HERU tidak tahu harus menjawab apa. Dia tetap ingin tampak sopan, karena memang sifatnya seperti itu, jaim, tetapi dalam hati dia dongkol juga. Walaupun Laksmi sangat cantik dan tentu orang kaya dilihat dari penampilannya, tetapi dia tidak berhak membuat rusak suasana dia dengan Mila!
Sambil menunggu kasir membuatkan pembayarannya, Heru berdiri berdampingan dengan Laksmi. Entah ngapain Laksmi berdiri di situ, sehingga Heru merasa perlu memberitahunya bahwa dia telah merusak suasana mereka.
“Mbak tadi menyebut-nyebut anyelir di depan Mila,” kata Heru berharap Laksmi menyadari kesalahan yang dibuatnya.
“Ya. Kok jadi masalah?” tanya Laksmi tidak mengerti.
Heru mendekatkan diri ke arah Laksmi, lalu berkata pelan, “bunga itu bukan buat dia!”
Aha! Teriak Laksmi dalam hati. Dia mengerti sekarang, sehingga dia malah tersenyum nakal menggoda.
“Jadi, ada yang lain lagi?” bisik Laksmi kepada Heru. Cara dia berbisik dan berdiri dekat Heru menunjuk
SABTU, hari masih pagi sehingga kompleks Kalimaya belum ramai. Biasanya Sabtu pagi adalah hari molor sekompleks (atau sedunia?), karena merupakan hari libur dan orang-orang masih melepaskan kepenatan kerja dari Senin hingga Jum’at. Hari Minggu pagi justru lebih ramai karena merupakan hari olah raga atau rekreasi sekompleks (bisa jadi sedunia). Tetapi Heru sudah janji mau jalan-jalan dengan Bunga ke daerah Puncak, Bogor. Kata Bunga, kalau mau ke Puncak, mending pagi-pagi, jadi belum begitu macet. Di tempat parkir basement di mana biasanya Heru menaruh mobil, juga masih sepi. Sepertinya tidak ada orang lain selain dia. Namun ketika dia hendak masuk ke mobil, tiba-tiba ada dua orang laki-laki mendatanginya. Salah seorang yang mendekati Heru, mengeluarkan sebilah pisau yang mengkilap dan menodong Heru. “Kamu ikut kami!” perintahnya sambil mendorong Heru. Temannya segera merangkul Heru dan menggandengnya menuju ke sebuah mobil. Tidak lama mobil van yang me
TIBA-TIBA, ponsel Heru berdering. Heru mencoba mengambil ponsel itu dari celananya, namun segera dirampas oleh si penculik.Heru tahu, itu pasti telepon dari Bunga. Gadis itu pasti sudah mulai marah karena dia tidak kunjung sampai ke rumahnya. Tetapi, telepon itu direjek dan ponselnya di-power off.Si bule mendekati Heru, lalu berkata dengan pelan dan penuh ancaman. “Sebaiknya kamu ceritakan semuanya. Apa saja yang dikatakan pelacur itu?”Heru meringis kesakitan, tetapi rasa sakit justru membangkitkan nyalinya. Dengan menahan rasa sakit di paha kirinya, Heru bangkit, dan bicara dengan nada yang sama kepada si bule, “Aku sudah bilang, dia tidak mengatakan apa-apa lagi! Aku suruh dia kembali ke tempatnya karena aku tidak mau terlibat urusan orang. Kamu paham??”Si bule kaget juga dengan sikap berani mati yang ditampakkan Heru. Tiba-tiba dia tertawa kegelian, lalu mendadak dia meninju muka Heru keras sekali sampai badan pemuda itu ter
BUNGA tentu saja kesal bukan main! Dia pagi-pagi sudah siap dan sudah minta izin kepada orang tuanya untuk pergi jalan-jalan. Nah, hari sudah semakin siang, Heru belum datang-datang juga. Ditelepon tidak diangkat, sekarang tidak bisa ditelepon lagi! “Mungkin temanmu itu lupa, Bunga…” celetuk maminya menggoda. Maminya itu tahu Bunga sudah kesal dari tadi. Selain itu, maminya penasaran juga ingin tahu siapa ‘teman’ yang mampu mengajak Bunga untuk jalan-jalan seharian! Selama ini teman-teman Bunga akan berkumpul dulu di rumahnya itu jika ingin mengajak Bunga, dan biasanya teman-teman Bunga itu serombongan cewek teman sekolah. Papinya juga tiba-tiba ikut duduk di sofa ruang tamu, mendekati Bunga. Walaupun terlihat asyik main ponsel, membaca atau apa, namun sang ayah marasakan juga suasana yang ada di hati putri semata wayangnya itu. Kehadiran papinya membuat Bunga semakin resah. Kayaknya papi ini mau menggoda juga, tetapi dengan cara duduk diam di dekatnya!
KETIKA lift sudah sampai di lantai apartemennya, Mila hendak keluar, tetapi dicegah Astrid. “Eh, Mil… kita mau ke apartemen Heru, teman Rudi yang ketemu kita waktu itu. Yuk, temenin…” Sejenak Mila ragu, tapi merasa tidak enak dengan Astrid. Masak dia meninggalkan Astrid begitu saja padahal mereka bertemu di gedung tempat tinggalnya? Karena lift akan segera menutup, dia pun masuk kembali. Menuju ke tempat Heru, degup jantung Mila menjadi kencang, darahnya berdesir. Dia akan ketemu Heru! Tetapi, Heru tidak ada di apartemennya! Berkali-kali mereka mengetok pintu dan memanggil, tidak ada jawaban. Firasat hati ketiganya pun langsung tidak enak. Ketika terlihat seorang mbak cleaning service di koridor, mereka memanggilnya. Kebetulan si mbak itu yang tadi membersihkan apartemen Heru. “Pak Heru tidak ada,” katanya. “Tadi pagi WA saya, menyuruh saya membersihkan. Tadi sudah saya bersihkan.” Jadi, Heru ke mana? Rudi dan Astrid berpandang
SETELAH mengumpulkan keterangan dan fakta tentang Heru yang bisa mereka dapatkan, Rudi menghubungi seseorang. “Ewi, apa khabar, brother,” sapa Rudi akrab. Dengan gaya bicaranya yang khas, Rudi menyuruh orang yang dipanggil Ewi itu untuk melacak keberadaan ponsel Heru. Menurut keterangan Rudi, Ewi adalah seorang hacker yang bisa menerobos sistem database operator telepon, sehingga bisa memperoleh posisi terakhir ponsel Heru berhubungan dengan BTS mana. Tidak lama, informasi dari Ewi muncul. Ponsel Heru terakhir konek dengan BTS di daerah Cisarua, Bogor. Artinya, Heru berada di Puncak! Bunga jadi ragu. Heru ke Puncak? Sendiri? Tidak mungkin sendiri, karena Heru sudah rencana jalan dengannya. Lalu, sama siapa? Mila? Tetapi, mobil Heru ada di apartemennya. Lalu, pakai mobil siapa? “Ayo kita ke Puncak,” ajak Astrid tidak ingin membuang waktu. Feelingnya, mereka bisa menemukan Heru kalau ke Puncak. Karena dilihatnya Bunga masih ragu,
ASTRID menjadi galau. Berbagai pikiran berkecamuk dalam benaknya. Sekarang dia yang menghadapi dilema. Dia tahu Bunga sudah jadian dengan Heru, dan ternyata Mila juga mempunyai hubungan dengan Heru. Entah Mila saja yang menaruh harapan pada Heru, atau Heru memang bermain api dengan sahabatnya itu. Dia, Astrid, malah berjanji memberi khabar tentang Heru ke Mila. Jika Astrid memberitahu Mila tentang Heru yang sudah ditemukan dan sekarang ada di rumah sakit karena dianiaya orang, Mila tentu akan datang mengunjungi Heru. Bagaimana dengan Bunga yang sampai saat ini tidak mau pulang dan menunggui Heru? Mereka tentu akan ketemu, dan apa yang akan terjadi? Astrid bahkan tidak ingin membayangkannya! Tetapi Astrid tadi bilang ke Mila kalau dia akan memberi khabar tentang Heru. Apa yang harus dilakukannya? Apakah dia akan diam saja dan melanggar janjinya? Apakah Bunga tahu Heru mempunyai hubungan dengan Mila? Tentunya… tidak. Kalau Bunga tahu, mana mungkin dia mau jalan
KARENA usia yang muda dan badan yang sehat, hanya beberapa hari Heru sudah pulih kembali. Tetapi, dia tidak mau menceritakan apapun yang dialaminya! Sia-sia Rudi membujuknya untuk memberi sedikit keterangan atau petunjuk agar dia bisa melacak siapa yang menculik dan menganiayanya. Astrid juga sudah berusaha merayu dengan caranya sebagai perempuan, tetapi Heru tetap bungkam. Heru sama sekali tidak menjawab jika ada pertanyaan yang terkait dengan penculikannya. Problem yang lain adalah Bunga! Gadis itu tidak pernah mengunjungi Heru lagi, bahkan jika Astrid meneleponnya untuk menceritakan keadaan Heru, Bunga akan diam atau mengalihkan pembicaraan. Astrid juga tidak jadi memberitahu Mila tentang keadaan atau peristiwa yang dialami Heru. Dia tidak mau disalahkan oleh Bunga, atau tidak ingin mencampuri urusan Heru dan Mila. Jadinya, hanya Astrid dan Rudi lah yang mengunjungi dan menemani Heru di rumah sakit. “Jadi kamu mau kembali ke apartemen saja?
“SELAMAT siang, pak, bu. Maaf telah membuat anda menunggu,” sapa wanita cantik yang tidak lain adalah Laksmi, pemilik restoran. Sapaan ramah dan profesional itu meluruhkan sebagian lagi sisa kemarahan Rudi yang masih ada. “Selamat siang,” sahut Rudi. Kini dia malah yang repot memperbaiki nada suaranya. “Kami ingin makan di restoran ini, tetapi katanya harus reservasi dulu. Kami tidak tahu…” Laksmi langsung bersikap proaktif. “Baik pak, bu. Mari masuk ke ruangan saya dulu, dan kita bicarakan di dalam.” Laksmi melirik Astrid. Dia melihat gadis itu sangat cantik, anggun, dengan wajah dan profil yang mirip artis Luna Maya. Semula dia mengira artis itulah yang datang, tetapi akhirnya dia membantah sendiri. Gadis yang datang itu terlihat lebih muda dari Luna Maya yang asli. Setelah mempersilahkan tamunya duduk di sofa yang terdapat di dalam ruangan manager, Laksmi lalu menyuruh seorang stafnya untuk membantu melakukan reservasi. “Maafkan ya,
Demikianlah kisah KALIMAYA (Mencari Cinta Sejati), harus diakhiri sampai di sini. Cinta Heru yang terombang-ambing di antara sekian wanita mendapatkan muara pada seseorang melalui perjodohan. Namun cinta yang tumbuh bisa jadi adalah cinta yang sejati, bukan karena harta dan tahta. Mungkin pembaca menyadari bahwa salah satu bab, yaitu bab 37, tidak ada di buku ini. Bab itu terpaksa dicopot agar pembaca merangkai sendiri adegan demi adegan yang ada dalam bab itu. Bisa, kan? Hehe… Tentu masih banyak pertanyaan yang harus dijawab. Bagaimana nasib pak Kusuma? Bagaimana nasib Bunga? Bagaimana nasib Rara? Dan bagaimana kehidupan Heru dan Laksmi selanjutnya? Mudah-mudahan kisah KALIMAYA 2 (Cinta Yang Hilang) bisa segera hadir, karena akan disela oleh kisah yang lainnya, seperti BELLANOVA. Ditunggu saja, sampai jumpa…
LAKSMI menatap Heru yang baru datang. Matanya sudah sembab karena menangis. “Sorry, sayang… tadi aku segera ke sini, cuma jalanan benar-benar padat,” bujuk Heru sambil meraih dan memeluk Laksmi. “Gimana, mas… papi ditangkap polisi…” Laksmi kembali menangis di pelukan Heru. “Kamu tenang dulu, ya, nanti kita mengurusnya. Ini mungkin hanya kesalahan saja…” Heru lalu menelepon Rudi. Dalam situasi seperti ini, tidak ada orang yang mampu mengatasinya selain sahabatnya itu. “Rud, pak Kusuma ditangkap polisi,” lapor Heru. “Iya, aku tahu,” jawab Rudi di ujung sana. “Kenapa, Rud?” “Tindak pidana, Her. Sebaiknya kita ketemu untuk membicarakan ini, kurang baik kalau bicara di telepon.” “Oke, aku akan ke tempatmu.” … Heru tampak tegang sekali ketika menemui Rudi. “Kamu harus menolongnya, Rud,” pinta Heru. Tetapi Rudi langsung menepisnya. “Sorry, kali ini tidak bisa, Her. Pak Kusuma telah mengg
HERU bukan tidak tahu Bunga sangat merindukannya, begitu pun dia, sangat merindukan Bunga. Gadis centil itu telah merampas hatinya, membuatnya selalu terkenang, membuatnya menatap matahari yang bersinar di antara bunga-bunga di taman indah. Tetapi jika dia terus berhubungan dengan Bunga sementara dia akan menikah dengan Laksmi, pasti akan lebih menyakitkan lagi. Dia telah membuat keputusan, orang tuanya pun sudah datang melamar Laksmi secara resmi, pernikahan sudah disiapkan. Tidak ada jalan mundur lagi. ‘Cinta… Apakah itu cinta…Bertanya… tanpa sengaja…’ Kembali alunan lagu itu mengiang di telinganya. Apakah benar dia telah jatuh cinta kepada Bunga? Apakah Bunga yang menjadi cintanya? Ah, sulitnya meramalkan jodoh, siapa yang dicinta dan siapa yang dinikahi… ‘Tetapi, berikanlah Bunga sedikit kesempatan untuk bertemu,’ teriak hati Heru sendiri. ‘Jangan biarkan dia, kasihan, jangan didiamkan. Apa salahnya? Kamu harus bertan
SEBENARNYA, Heru dan Laksmi tidak ingin merayakan pernikahan mereka secara besar-besaran. Bahkan mereka ingin menikah di luar negeri saja, tanpa pesta. Tetapi pak Kusuma mempunyai keluarga besar yang ningrat dari Yogyakarta, tidak mungkin anak tunggalnya menikah begitu saja tanpa perayaan yang melibatkan keluarga besar. Sementara dari keluarga Heru yang di Malang, tidak terlalu mempersoalkan pesta pernikahan. Heru sudah merantau sejak tamat SMA ke Jakarta, dan jarang pulang. Heru sudah seperti ‘anak hilang’. Dalam rangka pernikahan ini, orang tua Heru hanya sekali datang ke Jakarta untuk melakukan prosesi lamaran. Sesuai janjinya, pak Kusuma mengatur semua pesta pernikahan di sebuah hotel mewah di Jakarta, termasuk seluruh biayanya. Bagi pak Kusuma, pesta pernikahan putri tunggalnya ini adalah show atas keberhasilannya di ibukota. Seluruh keluarga besarnya tidak boleh memandang rendah kepadanya! Laksmi menjadi repot sekali dengan urusan w
BERITA tentang rencana pernikahan Heru dengan Laksmi ternyata disampaikan oleh pak Kusuma kepada Rudi. “Jadi, kamu memutuskan untuk nikah dengan Laksmi,” kata Rudi ketika mereka bertemu di sebuah kafe. Heru tidak segera menjawabnya, dia ingin tahu dulu bagaimana sikap Rudi. Hal ini terkait dengan banyak hal, termasuk ‘misi’nya menjadi direktur di perusahaan Rudi, serta --dugaan Heru-- hubungannya dengan Bunga yang menjadi sahabat Astrid! Tetapi karena Rudi sendiri memilih diam tidak berkomentar lagi, Heru akhirnya bertanya, “apakah kamu keberatan?” Rudi menatap Heru dan tersenyum. Entah kenapa, senyum Rudi kali ini terasa misterius bagi Heru. “Memangnya kenapa aku keberatan, brother!” kata Rudi. Tetapi Heru yakin, kata-kata Rudi itu hanyalah lip service belaka. Ada hal lain yang seharusnya dia katakan, sehingga dia meminta Heru untuk bertemu. “Katakan, Rud! Apa menurutmu?” desak Heru. Rudi menyeruput kopinya, b
MINGGU pagi, sudah cukup siang, Heru iseng mengunjungi lapak bu Ratna. “Selamat pagi mas, butuh Bunga lagi?” sapa bu Ratna ceria. Heru tersenyum. “Tidak bu, saya butuh secangkir cairan hangat,” jawab Heru berteka-teki. Bu Ratna mengerenyit, mencoba berpikir apa yang dimaksud Heru. “Secangkir kopi?” “Tidak bu Ratna cantik…” sahut Heru nakal menggoda, membuat wajah bu Ratna merona merah. Efek pujian gombal itu ternyata masih mengena pada bu Ratna. Memang bu Ratna belum terlalu tua, dan masih selalu berdandan. “Saya mau bu Ratna membuatkan saya secangkir coklat panas, mau kan bu?” Coklat panas tidak ada dalam menu yang dijual bu Ratna, tetapi siapa tahu bu Ratna mau berbaik hati mebuatkannya? Heru hanya mencari sesuatu yang tidak biasa saja. “Oh, tentu saja!” ternyata bu Ratna menyanggupinya. Ketika Heru sedang menikmati coklat panas spesial itu, tiba-tiba Laksmi muncul dan mendatangi. Laksmi berpakaian olah raga, terlihat
“BAIKLAH Heru, kamu menang,” berkata pak Kusuma akhirnya. Heru bimbang, karena tidak paham maksud pak Kusuma itu. “Apa maksud bapak?” tanyanya. “Aku tidak akan mencampuri hubungan kalian, hubunganmu dengan Laksmi. Tapi aku mohon, sebagai bapaknya, jangan permainkan anakku! Dia anak kami satu-satunya, kami besarkan dia dengan sepenuh hati, kami sekolahkan dia di luar negeri, dan kini kami support dia dalam bisnisnya. Dia anak yang sangat baik, penurut kepada orang tua. Dan juga… sudah waktunya kami mempunyai cucu! Maka kalian… segeralah kalian menikah!” Walaupun sudah berusaha menyimak kata-kata pak Kusuma, Heru masih belum paham juga maksud di balik kata-kata itu. Kata-kata itu terlihat sederhana. Lebih merupakan kata-kata seorang bapak biasa. Tetapi, ini yang mengucapkannya adalah seorang direktur utama perusahaan besar, seorang direktur senior. Tidak mungkin sesederhana kedengarannya! Tetapi apa yang bisa dia lakukan sekarang? Membatalkan perjodohan
HARI sudah siang ketika ponsel Heru berteriak, ada telepon dari kantor! “Pak, maaf. Apakah bapak masuk kerja hari ini?” tanya Lia, sekretarisnya. Heru mengucek-ucek matanya agar penglihatannya menjadi terang. Sudah lewat jam sebelas siang! Dia bangun kesiangan, gara-gara tidak bisa tidur semalaman. “Masuk, mbak Lia,” jawab Heru meyakinkan. “Tadi pak dirut ke ruang bapak…” “Oh ya, nanti saya akan menemuinya,” sahut Heru. Telepon ditutup. ‘Ada apa lagi dia mau menemuiku? Laksmi pasti sudah melapor ke papinya!’ gerutu Heru dalam hati. Masih terasa berat otaknya untuk bekerja. Dia masih lelah karena mimpinya, di tengah suasana pernikahannya, seorang wanita datang menuntutnya untuk membatalkan pernikahan itu, dia bilang lebih berhak untuk dinikahi karena telah memiliki anak darinya! Keluarga wanita itu mengejarnya, ingin menangkapnya untuk dinikahkan dengan wanita itu… Pas jam 13, Heru masuk ruangan pak Kusuma. “Selamat siang, pak,”
KETIKA kembali ke apartemennya, Heru tidak bisa tidur. Hari ini terasa paling berat dari seluruh hari yang pernah dilaluinya. Dilabrak sama calon mertua, masih bisa dia atasi dengan mudah. Tetapi menghadapi seriusnya hubungan dengan anaknya, barulah dunia ini terasa sangat berat. Dia sekarang dihadapkan pada kenyataan bahwa dalam perjalanan hidupnya, dia harus KAWIN! Dia harus memilih dengan siapa dia akan kawin, dan menghabiskan seluruh sisa hidupnya dengan perempuan itu saja. Jika dia bersama perempuan lain, maka itu perbuatan selingkuh, perbuatan tidak setia dengan pasangan, dan akan mengancam keharmonisan keluarga, bukan hanya rumah tangga. Kapan dia akan kawin? Selama ini dia belum punya rencana, bahkan belum memikirkan akan kawin. Hubungannya dengan perempuan-perempuan masih sebatas ketertarikan biologis, kekaguman terhadap kecantikan, dan kadang-kadang (atau lebih sering?) karena keberuntungan melibatkan dia dengan perempuan-perempuan yang tidak mampu