Setelah berbincang dengan teman kecilnya, Margareth bergegas berpamitan dan semakin mempercepat langkahnya. Rasanya ia sudah tidak sanggup memapahkan kaki di rumah masa kecilnya ini, ucapan Rio masih terus terngiang dipikirannya bahkan hatinya semakin sedih. Apa yang ia rasakan saat ini belum seberapa dengan apa yang dirasakan keluarganya, ia baru menderita beberapa hari sedangkan keluarganya berpuluh tahun. Tepat dijalan raya, Margareth termenung seorang diri sambil melihat kendaraan yang lewat, ia masih tidak menyangka jika nasibnya akan seperti ini. Tak mau terlalu bersedih, Margareth kembali berjalan tak tentu arah, tatapan kosong pun menemani setiap langkahnya hingga ada dititik ia sangat lapar juga harus, kebetulan ada warung makan pinggir jalan menyajikan beraneka makanan dengan menu yang menggugah selera apalagi para pengunjung makan di sana ditemani es teh dan es jeruk, semakin menambah rasa keroncongan di perutnya. "Lapar sekali.. Ayo perut bekerja samalah dengan baik, ua
Melihat bentuk rumah yang ia kontrak sangatlah miris baginya, namun mau bagaimana lagi? Dirinya sudah terusir dari keluarga Yudhistira bahkan suaminya sendiri yang mengusirnya, jadi mau gak mau dirinya harus mulai hidup dari 0.Dikontrakan yang ia tempati masih kosong dan tidak ada benda tambahan apapun, hanya ada kasur lapuk, kipas angin kecil, lemari plastik yang berdebu. Sungguh miris memang, mau gak mau semuanya harus dibersihkan terlebih dahulu karena kata sang pemilik kontrakan, Margareth terlalu mendadak untuk menepati jadi tidak ada waktu untuk membersihkan terlebih dahulu. Setelah membersihkan semuanya, kini Margareth ingin mandi, namun lagi-lagi ia kebingungan karena tak ada ember, gayung, perlengkapan mandi juga pakaiannya. Dengan penampilan kumal seperti ini memaksanya untuk keluar kontrakan membeli barang yang dibutuhkan. Kebetulan ada tetangga sebelah kontrakannya sedang membersihkan rumah, dia menyapa Margareth yang notabene tetangga
Hari ini harusnya menjadi hari bahagia Margareth karena tepat hari ini jatahnya ia menang arisan, uang 100 juta sudah seharusnya ada ditangan. Tapin sayangnya Margareth malu jika datang ke tempat arisan dengan kondisi menyedihkan begini, mana ia tidak make up lagi, penampilan yang seharusnya cetar membahana badai masak iya harus berubah drastis layaknya assisten rumah tangga, kan gak mungkin dong? Mana mau Margareth turun pamornya. Lebih baik tetap dikontrakan ini saja deh, kalau pun ikut uang yang ia punya tidak bisa untuk membayar arisan karena uang yang harus disetor sebesar 10 juta rupiah. Margareth suntuk didalam terus, akhirnya ia keluar untuk mencari angin segar. Ketika sedang membuka pintu, kebetulan ada Ella lewat habis berbelanja. Mau tak mau Margareth harus bertegur sapa. "Bu Ella habis darimana?" tanya Margareth sok ramah. "Eh bu Margareth, ini habis belanja diwarung depan sana, kalau jam segini ada tukang sayur yang lewat, bu Margareth gak belanja?" tanya balik Ella.
Sudah sebulan ini Margareth pergi dari mansion mewah yang siapapun ingin menjadi bagian dari keluarga ini. Sayang sekali karena kecerobohan Margareth dan kurangnya rasa syukur membuatnya terjebak dengan ulahnya sendiri, sampai saat ini pun Bowo enggan bertemu dengan pria yang berduaan dengan Margareth. Rasa kecewa juga sakit hati masih bercampur menjadi satu, bahkan sekarang ini perasannya entah bagaimana lagi dengan Margareth. Seperti pagi hari ini, Bowo terlihat melamun di gazebo kolam renang sambil pandangannya tertuju di kolam renang yang sangat luas itu, hari-hari setelah kepergian Margareth membuat Bowo semakin tak bersemangat lagi untuk menjalani hidup, bahkan Bowo jadi jarang sekali bicara dan lebih banyak menghabiskan waktu dikamar, makan pun sudah tidak teratur lagi. Kondisi seperti ini yang membuat Puspa menjadi tidak tega bahkan tidak kuat untuk melihatnya, lama-lama Puspa menjadi kesal sendiri dengan anaknya itu. Dia yang mengusir istrinya malah sekarang dia sendiri yan
Melihat sekelebat bayangan Margareth membuat konsentrasi oma Puspa jadi buyar, tak mau melewati kesempatan akhirnya oma Puspa mengikuti langkah kaki seseorang yang mirip Margareth, menantunya. Memang dilihat dari belakang seperti bentuk tubuh Margareth namun sekarang perbedaannya orang yang ia ikuti ini tubuhnya kurus apalagi pakaian Margareth bukan yang branded. Keraguan malah kini melanda hati juga pikiran oma Puspa, ingin balik ke mobil juga kepalang tanggung, akhirnya oma Puspa memilih kembali mengikuti orang yang dicurigai Margareth secara diam-diam, sebisa mungkin oma Puspa mengatur jarak yang lumayan jauh agar tidak terlalu mencolok. Hingga akhirnya langkah kaki mereka terhenti di sebuah kontrakan bersekat dan ukurannya pun hanya sepetak saja, namun yang membuat nilai plus tempat ini adalah keasrian dan kesejukan nya. Baru melangkahkan kaki beberapa meter saja hawa sejuk dan segar sudah terasa, padahal lingkup kontrakan ini berada di tengah perkotaan. "Apa iya Margareth tingga
Rasa penasaran kian membuncah ketika mommynya menunjukkan tempat tinggal istrinya yang baru, ada rasa tak percaya, mengapa Margareth lebih memilih tinggal di sana? Bukankah dia bisa kembali ke rumah orang tuanya? Apa yang sebenarnya terjadi setelah dia keluar dari sini? Tanda tanya besar terus menghantui pikiran Bowo hingga dirinya sering bolos ke kantor, alhasil anaknya lah yang kerepotan menghandel semuanya. Untuk membuktikan semuanya, Bowo bergegas menuju kediaman orang tua Margareth terlebih dahulu, gak mungkin lah kalau Margareth tidak kesana. Tiba di kediaman rumah mertuanya, Bowo mendapat sambutan tak baik dari tuan rumah, ya siapa lagi kalau bukan Mike. "Ngapain kesini? Ada urusan apa?" tanya Mike ketus dan Bowo kaget bukan main, bukannya disambut dengan hangat malah yang ada ia berkunjung ke rumah sekutu. "Apa kabar pah?" sapa Bowo mencoba mencairkan suasana. "Sudahlah, jangan berbasa-basi, katakan saja apa tujuanmu datang kesini, mana mungkin kalau tak ada urusan penting
Melihat suaminya berada di luar dan kemungkinan sebentar lagi akan mengetuk pintu, membuat Margareth menjadi cemas. Ia takut suaminya sengaja datang kemari untuk memakinya. Benar saja, baru juga Margareth menduga, kini suara ketukan pintu terdengar. Margareth bingung harus bersikap bagaimana apalagi masalah yang sedang mereka hadapi sangatlah pelik. Antara membukakan pintu atau membiarkan membuat Margareth bimbang, sebelum suaminya mengetuk pintu, Margareth sempat mundur beberapa langkah namun setelah itu Margareth kembali maju karena mau gak mau suaminya harus segera ditemui. Hampir saja Margareth ingin membukakan pintu, terdengar suara Ella menanyakan Bowo. "Maaf nih pak, anda siapa ya dan kenapa dari tadi saya dengarkan anda mengetuk pintu rumah ibu Margareth? Ada keperluan apa?" tanya Ella penasaran. "Perkenalkan saya Bowo Yudhistira, saya suami dari ibu Margareth Yudhistira, saya datang kesini ingin bertemu dengannya," jawab Bowo dengan tenang dan senyum. "Astaga.. Pria tampa
Hari yang sudah ditunggu pun telah tiba, kebetulan hari ini adalah hari ulang tahun Margareth dan Bowo berencana ingin mengadakan acara kecil-kecilan yang dihadiri keluarga inti saja, berarti nanti di pesta ulang tahun Margareth kedatangan Maya juga Boy. Oma Puspa sudah tidak sabar untuk membuka tuntas semua aib menantunya itu, sungguh sangat memuakkan selama ini ia pendam aib menantunya seorang diri. Kalau bukan karena keutuhan rumah tangga anaknya, mana mau oma Puspa memilih menyimpan aib busuk Margareth. Sama saja dirinya melindungi dan mendukung aksi keji Margareth selama ini. Pesta diadakan cukup meriah dan keluarga pun datang tanpa ada satu pun yang absen. Boy tak hentinya mengucap syukur karena orang tuanya kembali utuh, hatinya sungguh bahagia. Dirinya tidak bisa membayangkan bagaimana nantinya kalau kedua orang tua yang selalu terlihat harmonis itu tiba-tiba bercerai, membayangkan sudah cukup menyakitkan bagi Boy.
Perihal urusan dengan keluarga Adit kini telah selesai sudah ya meskipun ke depannya mereka tidak akan akrab seperti sebelumnya, begitu juga dengan orang tua Adit, setiap bertemu dengan orang tua Maya terpampang jelas raut kecewa juga benci, namun apa boleh dibuat? Tak ada manusia yang bisa melawan takdir. Rencana pernikahan yang sudah disepakati kini tiba pada hari H nya. Kedua mempelai terlihat sangat serasi bahkan suasana pernikahan kali ini jauh lebih hidup dibandingkan pernikahan sebelumnya, mereka sepakat hanya mengundang kerabat terdekat saja agar nuansa intim acara berasa. Toh Maya sudah pernah merasakan pernikahan yang megah dan mewah meskipun waktu itu hanya diatas kertas alias kontrak. Ijab qabul pun akan segera dimulai, Boy sudah lebih dulu berada dimeja bersama penghulu, saksi dan juga wali nikah. Kenapa Maya tak juga ikut duduk di samping?? Tidak.. Maya akan keluar ketika kata sah sudah terucap dan pernikahan diangap sah. Itu sudah menjadi tradisi keluarga dari Maya, ke
Ayahnya pulang dengan wajah kusut bahkan tak ada kata-kata apapun yang terucap setelah kepulangannya dari rumah Maya. Hal buruk pasti sudah terjadi dan kini Adit bisa merasakannya. "Pak.. Apa yang sudah terjadi?" tanya Adit. "Maafkan bapak yang nantinya membuatmu kecewa bahkan patah hati, Maya, wanita yang kamu dambakan menjadi istri kini hanya tinggal angan-angan saja, Maya menolak lamaran kita dan kini Maya memilih majikannya untuk dijadikan suami, maafkan bapak," jawab Eko sangat sedih. "Apa?? Jadi benar dugaan Adit jika antara Maya dengan majikannya ada hubungan khusus, kenapa waktu itu ketika Adit tanya keduanya membantahnya?" jawab Adit kaget. "Kamu sudah tau semua ini?" tanya Eko. "Kalau tau mereka saling memliki rasa ya baru ini pak, bapak sendiri yang mengatakannya, selama ini Adit hanya menduga saja jika keduanya bukan hanya sekedar majikan dengan bawahan," ucap Adit terlihat sedih. "Bapak juga baru tau ini,
Tiba-tiba saja suasana yang tadi mencekam bahkan tegang kini menjadi canggung, Yudhistira juga Puspa memilih diam setelah semua keluh kesah ia ungkapkan, bukannya menjawab semua pertanyaan yang di lontarkan, Boy lebih banyak diam, hal itu semakin membuat mereka kesal bukan main. "Berhubung semuanya sudah kondusif lagi, maka saya akan menjelaskan semuanya dari awal, saya mohon jangan ada yang menyela atau menghardik di tengah penjelasan," pinta Boy namun tak menjawab sahutan dari siapapun. "Oma.. Apa yang oma tanyakan tadi itu semua benar, saya juga Maya melakukan pernikahan kontrak selama satu tahun karena sebuah keuntungan masing-masing, Boy mendapat warisan yang sudah dijanjikan begitu juga dengan Maya yang bisa membuat keluarganya hidup lebih baik dari sebelumnya bahkan melunasi semua hutang keluarganya, apakah kedua orang tua Maya tau ini? Tentu tidak, Maya beralasan jika ia bisa menebus hutang pada lintah darat karena nantinya gaji setiap bulan di
Merasa semuanya tak bisa dibicarakan sebelah pihak saja membuat Tejo meminta agar Boy mendatangkan keluarganya dan membicarakan semua ini. Awalnya Boy menolak namun karena kegigihan Tejo akhirnya Boy setuju, segera Boy menghubungi papahnya juga oma agar besok datang kesini. Awalnya Yudhistira penasaran kenapa harus sampai datang ke rumah anaknya? Masalah apa yang sedang menimpa? Namun karena anaknya tau menjelaskan dan memilih memberitahukannya nanti ketika bertemu, akhirnya Yudhistira setuju. Baginya mungkin anaknya lebih nyaman jika bertatap muka, berbeda respon dengan omanya, Puspa. Awalnya Puspa kesal karena harus pulang besok pagi padahal voucher yang diberikan cucunya itu untuk 2 hari 3 malam, otomatis Puspa mengomel panjang lebar namun ia tetap akan pulang besok. Masalah keluarganya untuk datang pun sudah beres, kini tinggal mempersiapkan diri jika nanti papah dan omanya memaki Boy habis-habisan. Menunggu adalah hal yang membosankan, begitu juga
"Ada apa Boy? Ini tengah malam," tanya Maya setelah masuk ke kamar suaminya. "Ini tentang kita.. Aku gak bisa menahan lagi semuanya, lebih baik kita jujur dengan kedua orang tuamu," jawab Boy. "Gak.. Aku gak setuju! Aku gak mau bapak kecewa," tolak tegas Maya. "Tidak akan.. Niatku kan baik, lagian selama ini aku tak pernah melanggar perjanjian kita," bantah Boy. "Apapun itu aku gak mau kedua orang tuaku tau, biarkan semua selesai sesuai waktunya setelah itu kita memulai dari awal," pinta Maya. "Semua sudah selesai ketika kita berdua di Bali waktu itu, apa kamu lupa? Kan aku sudah menjelaskan semuanya, lagian selama ini aku bertanggung jawab," ucap Boy yang membuat pikiran Tejo negatif, tanggung jawab? Apa maksud perkataan itu?? Jangan-jangan… ah tak mau berprasangka buruk, lebih baik Tejo tanyakan langsung. Brak.. Suara pintu dibuka dengan keras membuat penghuninya kaget. "Apa maksud perbincang
*Sebelum Boy pulang, terlebih dahulu Boy menelpon oma nya agar tidak pulang ke rumah*"Halo, Boy? Ada apa? Oma lagi sibuk nih," tanya Puspa. "Oma lagi dimana sih?" tanya Boy penasaran. "Oma lagi hangout sama bestie oma dong, kenapa emangnya?" tanya Puspa. "Kebetulan sekali, tadi Boy ditawari voucher menginap di salah satu hotel di Bandung untuk 4 orang dan itu untuk hari ini, otomatis Boy gak bisa dong oma kan pekerjaan dikantor lagi selangit, kok tiba-tiba Boy ingin menelpon Oma eh taunya oma lagi hangout sama temen-temen oma, coba tanyain ke temannya mau apa enggak?" ucap Boy yang dijawab antusias para bestie yang telah lanjut usia. "Mereka mau dong.. Kapan berangkatnya?" tanya Puspa memastikan. "Penerbangan jam 1 siang ini oma, kalau mau akan Boy konfirmasi ke teman Boy dulu ya," ucap Boy. "Oma nanti pulang dulu bawa beberapa baju dan pendukung lainnya," ucap oma. "Eits.. Ini udah jam 11
Persoalan yang sedang keluarga Maya hadapi bukanlah perkara yang mudah, ada pihak keluarga Adit juga keluarga majikan Maya yang mereka pikirkan. Mengingat omongan majikan Maya jika anaknya juga memiliki rasa yang sama, membuat kedua orang tua Maya nekat datang ke kota dengan berbekal alamat yang pernah diberikan Maya waktu itu. Setelah cukup lama perjalanan menuju kota juga mencari alamat majikannya Maya, kini orang tua Maya akhirnya tiba di sebuah rumah mewah dan juga megah, bagi kedua orang tua Maya ini bukanlah sekedar rumah melainkan ini istana. "Bu.. Ini benar bukan alamat yang diberikan Maya?" tanya Tejo memastikan. "Menurut alamat yang diberikan Maya sih benar ini pak, tuh lihat disamping gerbang ada nomor rumahnya kan," tunjuk Tinah. "Iya bu, tapi ini bukan rumah bu melainkan istana, besar sekali.. Rumah para juragan dikampung kita saja tak ada apa-apanya dengan rumah ini," ucap Tejo kagum. "Iya Pak.. Mungkin pekerjaan majikan Maya tak hanya berbisnis tapi juga artis, bap
Tekadnya sudah bulat untuk segera mempersunting Maya, Boy diam-diam pergi ke kampung halaman Maya tanpa sepengetahuan orangnya. Boy takut jika nanti mengajak Maya maka nantinya Maya akan terlalu banyak pikiran dan tidak fokus kuliahnya, belum lagi jika ada penolakan dari orang tuanya Maya, Boy takut jika nanti Maya sedih. Ia ingin memberitahu Maya ketika semuanya sesuai harapannya. Perjalanan menuju kampung halaman Maya memanglah jauh, namun Boy sudah bertekad untuk datang seorang diri demi terwujud keinginannya mempersunting sang istri kontraknya agar menjadi istri dah, ya.. Boy memang mengendarai mobil seorang diri tanpa ada supir yang menemani, bahkan oma nya pun tidak diberitahu perihal ini. Nanti, ketika semua sudah beres barulah Boy akan jujur terhadap keluarganya. Tiba dirumah Maya, jantung Boy sangat berdegup kencang dan juga gugup menyertai, entah kenapa kedatangannya kali ini tak seperti biasanya, ia merasa kedatangannya ini sangat l
Sudah dua minggu keduanya berlibur ke Bali, kini saatnya bagi mereka untuk pulang. Sebenarnya berat bagi Maya untuk meninggalkan tempat ini, namun mau bagaimana lagi? Mereka masih ada urusan yang panjang ketika pulang nanti, setelah semuanya nanti selesai, barulah Boy berjanji akan mengajak Maya kesini lagi bahkan untuk tinggal disini. Barang sudah ia kemasi dengan baik dan rapi, oleh-oleh juga sudah Maya bawa, kini waktunya bagi mereka untuk pulang. Kebetulan penerbangan yang mereka pesan ada jam pagi, jadi siang nanti keduanya mungkin sudah tiba di kota dan bisa istirahat dulu. ***Tiba di kota. Kedatangan Maya juga Boy disambut baik dan juga antusias oleh oma nya, Puspa. Ia sudah rindu dengan cucunya apalagi mereka pergi ketika Puspa sedang tak ada dirumah. "Akhirnya cucu oma pulang juga," ucap Oma Puspa bahagia. "Iya oma.. Gimana kabarnya?" tanya Boy penuh perhatian. "Kabar oma san