BAB KE : 106 FAIZ BERADU NYAWA DENGAN PARA BEDEBAH 16+Lelaki tersebut menyerang dengan beringas, menusukan belati ke arah Faiz. Dengan sigap Faiz menarik kakinya dan berputar seperempat lingkaran.Posisi Faiz yang tadi berhadapan dengan si penyerang berubah dengan cepat. Posisinya dengan langsung menyamping bersamaan ketika ujung belati akan menyentuh perutnya.Serangan itu luput. Ujung belati hanya menyentuh ruang hampa, meleset tidak berapa senti dari perut pemuda itu.Karena Razio menyerang dengan kekuatan penuh, mengakibatkan tubuhnya terdorong ke depan Faiz. Tangannya yang terjulur, dengan cepat dihantam dengan sebuah tepisan oleh telapak tangan Faiz. Tepisan itu jatuh dengan tepat di bagian pergelangan tangan. Sehingga membuat si penyerang terdorong ke samping dengan dagu terangkat.Ketika tangan kiri Faiz menepis pergelangan tangan Razio, bersamaan dengan itu ujung siku tangan kanannya naik ke atas dengan kekuatan dan kecepatan tinggi."Praaaak ...!"Siku Faiz mendarat
BAB KE : 107BALAS DENDAM PUTRA TUNGGAL16+Ketika melihat salah satu dari lelaki kekar roboh, persaan was-was kembali menghantui Faiz. Ketiga orang itu keluar dari dalam rumah dengan belati terhunus di tangan. Ada rasa takut yang timbul di hati Faiz, takut terjadi sesuatu yang buruk terhadap ibunya."Ibuuu ...!"Faiz berlari menuju pintu rumah dengan memanggil ibunya. Namun, sekali lagi langkah Faiz tertahan. Serangan Alex membuat Faiz harus mengurungkan niat untuk masuk ke dalam rumah."Seharusnya belati tadi yang akan merenggut nyawamu. Biar sempurna tugas senjata itu untuk menghabisi satu keluarga!" geram Alex dengan tatapan tajam.Sebenarnya Faiz tidak ingin meladeni Alex, karena keselamatan ibunya lebih dia utamakan, tapi tak ada pilihan lain, karena Alex begitu bernafsu untuk menghabisinya. Bahkan untuk menjawab ucapan Alex saja, Faiz tidak diberi kesempatan. Faiz berkelit ketika ujung belati mengarah ke dadanya. Namun, Faiz tidak sempat menepis tangan Alex. Sehingga walau
BAB KE : 108HUKUM YANG TERBALAS 16+"Ibuuuuuu ...!Faiz menyelinap di celah pintu yang sempit sambil berteriak memanggil ibunya. Wajah Faiz memucat dengan kecemasan yang luar biasa ketika melihat tubuh Tina yang tergeletak dengan bersimbah darah."Ibuuu ...?"Faiz bersimpuh di samping tubuh Tina, sambil terus mengoyang tubuh perempuan itu dengan mulut tak henti-henti memanggil 'ibu.'Merasa tak ada respon, Faiz mengangkat Tina dan membawanya ke atas ranjang."Faizzzz ...."Mulut Tina bergerak menyebut nama anaknya, ketika tubuh itu telah dalam pangkuan Faiz, perlahan mata wanita itu terbuka, menatap wajah anaknya."Ibuu Ibuuu ...! Tenang, Bu. Tenang!" Faiz juga menatap wajah Tina yang ada dalam pelukannya. Berusaha menenangkan perempuan tersebut.Mata mereka bertemu, bening yang tadi menggantung di bola mata Faiz mulai berjatuhan, mengalir membasahi pipi pemuda tersebut, kemudian jatuh menimpa wajah Tina, yang matanya kini telah terpejam.Setelah langkah Faiz tiba di pinggir ran
BAB KE : 109KEPERGIAN IBU MENYUSUL AYAH 16+"Allah hu."Bersamaan dengan kalimat tersebut gerakan tangan Tina berhenti sesaat di pucuk kepala Faiz. Memudian dengan perlahan telapak tangan wanita itu meluncur di samping kepala anaknya dan menyentuh daun telinga Faiz, lalu jatuh di pundak pemuda itu."Ibuuu ...?"Faiz menangkap tangan ibunya yang terkulai, lalu mengusap-usap punggung tangan Tina dengan tidak henti memanggil sang ibu. Tak ada respon sama sekali, wanita itu hanya diam dengan seyum terukir di bibir. Matanya terpejam seperti sedang tidur."Ibuuuuuu ..!?"Faiz memeluk ibunya dengan teriakan melengking, ketika menyadari orang tua yang tinggal satu-satunya itu pun telah berpulang menyusul sang ayah ke alam baka. Tangis Faiz pecah tergugu dengan tubuh bergetar. Tidak hanya air mata, tapi keringat pun ikut membasahi tubuh pemuda itu. Entah kenapa di malam sedingin ini, dia malah mengeluarkan keringat yang cukup banyak.Apakah karena kesedihan hatinya yang luar biasa karena
BAB KE : 110FAIZ MENEMUI KARTOLO 16+Merasa tidak ada gerakan lagi dari tubuh Razio, Faiz melepaskan cengkramannya. Tubuh Razio melorot ke bumi dan diam untuk selamanya.Setelah menatap wajah Razio sesaat dan memastikan musuhnya sudah tidak bernyawa. Faiz kembali berlari ke dalam rumah, masuk ke kamarnya, lalu menutup tubuh Tina dengan kain jarik yang dia ambil dari dalam lemari.Faiz duduk di sisi ranjang dengan mata menatap ke wajah ibunya. Kemudian dia mencium Tina berapa kali. Air tidak mengalir lagi dari netra Faiz. Namun, wajahnya mengelam dengan tatapan yang sayu. Mungkin air mata Faiz telah kering, atau rasa dendam dan marah telah merubah hatinya. Tak perlu lagi air mata, semua telah terjadi.Pembunuhan terhadap kedua orang tuanya dan kedua orang tua Dudun adalah pembunuhan berencana. Hukuman yang pantas untuk mereka adalah hukuman mati. Tidak terkecuali terhadap papa Sisilia sekali pun! Itu yang ada dalam pikiran Faiz saat ini. "Ibu ... istirahatlah dengan tenang. Berk
BAB KE : 111KAMPUNG GALUH KEMBALI BERDUKA 16+Untuk kedua kalinya masyarakat Kampung Galuh berduka oleh peristiwa yang sama. Peristiwa kematian warganya dengan sangat tragis. Rumah Faiz dikunjungi oleh hampir semua penduduk Kampung Galuh. Tidak terlalu ramai karena orang yang menghuni wilayah tersebut sekarang sudah jauh berkurang. Sebagian dari mereka telah pindah dengan terpaksa oleh kekuatan uang dan kekuasaan manusia-manusia serakah. Tanah-tanah mereka dikuasai oleh pengusaha yang bekerja sama dengan penguasa zholim. Mereka rampok dengan dalih investasi. Kejadian pembunuhan telah dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Terlihat beberapa police berada di sana, mereka sibuk mengolah tempat kejadian perkara. Kasus langsung di tangani police. Mayat Tina serta korban yang lain dibawa ke rumah sakit untuk keperluan penyelidikkan. ****Pagi ini Karta Setiawan terlihat begitu gelisah. Tidak hanya pagi ini bahkan dari semalam kegelisahan itu telah menghantui dirinya. Semua itu ter
BAB KE : 112SISILIA JATUH PINGSAN 16+Mendengar apa yang disampaikan papanya dan cara penyampaian yang tidak biasa membuat kening Sisilia berkerut, dia menatap Karta Setiawan dengan heran. "Emang kenapa, Pa?""Tidak baik sering-sering ke rumah laki-laki sendirian, Nak! Apa kata orang nanti," nasehat Karta Setiawan dengan memperkecil intonasi suaranya. Karta Setiawan sengaja mencari alasan seperti itu agar tidak membuat Sisilia curiga. "Nah, kebetulan sekali! Hari ini Sisil ke sana ditemani Vira! Hahahaha ...! Daaa, Papa!" Sisilia menjawab sambil terkekeh. Setelah melambaikan tangan, gadis itu memutar tubuh dan berjalan meninggalkan Karta Setiawan. Karta Setiawan tidak bisa mencegah Sisilia karena tidak mempunyai alasan lagi. Untuk terlalu keras mencegahnya tentu tidak mungkin. Situasinya sangat tidak tepat. Lelaki itu hanya bisa menarik napas berat dan kembali merebahkan punggung ke sandaran kursi dengan pikiran melayang entah kemana.****Ketika memasuki area perkebunan ada
BAB KE : 113USAHA KARTA SETIAWAN UNTUK MEMPENGARUHI SISILIA 16+Apa yang terjadi dengan Sisilia tentu membuat orang tuanya sangat cemas. Kecemasan itu tidak juga hilang disaat dokter telah memperbolehkan Sisilia pulang. "Makanya Papa melarang Sisil pergi waktu itu, karena ada sesuatu yang tidak enak di hati Papa. Kenyataannya memang benar, firasat Papa jadi kenyataan, anak Papa akhirnya harus dilarikan ke rumah sakit. Untung penanganan dokter di sana cukup baik, sehingga anak Papa tidak perlu diopname."Hanya suara Karta Setiawan yang terdengar di ruangan itu. Dia berkata dengan lembut sambil membelai kepala Sisilia yang terbaring di atas tempat tidur. Sekembali dari rumah sakit, gadis itu memang langsung berbaring di atas ranjang. Kedua orang tuanya selalu mendampingi dan belum beranjak dari kamar anaknya sampai saat ini. Begitu pula dengan Vira, dia masih tetap setia berada di samping sahabatnya. Hanya Bik Surti yang meninggalkan kamar Sisilia ketika azan Maghrib berkumandang