beberapa hari ke belakang, aku memang sering begadang untuk menyelesaikan tulisan.Mertuaku yang kepanikan melarikan ke rumah sakit. Akibatnya seluruh warga jadi heboh karena kecemasan mertuaku. Wajar saja, karena saat aku pingsan, Mas Aldi tidak berada di rumah.Mama dan Raya pun panik, begitu juga dengan Tante Lira yang ikut datang

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 31 End

    Pikiranku tak karuan, apalagi dengan mama, ia tak henti-hentinya menangis sambil berdoa di dalam mobil. Tante Lira yang berada di samping mama hanya bisa menenangkan dengan caranya."Kak, jangan terlalu panik kenapa. Kan Kakak sendiri yang sering memberi nasihati untuk pasrah!" ujar Tante Lira, aku hanya berharap Kak Murni baik-baik saja. "Iya, gue udah mulai tenang. Sampai ke rumah sakit, berapa lama lagi, Bang?" tanya mama pada supir."Kita sudah di depan rumah sakit, Bu. Itu rumah sakitnya," ucap supir sambil melipir. Ia tak bisa masuk, karena ingin melanjutkan tarikan lagi.Kami memberikan ongkos pada supir, lalu turun dan beranjak ke UGD rumah sakit. Setelah sampai ke depan UGD, mertuanya sudah masuk menemani Kak Murni. Aku dan yang lainnya dicegah oleh petugas."Maaf, Bu. Mau bertemu dengan siapa?" tanya satpam di depan."Saya mau menemui pasien yang bernama Murni, barusan dibawa ke sini." "Maaf Bu, sudah ada dua orang di dalam, kalau bisa bergantian." Pak satpam menghalangi k

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 30

    "Mah, Kak Murni sombong banget, aku hubungi dia malah matikan telepon!" ucapku kesal. Kemudian mama dan Tante Lira berusaha menenangkan aku.Aku terus mengelus dada, agar tidak timbul rasa kesal pada Kak Murni. Ia sudah lama berubah. Masa iya kembali ke sifatnya yang dulu lagi?"Jangan buruk sangka dulu, nanti kita ke rumahnya, bagaimana?" tanya mama menawarkan berkunjung ke rumah Kak Murni. Aku yakin sebenarnya Mama pun khawatir, tapi ia berusaha menutupi itu.Ada baiknya juga, jangan-jangan Kak Murni tersiksa lagi hidupnya di sana. Ada mertua yang menggembleng kerjaan rumahnya. Astaga, kenapa aku jadi buruk sangka begini!"Aku izin Mas Fariz dulu, Mah. Jangan sampai Mas Fariz cemas dengan keadaanku.""Ya sudah kirim pesan pada Fariz dulu sana! Mama juga ingin melanjutkan masak dulu." Mama kembali ke dapur. Aku masih bersama dengan Tante Lira di sini.Tante Lira sudah dua bulan lebih tinggal bersama mama di sini. Sepertinya uangnya belum cukup untuk renovasi rumahnya yang dilahap si

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 29

    "Mah, kok malah diam. Jawab dong!" tanyaku memaksanya untuk menjawab.Kemudian Tante Lira menghampiriku. Ia mengajakku untuk bicara. Kenapa tiba-tiba tubuhku jadi bergetar seperti ini. Ada apa dengan mereka? Rahasia apa yang tidak aku ketahui?"Raya, memang kamu belum tahu?" tanya Tante Lira membuatku semakin bingung. Ini ada apa sih? Kenapa mereka aneh begini. Perasaan kemarin masih lihat status di Facebook Kak Murni normal-normal saja."Ada apa, Tante? Jangan bertele-tele deh!" ucapku dengan nada menekan. Rasanya sudah dongkol sekali, sedari tadi belum diberitahu kenapa Kak Murni tidak ada di rumah."Murni sudah dijemput oleh mertuanya, ia sekarang tinggal bersama mertua di rumahnya." Ucapan Tante Lira membuatku terkejut. Astaga, ini akan menjadi tekanan untuk Kak Murni, jika mertuanya membandingkan ia dengan adik iparnya bagaimana? Bukankah mereka selalu saja bersaing."Kenapa dikasih, Tante? Aku nggak rela jika Kak Murni kenapa-kenapa lagi," ujarku kesal."Mertuanya sudah melunasi

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 28

    Aku dan Mas Fariz terkejut, mata kami saling bertatapan. Ada rasa takut dan cemas di dalam hatiku.Kemudian kami beranjak dari tempat tidur. Melihat ke arah sumber suara tersebut. Aku berada di belakang Mas Fariz yang mengendap-endap. Begitu terkejutnya kami, saat melihat ada tiga orang anak muda sedang menyongkel pintu tetangga.Tanpa berpikir panjang, kami berdua berteriak sekeras-kerasnya. Agar warga sekitar bangun dari tidur lelapnya."Maling ... maling ...." Ketiga orang tersebut terperanjat saat mendengar teriakkan kami berdua. Kemudian kami ke luar. Namun, belum sempat warga mengeroyok, mereka kabur mengendarai motor yang mereka bawa. Satu motor tiga orang, itu artinya belum ada yang kebobolan saat itu."Pak Fariz, terima kasih banyak," ucap tetangga yang hampir kebobolan. Mereka terbangun karena mendengar teriakkan kami berdua dan suara motor yang tiba-tiba ngebut."Sama-sama, Pak." Mas Fariz pun menjadi saksi untuk melaporkan ke RT setempat."Ada apa, Pak? Bagaimana kejadian

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 27

    "Mah, memang dompetnya isi apa aja?" tanyaku penasaran, setahu aku tadi mama bawa dompet yang biasa ia bawa ke tukang sayur, bukan untuk bepergian ke pasar. Biasanya dompet itu memang hanya berisikan uang receh seadanya.Mama mengerenyitkan dahi. Ia masih panik dengan perampasan tadi."Tadi Mama hanya membawa uang receh, tapi tiba-tiba kepingin bawa uang lebih. Jadi, tadi ambil duit di dompet 500.000 rupiah," ucap mama. Ini pasti memang feeling kuat akan kehilangan uang."Ya Allah, duit segitu lumayan, Mah," ucap Kak Murni. Mungkin ia menyayangkan karena ia tidak punya uang sebanyak itu saat ini.Semoga saja malingnya segera tertangkap. Agar tak begitu membuat mama sesak. Aku dan yang lainnya menghabiskan makanan yang masih tersisa banyak. Namun, jantungku tak hentinya berdetak lebih cepat. Makan pun jadi tidak kuhabiskan.Padahal, tadi kami sedang bersenang-senang dan bahagia. Namun, di tengah kebahagiaan ada saja masalah yang kami hadapi ini. Saat ini pesan mama jadi terngiang-ngia

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 26

    "Coba kamu telepon lagi, Raya!" suruh Kak Murni."Nggak bisa, dihubungi. Om Dio juga kenapa ikutan nggak bisa dihubungi, sih!" keluhku pada Tante Lira. "Sabar, lebih baik kamu salat dulu, itu sudah masuk waktu maghrib," ucap Tante Lira. Mereka sedang tidak salat, halangan bulanan.Aku bergegas untuk salat, sambil berdoa agar tidak terjadi sesuatu pada suamiku dan Om Dio. Tidak pernah Mas Fariz nonaktifkan nomernya selama ini. Jika baterai sudah habis, pasti ia numpang charger ke temannya.Rasa khawatir makin menjadi-jadi, saat matahari sudah mulai tenggelam ia belum juga datang. Aku berdoa di atas sajadah. Agar senantiasa Mas Fariz diberikan perlindungan oleh yang maha kuasa.Kubuka mukena mama yang aku pakai, kemudian meletakkannya kembali. Rasa khawatir membuat air mataku sedikit keluar dari kelopak mata. Cemas diri ini terhadap suami yang tak ada kabar."Kenapa nangis?" tanya mama saat melihatku menyeka air mata. Tangan mama ikut membantuku menghapus air mata yang sudah terlanjur

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 25

    Teringat kala itu, saat aku terjebak pinjaman online. Sudah kepentok harus pinjam ke mana lagi. Dengan nominal yang sama dengan tagihan Kak Murni saat itu.***Flashback saat terjerat pinjaman online."Kak, ini terakhir aku pinjam. Benar-benar sudah nggak tahu lagi harus cari ke mana. Tagihan pinjol 500.000 Kak. Tolong, please. Aku janji setelah ini nggak akan nyebur lagi."Aku memohon pada Kak Murni. Ia sering kurepotkan masalah uang. Ada perasaan sungkan juga di hati ini terhadapnya."Kakak akan bantu kamu, tapi harus janji setelah ini kamu tutup akun online. Kalau perlu jangan ada lagi nomer rekening yang kamu punya!"Setelah kutimbang lagi, perkataan Kak Murni ada benarnya. Jika aku masih menggunakan rekening yang sama, maka akan kembali lagi"Baik Kak, aku akan tutup rekening. Disaksikan oleh Kak Murni. Kak Murni bersedia antar aku ke Bank?" tanyaku pasrah. Jika ini yang terbaik, maka akan aku lakukan agar menjadi orang lebih baik lagi."Baiklah, awas kamu ya kalau masih seperti

  • KESOMBONGAN DIBAYAR TUNAI   Bab 24

    Wah ternyata teman Kak Murni ada yang sudah berpenghasilan 13.000.000 rupiah bulan ini. Nominal yang sangat banyak untuk pekerja dari rumah. Aku balas pesan dari Kak Murni agar ia semakin semangat untuk ikut menuangkan keahliannya dalam menulis.[Besok aku ke rumah Mama. Siapa tahu bisa bantu Kak Murni dalam menuangkan ide dalam tulisannya.][Oke.] Saling berbalas pesan singkat sudah usai. Semoga ini awal yang baik, agar Kak Murni dapat menyelesaikan masalah keuangannya."Mas, besok aku ikut saat kamu berangkat kerja, ya!" pesanku menjelang tidur."Mau ke mana, Dek?" tanya Mas Fariz."Ke rumah Mama, aku ingin lihat pertama kalinya Kakakku nulis di platform KBM App.""Baiklah, ingat ya, kamu hanya membantu, tidak usah ikutan nulis juga. Khawatir yang baca kabur," ucap Mas Fariz becanda."Mas Fariz, ih ...." Aku menggelitik ketiaknya sambil tertawa renyah.Sudah lama sekali tidak becanda seperti ini dengan suami. Jarang ngobrol berdua akhir-akhir ini. Kami sibuk mengurusi duniawi.***

DMCA.com Protection Status