"Mari mendekatlah!" perintahku pada Chantrea dan Chanthou. "Sana, jangan malu-malu!" dorong Tirtasari lembut, "Dia suami kalian sekarang!" "Kau juga kemari Tirtasari!" perintahku, "Aku juga?!" Chantrea dan Chanthou tertawa manis. "Kau bidadariku juga bukan?!" cecarku. "Dasar perayu!" balasnya melotot mesra. Tirtasari mendekat padaku dengan mengajak Chantrea dan Chanthou. Kurengkuh ketiganya dan kuelus pundak mereka. "Kalian bidadari tercantik yang pernah kulihat!" pujiku. "Bohong!" jawab Chantrea. "Tuh, mereka saja tahu kalau kau bohong!" imbuh Tirtasari, "Ha ha ha!" Aku tersenyum dan mencium pipi Tirtasari. Kulihat si kembar menatap kami tanpa berkedip. Kulihat dada mereka kembang kempis. Barangkali bergetar akan pengalaman pertama ini. Kuelus pundak mereka berdua. sangat halus dan mulus. Kucium pundah halus itu dan kuresapi rasanya. sangat wangi dan mulus. Mereka kulihat terpejam menikmatinya. Selanjunya kuelus pipi mereka. "Aku tidak bohong!" jawabku pada Chantrea dan
Tirtasari turut menjadi sumber keindahan malam. Ia menuntun kedua gadis kembar melayaniku dengan baik.Dan rupanya Chantrea dan Chanthou sendiri telah diajari teknik percintaan. Atau karena mereka sering mengintip kamar ayahnya?Pesona dan kehangatan mereka sungguh melenakan. Lain dari segenap wanita yang telah kunikmati selama ini.Kepuasan pun melandaku hingga berlimpah ruah. Tak terbayangkan keindahan semacam ini sebelumnya. Di tengah hutan jantung Asia Tenggara ini.Aku merebah dengan tiga wanita mengitariku setelah puas. Kepeluk dan kukecupi mesra kening mulus mereka. Chantrea dan Chanthou di sampingku. Sementara Tirtasari di belakang Chanthou.“Bagaimana cara keluar dari sini?” tanyaku mengusap kedua pundak istri kembarku.“Mau kemana?” tanya Chantrea.“Kami ingin melacak lagi orang yang kami curigai,” jawabku.“Tapi kita baru saja menikah!” balas Chanthou sedikit merengut manja.“Kami harus cepat,” jawabku, “Bahaya besar sedang mengintai.”“Yah, itu benar!” sahut Tirtasari, “Mu
"Ah, apa yang kau lakukan?" tanya Chantrea kutindih dan kugumuli. "Menikmati bidadari sebelum siang!" jawabku menciumi bibir, pipi dan menjalar ke lehernya. "Ah, suamiku!" desahnya pasrah dan memelukku erat. Chanthou tersenyum menggelengkan kepala di sampingnya. Melihat kakaknya menjadi korban keganasan gairah pagiku. "Dia memang begitu," terang Tirtasari, "Kalian harus terbiasa!" "Kalian sudah sering melakukannya?" balas Chanthou padanya. "Hmm yah," jawab Tirtasari agak bingung, "Kira-kira begitulah." Kucumbui dan kunikmati Chantrea. Sungguh wangi dan nikmat. Chanthou terus memperhatikan kakaknya kugumuli. Dadanya kuremas-remas dan kutarik kasar kain penutupnya. Ia pun tanggap dan melepaskanya sendiri. Begitu juga milik Chantrea. Kulepaskan semua penutup tubuhnya. Bidadari ini harus menjadi sarapanku. Tubuh mulusnya benar-benar membiusku dan menambah energi pagi. Saat kunikmati putri itu, tiba-tiba Bopha dan Botum masuk ke kamar. Mereka mungkin kaget, tapi kemudi
Setelah melewati ladang dan persawahan, kami pun sampai di desa terdekat. Desa yang cukup ramai. Kawanan gajah yang kami tumpangi lagi-lagi menarik perhatian dan membuat warga berkumpul. Mereka pun menyambut Chantrea dan Chanthou seperti menyambut anak mereka sendiri. Lagi-lagi akupun mereka perkenalkan sebagai suami si kembar itu. Ucapan selamat dan kesenangan melimpahi kami. "Benar-benar ganteng!" puji beberapa warga wanita. "Dia bukan dari desa ini, bukan juga orang hutan, dari manakah dia?" tanya yang lain. "Dari luar negeri!" jawab Chanthou. "Wah, hebat, Kalian bisa punya suami dari luar negeri. Sama seperti ayah kalian!" "Dia juga segagah dan seganteng ayah kalian!" puji yang lain, "Waktu masih muda dulu!" Chantrea dan Chanthou hanya tersenyum saja. "Yah, pantas saja bidadari tertarik padanya. Dan kini putri-putri bidadari tertarik pada lelaki ini!" "Hei, apa kau punya adik lelaki?" tanya seorang ibu mengelus daguku, "Putriku tak kalah cantik dengan Chantrea
"Ini juga anak gadisku," ungkap seorang ibu yang lain, "Empat belas tahun. Lebih muda dan lebih cantik. Juga pintar memasak dan memeras susu sapi." "Ha ha ha, kalian ini!" tegur sang paman dan istrinya geli. Kami pun menanggapi pesta dadakan itu. Kian banyak warga yang memperkenalkan anak-anak gadisnya padaku. "Kenapa kalian membawa semua anak kalian kemari?!" tanya sang paman. "Biar saja," jawab salah satu di antara mereka, "tidak bisa jadi istri Kong Kea, jadi istri menantunya juga tak mengapa!" "Yah, apalagi bersanding bersama Chantrea dan Chanthou!" imbuh yang lain. "Ha ha ha!" gelak paman dan yang lain. "Kau kian hari kian populer saja Kris!" bisik Tirtasari dengan bahasa negeri, "Bisa mengalahkan Kong Kea. Pilih tuh cewek-cewek mana yang mau kau ambil. Mumpung di sini! Ha ha!" "Kerjaan dulu, urusan kawin belakangan," jawabku tersenyum. Kuperiksa peralatan kami. Baterai lumayan cukup terisi. Kuperiksa lokasi orang yang kami buntuti. Orang itu terpantau bera
"Tidak, turun!" bentak salah seorang dari mereka. Kulihat seorang pemuda barangkali seumuran dengan Chantrea dan Chanthou. Aku pun turun dengan waspada dan menanyai maksud mereka, "Ada apa ini? Apa mau kalian?" Chantrea, Chanthou dan Tirtasari turut turun dan waspada. Si kembar menggenggam dua pedang mengimbangi para pencegat yang membawa tongkat, tombak dan sebagian pedang. "Jadi, ini suami baru kalian?!" tanya sang pencegat menyeringai, "Lumayan!" Lelaki muda itu memperhatikanku dengan seksama. Memandangi dari atas ke bawah seperti seorang pemangsa menaksir mangsanya. "Kami dengar pernikahan kalian!" cerocosnya berkeliling mengintimidasi, "Semalam! Tanpa mengundang warga desa kami!" Lelaki lain bersama para pencegat pun turut mengawasi dan memperhatikanku dengan pandangan mencibir dan meremehkan. "Tapi apa dia bisa mengalahkan kalian?!" bentak sang lelaki pada Chantrea dan Chanthou, "Itu syarat untuk menjadi suami kalian bukan?!" "Bukan urusanmu," jawab Chantrea, "pe
Kami lanjutkan perjalanan seusai mengatasi para pencegat itu. Kami kendarai sedan tua pemberian paman istri-istriku ini menuju ke kota yang lebih besar. "Astaga, ternyata masih ada juga rebutan wanita dengan cara ini di sini," keluh Tirtasari. "Yah, cara-cara lama masih bertahan di sini!" dukungku. "Beginilah cara hidup nenek moyang kami yang masih bertahan sampai sekarang," sahut Chantrea. "Tak heran kalian berlatih bela diri sedemikian rupa!" puji Tirtasari pada si kembar, "Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak bisa bela diri?! Apa semua wanita harus belajar bela diri di sini?" "Mereka harus selalu dijaga oleh ayah, suami, saudara lelaki dan warga desa lainnya," jawab Chantrea, "Tapi kami memilih untuk bisa melintas diri sendiri!" "Kalian hebat, cocok jadi anak Kong Kea!" puji Tirtasari lagi. Perjalanan masih melewati persawahan, desa-desa dan kadang hutan-hutan kecil. Kami harus ekstra waspada. Berjaga-jaga jika muncul pencegat lagi. Baik warga lokal yang berebuta
Kami terus menyelinap ke halaman dan melihat kondisi mansion. Suasana sepi dan beberapa taman rimbun memudahkan kami untuk menyusup. Tak banyak penjaga di halaman samping ini. Kami kitari rumah yang cukup besar berlantai dua itu. Terlihat suasana tak terlalu ramai. Barangkali hanya ada beberapa orang di dalam. Jendela coba kami intip. Sepi. Sebagian terhalang oleh tirai-tirai besar. Saat kami melangkah ke sisi depan, beberapa orang melihat kami. Mereka bersiaga mendekati kami. Chantrea dan Chanthou bersiap di kanan dan kiriku. Sementara Tirtasari bersiaga di belakang. "Kita ketahuan?" tanyanya. Empat orang penjaga berwajah garang dan menyeramkan terus mendekati kami. "Halo," sapaku berusaha menghindari kecurigaan, "Apakah kalian punya kamar mandi? Kami sangat butuh kamar mandi segera." Mereka tak menghiraukan sapaanku dan maju menyerang. Kami hadapi satu-persatu dari mereka. Para penjaga itu cukup kuat dan memiliki keterampilan yang dibutuhkan. Tapi masih bukan tandinga
"Yah, sepertinya aku juga pernah lihat," imbuhku memperhatikan layar. "Astaga, mereka kembali?!" sambungku. "Teman-temanmu kan, mereka Kris?!" tanya Anginia. "Yah," jawabku menghela nafas, "kenapa mereka muncul kembali?!" "Karena superhero tak ada yang online!" timpal Cahayani. Terlihat di layar, teman-teman lamaku, Harimau jalanan, juga si Kuda jalanan sedang menghadapi para penjahat. Kukira mereka sudah menyingkir dan tidak akan muncul lagi! Dimana satu, lagi? Dara! Superhero burung merpati itu?! Di bagian kota lain, tertangkap dalam layar. Wanita menawan itu sedang melawan beberapa orang. Yah, dialah Dara! Benar-benar muncul tiga temanku itu. Mantan superhero jalanan yang telah berjanji akan menyingkir dan tidak muncul lagi. "Dan mereka pun juga jadi target Kelompok Kerbau Merah," gumamku. "Bisa jadi," balas Anginia dan Cahayani. Kami ikuti sepak terjang mereka. Setelah mengalahkan beberapa penjahat, mereka terus melesat pergi. Seperti dulu, mereka menghi
Akupun bersikeras untuk menjaga Anginia dan Cahayani.. "Biar kujaga kalian di sini," kataku. "Terserah kau saja Kris," jawab mantan bos pasrah dan lelah. Akupun tinggal di kantor lama untuk menjaga kedua target baru itu. Kuhubungi Tirtasari untuk mengatakan bahwa untuk sementara aku masih berada di sini. "Lihat, kekacauan di luar sana," ungkap Anginia memperhatikan berita di televisi dan media sosial. Kami lihat, di beberapa tempat terjadi aksi kejahatan. Kami pun tidak bisa berbuat apa-apa. Beberapa orang dan wartawan mulai panik dan berkomentar di media. "Superhero tak ada yang bisa dipanggil!" narasi seorang wartawan meliput beberapa aksi kejahatan, "Semua offline! Ada apa dengan para superhero?!" "Yah, kami coba menghubungi polisi," ungkap seorang warga yang diliput, "Tapi itu tak cukup, kami butuh superhero!" "Yah, benar!" imbuh warga yang lain, ,"Polisi tak bisa sepenuhnya menangani semua ini. Dimanakah para superhero?!" Sekertaris kantor mendatangi mantan bos da
"Pagi!" jawabku. "Kau nampak segar Kris!" komentar Dina tersenyum manis. "Yah," jawabku, "Bagaimana perkembangan?" "Masih nihil!" jawab sekertaris cantik itu. "Gajah Man dan Jago Man belum juga ditemukan?" "Sepertinya belum!" "Dimana mereka?!" "Entahlah, tapi aku tahu siapa yang datang tadi malam." "Siapa?" balasku menyelidik padanya. Ia hanya tersenyum manis. Lalu berbisik, "Kurasa kawan-kawan lamamu! Mereka menginap di kamarmu bukan?!" "Dari mana kau tahu?" "Tentu tahu, kau memang hebat Kris!" Aku hanya tersenyum. "Lima wanita dalam satu malam! Hi hi!" "Kau ini! Tolong jangan bilang siapa-siapa!" "Ohh, kalau itu ada syaratnya! Ha ha!" "Apa?!" "Masuk ke kantorku!" pintanya melenggang seksi meninggalkan ruangan kontrol. Aku menggeleng dan menghela nafas. Untung saja istri-istriku tak mendengar percakapan ini. Segera kususul Dina ke ruangannya. Sekertaris itu sudah hilang dari pandangan. "Mau kemana Kris?" tanya Tirtasari memapasiku. "Ada urusa
Kucium mesra pipi Cahayani. Begitu lembut dan hangat. Aroma tubuhnya pun segar. Sahabatku itu terdiam memejamkan mata. Seolah menikmati ciumanku. Aku lalu beralih pada Anginia. Kucium lembut bibirnya. Kueratkan dekapan untuk menikmati kehangatannya. Dua superhero cantik ini. Tak kalah cantik dengan ketiga istriku. Kuciumi bergantian pipi halus mereka. Tak ada protes ataupun keberatan. Anginia kemudian memandangi bibirku. Aku sudah hafal gairah wanita macam begini. Segera saja kukecup bibirnya. Ia pun membalasnya dengan hangat. Bibir yang begitu manis dan lembut. Sepadan dengan pesona dan keanggunannya. Kukencangkan ciuman, dan ia pun makin ganas melumat-lumat bibirku. Kenikmatan sabahat yang luar biasa! "Kau pencium yang hebat!" puji Anginia selepas ciuman sambil memandangiku dalam, "Tak heran punya tiga istri!" Aku tersenyum dan mengecupi bibirnya. Lalu beralih pada Cahayani di sisi lain. Superhero cantik itu terdiam dengan nafas memberat. Kupandangi wajahnya y
Sistem informasi kantor lama ini belum secanggih kantor baruku. Untuk melacak keberadaan Gajah Man dan Jago Man pun kesulitan. "Mereka tak bisa ditemukan!" ungkap beberapa staf pegawai. "Alat pelacak kita?" tanya mantan bos "Tak terdeteksi Pak!" jawab staf yang lain. "Bagaimana bisa?!" "Entahlah Bos," "Alat komunikasi radio bagaimana?" tanya mantan bos kian resah. "Tak bisa juga!" "Coba pantau lewat media sosial dan live!" "Baik!" jawab beberapa staf pegawai yang segera memperhatikan berbagai media sosial dan siaran televisi. Kami tunggu beberapa saat. Berharap menemukan petunjuk dimana Gajah Man dan Jago Man berada. "Tak ada tanda-tanda atau liputan tentang mereka!" ungkap beberapa staf. Bos nampak kian kebingungan. "Sebaiknya kalian sementara berlindung ke kantor kami," pintaku pada Anginia dan Cahayani. "Mereka superhero-ku, Kris!" sahut mantan bos, "Biar mereka tetap dalam perlindungan kami!" "Tapi kalian tak punya sistem keamanan memadai!" balasku.
Mereka terus maju dan berusaha menyerang kami. Segera saja kami balas untuk mengalahkan mereka. Aku dan High Quality Man menghadapi empat orang. Sementara Anginia dan Cahayani menghadapi dua yang lain. Lagi-lagi musuh yang cukup kuat. Kami harus bersiaga dan waspada. Pukulan-pukulan mereka cukup kuat dan cepat. Kami tangkis dan hindari sebagian. Berusaha kami balas serangan mereka dengan pukulan-pukulan kami. Namun nampaknya tak membuat luka berarti. Pukulan-pukulan mereka memiliki kekuatan bagai kerbau. Kadang kuat seperti gajah. Sebisa mungkin kami halau atau hindari. Satu pukulan kutangkis, dan kekuatannya cukup membuatku terhempas mundur. Lawan High Quality Man pun demikian. Kekuatannya cukup besar untuk dilawan. Untung saja sahabatku itu memiliki postur yang cukup besar untuk menanganinya. Mereka juga menggunakan serudukan dan serangan-serangan lutut yang cukup merepotkan. Benar-benar mirip kerbau atau gajah. Kami sedikit kewalahan menghadapi mereka. Kukerahka
Kucumbui dan kugumuli tiga wanita menawan itu. Meredakan ketegangan dan kelelahan. Kuelus dan kuraba ketiganya penuh kasih dan hasrat. Ciuman pun mendarat di manapun gairah ini menggelora. Leher perempuan muda yang begitu menggoda untuk diciumi dan dicumbui. Lalu berlanjut ke pundak, bahu dan dada mereka. Tak tahan lagi, segera kami raih kehangatan asmara dengan ganas. Tiga istri yang menjadi sumber kebahagiaanku hingga puas. Sesuai menikmati asmara, kami pun menjalani malam untuk beristirahat. Semoga para penjahat juga beristirahat. Pagi harinya, kami jalani hari masih dalam keresahan. Masih berusaha keras menemukan teman-teman kami yang diculik. Bos memutuskan untuk melapor pada polisi. Tak lama kemudian para petugas pun datang. Dipimpin oleh seorang reserse yang terlihat cukup berpangkat. Kami paparkan segala kejadian. Termasuk memperlihatkan alat bukti rekaman kamera pengawas. "Cukup parah," gumam pemimpin aparat yang datang itu, "Baiklah, akan kami catat. Akan ka
Aku pun kembali ke kantor. Teman-teman menanyaiku. "Bagaimana Kris?' "Aku sudah bicara dengan mereka," jawabku, "Sebagian mau offline, sebagian tidak. Tapi tetap waspada." "Yah, kucek, Anginia dan Cahayani offline," balas Dina, "Sedangkan Gajah Man dan Jago Man tetap online." "Yah, begitulah," jawabku. "Jadi kita sekarang baby sitter perusahaan sebelah?" seloroh Dina. "Yah, barangkali." "Sebaiknya kalian beristirahat!" perintah Dina pada kami, "Biar kantor dibersihkan dan diamankan ulang!" "Yah," jawabku, "Kau juga, beristirahatlah Din!" "Yah," Aku masuk ke kamar bersama tiga istriku. Begitu juga High Quality Man yang kembali ke kamarnya. Aku mandi di kamar dan segera beristirahat. Tirtasari dan si kembar melayaniku. Menghilangkan makanan dan kami santap bersama. Kami menikmati hidangan nikmat itu di meja makan kamar. "Kemana mereka menculik teman-teman?!" kesah Tirtasari. "Tenang saja, kita pasti akan menemukan mereka!" jawabku. "Yah, semoga." Seusai makan,
Kuikuti Anginia mengembalikan tas yang dicopet kepada pemiliknya. Ia melesat terbang rendah. Kupacu ringan Motokris di belakangnya. Ibu itu berterima kasih banyak pada Anginia. "Terimakasih, aku habis mengambil uang di bank," ucapnya, "Ini sebagai ucapan terimakasih!" lanjutnya menyerahkan beberapa lembar uang dari tasnya kepada Anginia. "Sama-sama Bu," jawab Anginia, "Ibu yang memesan lewat aplikasi?" "Bukan! Ponselku ada di dalam tas." "Saya yang memesan lewat aplikasi," papar seorang wanita muda tak jauh dari situ. "Jangan khawatir, Bu," ungkapnya pada sang korban, "Sudah kubayar lewat aplikasi." "Ah, terimakasih!" balas sang ibu menyerahkan uang pada wanita itu, "Ini untuk gantinya!" "Ah, tidak usah Bu!" balas sang wanita, "Murah saja kok pesannya! Tidak perlu diganti!" "Kau tak mau dibayar!" balas Sang Ibu, "Superhero ini juga tak mau dibayar! Lalu aku harus bagaimana?!" "Jangan pikirkan, Bu," jawab Anginia tersenyum, "Saya sudah dapat gaji dari perusahaan! Tak