Bab 45: "Akad dan Asap Dupa"Pukul 08.00 WITA, kabar tentang surat yang dikirim lewat email dari Seoul mengguncang desa. Nyonya Choi Eun-suh membeli 10 hektar lahan di tepi hutan Lambusango tepat menghadap ke timur laut yang berhiaskan teluk Lawele untuk membangun villa mewah bertema Jeju-buton fusion. Jun Ho membaca surat itu, sementara Sinta menatap ke arah hutan tempat Ratu Wakaaka dahulu berunding dengan para tetua. Dia merasa terkejut dan gembira sekaligus. Ingin segera memberitahu Sinta tentang rencana yang sudah lama dia susun. Namun, dia juga merasa cemas dengan reaksi Sinta yang mungkin tidak sejalan dengan ide tersebut. Sementara itu, Sinta terdiam dalam pemikirannya, terpana dengan keindahan hutan yang masih menyimpan sejarah dan misteri di baliknya. Pikiran Sinta terbang ke beberapa abad silam, menyaksikan pertempuran dasyat yang menenggelamkan kapal Belanda di teluk Lawele. Menyaksikan taktik gerilya Oputa yi Koo yang memusingkan Belanda
Pukul 06.17 WITA, matahari belum sepenuhnya terbit ketika teriakan pekerja villa mengguncang Lambusango. Prasasti batu hitam bertuliskan aksara Wolio kuno ditemukan di bawah fondasi villa. Tulisan itu berbunyi: “Yang merusak tanah ini, akan dikunyah arwah yang lapar.” Sinta segera mengenali simbol kura-kura bermahkota di sudut prasasti—lambang Ratu Wakaaka.Dia teringat cerita neneknya tentang legenda Ratu Wakaaka yang konon mempunyai kekuatan untuk mengendalikan arwah-arwah lapar yang berkeliaran di tanah tersebut. Sinta merasa gugup namun juga penasaran dengan temuan tersebut. Dia segera memutuskan untuk memanggil seorang arkeolog untuk menyelidiki lebih lanjut mengenai makna dari prasasti tersebut. Dalam hatinya, Sinta merasa bahwa temuan ini adalah awal dari petualangan besar yang akan mengubah hidupnya selamanya.Sinta tidak bisa menghilangkan perasaan bahwa ada sesuatu yang signifikan tentang penemuan simbol Ratu Wakaaka pada prasasti k
Pukul 05.30 WITA, kabar tentang telur kura-kura langka di kolam renang villa viral sebelum fajar. Kura-kura Lepidochelys olivacea yang seharusnya bertelur di pantai terpencil, justru memilih kolam marmer villa Nyonya Choi. Para pekerja berbisik: “Ini pertanda Ratu Wakaaka mengawasi kita.” Sementara di Seoul, dr. Lee Min-ji mengirim email berjudul “Wakaaka’s Enzyme: Kunci Anti-Aging?” ke Jun Ho, dengan lampiran data kimia yang membingungkan. Jun Ho membaca email dari dr. Lee Min-ji dengan penuh antusiasme. Dia segera menyadari bahwa penemuan enzim baru ini bisa menjadi terobosan besar dalam industri kecantikan. Tanpa ragu, Jun Ho langsung membalas email tersebut untuk mengatur pertemuan dengan dr. Lee Min-ji dan membahas lebih lanjut tentang potensi enzim tersebut. Sementara itu, di Jeju, Nyonya Choi terkejut saat menemukan telur-telur kura-kura di kolam renangnya, dan dia yakin bahwa ini adalah pertanda baik yang harus diambil tindakan.Dia seger
Pukul 03.00 WITA, telur kura-kura albino menetas di kolam villa. Bayi kura-kura itu bersisik seperti mutiara, matanya merah delima. Tanpa ragu, ia berenang ke arah Sinta yang sedang video call dengan Jun Ho dari bandara. “Ini pertanda, Jun. Dia memilih kita,” bisik Sinta, air mata menetes. Tapi sebelum ia bisa menyentuhnya, kura-kura kecil itu menyelam ke dasar kolam dan menghilang, meninggalkan jejak cahaya keperakan.Sinta dan Jun Ho terpesona oleh kehadiran kura-kura putih yang misterius itu. Mereka merasa bahwa ada sesuatu yang istimewa dari makhluk itu, sesuatu yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mereka pun merasa bahwa kura-kura tersebut membawa sebuah pesan atau pertanda yang penting bagi mereka berdua. Dengan hati penuh haru, Sinta dan Jun Ho memutuskan untuk mengikuti jejak cahaya keperakan yang ditinggalkan oleh kura-kura kecil tersebut, tanpa tahu apa yang akan menunggu mereka di ujung perjalanan tersebut."Dia kemana?" tanya Sinta penasaran, sebab matanya tinggal
Pukul 15.00 CET, Danau Zurich berkilau di bawah matahari musim semi. Sinta terduduk di tepi danau, matanya menatap kura-kura albino yang muncul tiba-tiba. Di cangkangnya, hieroglif Wolio kuno berpendar: “Darahmu adalah jembatan, jiwamu adalah medan perang.” Jun Ho, yang sedang berbicara dengan investor, terpaku saat melihat Sinta mengusap cangkang itu. “Ini peringatan dari Ratu Wakaaka,” bisiknya, “tapi tentang apa?”Sinta mengangkat kepalanya dan menatap Jun Ho dengan tatapan penuh pertanyaan. Mereka berdua sama-sama merasa kebingungan dengan makna dari hieroglif tersebut. Namun, mereka yakin bahwa pesan dari Ratu Wakaaka pasti memiliki hubungan dengan pengkhianatan yang terjadi belakangan ini di antara mereka. Dengan hati-hati, mereka mulai merencanakan strategi untuk mengungkap misteri di balik hieroglif tersebut, sambil tetap waspada terhadap kemungkinan adanya sindikat penjahat yang akan menghalangi usaha mereka.Mereka memutuskan untuk melakukan riset lebih lanjut tentang sejara
Teluk Lawele, 04.30 Kura-kura albino itu muncul di kamar hotel Sinta, cangkang retaknya mengeluarkan cahaya biru pucat. Di kakinya, telur berlumur darah berisi peta bertuliskan aksara Wolio: “Harta bukan emas, tapi nafas tanah.” Sinta segera paham—ini petunjuk ke gua Wakaaka, tempat Ratu menyimpan tombak penjaga keseimbangan. Jun Ho memeluknya: “Kita harus pulang. Hutan Lambusangodalam bahaya.”Mereka segera bergegas mengumpulkan semua barang bawaan mereka dan bersiap-siap untuk meninggalkan hotel. Sinta merasa tegang namun juga bersemangat dengan petualangan yang akan mereka hadapi. Mereka tahu bahwa misi mereka untuk menemukan tombak penjaga keseimbangan sangat penting, dan mereka siap untuk menghadapi segala rintangan yang ada di depan mereka. Dengan tekad yang kuat, mereka meninggalkan kamar hotel dan melangkah menuju gua Wakaaka dengan penuh keyakinan.Mereka berjalan dengan cepat melewati hamparan padang rumput dan melewati sungai-sungai kecil yang mengalir jernih. Sinta merasa
Perairan Buton, 02.00 WITATelur baru kura-kura albino mengapung di laut, memancarkan cahaya kebiruan yang menuntun Sinta dan Jun Ho ke kapal kargo ilegal yang membuang limbah hitam pekat. Di dek kapal, logo samar perusahaan farmasi global terlihat—Pharmara Inc.—sama dengan yang mengincar enzim Wa Ode. “Mereka meracuni laut untuk tutupi jejak,” geram Jun Ho, kamera drone di tangannya merekam bukti. Sinta dan Jun Ho mencoba menyusup ke dalam kapal untuk mengumpulkan lebih banyak bukti tentang kegiatan ilegal yang dilakukan oleh Pharmara Inc. Mereka melihat para pekerja kapal dengan sibuknya membuang limbah ke laut tanpa ampun, tanpa peduli dengan dampak yang akan ditimbulkan bagi lingkungan dan hewan-hewan laut. Sinta merasa semakin bertekad untuk membongkar kejahatan perusahaan farmasi tersebut dan menyelamatkan kura-kura albino serta habitatnya.Sementara tetua adat di Kulati Wakatobi, sibuk membersihkan pantai Kulati, pasir putih yang panjang itu dipenuhi sampah plastik. Tetapi pagi
Perairan Buton, 04.30 WITAKapal militer AS USS Guardian mengarahkan sonar ke gua bawah air, menangkap gambar kristal biru berpendar. "Target terkunci. Siapkan tim pengekstrakan," perintah Kapten Reed. Di permukaan, Sinta dan Jun Ho, yang menyamar sebagai nelayan, mengirim pesan darurat ke Wa Ode Sandibula: "Mereka akan merusak segalanya!"Saat Wa Ode menerima pesan mendesak dari Sinta dan Jun Ho, jantungnya berdebar dengan campuran ketakutan dan tekad. Dia tahu bahwa penemuan kristal biru yang bersinar bisa mengubah segalanya, dan dia tidak akan membiarkan siapa pun membahayakan temuan mereka. Dengan tekad yang kuat, dia mengumpulkan timnya dan bersiap untuk menghadapi USS Guardian dan krunya. Nasib dunia bawah laut tergantung pada keseimbangan, dan Wa Ode siap melakukan apa pun untuk melindunginya.Dengan peralatan menyelam yang telah disiapkan dengan teliti, Wa Ode dan timnya menyusup ke dalam perairan yang gelap dan berbahay
Hutan Lambusango malam itu terasa berbeda. Udara yang biasanya dipenuhi gemerisik daun dan kicau burung kini sunyi sepi, seolah alam sedang menahan napas. Di tengah hutan, di bawah naungan pohon ulin raksasa yang telah berusia ratusan tahun, La Ode Harimao dan istrinya, Wa Ode Marinu, duduk bersila di atas tikar anyaman tangan. Di depan mereka, sebuah mangkuk tembaga berisi dupa yang membara mengeluarkan asap wangi yang meliuk-liuk ke langit. Asap itu membentuk pola-pola aneh, seperti tangan-tangan yang mencoba meraih sesuatu yang tak terlihat.La Ode Harimao dan Wa Ode Marinu menggenggam erat tangan satu sama lain, mata mereka terpejam dalam konsentrasi yang mendalam. Mereka tengah mengirimkan gelombang cinta dan doa kepada alam semesta, memohon perlindungan dan keberkahan bagi hutan Lambusango yang mereka jaga dengan penuh kasih sayang. Hati mereka penuh dengan rasa syukur dan rasa hormat kepada leluhur yang telah menjaga hutan ini selama berabad-abad. Sesekali, angin malam membawa
Debu putih dari ledakan embrio masih menyelimuti langit ketika sekelompok manusia purba mendekati reruntuhan menara. Wa Ode Sandibula duduk di atas bongkahan logam Ratu Wakaaka yang masih berdenyut, jari-jarinya menelusuri retakan di permukaannya. Setiap detakan memancarkan gelombang frekuensi rendah yang membuat gigi gemeretak.“Ini bukan sekadar logam,” bisik Tala, insinyur muda dari suku tepi laut yang selamat. Dia mengangkat alat pengindeks energi buatan Pharmara—layarnya mendadak meledak. “Ia hidup. Dan sedang mencari sesuatu." Wa Ode Sandibula menatap alat pengindeks energi yang meledak dengan penuh keterkejutan. Dia merasakan getaran aneh dari logam Ratu Wakaaka di bawahnya semakin intens. Tala segera berusaha menenangkan situasi, mencoba memahami apa yang sebenarnya sedang terjadi. Sementara itu, debu putih dari ledakan embrio terus menyelimuti langit, menciptakan aura misteri di sekeliling mereka. Semua orang merasa bahwa mereka telah menemukan sesuatu yang jauh lebih besar da
Langit pecah dalam ledakan petir ungu. Wa Ode merangkak di antara puing menara batu purba, kulitnya teriris angin yang membawa kristal es sebesar kepalan tangan. Di sampingnya, pria bertato spiral dari suku Wemareta menarik lengan wanita itu, mendorongnya ke celah monolit yang memancarkan cahaya biru pucat."Mereka menyebut kita perusak," bisik pria itu, suaranya parau seperti gesekan batu. Tato di wajahnya berdenyut selaras dengan gemuruh di atas. "Tapi kitalah satu-satunya yang pernah selamat dari panen."Wa Ode Sandibua menatap ukiran alien di dinding menara—simbol-simbol Pleiades yang berputar dalam pola fraktal. "Apa yang kau sembunyikan, tua? Pharmara memburu kalian karena menara ini—" "Menara ini adalah kunci untuk membebaskan dunia dari penindasan Pharmara," jawab pria bertato itu sambil menatap tajam ke arah Wa Ode. Wanita itu merasakan getaran energi yang kuat dari dalam monolit, membuatnya tersentak. "Kau harus memahami bahwa kita adalah satu-satunya harapan bagi umat manusi
🌳 Hutan Lambusango – Pusar LeluhurHujan ionik merah menyapu kanopi Hutan Lambusango, memantulkan cahaya zikir La Ode Harimao dan istrinya yang bersinar seperti kunang-kunang quantum. Di tengah lingkaran batu megalitikum, pasangan itu duduk bersila—setiap tarikan napas mereka menyinkronkan detak jantung hutan dan alam semesta. Setiap detak jantung mereka menyegarkan kupu kupu di hutan Amazon serta hutan di taman nasional Virunga. Gelombang zikir itu menggetarkan semua isi hutan di seluruh dunia, getaran rendah yang disambut oleh margasatwa dengan suka cita. Getaran cinta seperti orang yang sedang merasakan orgasme. Seperti perasaan Lionel Messi yang mencetak gol di gawang Real Madrid pas pada cetakan ke 26 nya."Kangkilo bukan sekadar nilai," bisik La Ode kepada istrinya yang baru saja direkatkan jiwanya ke raga oleh energi zikir. "Ini algoritma alam yang menenun ruang-waktu." Maka, dengan penuh keheningan, La Ode dan istrinya meresapi kea
Jakarta, 03.00 WIBLangit berwarna ungu elektrik, petir menyambar tanpa henti. Badai abadi hasil energi Sinta mengubah ibukota jadi kota hantu. Pesawat tak bisa mendarat, listrik padam bergiliran, dan warga mengungsi ke basement dengan masker oksigen. Di layar TV yang masih menyala, berita utama bertuliskan: "Kiamat Energi atau Revolusi Baru? Pharmara Tawarkan 'Cahaya Sinta' dengan Harga Fantastis!" Badai abadi yang melanda ibukota membuat kekacauan di seluruh kota. Warga panik dan mencoba mencari perlindungan di tempat-tempat yang aman. Namun, di tengah kekacauan, muncul tawaran menarik dari perusahaan Pharmara yang menawarkan "Cahaya Sinta" dengan harga fantastis. Apakah ini solusi dari badai abadi atau malah akan menimbulkan masalah baru bagi kota ini? Orang-orang pun dibuat bingung dengan pilihan yang harus mereka ambil di tengah keadaan yang genting ini.Banyak yang mempertanyakan keamanan dan keefektifan "Cahaya Sinta" yang ditawarkan oleh Pharmara. Beberapa orang skeptis dan me
Gunung Sangeang, 03.00 WITASinta melayang di atas laut, tubuhnya berpendar seperti kunang-kura raksasa. Darah birunya telah berubah menjadi aliran partikel emas yang berputar membentuk lingkaran cahaya. Di depan mata armada alien yang mendekat, ia mengangkat tangan—gelombang suara frekuensi kosmik memancar dari jarinya."Kami bukan panen!" teriaknya dalam bahasa yang bukan milik Bumi.Laser alien yang hendak menghujam daratan tiba-tiba berbelok, diserap oleh tubuhnya yang semakin transparan. Di bawah, Wa Ode dan Dr. Lee berlari membawa kantung pasir karang berpendar, wajah mereka tercermin di kulit Sinta yang kini seperti kaca.Mereka tahu bahwa Sinta telah berubah menjadi entitas luar biasa, menjadi perisai terakhir Bumi melawan invasi alien. Gelombang suara frekuensi kosmik yang dikeluarkan oleh Sinta membuat para alien terdiam, seakan-akan terhipnotis oleh kekuatannya yang luar biasa. Dengan penuh keyakinan, Sinta berdiri di hadapan armada alien, siap melawan untuk melindungi plan
Selat Malaka, 21.00 WIBKapal kargo Ocean Pioneer berguncang hebat. Monitor radar dipenuhi titik-titik merah yang bergerak cepat. "Apa itu? Paus pembunuh?" teriak kapten kapal. Sebelum sempat bereaksi, Dunkleosteus purba sepanjang 10 meter melompat dari gelapnya laut, rahang baja penghancurnya merobek lambung kapal. Air laut menyembur masuk, membawa serta ikan-ikan prasejarah bermata merah. Di menit terakhir, kru mengirim sinyal SOS: "Mereka... mereka bukan dari dunia ini!"Dengan cepat, para penumpang dan kru kapal berusaha menyelamatkan diri dari serangan makhluk purba yang menyerang mereka. Beberapa di antara mereka terjebak di dalam kapal yang tenggelam, sementara yang lain melompat ke laut dan berenang sejauh mungkin. Suara jeritan dan kepanikan memenuhi udara saat Ocean Pioneer mulai tenggelam ke dasar laut, ditinggalkan oleh makhluk-makhluk aneh yang tak terduga tersebut. Kini, seluruh dunia akan mengetahui bahwa ada bahaya yang jauh lebih besar dari apa yang pernah mereka bayan
Perairan Buton, 04.30 WITAKlon Sinta berdiri di tepi laut, tangan kecilnya menyentuh air. Matanya yang biru pucat berkedip-kedip seiring detak jantung kawanan paus sperma yang bermigrasi. "Mereka sedih... tapi juga penuh harap," bisiknya pada Jun Ho yang sedang memantau drone. Di layar, ratusan paus berenang membentuk lingkaran sempurna, ekor mereka menyapu dasar laut hingga terlihat simbol spiral bercahaya—persis seperti huruf alien di kuil Wakaaka.Jun Ho mengangguk, memperhatikan dengan seksama tarian paus yang begitu indah dan penuh makna. Ia merasakan kehadiran Klon Sinta yang begitu kuat, sebagai simbol kedalaman dan benih yang terbangun di dalam dirinya. Dalam diam, keduanya merasakan keajaiban alam yang mengelilingi mereka, merasakan keharuan dan keberuntungan bisa menyaksikan momen langka ini. Klon Sinta kemudian tersenyum, merasa bersyukur bisa menjadi saksi dari keajaiban ini bersama dengan Jun Ho.Bagi La Ode Harimao, klon Sinta sebenarnya adalah bayangan diri Sinta yang
Buton, 03.00 WITA Sinta terbangun dengan keringat dingin, darah di lengannya masih berpendar biru pucat. Dalam mimpinya, Ratu Wakaaka berdiri di antara ribuan bintang, dikelilingi makhluk perak yang berkata: "Darahmu adalah benih terakhir. Pilih: tumbuh di sini, atau berkecambah di galaksi lain." Di luar jendela, langit memerah—gunung api di Chile dan Jepang mulai erupsi bersamaan. Sinta merasa takut dan bingung dengan arti dari mimpi yang terasa begitu nyata tersebut. Apakah benar darahnya memiliki kekuatan khusus yang dapat mempengaruhi nasib bumi dan galaksi lain? Langit yang memerah di luar jendela membuatnya semakin gelisah, seakan menandakan bahwa keputusan yang harus diambil oleh Sinta akan memiliki dampak yang besar bagi seluruh alam semesta. Dengan gemetar, Sinta akhirnya mengambil keputusan untuk... menjalani meditasi mendalam untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang menghantuinya. Ia memutuskan untuk memperkuat hubungan spiritualnya dengan alam semesta dan mema