Share

Diam-Diam Menghanyutkan

Penulis: Dwrite
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Plak!

"Dasar istri tak berguna."

Rama menghentikan langkahnya di depan kamar kakak dan iparnya. Terlihat keluar dari sana Rendy dengan wajah murka berlalu begitu saja sembari menggenggam kunci mobil. Sejenak dia berhenti di hadapan Rama, sebelum akhirnya berlalu begitu saja.

Ini adalah tahun pertama pernikahan mereka, dan sudah beberapa kali Rama memergoki Rendy memperlakukan Andini semena-mena. Sepertinya kesabaran perempuan itu sudah mencapai puncaknya. Di ambang pintu Rama melihat dia mengemasi pakaian ke dalam koper sembari menangis tersedu-sedu.

Langkah Rama berayun masuk tanpa ragu-ragu, dia bahkan sempat menutup pintu dan menguncinya rapat. Lalu menghampiri Andini yang masih terisak di koridor antara ruang kamar dan pakaian juga perlengkapan.

Lelaki itu merendahkan tubuhnya di hadapan Andini, dia mengusap lembut lutut perempuan itu hingga membuatnya mengangkat kepala dan menunjukkan wajah penuh air mata. Tangan Rama beralih menuju wajah mulus tersebut, dan menyeka air mata ya
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Penjahat Sebenarnya

    "Psikopat gila! Kau itu benar-benar sinting Rama. Bisa-bisanya Dona melahirkan seseorang sepertimu. Jangankan orang lain, aib kakak sendiri saja kau sebarkan. Berapa banyak kejahatan yang sudah kau sembunyikan di balik wajah datar itu, hah? Aku berharap kelak Amira mampu mengungkap semua kebusukanmu hingga kau bisa dihukum dengan balasan yang setimpal!"Di dalam villa yang sudah terbengkalai itu Rama hanya bisa menghela napas mendengar semua ocehan Heru. "Sudah selesai, Paman? Dua hari aku menyekapmu agar kau bersedia berjanji tak lagi memberi informasi pada perempuan itu dan membantu melancarkan pekerjaanku untuk mengelabuinya. Namun, selama dua hari ini aku hanya harus mendengar ocehan juga ceramahnya yang terus mengungkit masa lalu? Ck, kau benar-benar membuang waktuku, Paman. Lagipula kita sama-sama pendosa.""Berhenti memanggilku paman! Aku tak punya keponakan keturunan setan sepertimu, Rama. Setidaknya meskipun pendosa aku masih punya hati dan perasaan.""Haha ...." Untuk perta

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Minggat

    "Sompret emang tuh si Zarra. Bisa-bisanya dia suruh kita beresin gudang yang udah kaya kandang kecoak. Pas masuk masih gelap, eh udah keluar dah terang-benderang. Tega-teganya bahkan dia nggak ngasih tahu kalau Non Mimi dah pulang." Jojo terus mendumel sepanjang jalan dari taman menuju kediaman utama. "Udah, terima naseb aja, Bro. Itung-itung olahraga." Yoga yang terlihat lebih legowo hanya bisa menyemangati Jojo. "Pokoknya abis dari sini gue mau berenang dulu. Gerah beud nih badan.""Ide bagus. Gue juga pengen. Kita pake kolam yang di atas, ye. Sambil liat pemandangan. Ah, mantap.""Setuju." Jojo mengacungkan ibu jarinya, kemudian berbalik untuk mengajak Ilham yang tertinggal cukup jauh di belakang. Sejak selesai beres-beres tadi, pemuda itu hanya sibuk dengan beberapa buku dan dokumen di pelukannya."Ham, lu mau ik--""Nggak, Bang. Gue mau mandi di kamar aja, habis itu mau kaji semua buku dan dokumen ini," potongnya sembari melengos begitu saja. Ilham dan Yoga berpandangan, setel

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Ayah Biologis

    Di atas balkon kamar, Amira menatap sekeliling bangunan yang bahkan masih terlihat begitu terang, meskipun hari sudah malam. Gaun tidur berwarna senada dengan kerudung yang dikenakannya terlihat menari-nari tertiup angin. Berbagai pikiran kini berkecamuk di kepalanya. Bangunan ini memang terlalu besar bila dihuni beberapa orang. Bila bisa, Amira ingin sekali menyusutkannya agar suasana hangat kekeluargaan terasa semakin kentara.Kepergian Dona siang tadi, sedikit banyaknya menyisakan satu lagi ruang sepi di rumah ini. Membuatnya kembali terbayang masa lampau. Saat rumah ini masih ramai, saat ruang makan masih ditempati lebih dari tujuh orang. Dering ponsel yang bergetar di dalam kantong gaun tidurnya membuat Amira terhenyak sejenak. Satu panggilan masuk dari Dustin membuatnya bergeming beberapa saat. "Assalamualaikum.""Wa'alaikumsallam.""Besok hari terakhirmu cuti, bukan?" Pertanyaan itu terlontar. "Ya," jawab Amira singkat. "Ng ... hampir sembilan tahun aku meninggalkan Jaka

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tahu Sesuatu

    "Dustin ... ada apa?"Amira melambaikan sebelah tangan di depan wajah Dustin yang tiba-tiba berdiri geming. Dia mengernyitkan dahi melihat perubahan mimik wajah lelaki itu. "Ah, ya? Bukan apa-apa, aku hanya merasa familiar dengan tempat ini." Dustin menggeleng cepat, lalu tersenyum kikuk. Sebelah tangan lelaki itu terkepal saat Amira mulai menuntunnya menuju meja makan. "Sebentar, Amira!" Cekalan tangan Dustin kembali menghentikan langkah Amira, sebelum keduanya sampai di hadapan mereka yang sudah menunggu dengan berbagai ekspresi berbeda. Sepertinya dia memang harus memastikan sesuatu, sebelum melangkah lebih jauh. Amira menoleh masih dengan kebingungan yang sama. "Ya?""Boleh aku tahu siapa nama lengkapmu sebenarnya?" Bibir lelaki itu bergetar saat bertanya. Susah payah Dustin mencoba mengatur degup jantungnya yang mulai menggila.Amira terdiam sesaat. "Amira Hasna Adijaya."Deg. Refleks tubuh Dustin mundur selangkah. Pupil matanya melebar, tapi sekuat tenaga dia berusaha menge

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tentang Dustin

    Sembilan tahun lalu. "Anak remaja yang kulihat di rumahmu saat itu ... aku benar-benar tak bisa berhenti memikirkannya, Rama."Di sebuah bar pusat kota terlihat dua orang pria yang tengah bercengkerama dengan dua gelas penuh berisi vodka di atas meja. Rama menatap sahabatnya yang dua tahun terakhir baru kembali ke Indonesia setelah menyelesaikan studi S2-nya dengan gelar M.Psi."Ini sudah ketiga kali kau membahasnya saat sedang mabuk, Dustin. Lagipula dia terlalu muda untukmu," cetus Rama. "Kalau mau aku bisa menyediakan yang lain."Dustin menggeleng. "Aku menginginkannya bukan untuk ditiduri. Tertarik tak berarti hanya karena hasrat semata, bukan?" Rama tersenyum sinis. "Cih, omong kosong."Dustin beranjak dari tempatnya, lalu menepuk pundak Rama. "Kau terlalu larut dalam dunia yang kelam, anak muda. Hingga tak membiarkan siapa pun menyelami kehidupanmu lebih dalam. Dengarkan aku! Bukalah sedikit hatimu, lagi pula jatuh cinta bukanlah dosa." Setelahnya Dustin pun berlalu. Rama m

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tentang Dusti (2)

    Meskipun matanya sudah terbuka tapi Amira tak berani menatap Dustin. Tubuh mungil itu meringkuk di balik selimut masih dengan tangis yang belum mereda. Dustin yang kelabakan antara memulihkan kesadaran dan mengendalikan keterkejutan bergegas bangkit dan mengenakan pakaian untuk mencari Rama. Namun, lelaki itu sudah pergi tanpa jejak.Diliputi kepanikan Dustin turun menuju lobi bahkan tanpa alas kaki. Dia meninggalkan semua barang di kamar nomor 312 kecuali ponselnya dan pergi meninggalkan hotel menggunakan taksi.Di dalam taksi Dustin tak bisa berhenti menjambaki rambut frustrasi. Berbagai kata umpatan dia layangkan untuk Rama. Bisa-bisanya karena pengaruh alkohol dia telah merenggut masa depan seorang gadis yang mulanya ingin dia lindungi. Mereka bahkan belum sempat berkenalan secara resmi, tapi satu kesalahan fatal mungkin bisa membuat Dustin benar-besar kehilangan kesempatan untuk mengenalnya lebih dalam. Taksi berhenti di pelataran sebuah rumah megah dengan pos penjaga di depan

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Antara Cinta dan Ambisi

    "Dok, dalam agamaku bunuh diri atau mendahului takdir itu adalah dosa besar. Bahkan disebutkan bahwa jasad kita tak akan diterima di alam kubur. Kalau begitu aku akan meminta pada Tuhan agar diwafatkan setelah melahirkan. Selain tak menyalahi aturan agama, mungkin aku juga bisa beristirahat dengan tenang, bukan?"Dustin tertegun menatap remaja yang baru saja beranjak dewasa tengah duduk di sampingnya. Tatapan perempuan itu lurus ke depan menatap air mancur di taman belakang rumah sakit khusus penyakit mental. Tak terasa empat bulan telah berlalu semenjak Dustin menangani pasien istimewanya ini. Tak ada perubahan signifikan. Remaja yang belum genap berusia tujuh belas tahun-- seperti yang tertera dalam kartu identitasnya itu, masih tetap putus asa akan hidupnya. Meskipun begitu, perlahan dia mulai bicara kembali meskipun yang keluar hanya kalimat-kalimat keputusasaan atau pertanyaan yang entah ditujukan pada siapa. Seolah mempertanyakan kenapa dia dilahirkan kalau tak punya masa depa

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tak Lagi Sama

    "ARGGHH ...." Teriakan frustrasi itu terdengar menggema di ruang bar. Tubuh Dustin bersimpuh di lantai, bahkan nyaris bersujud. Beberapa kali dia usap wajah kasar, kala sekelebat ingatan tentang masa lampau datang mengusik ketenangan. Sejak kepergian Rama dua jam yang lalu, Dustin masih terjaga dengan perasaan yang sama. Kesal, marah, tak percaya, dan menyesal berkecamuk jadi satu, hingga ingin rasanya dia mengejar lelaki itu dan menghabisinya detik ini juga. Namun, sayangnya dia masih punya cukup kewarasan agar tak bertindak bodoh tanpa perhitungan. Lima belas tahun mengenal lelaki itu sudah cukup bagi Dustin memahami karakter Rama sebenarnya. Selain gesit, manipulatif dan licik. Dia juga bisa dibilang pembohong ulung. Meskipun terkesan dingin dan tak banyak bicara, tapi saat memulai aksinya, begitu mudah dia bersilat lidah dengan mulut manisnya. Sifat ini mengingatkannya pada seseorang. Sosok itu tak lain dan tak bukan adalah ayah kandungnya sendiri yaitu Dokter Sandi. Ketika ke

Bab terbaru

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Last Extra Part

    Resepsi pernikahan berakhir lancar, meski sempat ada drama cinta segitiga yang berujung dengan patah hatinya Jojo. Meskipun begitu kondisi kembali kondusif mengingat lelaki bertubuh tinggi kecil itu cukup pandai membalikan keadaan, dan tiba-tiba bangkit dari pingsan dan meneriakan 'PRANK' menggunakan microphone yang entah bagaimana masih ada di genggaman tangannya untuk menutupi rasa malu atau memperbaiki apa yang seharusnya tak terjadi. Finalnya semua masalah clear saat perempuan berambut sebahu itu menghajarnya, lalu Al dan Zara pun resmi saling mengungkapkan perasaan yang selama ini tertutupi gengsi. Dengan hati besar Jojo memilih mengesampingkan perasaannya demi persahabatan yang sudah susah payah dibangun sejak awal. Sementara itu di vila tak jauh dari Pine Hill, Cibodas. Amira dan Rafael mengawali malam pertama mereka dengan sholat berjamaah. Setelah selesai melipat alat sembahyang, keduanya pun duduk dengan canggung di tepi pembaringan. Kedua tangan Amira terlihat bertaut d

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Extra Part (2)

    "Semua orang mungkin menyayangkan kenapa pada akhirnya aku memilih seseorang yang baru datang, dibandingkan dia yang sejak awal berjuang. Tapi kenyamanan tak bisa paksakan, Zara. Sejak aku tahu Dustin menjadi bagian dari masa laluku yang kelam, aku tak bisa membohongi diri bahwa ketakutan itu masih selalu menghantui. Sesuatu yang sudah pecah tak akan bisa kembali utuh meski sudah diperbaiki sedemikian rupa, begitu pun kepercayaan dan keyakinan dalam menjatuhkan pilihan. Ucapan Rafael kala itu berhasil meruntuhkan dinding ego yang telah lama kubangun tinggi. Mulanya pernikahan tak pernah menjadi bagian dari rencana masa depanku, tapi setelah lelaki itu datang semua bantahan itu berhasil dia patahkan."Zara termangu menatap Amira di samping pelaminan saat Rafael izin untuk mengobrol dengan Al dan ibunya, serta Bu Fatma. Dia paham betul bagaimana kondisi Amira, hingga tak bisa berbuat apa-apa saat perempuan itu menjatuhkan pilihannya pada sang pengacara. Lagi pula Zara tak bisa terus-me

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Extra Part (1)

    Ketika sebuah perasaan muncul tanpa disadari, saat itulah setiap insan menyadari bahwa perasaan yang murni selalu timbul pada seseorang yang terkadang tidak dikehendaki. Nasehat tak lagi berarti, tindakan mulai tak terkendali, hingga waktu perlahan mulai berlari.Menata hati yang sudah berserakan karena masa lalu kelam, memanglah sulit. Namun, lebih sulit lagi menyembuhkan luka seorang wanita saat dia sudah terjatuh dalam kubangan derita, mengalami krisis kepercayaan, hingga akhirnya menutup diri dan tenggelam dalam kesendirian.Situasi tersebut berhasil dilewati Rafael Herlambang. Waktu satu tahun mungkin terkesan singkat dalam meluluhkan hati keras seorang Amira Hasna Adijaya. Meski keraguan pekat sempat membuatnya mengurungkan niat saat mendengar wanita itu bahkan sempat menolak lelaki yang sudah ada di sampingnya lebih dari delapan tahun lamanya. Namun, tekad yang bulat berhasil membuatnya ada di posisi sekarang. ***Kedua tangan berbeda ukuran itu masih saling bertautan di atas

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Berdamai dengan Masa Lalu, Menuju Hidup Baru

    Hampa, adalah perasaan yang saat ini tengah Amira rasakan. Kesepian yang mencekam membuatnya tak yakin bisa kembali menjalani hari dengan senyuman, meski segala problema kehidupan telah berhasil dia selesaikan.Kehilangan, menjadi satu-satu yang memberikan dampak besar. Rumah megah dengan segala kemewahan ini tak ayal membuatnya nyaman di tengah keramaian para pelayan, justru sepi bak di tengah hutan. Sepekan berlalu sejak Rama dikebumikan, wartawan masih hilir-mudik di depan pelataran. Pemberitan tentang kasus rama dan keluarga Adijaya masih menjadi headline teratas berbagai surat kabar dan media online. Perlingkuhan, anak hasil hubungan terlarang, dan isu kemandulan semua terkuak. Kini, aib keluarganya menjadi konsumsi publik tanpa bisa dicegah. Seminggu ini bahkan dia tak berani keluar rumah dan menyelesaikan segala pekerjaan kantor di balik pintu kamar. Tak ada yang bisa Amira lakukan. Kini, uang tak lagi bisa digunakan untuk membungkam kebohongan yang akan terus berdampak di m

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Minta Maaf

    "Dalam hidup, terkadang memang begitu banyak hal mengejutkan yang terjadi di luar perkiraan. Kelahiran, azal, serta takdir semua sudah diatur oleh sang pemilik kehidupan. Bahkan seseorang yang mulanya kita percaya bisa menjadi orang yang paling kita benci. Roda itu berputar, Amira. Tak perlu mengukur seperti apa keadilan yang sudah Tuhan beri pada setiap makhluk-Nya. Karena semua sudah pada porsinya masing-masing. Mungkin saja di luar sana ada yang dicoba lebih, tapi tidak mengeluh." Di atas tanah merah itu Amira bersimpuh, tak peduli meski lengket dan pekatnya bentala mengotori rok putih yang dikenakannya.Setetes bulir bening kembali mengalir turun membasahi pipi mulus perempuan itu, saat matanya terpejam untuk kedua kali di hadapan pusara terakhir para anggota keluarganya. Pagi ini, satu lagi jasad anggota keluarga Adijaya telah dikebumikan di samping makam yang lain. Keputusan untuk menguburkan jasad tersebut sempat ditentang beberapa pihak, karena kehadirannya dianggap sebagai

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Pengorbanan

    "Itu suara tembakan dari dalam, kan?" Zara mengguncang bahu Dede, ketika mendengar sayup-sayup suara tembakan yang memekakkan telinga terdengar dari dalam gudang, di tengah keheningan yang tercipta setelah semua musuh berhasil dikalahkan.Para korban terlihat sudah bergelimpangan di sekitar gudang. Ada yang luka ringan, berat, bahkan sampai tewas mengenaskan. Beruntung semua sekutu yang dibawa Zara hampir setengahnya berhasil selamat dan hanya terkena luka ringan, pun Zara dan Dede. Mereka terlihat saling mengobati sembari menunggu pihak berwajib datang untuk mengevakuasi para korban dan menangkap pihak-pihak yang bertanggung jawab atas penculikan dan pelarian Rama yang buron selama hampir 2 x 24 jam. "Berarti Al berhasil menyelamatkan Amira, Azriel, dan Nicholle?" Zara kembali bertanya. Raut wajahnya semakin panik, karena Dede tak jua menjawabnya.Sembari membalut luka di lengannya, Dede hanya bisa menggeleng pelan. "Saya nggak tahu, Mbak. Dari awal perjalanan aja Bang Al udah ngga

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Anak yang Tak Dianggap

    "Jadi, di sini tempatnya?" Zara bertanya pada Al yang memarkirkan mobilnya beberapa meter dari lokasi gudang yang diberi tahu Amira sebelum keberangkatannya.Perempuan itu berpesan bahwa mereka boleh datang bila Amira tak jua kembali setelah larut malam. Entah kenapa sejak awal Amira sudah punya keyakinan meski diberi uang, Rama tak akan pernah membiarkannya pulang dalam kondisi hidup, karena dendam mendalam."Ya." Al menjawab singkat pertanyaan Zara. "Jadi, rencananya gimana, Bang?" tanya Dede yang bersedia mengorbankan dirinya sekali lagi untuk keselamatan orang sebaik Amira. Dia juga bersedia melakukan hal itu untuk membalas perbuatan Rama, setelah tahu bahwa dia adalah dalang di balik kecelakaan Ilham dan Jojo hingga menyebabkan keduanya jatuh koma. "Zara, Dede, dan yang lain alihkan perhatian para penjaga di depan. Hati-hati, mereka membawa senjata laras panjang. Sementara aku dan Dustin akan masuk ke dalam menggunakan pintu belakang." Beberapa orang yang Al maksud adalah para

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Menantang Maut

    "Anda yakin, Nona?" Sekali lagi Rafael berusaha meyakinkan Amira. Terlihat Mobil Jeep sudah terparkir di pelataran untuk dikendarai Amira menuju lokasi tujuan dengan dua tas travel besar yang penuh terisi uang berjumlah miliaran rupiah.Tak lama setelah telepon dari Rama ditutupnya, Amira langsung meminta bantuan Rafael untuk mencairkannya. Setelah hampir 1 x 24 jam diproses bank, uang pun sudah siap di tangan meski sebagian hanya berupa cek yang sudah ditanda tangan, karena tak memungkinkan membawa uang triliunan dalam sekali jalan. Senja mulai berpendar, garis jingga yang berbaur dengan awan putih menambah indah suasana sore di langit Jakarta. Dengan jaket parasut yang melapisi pakaian serba gelap di dalamnya, Amira sudah bersiap berangkat ke lokasi di mana Rama menyekap Azriel dan Nicholle. Ketakutan telah ditelan rasa kekhawatiran, hingga yang kentara di wajahnya hanya ambisi untuk segera menyelesaikan semuanya dan menghajar Rama selagi bisa. "Nyawa anak dan sahabatku lebih be

  • KARMA : Balasan untuk Keluarga Tak Tahu Diri   Tebusan

    "ARGHHH.... "Brak!Prang!Bruk!Pecahan barang serta teriakan frustrasi terdengar di kamar utama kediaman Adijaya. Sudah tiga jam berlalu sejak Rama hilang dalam pengawasan polisi dan Azriel serta Nicholle tak bisa dihubungi. Semua tampak jelas dan berkaitan kini. Amira benar-benar tak menyangka bahwa sesuatu yang mengerikan seperti ini akhirnya terjadi. Zara terlihat maju mundur saat berusaha menenangkan Amira karena melihat barang-barang terlempar tepat di hadapannya. "Kamu sudah memastikan semua pelayan yang berkaitan dengan Rama diberhentikan, kan?" sentak Amira yang membuat Zara sedikit terlonjak dari tempatnya. "Su-sudah, Mir. Aku yakin tak ada satu pun yang tersisa."Amira mengusap wajah sejenak. "Siapa saja yang pergi bersama Azriel dan Nicholle pagi tadi?""Cuma Yoga dan dua pelayan wanita.""Sebentar." Mata Amira tiba-tiba membulat saat dia berhasil mengingat sesuatu. "Ya?""Di mana Yoga saat Jojo dan Ilham kecelakaan dan dirawat di rumah sakit?""Ng, dia izin pulang,

DMCA.com Protection Status