Sesampainya di rumah Garvin, Jennie langsung memapah Garvin masuk ke dalam rumahnya.
Tidak ada orang sama sekali di rumah Garvin, rumah ini benar-benar sepi.
Jennie memapah Garvin dengan susah payah. "Berat sekali lelaki ini." Refleks Jennie langsung mencampakkan Garvin ke atas sofa.
Nafas Jennie tersengal. Dia mengelap peluh yang menetes di dahinya. "Sungguh, lelah sekali membawa lelaki ini hanya ke dalam rumah saja. Kebanyakan dosa pasti, makanya berat." Jennie mendudukkan dirinya di atas sofa. Berniat beristirahat.
Baru saja Jennie mendudukkan dirinya, tiba-tiba saja masalah menghampirinya.
"GARVIN! GARVIN! BUKA PINTUNYA! GARVIN!!"
Mata Jennie terbelalak lebar mendengar suara itu. Suara yang sama dengan suara yang di telepon tadi.
Jennie benar-benar terkejut saat tiba-tiba pintu rumah digedor kuat, jeritan memanggil nama Garvin semakin membuat bulu kuduk Jennie merinding.
Jennie memejamkan matanya frustasi. "Matilah aku! Itu pasti si Edward gila." Jennie mengacak rambutnya kasar.
"GARVIN!! BUKA PINTUNYA! JANGAN MENGELAK! BUKA PINTUNYA!!"
Jennie semakin bingung, dia sangat panik dan tidak tau harus berbuat apa.
"KALAU KAU TIDAK BUKA PINTUNYA, AKU AKAN MASUK SEKARANG MESKI TANPA IZINMU!"
Jennie membelalakkan matanya lebar. "Argh!! Tamatlah riwayatmu, Jennie!!" Jennie semakin mengacak-acak rambutnya frustasi.
Karena tak mendapatkan tanggapan dari Garvin, Edward langsung mendorong pintu rumah Garvin dengan paksa. Edward langsung masuk dengan beberapa wartawan tanpa izin.
Mata Jennie semakin melotot lebar saat melihat Edward datang dengan beberapa wartawan. "Sial! Dia benar-benar membawa wartawan! Aku pikir dia hanya bercanda. Dasar Edward sialan!" Jennie mengumpat dalam hati.
Edwar menaikkan sebelah alisnya. "Apa ini? Kenapa rumahmu masih kosong? Tidak ada dekorasi apa pun! Kau berbohong padaku?" tanya Edward pada Garvin yang masih tidak sadarkan diri di atas sofa.
Edward tertawa mengejek. "Tamatlah riwayatmu, Garvin! Berita ini akan menyebar secepat kilat. Citramu akan menjadi buruk sekarang."
Jennie diam, dia menelan ludahnya dengan susah payah, dia hanya bisa melihat Edward yang tampak terlihat senang. Jennie buntu, dia tidak bisa memikirkan jalan keluarnya. "Tamatlah riwayatku."
Sementara itu, Garvin yang tak sadarkan diri di atas sofa terlihat menggeliat tak nyaman. Matanya terbuka perlahan, menyesuaikan cahaya yang masuk lewat retinanya.
Garvin mendudukkan dirinya, dia mengerutkan dahinya saat melihat ada Edward dan beberapa wartawan di rumahnya. Lalu? Ada seorang wanita yang tak Garvin kenal juga di rumahnya. Sebenarnya apa yang terjadi? Garvin bingung.
Garvin memaksa berdiri meski masih terlihat sempoyongan. "Ada apa ini?" Tanya Garvin bingung.
Jennie terkejut, dia kembali melotot saat melihat Garvin sadar. "Kenapa dia sudah sadarkan diri? Ah, Sialan! Kenapa kau harus sadar sekarang, bodoh?!" Jennie memaki Garvin dalam hati.
Jennie menarik nafasnya dalam, lalu menghembuskannya dengan cepat. Jennie juga mengelus dadanya untuk menenangkan dirinya.
"Siapa bilang ini adalah kebohongan?" Tanya Jennie tiba-tiba memecahkan keheningan.
"Benar kami akan bertunangan. Kami akan bertunangan 3 hari lagi." Dengan cepat Jennie memeluk lengan Garvin.
Garvin terkejut, dia ingin melepaskan diri dari Jennie, tetapi Jennie memeluk lengannya semakin erat.
"Maaf, hari ini kami sedang bertengkar. Bisa kalian lihat, Garvin mabuk karena sedang bertengkar denganku. Jadi karena kami sudah berbaikan, kami sengaja mengundang kalian untuk memberitahu kalau kami akan bertunangan 3 hari lagi."
"Surprise ...." Jennie tersenyum lebar, dia bicara dengan sangat ceria. Terlihat seperti MC yang sedang menyambut artis besar di atas panggung.
Garvin membelalakkan matanya lebar. Sekali lagi dia melihat orang-orang yang ada di ruangan itu satu persatu. Dia memastikan apa yang terjadi. Apa ini mimpi? Kenapa saat bangun dia ada di rumahnya bersama orang asing? Lalu siapa wanita gila yang mengaku ingin menikah dengannya ini?
"Pertunangan?" tanya Garvin bingung. Kerutan terlihat jelas di dahinya.
Dengan sigap Jennie harus mengambil sikap. "Karena Garvin sedang dibawah pengaruh alkohol, aku harap kalian bisa mengerti ucapanku tadi. Sekarang, silahkan pergi. Aku dan Garvin ingin menghabiskan waktu kami berduaan saja." Jennie mengusir Edward dan para wartawan dengan senyum manisnya.
Tak terima dan merasa dipermainkan, Edward langsung marah-marah. "Apa-apaan ini?! Drama apa lagi yang kalian mainkan?"
"Jangan beralasan. Bilang saja kau takut kalau identitas mu sebagai penyuka sesama jenis terbongkar ke publik." Edward masih tak percaya pada pengakuan Jennie.
Ucapan Edward barusan menyulut emosi Garvin. Garvin langsung berjalan mendekati Edward.
Saat tangannya ingin mencengkram leher Edward, Jennie langsung menahannya dengan memeluknya.
Garvin menatap Edward tajam. "Jaga mulutmu sialan! Jangan menyebarkan gosip yang tidak benar!"
"Kau lihatkan? Kekasihku jadi marah karena ucapan mulut sampahmu itu! Lebih baik kau pergi dari sini. Sana pergi!" Jennie mengusir Edward dan para wartawan itu.
Garvin mengerutkan dahinya, dia menatap Jennie yang sedang memeluknya. Tatapan bingung dan terlihat sedikit horor.
"Pergi sana! Jangan pernah kembali ke sini lagi!" Jennie ingin mendorong Edward pergi. Tapi sebelum Jennie mendorongnya, Edward sudah berjalan mundur dahulu.
"Tanpa kau usir pun aku tidak sudi berlama-lama di rumah lelaki ini! Cuih!" Edward meludah jijik. Setelah itu dia langsung pergi meninggalkan rumah Garvin.
Setelah kepergian Edward dan para wartawan, suasana menjadi canggung. Jennie masih memikirkan nasibnya setelah ini. Sementara Garvin, dia masih mencerna keadaan yang terjadi.
Jennie menundukkan kepalanya, menahan kecemasannya. "Tamatlah riwayatku." Jennie membatin dalam hati.
Garvin melihat ke arah Jennie. "Siapa kau? Kenapa kau ada di sini dan apa yang kau katakan tadi?" Garvin memecahkan keheningan di antara mereka.
"Pertunangan? Pertunangan siapa?" Garvin kembali menghujani Jennie dengan pertanyaan dan tatapan tajamnya.
Nasi sudah menjadi bubur, Jennie tidak bisa berbuat apa pun lagi. Sepertinya dia harus jujur. Di keadaan seperti ini, Jennie berharap Tuhan mengirimkan jalan untuknya.
Jennie mengangkat kepalanya perlahan. Menatap Garvin dengan takut-takut. "Ma-maaf. Ta-tapi aku tidak bermaksud begitu."
"Aku hanya ingin menyelamatkanmu. Tadi kau menabrak trotoar. Lalu aku ingin mengantarmu pulang. Aku bertanya alamatmu pada Edward, aku melihat ponselmu. Lalu Edward malah mengatai kau seperti itu. Karena kesal, aku bilang kalau aku kekasihmu. Sungguh, aku tidak berniat apa pun. Edward benar-benar mengesalkan! Edward terus menghinamu." Jennie menjelaskan panjang lebar pada Garvin. Tentu saja ada part Jennie berbohong. Jennie memang sedikit menambahi bumbu dramatis. Itu adalah skenario yang dibuat Jennie untuk menyelamatkan hidupnya.
Mendengar penjelasan Jennie membuat Garvin hampir mati terkejut.
"Gila! Kenapa kau mengarang cerita seperti itu, wanita gila?!" Garvin bertanya dengan suara tinggi.
"Aku tidak kenal kau sama sekali, bagaimana kau bisa mengatakan hal seperti itu?!" Garvin masih shock dengan penjelasan Jennie barusan.
Jennie mengerucutkan bibirnya. Merasa dirinya tidak bersalah dan tidak terima diamuk oleh Garvin. "Kenapa kau marah? Aku hanya berniat baik untuk membantumu. Atau jangan-jangan kau memang penyuka sesama jenis?" tanya Jennie curiga.
"Sialan! Aku normal! " Garvin mengumpat kesal.
Garvin menghela nafasnya. "Pergi kau dari sini! Aku tidak ingin melihat wajahmu di rumahku." Garvin mengusir Jennie.
Karena panik Garvin mengusirnya, Jennie langsung berlutut di hadapan Garvin. "Kumohon jangan usir aku. Aku sudah membantumu, setidaknya tolong bantu aku juga. Berikan aku tumpangan tempat tinggal sampai aku punya uang dan bekerja. Kumohon." Jennie memohon pada Garvin. Ini adalah jalan terakhir yang bisa Jennie lakukan.
Garvin semakin melotot. "Gila! Dasar wanita gila! Pergi! Aku tidak mau tau apa pun alasanmu, pergi dari sini!" Garvin kembali mengusir Jennie tanpa belas kasih.
Jennie kembali memohon pada Garvin. "Tidak. Kumohon bantu aku. Aku akan bersikap baik padamu. Kumohon. Bantulah aku." Jennie tidak mau pergi, dia masih ingin bertahan di sini.
"Pergi dari sini, sialan! Aku tidak peduli dengan masalah hidupmu." Garvin tak mau tau, dia kekeuh mengusir Jennie.
Karena muak dengan Jennie, Garvin ingin pergi ke kamarnya. Namun saat baru berjalan tiba-tiba saja ponsel Garvin berbunyi. Garvin langsung mengangkat panggilan yang masuk.
"APA?!" Garvin berteriak kuat. Entah apa yang dikatakan oleh orang yang menelpon Garvin, tapi sepertinya Garvin benar-benar terkejut.
"Sialan!" Garvin mematikan ponselnya dan langsung menatap Jennie dengan tatapan membunuh.
Jennie terlihat sedikit ketakutan ditatap seperti itu oleh Garvin. Tidak ada yang tau, manusia bisa saja khilaf. Bisa saja nyawa Jennie akan berakhir lima menit lagi di tangan Garvin.
"A-ada apa? Tolong jangan tatap aku begitu." Jennie bertanya takut-takut.
Garvin berjalan mendekati Jennie, dia menarik paksa Jennie agar berdiri. Lalu Garvin menarik kerah baju Jennie dengan penuh emosi. "Wanita sialan! Apa kau tak tau karena ulahmu berita aku akan bertunangan tersebar ke seluruh media?!" Garvin membentak Jennie emosi.
Jennie membelalakkan matanya lebar. Lalu dengan cepat Jennie langsung menghempaskan tangan Garvin dari kerah bajunya.
Jennie menjentikkan jarinya. "Itu hal yang bagus! Citramu sebagai penyuka sesama jenis akan hilang karena berita itu." Jennie tersenyum lebar, dia terlihat bahagia mendengar kabar itu.
Garvin mengepalkan tangannya, tatapan benci dilayangkan pada Jennie. Lalu dalam waktu beberapa detik, Garvin langsung mendorong Jennie sampai terhempas ke sofa.
"Hey! Kenapa kau sangat kasar?!" Jennie menatap Garvin dengan tatapan kesalnya.
Dengan cepat Jennie berdiri, lalu dia langsung menghampiri Garvin lagi. Besar sekali nyali Jennie. "Bukankah itu hal yang baik? Ayo kita menikah. Kawin kontrak. Dengan ini kita sama-sama diuntungkan. Kau untung karena citramu sebagai penyuka sesama jenis hilang. Dan aku untung karena memiliki tempat tinggal. Bagaimana? Bukankah itu ide yang cemerlang?" Jennie bertanya pada Garvin. Wajahnya terlihat berseri penuh harap.
Beginilah cara bertahan hidup, muka jadi tebal tanpa rasa malu.
Jennie tersenyum miring. "Otakku memang cerdas, dengan ini aku akan aman dan memiliki waktu untuk bekerja dan membeli rumah." Jennie bicara dalam hati. Dia berharap rencananya akan berjalan dengan lancar.
Garvin tersenyum sinis. "Apa kau gila? Aku tidak akan sudi kawin kontrak denganmu!" Garvin menolak mentah-mentah usulan Jennie.
Jennie kembali terlihat kesal. Dia mendekati Garvin. "Hey! Ini demi menyelamatkan nama baikmu. Apa kau mau dicap buruk? Aku hanya ingin membantumu. Tidak usah lama. Cukup 3 bulan saja. Setelah 3 bulan kita bisa bercerai." Jennie membujuk Garvin, berharap Garvin menyetujuinya.
Garvin berdecih. "Sialan! Simpan saja ide bodohmu itu. Ini semua terjadi karena ulahmu. Dan aku tidak akan terlibat dengan kebodohanmu lagi." Garvin menjauh dari Jennie. Dengan nafas beratnya Garvin mendudukkan dirinya di sofa.
Jennie terlihat tidak mau menyerah, dia menghampiri Garvin dan duduk di samping Garvin. "Kenapa? Apa ada yang salah? Aku cantik, aku juga pintar. Tidak perlu malu untuk menjadikanku sebagai istri kontrakmu." Jennie masih membujuk Garvin.
"Oh ayolah, jangan membuat keadaan semakin rumit. Ayo kita kawin kontrak selama 3 bulan saja. Ini sama-sama menguntungkan untuk kita berdua. Berita kau akan bertunangan sudah menyebar luas di seluruh televisi dan internet. Apakah kau tidak malu jika membatalkannya? Jika kau membatalkannya, orang-orang akan benar-benar mencapmu sebagai penyuka sesama jenis." Jennie tidak menyerah, dia terus membujuk Garvin sampai Garvin menandatangani kontraknya.
Garvin diam. Kepalanya pusing seperti mau meledak. Entah kesialan apa yang datang padanya. Hari ini benar-benar hari yang buruk. Otaknya buntu, tidak bisa berpikir jernih.
Jennie kembali mendekatkan dirinya pada Garvin. "Ayolah ... kita hanya perlu menikah kontrak selama 3 bulan. Itu waktu yang sebentar..." Jennie tak berhenti membujuk Garvin. Dia benar-benar bekerja keras untuk mendapatkan persetujuan Garvin. Bekerja keras untuk kelangsungan hidupnya tepatnya.
"Bagaimana gaun yang ini saja?" Jennie bertanya pada Garvin.Jennie menunjukkan gaun putih pilihannya pada Garvin."Sangat jelek! Kau pikir kau mau kemana? Seleramu sangat jelek dan terlihat murahan." Garvin menolak mentah-mentah gaun yang Jennie pilih.Jennie cemberut. Dia mendengus kesal. Sudah ada 6 gaun pernikahan yang dipilihnya dan semua ditolak oleh Garvin. Entah gaun yang seperti apa yang cocok di mata Garvin.Ya, saat ini Jennie dan Garvin sedang berada di butik gaun pernikahan untuk membeli gaun pernikahan Jennie.Flashback on :"Ayolah. Ini tidak akan lama. Hanya 3 bulan. 3 bulan waktu yang sangat singkat. Terima saja tawaranku. Kau tidak akan mendapatkan wanita lain yang lebih baik dariku." Jennie terus berusaha meyakinkan Garvin."Kawin kontrak hanya 3 bulan. Dan kita sama-sama diuntungkan. Ayolah, setuju saja. Dimana lagi kau mendapatkan wanita cantik dan cerdas sepertiku untuk diajak kawin kontrak?? Nama baikmu akan terjaga jika menikah denganku." Jennie tak pernah lela
"Ingat perjanjian kita. Jangan pernah masuk ke dalam ruangan ujung itu." Garvin memperingati Jennie.Saat ini Garvin dan Jennie sedang berada di lantai atas rumah Garvin. Ada 4 kamar di lantai atas. Kamar pertama kosong, kamar kedua kamar Jennie, kamar ketiga kamar Garvin, dan kamar keempat kamar rahasia milik Garvin yang tidak boleh dimasuki siapa pun."Baiklah, terserah kau saja. Aku juga tidak peduli dengan itu." Ucap Jennie tak peduli."Aku lelah mau tidur. Selamat malam, aku tidur duluan." Jennie masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Meninggalkan Garvin sendiri.Setelah Jennie masuk ke kamarnya, Garvin langsung masuk ke kamar rahasia miliknya.Garvin duduk di sofa. Dia diam untuk beberapa saat. Sungguh yang terjadi belakangan ini begitu sulit dicerna. Semuanya terjadi secara tiba-tiba dan membuat beban Garvin bertambah.Garvin memijat kepalanya. "Kepalaku rasanya mau pecah." Garvin menghela nafasnya lelah."Mungkinkah ini yang dinamakan takdir? Tuhan mengutukku tidak akan pernah
Hari ini Garvin dan Jennie menghabiskan waktu di rumah saja. Garvin sedikit sibuk menerima banyak telepon dari rekan bisnisnya yang shock mendapat undangan pernikahan Garvin tiba-tiba."Ayo tidur." Jennie mengajak Garvin tidur. Ini tiba-tiba sekali.Garvin mengerutkan dahinya. "Tidur? Yasudah sana kau tidur. Untuk apa mengajakku?" Tanya Garvin kesal. Garvin kembali fokus pada ponselnya."Apa kau gila? Setelah rumah ini dimasuki oleh pembunuh kau suruh aku tidur sendirian? Aku tidak ingin mengambil resiko. Aku ingin tidur denganmu supaya aman." Jennie mengungkapkan maksud dirinya mengajak Garvin tidur bersama. Jennie tidak berbohong. Dia memang sangat takut karena kejadian itu.Mendengar penjelasan Jennie, Garvin terkejut sekaligus bingung. "Tidur bersama?" Tanya Garvin."Tidak! Tidak mau! Kau saja tidur sendiri. Aku tak ingin tidur denganmu!" Garvin menolak Jennie mentah-mentah.Jennie berdecak kesal. "Hei! Aku tidak bermaksud apa pun. Aku hanya ingin selamat. Tidak ingin mati dibunuh
"Di mana Jack? sepertinya dia tidak di rumah. Padahal aku ingin mengajaknya pergi." Jennie berjalan menuju kamar Jack."Baby ...." Jennie menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar. Dia mengerutkan dahinya setelah mendengar sayup-sayup suara dari dalam kamar."Apa aku salah dengar? suara wanita?" Jennie menempelkan telinganya di pintu. Merasa ada yang tak beres, Jennie langsung membuka pintu kamar itu. "Ja-Jack ...."Jennie diam mematung. Jantungnya langsung berdegup lebih kencang, matanya membelalak lebar melihat apa yang sedang terjadi di depan matanya saat ini. Dia benar-benar terkejut.Pintu kamar Jack terbuka, menampilkan seorang wanita yang tidak memakai busana sedang bercumbu mesra dengan Jack, kekasih Jennie. "Jennie...”Jack melotot hebat. Dia benar-benar terkejut melihat kedatangan Jennie. Tak pernah sekali pun terlintas dalam benak Jack di tengah-tengah kegiatan panasnya bersama Ella, Jennie datang dan memergokinya. Benar-benar mimpi buruk.Jennie berjalan menuj
Hari ini Garvin dan Jennie menghabiskan waktu di rumah saja. Garvin sedikit sibuk menerima banyak telepon dari rekan bisnisnya yang shock mendapat undangan pernikahan Garvin tiba-tiba."Ayo tidur." Jennie mengajak Garvin tidur. Ini tiba-tiba sekali.Garvin mengerutkan dahinya. "Tidur? Yasudah sana kau tidur. Untuk apa mengajakku?" Tanya Garvin kesal. Garvin kembali fokus pada ponselnya."Apa kau gila? Setelah rumah ini dimasuki oleh pembunuh kau suruh aku tidur sendirian? Aku tidak ingin mengambil resiko. Aku ingin tidur denganmu supaya aman." Jennie mengungkapkan maksud dirinya mengajak Garvin tidur bersama. Jennie tidak berbohong. Dia memang sangat takut karena kejadian itu.Mendengar penjelasan Jennie, Garvin terkejut sekaligus bingung. "Tidur bersama?" Tanya Garvin."Tidak! Tidak mau! Kau saja tidur sendiri. Aku tak ingin tidur denganmu!" Garvin menolak Jennie mentah-mentah.Jennie berdecak kesal. "Hei! Aku tidak bermaksud apa pun. Aku hanya ingin selamat. Tidak ingin mati dibunuh
"Ingat perjanjian kita. Jangan pernah masuk ke dalam ruangan ujung itu." Garvin memperingati Jennie.Saat ini Garvin dan Jennie sedang berada di lantai atas rumah Garvin. Ada 4 kamar di lantai atas. Kamar pertama kosong, kamar kedua kamar Jennie, kamar ketiga kamar Garvin, dan kamar keempat kamar rahasia milik Garvin yang tidak boleh dimasuki siapa pun."Baiklah, terserah kau saja. Aku juga tidak peduli dengan itu." Ucap Jennie tak peduli."Aku lelah mau tidur. Selamat malam, aku tidur duluan." Jennie masuk ke dalam kamar terlebih dahulu. Meninggalkan Garvin sendiri.Setelah Jennie masuk ke kamarnya, Garvin langsung masuk ke kamar rahasia miliknya.Garvin duduk di sofa. Dia diam untuk beberapa saat. Sungguh yang terjadi belakangan ini begitu sulit dicerna. Semuanya terjadi secara tiba-tiba dan membuat beban Garvin bertambah.Garvin memijat kepalanya. "Kepalaku rasanya mau pecah." Garvin menghela nafasnya lelah."Mungkinkah ini yang dinamakan takdir? Tuhan mengutukku tidak akan pernah
"Bagaimana gaun yang ini saja?" Jennie bertanya pada Garvin.Jennie menunjukkan gaun putih pilihannya pada Garvin."Sangat jelek! Kau pikir kau mau kemana? Seleramu sangat jelek dan terlihat murahan." Garvin menolak mentah-mentah gaun yang Jennie pilih.Jennie cemberut. Dia mendengus kesal. Sudah ada 6 gaun pernikahan yang dipilihnya dan semua ditolak oleh Garvin. Entah gaun yang seperti apa yang cocok di mata Garvin.Ya, saat ini Jennie dan Garvin sedang berada di butik gaun pernikahan untuk membeli gaun pernikahan Jennie.Flashback on :"Ayolah. Ini tidak akan lama. Hanya 3 bulan. 3 bulan waktu yang sangat singkat. Terima saja tawaranku. Kau tidak akan mendapatkan wanita lain yang lebih baik dariku." Jennie terus berusaha meyakinkan Garvin."Kawin kontrak hanya 3 bulan. Dan kita sama-sama diuntungkan. Ayolah, setuju saja. Dimana lagi kau mendapatkan wanita cantik dan cerdas sepertiku untuk diajak kawin kontrak?? Nama baikmu akan terjaga jika menikah denganku." Jennie tak pernah lela
Sesampainya di rumah Garvin, Jennie langsung memapah Garvin masuk ke dalam rumahnya.Tidak ada orang sama sekali di rumah Garvin, rumah ini benar-benar sepi.Jennie memapah Garvin dengan susah payah. "Berat sekali lelaki ini." Refleks Jennie langsung mencampakkan Garvin ke atas sofa.Nafas Jennie tersengal. Dia mengelap peluh yang menetes di dahinya. "Sungguh, lelah sekali membawa lelaki ini hanya ke dalam rumah saja. Kebanyakan dosa pasti, makanya berat." Jennie mendudukkan dirinya di atas sofa. Berniat beristirahat.Baru saja Jennie mendudukkan dirinya, tiba-tiba saja masalah menghampirinya."GARVIN! GARVIN! BUKA PINTUNYA! GARVIN!!"Mata Jennie terbelalak lebar mendengar suara itu. Suara yang sama dengan suara yang di telepon tadi.Jennie benar-benar terkejut saat tiba-tiba pintu rumah digedor kuat, jeritan memanggil nama Garvin semakin membuat bulu kuduk Jennie merinding.Jennie memejamkan matanya frustasi. "Matilah aku! Itu pasti si Edward gila." Jennie mengacak rambutnya kasar."
"Di mana Jack? sepertinya dia tidak di rumah. Padahal aku ingin mengajaknya pergi." Jennie berjalan menuju kamar Jack."Baby ...." Jennie menghentikan langkahnya tepat di depan pintu kamar. Dia mengerutkan dahinya setelah mendengar sayup-sayup suara dari dalam kamar."Apa aku salah dengar? suara wanita?" Jennie menempelkan telinganya di pintu. Merasa ada yang tak beres, Jennie langsung membuka pintu kamar itu. "Ja-Jack ...."Jennie diam mematung. Jantungnya langsung berdegup lebih kencang, matanya membelalak lebar melihat apa yang sedang terjadi di depan matanya saat ini. Dia benar-benar terkejut.Pintu kamar Jack terbuka, menampilkan seorang wanita yang tidak memakai busana sedang bercumbu mesra dengan Jack, kekasih Jennie. "Jennie...”Jack melotot hebat. Dia benar-benar terkejut melihat kedatangan Jennie. Tak pernah sekali pun terlintas dalam benak Jack di tengah-tengah kegiatan panasnya bersama Ella, Jennie datang dan memergokinya. Benar-benar mimpi buruk.Jennie berjalan menuj