POV RASYASebenarnya, aku tidak mau pulang ke Indonesia. Jika saja bukan karena ayahku terkena lumpuh, aku pasti akan tetap memilih tinggal di Singapura.Aku benci pada ayahku atas apa yang dia lakukan pada ibu saat aku masih SMA. Ibuku yang bernama Almira, sampai pergi untuk selama-lamanya atas perbuatan bejatnya.Datang ke Indonesia juga membuat rasa sakit itu kembali terasa dalam hati ku. Rasa sakit ketika aku melihat ibuku sendiri meninggal di depan mata kepalaku sendiri atas perbuatan ayah ku sendiri. Perih dan pedih sekali rasanya.Namun, saat ini aku berusaha memaafkan kesalahan ayahku. Meskipun itu sangat berat. Aku berusaha ikhlas atas kepergian ibu dan menganggap itu semua memang sudah takdir. Aku berusaha baik lagi pada ayahku. Apalagi, sekarang ayahku tengah sakit. Aku tidak mau menjadi anak durhaka. Dan aku tidak mau sampai tidak ada kesempatan lagi untuk berusaha memaafkannya.Tidak hanya itu, kembalinya aku ke Indonesia juga semakin takut membuat ku tidak bisa menghilan
Amar sampai di rumah ibunya Via---Bu Nazwa. Ia menutup pintu mobilnya dan melihat ada Bu Nazwa yang tengah di teras luar. Berkali-kali Amar menghela nafasnya untuk berusaha berani menanyakan Via pada Bu Nazwa."Kamu harus berani, Mar. Kamu itu lelaki, kamu harus gentle!" batinnya berucap menguatkan dirinya sendiri.Bu Nazwa yang tengah ada diluar menunggu kedatangan Via langsung berdiri begitu melihat Amar datang. Ia merasa sangat kecewa atas apa yang Amar lakukan pada putrinya."Assalamualaikum, Bu." Ucap Amar sambil menjulurkan tangannya setelah menghampiri Bu Nazwa. Ia ragu-ragu melakukan hal itu, karena meyakini jika Bu Nazwa juga akan kecewa padanya."Wa'alaikum salam." Sambil meraih uluran tangan Amar, Bu Nazwa menjawabnya. Meskipun dia merasa kecewa, ia merasa tetap harus bersikap dengan baik."Bu, Maaf saya mau ketemu Via. Via pasti ada disini 'kan, Bu ? Saya mohon ijinkan saya untuk bertemu dengan Via, Bu." Pinta Amar dengan penuh harap. Perasaannya sangat malu sekali karena
BUGH! "Se-tan! Ngapain Nura ke rumah segala!" Amar memukul setir mobilnya dengan keras dan penuh rasa marah begitu melihat Nura sudah ada di teras depan rumahnya. Ia merasa semakin pusing dengan kehadiran Nura dalam kondisi dirinya seperti ini. Lelaki itu merasakan hidupnya benar-benar hancur saat ini. Semua terasa berat untuk dia jalani.Nura yang sudah menunggunya sejak tadi. Ia langsung berdiri begitu melihat mobil Amar masuk ke gerbang dan berhenti di bagasi. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada karena sangat marah pada Amar yang tak bisa dihubungi. Ia tidak terima dengan perlakuan dingin Amar terhadapnya.Dengan perasaan yang terasa mumet, Amar turun dari mobilnya. Ditambah lagi dengan kehadiran Nura yang semakin menambah rasa marah dalam hatinya."Bagus ya, kamu! Aku telpon berkali-kali nomor kamu gak aktif! Ke kantor juga gak datang! Dan waktu malam kamu ninggalin aku sendirian di apartemen! Maksud kamu apa cuekin aku, Mas ?!" tanpa aba-aba Nura langsung menyambar Ama
Bu Nazwa tertegun melihat Rasya, anak dari Bu Almira--sahabatnya itu. Bu Nazwa sangat pangling dengan perubahan Rasya yang begitu menakjubkan."Bu. Masih ingat Rasya ?" Sambil menjulurkan tangannya, Rasya tersenyum ramah menatap wanita dihadapannya."Ya Allah... Ini beneran Rasya ? Jadi Nak Rasya beneran pulang ke Indonesia ? Ibu sampai pangling." Bu Nazwa meraih uluran tangan Rasya sambil tersenyum penuh kagum akan perubahan Rasya yang semakin bersih dan tampan.Ia mengelus-elus punggung Rasya saat punggung Rasya masih membungkuk menyalami punggung tangannya. Rasya sudah dianggap seperti anak sendiri baginya. Yang paling membuat Bu Nazwa takjub, sikap rendah hati Rasya yang tidak pernah berubah. Meskipun sudah delapan tahun tidak bertemu, Rasya tetap tidak melupakan dirinya. "Ibu sama bapak gimana kabarnya ?" tanya Rasya setelah kembali menegakkan punggungnya."Alhamdulillah.. ibu baik sama bapak baik, Nak. Ayahnya Via itu sibuk terus. Ia tengah ada kerjaan proyek di luar kota. Kamu
"Kemarin kamu kemana Amar ?! Tidak ijin untuk tidak masuk kantor! Nomor kamu tidak dapat hubungi! Apa kamu tahu apa yang kamu lakukan itu sangat merugikan perusahaan ?!" Direktur perusahaan tempat Amar bekerja menatap Amar dengan penuh Amarah.Direkturnya itu berdiri dengan kedua telapak tangan tertaruh di meja. Namun, tatapannya benar-benar tajam pada Amar.Tak ada yang bisa Amar lakukan selain dia duduk menunduk menerima dirinya dimarahi oleh atasannya. "Apa kamu tahu ?! Ada perusahaan yang kecewa gara-gara kamu tidak datang meeting sesuai yang sudah dijadwalkan! Nura yang tugasnya sekertaris juga ngapain aja ?! Apa dia tidak bilang sama kamu jika kemarin ada meeting ?!"Amar masih terdiam dan juga merasa marah pada Nura. Ia menginginkan,harusnya Nura memberi tahunya jika ada meeting waktu kemarin. "Dan akhir-akhir ini.. saya lihat kinerja kamu juga berantakan! Banyak laporan-laporan yang mesti kamu perbaiki lagi!" Amar juga menyadari jika akhir-akhir ini dia memang jadi sering ti
Saat aku turun dari pintu mobil, Sial-nya mobilku terparkir bersebelahan dengan mobilnya Mas Amar. Yang membuat ku terkejut, aku lihat Nura turun dari pintu mobilnya Mas Amar. Ternyata Mas Amar masih berhubungan dengan wanita yang telah menghancurkan pernikahan ku itu. Bahkan, Aku tak habis pikir, Nura selingkuhan suamiku itu juga ikut ke pengadilan.*****Nura dan Mas Amar sama-sama turun dari mobil."Hai, Via. Akhirnya ya, kamu akan segera pisah juga dengan Mas Amar." Sambil menyandarkan punggungnya ke mobil Mas Amar, Nura menatap ku dengan tersenyum menyeringai dan dengan kedua tangan yang menyilang di depan dada. Ia terlihat puas dengan perpisahan ku.Aku tersenyum sinis, Kali ini akhirnya wanita busuk itu terang-terangan menunjukkan sifat aslinya. Tidak lagi berpura-pura baik padaku."Akhirnya juga ya, aku bisa tahu sifat asli kamu. Ternyata kamu cuma manusia busuk dan bermuka dua!" Aku menimpali.Ia terkekeh. "Aku gak peduli ya, kamu mau bilang aku apapun. Yang pasti, sebentar
"Jadi ternyata Rasya ada di Indonesia ?" Ucap Nura saat Rasya dan Via sudah pergi."Kamu tahu juga sama Si Rasya itu ?" tanya Amar geram begitu membicarakan Rasya. Nura manggut-manggut."Tahu, Sih. Tapi gak terlalu kenal. Rasya 'kan beda SMA sama aku dan Via. Aku juga gak terlalu kenal sama Rasya. Cuma pernah ketemu beberapa kali aja waktu dulu. Apalagi, aku kenal Via 'kan dari mulai SMA. Aku gak terlalu tahu soal Rasya." Tutur Nura.Amar manggut-manggut dan berniat dalam hati untuk memberikan pelajaran pada Rasya.*****DUA HARI KEMUDIAN...Jam 10 malam.Malam ini, Di apartemen, Amar sengaja menunggu kedatangan Rasya untuk berniat memberikan pelajaran pada Rasya karena merasa Rasya adalah penyebab Via menggugat pisah dirinya. Ia berdiam di dalam mobilnya yang dia parkir di parkiran apartemen. Sudah sekitar setengah jam dia menunggu kedatangan Rasya."Nah, itu dia. Akhirnya dia datang juga! Lihat saja, akan aku beri pelajaran kamu!" Ucapnya dengan perasaan yang dendam begitu melihat m
"Tunggu, Mas." Ucap Nura yang menahan dada Amar saat Amar hendak mencumbui bibirnya. Wanita itu menyentuh langsung pada dada Amar karena lelaki di hadapannya sudah tidak lagi memakai kain sehelai benang pun, hingga memperlihatkan dadanya yang bidang dengan otot yang terbentuk sempurna di bagian bahu tangannya.Amar hanya memakai celana pendek.Mereka hendak melakukan hal yang biasa mereka lakukan layaknya pasangan suami istri. "Kenapa ?" tanya Amar heran. Ia kembali menegakkan tubuhnya dan menatap pada Nura yang tengah duduk di pinggir tempat tidurnya."Sampai kapan kita akan kayak gini terus, Mas ?" Keluh Nura. Wanita itu menatap lirih pada Amar."Kayak gini terus ? Maksud kamu apa, Sayang ? Aku masih belum ngerti ucapan kamu ?" Amar yang masih bingung, Ia menatap heran pada wanita dihadapannya itu."Ada yang mau aku tunjukkan sama kamu, Mas."Nura berdiri, ia berjalan menuju tas-nya yang dia simpan diatas laci.Lalu, Ia merogoh tasnya dan mengambil alat tes kehamilan yang masih dal
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - ENDDua hari kemudian, Pak Bram di operasi jantung. Rasya sendiri yang memilih untuk mengoperasi ayahnya itu sebagai bakti pada ayahnya. Operasi berjalan dengan lancar. Jantung Bu Sinta sudah berhasil dicangkokkan pada tubuh Pak Bram. ***Dua bulan kemudianSudah sekitar dua bulan lamanya, Amar tidak berani keluar rumah. Ia trauma dipenuhi penyesalan atas kepergian keluarganya gara-gara dirinya. Dan ia juga malu dengan keadaan wajahnya yang sekarang. Bi Darmi yang merupakan asisten rumahnya, membantu Amar untuk bisa kembali seperti sebelumnya. Keadaan psikisnya cukup terganggu. Usaha restorannya juga tidak dijalankan. Ia memilih menutup usaha barunya itu. Setiap kali ia melihat restoran tersebut, Ia selalu teringat pada semua kesalahannya yang sudah menyebabkan semua keluarganya meninggal dan juga teringat pada wajahnya yang sekarang menjadi tidak setampan dulu lagi. Ia teringat pada kejadian saat Lidiya menyemburkan air keras itu pada w
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Keadaan AmarSatu Minggu kemudian...Sekarang, Amar membuka matanya setelah melewati masa kritis yang cukup lama. Di ranjang pasien, Tatapannya melihat ke atas, mengingat dimana ia sekarang, dan apa yang sudah terjadi padanya. "Aku, di rumah sakit ?" tanyanya sendiri, Setelah melihat ruangan tersebut. Tak lama ia tersadar pada semua kejadian sebelumnya. Perasaannya mendadak pedih. Ia menghela nafasnya. Rasanya semua yang terjadi padanya begitu berat untuk ia terima."Huh... Aku baru sadar, Aku kehilangan Keluargaku, dan yang terakhir, aku bertemu Lidiya, dan...." Ia teringat apa yang dilakukan Lidiya pada wajahnya. Mendadak ia membangunkan tubuhnya hingga posisi duduk dengan panik. Amar langsung memegangi wajahnya yang masih dienuhi per-ban itu dengan kedua tangannya. "Wajah aku ?! Lidiya menyemburkan air keras pada wajahku! Apa wajahku baik-baik saja ?! Batinnya gelisah." Ia mencari keberadaan dokter. "Dok!!! Dokter!!! Dokter!!!" Teriak
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Hancur!"Ternyata dia disini!" Batinnya geram.***"Ternyata aku gak perlu susah payah untuk menyerahkan kamu ke polisi!" ucap Amar. Lidiya membalikkan badannya, Melihat pada seorang lelaki yang sudah membuatnya tergila-gila jatuh cinta juga sudah membuat dirinya hancur sehancurnya. Ia tersenyum sinis dengan kedatangan Amar. "Akhirnya kamu datang juga, Mas." Lidiya mengucapkannya dengan santai. Berbeda dengan Amar yang sudah dipenuhi amarah."Kamu benar-benar perempuan tidak waras! Kamu sudah membunuh semua keluarga aku!" Pekik Amar dengan tatapan ta-jam tanpa basa-basi."Benar-benar gi-la! kamu, Lidiya" Lagi-lagi Lidiya hanya tersenyum sinis dengan santainya. Ia senang melihat Amar begitu marah atas perbuatannya. "Aku memang gi-la, Mas. Aku menjadi gi-la seperti ini karena kamu. Apa yang aku lakukan, Semua itu karena kamu sendiri, Mas. Kamu sendiri yang menyebabkan semua ini terjadi. Bukankah aku sudah pernah bilang sama kamu, Aku akan m
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - POV LidiyaSetelah beberapa menit kemudian, Nura mulai sekarat. "A... A.. " lirihnya kesakitan. Semua orang yang ada disana panik. Amar segera menggenggam telapak tangannya dan menatapnya lirih."Ma-af, Mas... A-ku ha-rus per-gi.." Amar tak berkata apapun. Ia hanya menangis mesti siap kehilangan Nura, setelah ia kehilangan anaknya. "Ikuti aku, Ra..." ucap Via. Ia mendekati Nura dan menurunkan kepalanya untuk membisikan kalimat syahadat ke telinga Nura. "Asyhadu a La ilaha ilallah.... " Ucap Via. Dengan susah payah Nura berusaha mengikuti."Asyh-- ha.. du a... La- i-lah-ha-i-la-lah...." Ucap Nura."Wa.. asyha du an... na.. Muhammadar.... Rasulullah....." Ucap Via lagi. Nura kembali berusaha mengikuti. "Wa.. asyh.. ha..du..an..na..Mu-ha-mad-dar... Ra-su-lu-lah... Huh....." Ucapnya hingga kemudian hembusan nafasnya berakhir. Nura sudah tiada. Air mata pun mengalir dari pelupuk mata Via dan Bu Sinta, juga Amar. Sedangkan, Rasya dan Diana ha
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Maaf (132)"Ya Allah, Tolong jangan ma-tikan aku dulu sebelum aku meminta maaf pada Via dan ibu. Aku ingin menuntaskan dulu semuanya...." lirihku dalam hati dengan sungguh. Selama ini, Aku sangat jarang sekali berdoa apalagi shalat. Aku benar-benar sombong dan telah tertipu oleh segala ujian dunia hingga aku menjadi manusia yang begitu ja-hat.***Nura juga teringat pada Amran. "Amran... Dimana dia ?" Batinnya. Hingga kemudian ia baru tersadar ada suara seorang lelaki yang menangis sesenggukan dan terdengar begitu terpuruk. Hii..hii..hii... Tangis tersebut adalah tangisan Amar yang masih meratapi Amran yang sudah tiada. Amran dirawat di ruangan IGD di sebelah Nura. Mereka hanya terhalang oleh sebuah tirai hijau. Mendengar tangisan Amar, Nura dalam keadaan sangat lemah itu, menjadi cemas. "Apa yang terjadi dengan Amran ?" batinnya lagi. "Ma-s!" Nura pun berusaha memanggil Amar. Namun Amar tak dapat mendengarnya karena suara tangisnya se
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Detik Terakhir[Halo.... Sayang. Aku Lidiya. Sekarang aku ada dirumah kamu. Dalam hitungan menit, kemungkinan kamu akan kehilangan semua keluarga kamu] Jawab seseorang yang ada ditelpon yang langsung diakhiri begitu saja dari sana. Suara wanita yang tidak. asing itu, seketika membuat Amar terkejut. Ia panik. "Lidiya ?! Keluargaku!" ucapnya syock.***Amar segera berdiri, kemudian mengambil kunci mobilnya. "Mereka dalam bahaya!" Ucapnya, sembari melangkahkan kaki keluar pintu ruangannya. Ia segera menuju mobilnya, dengan cepat langsung masuk kedalam mobil, dan tak lama kemudian ia segera melajukan mobilnya dengan kecepatan yang cukup cepat. Ia panik, pikirannya kacau takut terjadi apa-apa pada keluarganya. Di sisi lain, Nura masih meringis kesakitan. Pikirannya kalut, apalagi begitu mendengar suara pecah Alasaka yang semakin membuatnya panik, takut terjadi hal buruk juga pada ibunya dan Amran. "Apa jangan-jangan ka-mu masukan ra-cun ke ma
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Dendam LidiyaLidiya membawa makanan-makanan sup daging sapi yang sudah berisi racun itu ke meja makan. Sedangkan, mangkuk berisi makanan untuk dirinya dan Alaska, sengaja masih ia simpan di dapur agar tidak tertukar dengan makanan-makanan yang sudah dicampur dengan racun. Dengan ramah, ia menaruh satu persatu mangkuk berisi sup sapi itu ke depan Bu Sinta dan Nura. Untuk Amran, Amran makan berdua dengan Bu Sinta, sehingga di satu mangkuk-an, karena Amran mesti disuapi. Aroma lezat dari sup itu membuat siapapun yang menci-umnya, langsung merasa lapar. Hingga tak ada sedikitpun rasa curiga dari Bu Sinta dan Nura pada Lidiya."Aduh, Nak Lidiya. Ibu jadi gak enak gini, sampai disiapkan segala. Makasih ya." ucap Bu Sinta dengan ramah. Lidiya membalasnya dengan berpura-pura tersenyum. "Iya, Bu. Gak papa. Malahan saya seneng banget bisa kumpul sama kalian semua. Saya udah berasa sama keluarga kalo sama kalian. Tahu sendiri, Mas Robby 'kan sibuk
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Botol Racun"Nura, Kamu masih marah sama ibu ? Sudah lama kamu diamkan ibu terus... Ibu tidak tau harus bagaimana lagi untuk bisa mendapatkan maaf kamu, Ra..." ucap Bu Sinta disaat Nura tengah duduk memainkan ponselnya berselancar di sosmed. Sedangkan Amran sudah tidur, setelah ditidurkan oleh Bu Sinta sejak beberapa menit yang lalu. Dan Amar masih berada di restaurant untuk mengecek usaha barunya itu. Itu sebabnya, Sekarang di rumah hanya ada Bu Sinta dan Nura. Dan bagi Bu Sinta, Ini waktu yang tepat untuk ia berbicara serius dengan Nura. Mendengar itu, Nura langsung meletakkan ponselnya ke meja. Suasana hatinya mendadak kesal. Kemudian ia menoleh dengan sengit menatap ibunya itu. "Apa dengan kata ma-af, Ibu bisa membuat aku tidak menjadi anak dari seorang perempuan yang pernah menjadi wanita malam ?!" Bu Sinta hanya terdiam pilu. Sedangkan Nura langsung berdiri. Perasaannya mendadak penuh amarah juga sedih."Apa ibu tau, Hati aku sakit,
MEMBALAS PENGKHIANATAN SUAMI DAN SAHABATKU - Mengobati (128)Rasya mendorong Pak Bram yang sekarang tengah ada dikursi roda, usai diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Ia melangkah masuk, Sedangkan Via yang menggendong Adiba, dan Pak Padli yang menggendong Aqila, juga Bu Nazwa, berjalan dibelakang mereka. Hari ini adalah hari penuh bahagia bagi mereka, Karena Rasya dan Pak Bram bisa memiliki hubungan yang baik kembali. "Ayah, Nanti ayah tidur dikamar bawah ya, biar lebih mudah kalo mau ke dapur. Nanti bibi juga akan bantu ayah. Rasya juga akan terus periksa keadaan ayah." Pak Bram mengangguk diiringi senyum.***Hingga kemudian, Pak Bram dan yang lainnya berbincang diruang tengah. Rasya meminta ayahnya itu untuk istirahat, Namun Pak Bram ingin berkumpul dulu dengan keluarganya. "Mas, Aku mau masak dulu, ya ?" ucap Via pada Rasya yang tengah duduk di sampingnya."Oh, Iya. Adiba biar aku yang gendong." Rasya mengambil alih Adiba dari pangkuan Via. "Adiba, Sama ayah dulu ya." Adiba