"Zetta, tunggu!!! Om mau bicara sama kau."Jeremy menahan lengan Zetta di lobbi apartemen Alva. Dilihatnya, mata Zetta yang berkaca-kaca menahan tangis. Jeremy mengatupkan bibirnya dan menggeram lalu menarik Zetta kepelukannya."Kami tidak melakukan apa-apa,Om. Alva sakit semalam dan aku tidak bisa membiarkannya begitu saja," lirihnya. "Ssstt, Om mengerti. Tapi sudah berapa kali Om katakan kalau kamu harus tegas Zetta. Alva bisa semakin menjadi-jadi kalau di beri kesempatan."Zetta melepaskan paksa pelukannya dan melihat Om nya heran."Sebenarnya kenapa Om Jeremy seperti membenci Alva?"Jeremy terdiam tidak menyangka dengan pertanyaan iu. Zetta mengamati ekspresinya berusaha menebak sesuatu."Kau tahu kan Alva itu brengsek. Om hanya nggak mau kau dipermainkan sama dia seperti wanita yang lain." Jeremy mengelus pipi Zetta penuh sayang.Zetta menggeleng, "Bukan itu alasannya kan? Om tahu kalau Alva tidak seperti itu. Dia brengsek karena sakit hati dengan Amira. Om pasti tahu dengan jel
"Aku tidak akan memaafkan kelakuanmu tadi malam yang sok manja-manjaan begitu sama Arzetta,Alva!!" Geram Jeremy, yang sejak tadi duduk menikmati segelas whiskey di samping Alva di ruang tamu apartemennya.Alva hanya melirik sekilas, menegak minumannya sendiri dan mencibir, "Apa peduliku!!"Jeremy menoleh, "Aku tidak rela kalau Zetta terpikat sama kau.""Apa sebenarnya masalahmu Jeremy?" katanya tajam."Kau brengsek!!!"Alva tertawa dan menggelengkan kepala, "Lelaki yang kau setujui untuk bersama dengan Zetta itu yang patut di sebut brengsek dan gila, bukan aku!!""Apa maksudmu?" Jeremy sepenuhnya mendengarkan.Alva duduk tegak, mengisi lagi gelas minumannya dan menyeringai, "Jadi, mereka menutupinya dengan luar biasa bukan bertahun-tahun ini. Tentang siapa yang dulu pernah mencoba untuk memperkosa Arzetta."Jeremy tersentak dan mencengkram lengan Alva, "Apa maksudmu? Jangan bilang kalau--"Alva melepas paksa cekalan Jeremy dan tersenyum miring, "Jason pelakunya. Dia yang dulu mencoba
Sebagai sahabat yang menganggap Zetta seorang adik, Eliana jelas merasa terpukul. Ini salahnya karena selama ini membantu Jason menutupi semuanya. Zetta tidak seharusnya mendapatkan perlakuan seperti ini terlebih dari lelaki yang amat di percayanya. Eliana merasa amat bersalah.Alva Alexander mengamuk di rumah sakit karena tidak bisa melihat keadaan Arzetta di ruang operasi. Untung saja ada beberapa bodyguard Papanya -- Gabriell -- yang bisa menahannya dan Tante Sonia yang akhirnya menenangkannya. Setelah itu Alva pergi entah ke mana.Jason sendiri sangat terpukul dan bersalah melihat keadaan Zetta sebelum di bawa ke rumah sakit dan memilih mendekam di apartemennya menyalahkan dirinya sendiri.Setelah ini jangan harap Zetta akan mau melihat wajahnya.Arzetta sedang berada di ruangan operasi karena mengalami benturan yang cukup keras di kepalanya. Eliana duduk memeluk tubuhnya yang mengigil di depan ruang operasi. Menunggu. Dia berdoa semoga Zetta selamat dan mau memaafkan semua kesala
Kalau memang ini karma yang harus ditanggung akibat dari kelakuannya terdahulu karena belum bisa merelakan Amira maka Alva meresapi kejatuhannya kali ini dengan kesakitan di setiap detiknya sampai Tuhan mau mengabulkan doanya untuk mengembalikan Arzetta ke dalam pelukannya dan berjanji menjaganya sepenuh hati.Tiga minggu berlalu dalam kecemasan yang rasanya teramat lama bagi Alva menunggu dalam diam dan rindu. Hanya bisa menatap wajah cantik yang nampak pucat itu dengan beribu pengharapan. Alva tahu pilihannya hanya ada dua, Zetta kembali ke pelukannya atau meninggalkannya selamanya. Dias am sekali belum siap dengan segala kemungkinan yang terburuk.Dokter belum bisa memastikan kenapa Zetta belum bangun dari komanya. Operasi di bagian belakang kepalanya berhasil dan sistem tubuhnya merespon dengan baik dan juga stabil jadi seharusnya tidak butuh waktu lama bagi Zetta untuk sadar.Eliana selalu menangis setiap datang melihat Zetta dan memohon permintaan maaf. Sedangkan Austin yang men
Alva merasa lega saat mereka masuk ke dalam lobbi hotel untuk segera berkemas dan pulang kembali ke New York. Pertemuan tadi berjalan seusai dengan harapan mereka. Meeting penting inj akan membungkam para petinggi di perusahannya yang meragukan kualitasnya."Kita harus segela kembali," ujar Alva ke Jeremy yang mengikuti di belakangnya."Tentu saja. Aku sudah menyiapkan semuanya. Kita bisa berangkat satu jam lagi."Alva mengangguk, meski saat ini dia terpaksa harus meninggalkan Zetta sebentar untuk urusan pekerjaan dan Mamanya yang berjanji akan menjaganya, pikirannya tidak bisa lepas dari keadaan Zetta. Dia takut, sesuatu terjadi di saat dia tidak ada di sana. Alva mencoba mengenyahkan pikiran buruk itu dan mencoba memikirkan kesembuhan Zetta baik mental dan fisiknya.Alva kaget saat ponsel di saku celananya berbunyi. Lift berdenting dan mereka keluar saat Alva menjawabnya.Seketik dia berhenti melangkah ketika melihat siapa yang meneleponnya. Zafier dan Jeremy yang melihat perubahan
Amira yang berniat masuk ke dalam ruang kerja Kenzi terpaksa menghentikan langkahnya di ambang pintu yang sedikit bercelah ketika mendengar nama Eliana di sebut. Wanita yang masih di temui oleh Kenzi secara diam-diam di belakangnya. Selama ini Amira menutup mata atas semua kelakuan suaminya. Amira memegang perutnya berusaha menguatkan diri dengan hidup yang berusaha untuk di jalaninya selama ini. Sebentuk karma karena dulu dia berusaha untuk membohongi Alva akibat dari keegoisannya sendiri."ZETTA HAMIL ANAKNYA ALVA ALEXANDER?!"Amira menutup mulutnya dengan kedua tangan saat mendengar pekikan Ken. Ada keterkejutan dan ketidakpercayaan di sana. Mereka bahkan sempat bertemu tanpa sengaja. Amira masih bisa melihat jelas kalau Alva masih kecewa dengan dirinya.Bagaimana bisa Zetta, pacar adik iparnya bisa hamil anak Alva Alexander. Selama ini Amira terus berharap bahwa Alva mau memaafkan semua kesalahannya dulu tapi nyatanya setelah berusaha untuk berbicara baik-baik dengannya, Alva sam
Pagi harinya, Alva terbangun dari tidurnya masih di samping Arzetta yang belum sadarkan diri disebabkan oleh getaran ponsel di saku celana jeansnya. Dibiarkannya saja panggilan masuk itu yang entah berasal dari siapa dan memilih untuk menyapa wanitanya lebih dulu. Dia kembali bisa merasakan sensasi tidur nyenyak yang menenangkan hanya karena mendekap hangat tubuh Zetta dalam pelukannya.Setiap lelaki di dunia pasti memiliki satu tempat sempurna yang dijadikan pelarian akan segala jenis perasaan. Tempat di mana ada seseorang yang siap untuk memeluk di saat- saat dia merasa rapuh dan tidak berdaya. Memberi tambahan kekuatan dengan pelukan erat, napas hangat yang menenangkan, elusan pelan di belakang punggung dan bisikan cinta.Alva Alexander menemukannya di dalam diri Arzetta. Wanita itu yang memeluknya erat di titik terlemahnya saat di hantam masa lalu dan memberikan dukungannya. Sekarang, gantian Alva yang akan memberikan pelukan sarat rasa aman agar wanita itu tidak lagi ketakutan.
Alva Alexander sama sekali tidak menyangka kalau Arzetta akan terbangun di saat dia sedang menjebak Jason dan menangkapnya di dalam kamar inapnya. Saat paginya, anak buahnya melaporkan kalau melihat pergerakan Jason yang berkeliaran di sekitarnya dengan menyamar sebagai pegawai rumah sakit mengawasi ruangan rawat inap Zetta dari CCTV, tentu saja Alva gusar. Dia tidak bisa membiarkan Jason bebas berkeliaran sesukanya jadi dia ikuti permintaan anak buahnya untuk menjebaknya.Kalau saja Alva tahu, maka tidak akan dia biarkan Jason masuk dan kembali membuat Zetta takut. Ah sial!! Ini salahnya.Di sisi lain, Alva lebih dari lega saat mendapati Zetta yang sudah sadar meskipun sedang terisak di atas tempat tidurnya menutup mata. Dia bahagia. Zettanya, wanitanya sudah bangun. Tidak ada hal lain yang diinginkan Alva selain hal itu.Ah ya tentu saja saat ini prioritas utamanya menjauhkan Zetta dari Jason yang membawa pisau lipat di tangannya nampak berbahaya. Kalau Jason nekat mendekati Zetta d
London, Enam tahun kemudian,Arzetta duduk memandangi megahnya London Eye yang bercahaya biru indah di kejauhan dengan senyuman mengembang di wajah. Terpaan angin malam musim semi menerbangkan helaian rambut panjangnya yang kemudian dia rapikan dengan tangan. Diedarkannya pandangan ke sekelilingnya yang ramai seraya menunggu.Semenjak menikah dan memiliki seorang putri, Arzetta tidak habis-habisnya merasa bersyukur karena bisa merasakan perasaan bahagia tidak terkira dengan berkah yang diberikan padanya. Mengingat perjuangan panjang mereka yang tidak mudah di lalui untuk bisa bersama sampai akhirnya menikah.Masa lalu sebentuk kenangan yang akan tetap terpatri di dalam ingatannya sampai kapanpun. Kadang di saat malam ketika dia terbangun dan mendapati Alva sedang tertidur pulas sambil memeluk putri kecilnya yang tidur di antara mereka membuatnya meneteskan air mata bahagia. Tidak ada hal lain yang diinginkan Zetta selain kebahagiaan suami dan putrinya.Alva Alexander sendiri sudah ber
"Di mana mereka?" desis Alva dengan tangan terkepal saat menemukan Gevan, Zafier dan Jeremy di lobby hotel."Wuih cepet banget kamu—""DI MANA MEREKA?" bentak Alva seraya menarik kerah kemeja Zafier dengan amarah."Oke. Tenangkan dirimu, Bung," sela Gevan."Bagaimana aku bisa tenang kalau ada lelaki lain yang mengganggu Istriku?" ucapnya seraya melepaskan cekalannya dan mengacak rambutnya sendiri.Gevan berdecak, "Mungkin dia client-nya Zetta.""Ah, bodoh amat! Aku harus naik ke atas dan mencari tahu.""Kita temani," ucap Jeremy yang langsung menekan tombol lift, "Supaya kamu nggak ngamuk seperti singa.""Ahh brengsek! Makin runyam aja. Ini tuh gara-gara kalian!" Alva memukul perut Zaf, melepak kepala Gevan dan menendang kaki Jeremy dengan kesal di dalam lift yang membawa mereka ke lantai atas."Shit!" umpat Gevan sementara Jeremy mengertakkan giginya."Orang sabar di sayang Tuhan, Bung," gumam Zafier seraya memegangi perutnya yang langsung mendapat kepalan tangan Alva.Hari sudah ha
"Hmm, Sayang—" Alva mengacak rambutnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya dengan penampilan yang berantakan juga bau minuman keras yang menyengat. Semalaman ketiga lelaki brengsek itu sudah memprovokasi untuk menumpahkan kekesalan karena lelaki yang mengobrol dengan Zetta itu ke minuman keras yang akhirnya membuatnya mabuk dan tidak sadarkan diri di salah satu kamar hotel sampai pagi sendirian dan harus kalang kabut pulang ke rumah dan mendapati Arzetta menunggunya di ruang tamu dengan wajah yang menyeramkan."Aku—" Alva bingung ingin menjelaskan dengan cara seperti apa supaya Zetta tidak marah."Kemarin sudah jelas aku bilang kalau kamu harus pulang satu jam lebih awal dari yang seharusnya karena kita rencananya mau ke rumah Mama. Aku sudah berusaha menghubungi kamu tapi nyatanya ponselmu tidak bisa dihubungi. Aku tidak tidur semalaman menunggu kamu pulang di sofa itu tapi ternyata kamu pulang pagi dan dalam keadaan kacau setelah mabuk seperti ini—" Zetta melipat lengannya di dad
Satu tahun kemudian, di Alexander Corp. New York "Eh setan!" Gevan refleks kaget."Eh, bokong!" ucap Zafier membuat Gevan langsung menendang kakinya."Kalian berdua sinting!" Jeremy mengatai mereka dalam bahasa Indonesia yang sekarang sukses dikuasainya."APA-APAAN INI?" sembur Alva Alexander yang tadi membuka pintu ruang kerjanya dengan kasar saat mengetahui ada tiga lelaki yang sedang asyik menikmati koleksi red wine di dalam kantornya tanpa di undang.Dia baru saja memimpin rapat direksi dan kedatangan ketiga orang terpenting dalam hidupnya itu tanpa pemberitahuan jelas membuatnya terus bertanya-tanya. Alva mendekati mereka seraya menggelengkan kepala, "Kalian nggak punya kerjaan?""Oh aku jelas orang penting yang selalu sibuk—""Sibuk bercinta maksudmu?" sela Alva menanggapi Zafier yang meminum wine dengan kaki disilangkan."Itu salah satunya," balasnya dengan santai. Alva memutar bola matanya."Kenapa sih kamu itu masuk ke kantor sendiri pakai aksi gebrak pintu model begitu sepe
"Apa?""Apanya?" Alva balik bertanya."Kenapa sejak tadi kamu memandangiku seperti itu?"Alva menaikkan alisnya, "Memandangi bagaimana?"Zetta sedikit memajukan tubuhnya dan menumpukan kedua lengannya di atas meja, "Kamu menatapku seakan-akan ingin menelanjangiku saat ini.""Ohh—" Alva terkekeh, ikut memajukan tubuhnya dan bertopang dagu di depan Zetta, "Aku memang ingin sekali merobek gaun pengantinmu ini sekarang juga bahkan sebelum kita menginjakkan kaki di Maldives, Nyonya Alva Alexander," Tatapan gairah itu tergambar jelas di mata Alva.Zetta mendengus, "Aku harus terbiasa dengan panggilan itu.""Tentu saja, aku ini Suamimu sekarang," Alva menyisir rambutnya ke belakang dengan senyuman menawan."Lalu—" Zetta meneguk Red Wine dalam sekali teguk tanpa mengalihkan tatapan dari wajah Suaminya. Lalu mengambil strawberry di tumpukan paling atas buah-buahan yang ada di samping botol Red Wine dan memakannya dengan gerakan erotis. Ia mengecup dan memakan buah itu dengan sensual tepat di d
"Katakan? Apa yang sebenarnya terjadi Zetta?" Alva menatap Zetta yang dia geret keluar dari gereja setelah menyuruh semua yang hadir di sana untuk tidak bergerak dari tempatnya sementara dia meminta penjelasan ke Zetta yang tiba-tiba muncul di siang bolong dengan busana pengantin dan tersenyum menatapnya."Kenapa kamu tiba-tiba bisa ada di sini sementara enam bulan yang lalu kamu jelas-jelas menolak kembali bersamaku bahkan menyuruhku pulang dan tidak usah mencarimu lagi?" Zetta hanya diam melihat kebingungan Alva. "Aku bahkan berpikir kalau kamu sudah menikah dengan lelaki Jepang itu!!!" "Nakamiya?" Zetta menggeleng. "Tidak. Dia guru merangkai bungaku." Alva mengerjapkan matanya, "Jadi kamu memang kursus di sana sambil menghukumku dengan membuatku terlunta-lunta di Jepang mencarimu selama lebih dari setahun?"Zetta tersenyum tanpa dosa, "Begitulah. Aku berniat membuka toko bunga di sini." Alva ternganga. "Aku pikir kamu tinggal menyuruh anak buahmu untuk mencariku. Aku sedikit ter
Alva terdiam di depan gereja katedral yang dulu menjadi tempat pilihannya saat berniat menikahi wanita yang dicintainya secara mendadak tapi tidak pernah terlaksana. Tangga gereja sudah dipercantik dengan hiasan bunga. Lebih mewah dari yang dulu di lakukannya. Pintu di depan sana tertutup. Alva tertegun sesaat.Setelah beberapa bulan ini, dia mencoba untuk merelakan meski sangat tidak rela dan belajar untuk pelan-pelan melupakan tapi tidak sanggup, saat ini semua kenangan yang dia milikki tentang Zetta menyeruak. Dadanya begitu sakit seperti di hantam ribuan godam kasat mata. Hatinya dan hidupnya sudah dia tinggalkan di Jepang. Jadi saat Mamanya menatapnya dengan tatapan frustasi dan mengatakan akan dinikahkan dengan wanita pilihannya, Alva hanya mengangguk mengiyakan. Terserah saja. Alva sama sekali tidak peduli. Tubuhnya bebas untuk dimiliki tapi tidak hatinya."Semuanya sudah menunggu Pak." Edwin membuyarkan lamunannya. "Ayo masuk."Alva berjalan dengan langkah pelan menaiki anak t
Alva masuk ke dalam gereja yang terlihat sepi itu seraya mengedarkan pandangan. Setelah bertanya sana sini akhirnya dia bisa menemukannya. Bangunannya tua tapi masih terawat dengan baik. Tiba-tiba dia terpaku memandangi satu sosok yang duduk sendirian di bagian depan terlihat sedang asyik berdoa. Alva melangkah dengan pelan dan duduk di sampingnya. Zetta menoleh dan tersentak kaget. Alva menatap ke arah depan dan mulai berdoa di sana mengabaikan Zetta yang diam memandanginya."568 hari atau 13.632 jam aku berkelana di Jepang untuk mencarimu Zetta," desah Alva. "Tolong dengarkan dulu perkataanku kali ini." Alva menoleh dan melihat mata abu-abu itu memandanginya dalam diam lalu Zetta menghela napasnya dan duduk bersandar di sana memilih menghadap ke depan."Aku memberimu satu kesempatan untuk berbicara. Setelah itu kamu harus kembali ke New York dan jangan mencariku lagi."Alva diam. Zetta menunggu. "Apa kamu bahagia di sini?" Alva yang juga melihat ke depan berkata lirih membuat Zetta
Kyoto, Jepang.2 Minggu kemudian,Alva menggenggam erat secarik kertas di tangannya saat memandangi toko bunga di hadapannya. Jantungnya berdetak kencang membayangkan bagaimana reaksi Zetta saat dia akhirnya menemukannya setelah melalui waktu yang tidak sebentar untuk mencarinya. Tidak peduli meski tangan kirinya di perban karena patah tulang setelah bertabrakan dengan pengendara sepeda waktu itu dan harus dirawat di rumah sakit.Akhirnya dia menemukan toko bunga itu yang siang ini terlihat ramai pengunjung. Bertanya-tanya dalam hati, apa yang sedang Zetta lakukan di sana? Kursus merangkai bunga?Alva menarik napasnya lalu menghembuskannya dan bergerak masuk ke dalam toko yang langsung di sambut seorang wanita muda berwajah oriental yang mengikat satu rambutnya ke atas membentuk kuncir kuda."Ada yang bisa dibantu?" bahasa inggrisnya lancar tanpa cela. Alva tidak menjawab karena sibuk memandangi area dalam toko memperhatikan semua yang ada di sana."Permisi tuan? Ada yang bisa di bant