De swiiing!
Iya, benar, itu memang tulisan tangan Galih. Tulisan yang kecil-kecil rapi, tegak dan nggak ada satu huruf pun yang berdempetan dengan huruf yang lain. Jarak antar kata pun terlihat stabil, begitu juga dengan jarak antar paragraf. Penggunaan huruf kapitalnya pun bagus sesuai dengan PUEBI dan yang jelas, bentuk huruf g kecil yang mirip dengan angka sembilan itu yang nggak bisa menipu. Aku tahu persis tentang hal itu, filosofinya deep and touchy. Dia lahir di tanggal sembilan, bulan sembilan. Itulah mengapa, dia menulis huruf g kecilnya seperti angka sembilan. Damar Galih. Jadi, kalau misalnya semua foto pengantinnya itu hasil editan, apa Galih sedang berada di bawah pengaruh obat bius sewaktu menulis surat ini? Tapi kalau misalnya kenyataannya memang seperti itu---foto pengantin mereka memang asli---yang berart
Emma sudah menungguku di bagian depan kedai waktu aku datang. Segera, aku melangkah mantap ke arahnya setelah memarkir sepeda di bawah pohon kers yang sedang berbuah lebat. Banyak yang sudah merah tapi banyak juga yang masih kuning dan hijau. Bunganya juga banyak, putih bermekaran sewarna gading gajah. Wuaaahhhh, jadi teringat pada masa kecilku bersama Arunika. Biasanya, kami memanjat pohon kers yang berdiri rimbun bercabang-cabang di depan rumahnya, di pinggir jalan. Sebenarnya aku termasuk penakut jika berada di ketinggian, jadi Arunikalah yang selalu memanjat sampai sampai cabang tertinggi. Sampai-sampai nggak terlihat dari bawah karena tertutup daun-daun. Haha. Haha. Kadang-kadang aku mengandalkan pemberian Arunika, untuk mendapatkan buah yang benar-benar masak. Itu kalau aku sedang terlalu ill feel untuk ikut memanjat. Kalau nggak, ya, harus terima dengan buah yang masih kuning bersemburat merah muda. Haha. Haha
Wooow!Hari yang manis, indah dan membahagiakan, sungguh. DE SUPER ICE CREAM sudah memberiku sepotong kecil kebahagiaan dengan pekerjaan yang sederhana namun memiliki arti yang sangat besar. Setelah kurenungi selama beberapa menit, berulang kali di sela-sela pekerjaan menerima telepon, mencatat pesanan dan menyelipkan kertas memo ke loket Tosca ternyata posisiku sangatkah penting di sini. Menjadi pengubung antara pelanggan dan DE SUPER ICE CREAM. Bagimana, keren, kan?Ya, yaaahhh, walaupun rasanya sampai berbusa-busa sih, karena semakin malam pesanan es krim untuk besok semakin banyak. Well, sampai sekitar tiga puluh lima pesanan. Jariku juga keriting, melayani pemasanan es krim dan makanan andalan DSIC---French fries, waffel dan pi
Sumpah!Ingin tertawa tapi takut tersedak dosa. Kenzy kenapa, sih? Aneh! Ya ampuuun, aku kan nggak kemana-mana lagi setelah ini? Lagipula mau kemana, coba? Home work yang dari DFF pun baru kukerjakan beberapa nomor, masih kurang banyak. Apa Kenzy nggak baca jadwal sekolah dan kerjaku? Aku kan sudah menempelnya di papan pengumuman? Itu, yang disamping lemari es. Sudah kutulis semua, lho. Iiihhh, masa tulisan sebesar itu nggak terlihat juga?"Ya, Nya Anyelir?" pinta Kenzy lagi penuh dengan harapan, "Aku serius, nih!""Oh, God!" elakku sambil berusaha melepaskan diri dari Kenzy, "Aku kan udah pulang, Kenzy? Habis ini udah nggak ada acara ap
Haruskah aku mengakuinya sekarang, pagi ini?Semenjak kemesraan yang terjadi di dapur secara refleks semalam---Kenzy menyentuh bibirku dengan love kiss dan entah bagaimana ceritanya aku menerima dan menikmati, membiarkan itu terjadi hingga beberapa detik lamamaya---kami, terutama aku sudah nggak canggung lagi ketika berdekatan dengannya. Termasuk ketika tiba-tiba kemesraan itu terhenti begitu saja karena alarm saus spaghetti yang sudah matang, aku justru tersenyum sambil menatap penuh-penuh bola mata Kenzy. Ya, yaaahhh, walaupun sempat tersipu-sipu malu juga sih. Tapi dibandingkan dengan waktu-waktu yang telah berlalu, semalam itu luar biasa.Bagaimana awalnya?
Haaa, maksudnya?Aku harus cantik terus untuk dia, begitu? Sampai dia tua renta? Yakin? Haha. Haha. Memangnya, aku tuh siapanya, sampai memiliki harapan sebesar itu? Bukankah aku ini tak ubahnya gadis lugu, imut-imut dan lucu yang terjerat dalam jaring-jaring pernikahan kontrak dengannya? Ummm, yaaahhh sama sih, dia juga begitu. Enggg, kami sama-sama terjerat. Apa dia lupa, aku bukan siapa-siapa? Kalau aku cantik, efeknya apa? Kalau nggak cantik, efeknya apa? Nggak akan berakibat apapun, kan? Yakin seratus persen, nggak akan mempengaruhi kredibilitasnya sebagai anak pengusaha tajir melintir kue puntir di seantero Ibu Pertiwi. Bukan hanya tajir melintir kue puntir sih, sebenarnya tapi juga menduduki peringkat tiga besar. Ya, yaaahhh, andai ada yang menilai dan membuat peringkat dalam hal ini, lho. Hehe. By the
Di sekolah, aku nggak konsentrasi sama sekali. Sampai-sampai Mr. Abraham memintaku mengulang berkali-kali hanya untuk memperhatikan bagaimana susunan kalimatku dalam percakapan sehari-hari. Ya, pelajaran kami hari ini tentang daily conversation termasuk ketika berbelanja di kopermolen, pergi ke kantor pos, perpustakaan, stasiun atau jalan-jalan santai dan bertemu dengan tetangga sekitar rumah. Tapi sumpah! Rasanya aku kembali terbata-bata seperti seseorang yang baru pertama kali belajar bahasa Belanda. Padahal kata-katanya sudah tertulis dalam benak, lho. Sungguh, wajahku terasa seperti melepuh dan mengelupas karena tersiram air panas. Ah! Sampai berpikir, andai bisa memakai topeng atau sejenisnya untuk menutupi rasa malu yang merambat ke luar kulit wajah. Untung Mr. Abraham jauh lebih peka dari pada waktu-waktu sebelumnya. Jadi, dia menyuruhku untuk istirahat sambil mencatat di buku tulis khusus untuk Conversation C
Mungkin, kalau dibuat manga, ubun-ubunku akan mengeluarkan asap tipis yang meliuk-liuk di udara. Asap panas yang berisi kecemburuan terhadap Arunika. Menguap dan menghilang begitu saja di udara. Jujur, selama ini, perasaan itulah yang mendominasi hati sehingga menggerus pemikiran positif dan jiwa optimis yang sudah menjadi prinsip hidup. Bagaimana tidak? Galih sudah seperti urat nadiku sendiri. Bagaimanapun, meskipun sudah berstatus sebagai isteri Kenzy, jelas aku nggak rela itu terjadi. Pernikahan Galih dan Arunika, tentu saja sudah berhasil memporak porandakan seluruh hidupku dengan sempurna.Well, bagiku Galih my Love takkan pernah tergantikan oleh siapapun. Di dunia ini hanya ada satu cinta bagiku dan itu Galih. Damar Galih.
Siapapun bisa berubah!Itu benar. Kenzy dan aku buktinya. Dalam waktu yang sangat singkat---kurang dari separuh musim---Kenzy mengalami perubahan yang kuar biasa baiknya. Bukan hanya karena berhasil meninggalkan rokok, alkhol dan teman-temannya saja---termasuk koleksi wanitanya---tapi juga berhasil memperbaiki sikap dan tutur katanya. Sungguh, rasanya itu bukan lagi Kenzy yang selama ini kukenal. Lembut, baik dan terasa tulus. O'oooo, jadi merasa bersalah lagi karena pernah men-judge dia sebagai Batu Karang dan Manusia Plastik. Kalau benar dia batu karang, nggak akan semudah itu merapuh dan keropos meskipun terguyur air hujan dua puluh empat jam full selama ratusan hari. Iya, kan? Nah, kalau benar Kenzy adalah Manusia Plastik, nggak mungkin kan, bersikap semanis itu padaku? Sorot matanya, senyumnya, gestures … Rasanya seperti e
De Swiiing!Entah bagaimana awalnya, aku nggak terlalu ingat, rasa-rasanya ada sesuatu yang aneh di ruang perawatan ini tapi nggak tahu, apa. Om Dirga masih berdiri sambil menyedekapkan tangan di bawah kaki Kenzy, sama seperti posisinya semula. Miss D sudah selesai melepaskan sonde dan sekarang Doctor, dibantu Nurse mulai melepaskan jarum infus yang tertancap di punggung tangan sebelah kanan. Mereka melakukan transfusi darah dari sana. Sampai di sini aku memandang ke segala arah, mengingat keanehan yang sempat kurasakan tadi.Nothing is weird but I feel that!Kembali, aku memandangi wajah Kenzy yang kadang-kadang tertutup tangan Doctor atau Nurse karena pekerjaan mereka melepas ventilator belum selesai. Wajah yang kalau dalam keadaan sehat terlihat tampan dengan
Di antara bayang-bayang Kenzy yang mengulum senyum manis dan segenggam kebahagiaan, aku menguatkan diri untuk tanda tangan. Meskipun air mata tak kunjung berhenti dan keringat dingin semakin deras mengalir, aku berusaha untuk menguatkan diri. Kuat, tegar untuk Kenzy. Demi suami tercinta sepanjang masa. Miss D dan Doctor menunggu dengan sabar di seberang meja. Tenang, Miss D mengusap-usap punggung tanganku, senyumnya terlihat tipis tapi tulus. Sementara Doctor duduk bersedekap tangan dengan raut wajah setegang robot lowbat.Sungguh, sampai detik ini, aku masih merasa jahat!Jahat, karena harus melalukan semua ini, meskipun itu demi kebaikan Kenzy. Cukup, cukup satu musim dia menjalani masa komanya. Nanti, besok jangan lagi. Aku sudah nggak sanggup lagi melihatnya seperti ini. Oooh, ooohhh, my God! Baru satu kali itu aku me
"Kamu …?" aku mendelik menatapnya, "Ngapain kamu ke sini, keluar!"Betapa terkejutnya aku, saat Kenzy dengan tenang dan santainya masuk ke kamarku. Padahal, sebelum ijab qabul tadi sudah berjanji kalau nggak akan pernah menginjakkan kakinya di sini. Wuaaahhh, sepertinya dia meremehkan ya, kan?"Kenzy, keluar!" dengan amarah yang semakin membesar, aku menunjuk ke arah pintu, "Keluar, Kenzy!"Tap, tap, tap!Terdengar langkah kaki Papa menuju ke sini, membuat kami sama-sama terkejut. Mungkin Kenzy pun bingung harus bagaimana, jadi dia mendekat padaku, sedekat-dekatnya. Tentu saja, itu masih belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan saat Papa sudah benar-benar muncul di depan pintu, Kenzy me
Miss D terperangah, menatapku dengan karakter kucing yang dilanda konflik besar, antara harus mencuri ikan di atas meja atau menahan lapar sampai diberi makan oleh majikannya. Tapi aku tak peduli lagi, tentu saja. Apa yang harus kupedulikan? Itu, ventilator, sonde, jarum infus yang melekat di tubuh Kenzy sudah tak berguna lagi kan? Sudah nggak ada fungsinya lagi, kan? Untuk apa dilanjutkan? Hanya menambah kedalaman luka saja!"Please, do that now, Miss D?" aiu meratap-ratap, memohon dengan segala perasaan yang merasuki diri, "For Kenzy, For me …!"Dalam detik-detik yang berdetak begitu cepat, seolah-oleh roda mobil yang melaju cepat ke sebuah tempat di lereng bukit, kami saling berpandangan dengan mulut ternganga. Aku, napasku memburu, selayaknya seorang prajurit yang berhadapan dengan seseorang yang sangat penting untuk
Papa meraih pergelangan tanganku, menahannya dengan sedikit tekanan yang menyakitkan, tentu saja. Hal yang belum pernah Papa lakukan selama aku menjadi anak pungutnya. Well, aku yakin, seluruh dunia juga tahu, selembut dan semanis apa Papa memperlakukan aku selama ini. Ah, lebih lembut dari butiran salju. Lebih manis dari es krim susu vanilla. Jadi, kalau sampai Papa melakukan itu, berarti ada sesuatu yang bersifat penting dan genting.What is that?I don't know!Yeaaahhh, only he knows, of course!"Anyelir!" Papa memanggil dengan suara bergetar yang aku nggak tahu kenapa, nggak ingin tahu juga, "Kamu, nggak mau ikut nganterin Papa ke bandara, besok pagi?"Finallly H
Hanya bisa bernapas dan memandang ke arah mama Sophia dengan mata yang semakin memburam oleh air mata. Aku merasa benar-benar terjepit sekarang. Terjepit di antara dua bilah pedang yang berkilau tajam plus haus darah. Oooh, ooohhh, my God! Kenzy masih koma, bahkan harapan hidupnya semakin menipis. Bisa dikatakan habis, malah. Sudah begitu, seolah-olah itu belum cukup untuk meluluh lantakkan seluruh hati dan perasaan yang terkandung di dalamnya, Papa menyingkap tabir rahasia tentang hidupku yang sesungguhnya.Jahat. Jahat. Jahat.Apa, apa yang bisa kuharapkan sekarang?Apa masih ada harapan?Papa menjadikan aku Musim Semi, Little Princess dan Anyelir Nuansa Asmara hanya untuk dijadikan pengisi kotak hadiah
Papa kembali ke rumah sakit, setelah tiga hari beristirahat di rumah. Om Dirga hanya menjenguk Kenzy sebentar lalu kembali ke kantor, karena masih banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Jadi, aku memanfaatkan kesempatan berdua kami untuk berbicara. Sebisa mungkin, dari hati ke hati dan tanpa lonjakan emosi. Selain sadar kalau ini rumah sakit, kami juga nggak pernah bertengkar selama ini. Belum pernah. Nggak lucu kan, kalau dalam kondisi Kenzy yang masih koma, kami justru bertengkar?"Papa," aku memanggil setelah selesai mengepang rambut ala Elsa dan mengikatnya dengan karet gelang, "Ada yang perlu Anyelir tanyakan Pa, boleh?"Aku memindai kebohongan di bola mata Papa. Kebohongan yang nggak kuharapkan sama sekali, sebenarnya. Emmmhhh, pasti Papa lupa kalau dia bahkan selalu mengancamku dengan rotan untuk setiap kebohong
Leiden, 28 September 2018Dear Angel,Begitu banyak yang terjadi dan yang paling besar adalah Kenzy yang masih koma. Bukan hanya itu. Bahkan, secara medis, harapan hidup Kenzy hanya tinggal lima sampai sepuluh persen lagi. Jadi, kalau dokter yang menangani melepaskan semua alat penunjang kehidupannya, kemungkinan besar---Miss D mengatakan tanpa kemungkinan yang berarti pasti---Kenzy akan meninggal dunia. Well, tentu saja, aku nggak mengizinkan siapapun dokter ahli kanker di dunia ini untuk melakukannya! Kamu tahu kan Angel, apa maksudku? Hidup dan mati manusia, mutlak berada di tangan Tuhan. Iya kan, Angel?OK!Kalaupun Kenzy harus meninggal Angel, jangan karena kami melepaskan jarum infus atau ventilatorn
Papa pulang ke Sleedorn Tuin sore ini, diantarkan Om Dirga. Jadi fixed, malam ini aku sendirian menjaga Kenzy di rumah sakit, karena Om Dirga harus menemani Papa. Itulah mengapa, sedari tadi sibuk menyiapkan segala hal untuk lebih intensif mengaktifkan kesadaran Kenzy. Pening, rasanya. Pening kuadrat. Tahukah kalian? Begitu banyak ide dan rencana menjejali ruang pemikiran yang terasa kian menyempit. Ruwet dan rumit. Tapi aku memilih untuk mendahulukan album foto Kenzy dan Kinanti, tentu saja. Ya, yaaahhh, meskipun kadang-kadang rasa cemburu membakar pinggiran hati tapi apa boleh buat? Dalam situasi sepenting dan segenting ini, aku nggak mungkin egois dan emosional, bukan? Toh, kalau Kenzy sadar, aku juga yang bahagia. Bukan Kinanti. Iya, kan?Sooo, this is it!Seperti biasa, aku menggenggam telapak tangan kiri Kenzy dan mengaja