“Duar…”
Ken berhenti di tengah tawanya. Ia dan Byanca kompak berbalik untuk melihat siapa yang mengejutkan mereka. Padahal mereka sedang asyik bercanda dan melahap braised makarel, jeonbok-juk dan beberapa hidangan seafood lainnya.
“Akhirnya Oma menemukan kalian.” Rina duduk di depan keduanya kemudian menyeringai tipis. “Kalian meninggalkan Oma sendirian di villa. Kalau Oma diculik bagaimana?”
Wajah Ken mendadak jadi takut. Ia pernah menonton film bahwa penculik adalah seseorang yang menakutkan dan penculik juga sengaja memisahkan kita dari keluarga. Ia jadi bergidik membayangkan omanya diculik. Ken turun dari kursinya kemudian memeluk pinggang Rina. “Maafin Ken dan Mami, Oma.”
Rina tersentuh akan kemanisan cucunya ini, maka ia menggendong Ken dan membawanya di atas pangkuan. “Oh sayangnya Oma.” Rina memeluk Ken begitu hangat dan membubuhi ciuman hangat di seluruh wajah m
Rina buru-buru mengambil ponselnya kemudian keluar kamar. Sementara Byanca mencoba menenangkan Ken.“Bian, kamu dengar sendiri keinginan Ken. Terima kasih karena menyakiti dua hati kesayangan Mami. Kamu tidak hanya melukai putri kesayangan Mami tapi kamu juga melukai putramu sendiri.”Bian tampak tak mampu mengolah kata-kata. Ia mengalihkan ponselnya pada Rentina. Rentina pun sama, ia berderai air mata dan suaranya terdengar parau. “Rina sebenarnya ada kesalah pahaman di sini.”“Aku tidak mau ikut campur urusan rumah tangga mereka. Tapi yang aku tahu bahwa putramu telah mencamapkkan putriku. Maka sekarang aku akan melindunginya semampuku. Jika kalian ingin menyakitinya lagi, maka langkahi mayatku!”“Rin… kita adalah sahabat. Kita tidak akan berkelahi karena ini, bukan?”Rina menghela napas kasar. “Tadinya aku tidak memikirkan itu. Tapi, setelah mendengar suara hati Ken, maka aku meminta m
Clara ikut senang melihat tawa Byanca dan Ken pada potingan Tante Rina. Namun, ia juga tersandung pilu ketika membaca keterangan foto itu. Banyak arti tersirat dalam kalimat yang dituliskan oleh Tante Rina. Namun yang tertangkap hanya kalimat larangan untuk Bian kembali lagi.“Permisi, Bu. Ada tamu yang ingin bertemu.”Clara mengingat-ingat janji yang dimiliki hari ini. Seingatnya tidak ada, lantas siapa yang ingin bertemu dengannya. Ia menatap sekretarisnya dengan kebingungan. “Siapa?”Eca bingung-bingung menjawab, pasalnya tadi sang tamu sudah memohon pada Eca agar tidak memberi tahukan bahwa ia adalah Darrel. Mengingat Clara benci pada Bian, pasti ia juga akan menolak Darrel untuk bertemu. Namun kehadiran Darrel kali ini tidak ada sangkut pautnya dengan Bian ataupun Byanca. Ia datang murni karena urusan pekerjaan.“A-anu, Bu. Pak …”Brughhh…Suara pintu didorong begitu kuat berhasil meleba
Hujan mengguyur kota. Rintiknya menyapa lewat jendela. Mengabarkan bahwa ia telah tiba. Angin menggelitik bumi. Menerbangkan dedauan kering dan sampah ringan sesuka hatinya. Suara desakan petir ikut memeriahkan pertunjukan hujan kali ini.Dewo menatap kota Jakarta dengan sendu. Sudah lebih dari tiga tahun ia meninggalkan kota ini dengan semua kisah haru. Dewo tak pernah mengharapkan dirinya hadir kembali karena kisah pilu. Ia selalu berharap akan datang ke Jakarta ketika mendengar kabar bahagia dari putri semata wayangnya—Byanca.“Pak, kita sudah sampai,” beri tahu supir.Dewo menatap lekat rumah yang tampak sepi, seakan tak ada penghuni. Ia menurunkan sedikit kaca dan bertanya pada sekuriti yang berjaga. “Byanca ada di dalam?”“Ibu Byanca? Maaf Pak. Setahu saya rumah ini bukan milik Ibu Byanca lagi. Rumah ini sudah dijual tiga minggu yang lalu.”Alis Dewo bersatu. Seribu guratan kebingungan melintasi wajah
Dewo mencengkeram pundak Bian. Matanya memerah dan menyayat hati Bian. “Setidaknya kamu memulangkannya kepadaku. Dimana rasa hormatmu?” Dewo menampar pipi Bian. Emosi berkecamuk di dadanya. Penyesalan menghiasi setiap langkahnya.Bian menyeka darah dari hidungnya. Ia menatap Dewo dengan penuh ketakutan. Bukan takut karena dihajar, tapi takut karena telah melukai hati pria yang mempercayainya itu. Bian ingin saja menyatakan kebenaran dan hatinya seakan menolak. Ia telah bersusah payah membiarkan Byanca pergi, maka ia tak akan bisa melihat Byanca kembali.“Layakkah Byanca diperlakukan seperti itu?” teriak Dewo dengan suara parau. Ia terjatuh ke lantai dengan lutut tertekuk. Air matanya menjadi pertanda betapa hancur perasaannya. “Bahkan Byanca belum pernah merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya.”Jika Dewo bisa memutar waktu, ia ingin memperlakukan Byanca jauh lebih baik lagi dan tak akan pernah mengizinkan Bian masuk dalam keh
Rina langsung mengambil ponsel Byanca. Ini bukan saat yang tepat untuk dia hadir ke dalam permasalahan Rams. Rina tentu saja sudah mengetahui permasalahan ini, bahkan ia juga sangat menyesali keputusan Dewo. Namun satu sisi dia senang karena bisa membalas kejahatan keluarga itu.“Ini bukan waktu yang tepat untuk kamu menghubungi mereka.”“Tapi, Mi.” Byanca menatap dengan penuh permohonan, hingga air matanya kembali menetes. Salahkan Byanca yang memiliki hati lembut dan mudah tersentuh.“By, lagi pula itu keputusan Papi dan tidak ada hubungannya dengan kamu. Jika mereka menyalahkan mu maka mereka tak tahu malu,” murka Rina. Ia membawa Byanca ke dalam pelukannya.“Mi… seluruh keluarga Bian bergantung pada Bay Air, meskipun perusahaan Bian maju tapi tidak bisa menandingi kemajuan Bay Air. Byanca khawatir jika mereka bangkrut, terlebih lagi Bunda Rentina sudah vakum dari dunia musik.” Kini mereka hanya be
Awalnya niat jahat itu tidak pernah terbesit, namun ketika seseorang menoreh luka, rasanya sangat sakit sehingga menimbulkan dendam dan rasa ingin terbalaskan. Maka, tak salah bila ada yang mengatakan orang jahat terbentuk dari orang baik yang tersakiti.Dewo memamerkan senyuman kepada rekan-rekan bisnisnya. Ia sengaja mengundang mereka memadati rumah—yang sudah lama tak ia tempati bahkan akan segera dijual. Tujuannya adalah menjual saham Bay Air agar ia tak terlibat lagi dengan keluarga Bian. Dewo memegang saham sekitar 30% dan menjadikannya salah satu dari 3 pemegang saham terbesar lainnya. Kali ini, Dewo tak peduli jika mereka menghargai saham itu dengan harga murah sekalipun karena rasa muaknya sudah sangat menggerogoti.“Baiklah! Saya akan membeli dengan harga sepuluh milyar rupiah.” Salah satu pria berusia sekitar 40 tahun mulai membuka penawaran. Ia sudah mempertimbangkan jika Dewo menjualnya dahulu—di kala Bay Air sedang dalam masa perke
Tidak ada yang mengenal siapapun dengan baik kecuali dirinya sendiri. Bertahun-tahun saling mengenal tidak menjadi jaminan untuk kita dekat, dalam arti kata mengetahui semua rasa dan rahasia. Tidak, waktu tidak bisa membeli sebuah kenyamanan, meski ada yang mengatakan bahwa kita akan nyaman karena terbiasa. Nyatanya, itu tidak berlaku pada semua orang. Seperti halnya, Byanca. Ia tak mengenal siapa Bian, padahal di awal pernikahan profil Bian adalah profil yang diidamkannya, namun kini beralih menjadi profil yang sulit untuk dipahami.“Mi… bagaimana penampilan Ken?”Byanca terkesiap dari lamunan panjangnya, ia melirik pada anaknya yang kini sedang memakai seragam sekolah baru. Ya, hari ini Ken sudah mulai bersekolah di Busan. “Kenapa anak mami tampan sekali?” Ia mengulurkan tangannya untuk meraih Ken dalam dekapannya.“Jangan ciumi Ken terus, Mi,” rajuk Ken. Ia mengerucutkan bibirnya dan melipat tangan di dada. &ld
Seperti membuka lembaran lama kembali; mengeja semua kisah buruk yang pernah terjadi. Lukanya masih sama, dampaknya juga masih sama. Pernyataan pisah dari Rams masih terus berulang di kepala Rentina. Sebagai wanita yang pernah gagal dalam berumah tangga, ada harapan besar pada pernikahan kedua ini untuk melangkah sampai garis finish. Rentina merasa sangat egois untuk mengukung Rams dan memohon agar membatalkan ucapannya, tetapi harga diri Rentina sangat tinggi. Maka, ia hanya diam saja dan membiarkan Rams mengemasi barang-barangnya sebelum berlalu pergi tanpa memberitahu akan kemana tujuannya.Rentina bukan wanita bodoh yang tak tahu bahwa kehancuran perusahaan Rams memang sangat memukul. Ia tahu bahwa Rams sudah lebih dari dua puluh tahun merintis usaha tersebut dan hanya karena Bian semuanya jadi hancur. Mungkin jika ia menjadi Rams, sudah dipastikan bahwa ia berujung ke rumah sakit atau rumah sakit jiwa sekalipun. Namun, sebagai ibu, ia juga tidak bisa menyalahkan Bian seu
Tidak ada yang bisa menerima sebuah perpisahan. Baik pisah hidup maupun mati. Semua yang pernah bersama ingin selalu bersama hingga akhir hayat bahkan di kehidupan selanjutnya. Dunia fana ini selalu diimingi dengan kebahagiaan semata. Nyatanya kebahagiaan itu semu.Renata melakukan aksinya untuk memisahkan Dewo dan Rina karena kebenciannya pada ayah Dewo, Pramasta yang telah merenggut nyawa kedua orang tuanya. Tidak hanya itu, menurut Rentina sejak sahabatnya itu—Dewo—mengenal Rina waktunya sangat sedikit untuk Rentina. Hal itu semakin memupuk rasa kebenciaannya.Strategi demi strategi untuk balas dendam telah direncanakan. Salah satu yang direalisasikannya adalah masuknya orang ketiga dalam rumah tangga Dewo. Sebenarnya itu tidak murni rencananya. Rams berselingkuh dengan seorang wanita bernama Mellisa. Suatu hari, Rams mengatakan bahwa Mellisa tengah mengandung anak mereka. Rentina tidak dapat menerima itu, dia pun kesal pada Rams dan mengancam Rams atas
Rentina tersadar dari hanyutan masa lalunya. Matanya memerah menatap Dewo. Aura kebencian terpancar dari lensa hitam tersebut. Aliran darahnya seakan membuncah untuk membalaskan dendam kepada Dewo. Sialnya, rantai yang kuat ini menjeratnya.“Pramasta apa kabar?”Ini adalah kali pertama ia menyebut nama ayah Dewo tanpa menggunakan embel-embel panggilan ‘om’ untuk kesopanan. Sejak ia menyelidiki lebih lanjut ucapan mantan supirnya, Rentina tidak menelan informasi itu mentah-mentah melainkan ia menyelidiki lebih lanjut. Masih ada harapan Rentina bahwa ayah temannya itu tidak bersalah. Satu demi satu bukti dan saksi Rentina kumpulkan selama bertahun-tahun hingga akhirnya bahwa kecurigaan itu adalah benar.Lalu apa yang dilakukan Rentina?Apakah ia langsung membalaskan dendamnya pada Pramasta?Tidak!!Ya, jawabannya tidak. Rentina tidak melakukan apapun kepada Pramasta karena ketika ia telah berhasil mengumpulkan semua buk
Perusahaan warisan ayah Rentina telah dikelola oleh adik kandung ayahnya sendiri yang mana nantinya akan diserahkan kepadanya. Rentina tidak terlalu mengambil berat hal itu karena ia menganggap dirinya masih belum mampu untuk mengelola perusahaan tersebut. Rentina hanya menerima hasil setiap bulan dan dimanfaatkan untuk biaya sekolahnya. Rentina sering berkunjung hanya untuk mendapatkan teka-teki atas kematian orang tuanya. Dia mulai melibatkan diri dalam pekerjaan di perusahaan. Mulanya hanya untuk memecahkan teka-teki, lama kelamaan menjadi ketertarikan untuk bekerja di sana. Rentina meminta kepada omnya untuk diajak bekerja, ia pun ingin mengambil peran dari mulai yang terendah dahulu. Rentina mempelajari setiap liku pekerjaan tersebut. Perusahaan ayah mengalami gejolak hingga hampir gulung tikar. Om Irwan, omnya mengaku sudah melakukan banyak cara untuk menstabilkan permasalahan tersebut. Permasalahan ini dipicu karena mereka salah memilih distributor. Uang yang
Flashback on“Rentina, ikhlaskan kepergian mereka!” ucap tantenya sambil memeluk tubuh remaja Rentina.Rentina mengatupkan mulutnya. Membungkam kesedihan yang membendung. Hari itu adalah hari yang sangat buruk bagi Rentina. Tak pernah ia bayangkan bahwa hari itu datang, hari dimana ia kehilangan dua orang yang disayanginya yaitu papa dan mamanya.“Tante, kata ikhlas memang mudah diucapkan tetapi, sangat sulit untuk diimplementasikan. Bagaimana aku akan menjalani hariku tanpa mereka? Aku hanya anak tunggal. Aku tak memiliki apapun dan siapapun lagi.”Rentina tahu bahwa ini kehendak Tuhan akan tetapi ia belum siap. Hati dan kepalanya terus berbicara akan sendiri yang akan dihadapinya. Rentina menekuk lututnya kemudian memeluk lutut itu, menggambarkan bahwa ia hanya bisa bertahan dengan dirinya sendiri. Hartanya adalah dirinya sendiri. Ia menangkup dan menangis sekencang-kencangnya. Para pelayat yang mengirimkan doa kepada orangtuanya
“Apa sebenarnya penyebab kalian merusak rumah tangga ku?”Rina tak mampu menahan seluruh gejolak pertanyaan yang telah dari Singapore ia pendam. Rina tak mementingkan waktu jika saat ini antara Rentina dan Dewo sedang bersitegang. Ia hanya ingin tahu agar dadanya tak sesak menahan.Mata Rentina beralih pada Rina. Alih-alih menjawab, ia justru menyunggingkan senyuman seakan mengejek Rina. Senyuman yang dulunya hangat kini menjadi tajam yang mampu menyabik hati Rina.“Karena kamu terlalu sombong, Rina.”Rina terpancing untuk menghampiri Rentina. Entah hanya sekedar mendekatkan telinganya agar memastikan bahwa ia tak salah dengar. Namun, Dewo segera mencegahnya. Dewo menarik tangan Rina dan membisikkan kata-kata penenang.Rina memejamkan mata kemudian mengatur emosinya. Ia tak boleh terpancing demi permasalahan ini cepat diselesaikan. Melihat wajah Rentina terlalu lama akan mempengaruhi kesehatan jantungnya.“Kamu
Rina menyunggingkan senyuman kepada Bian setelah mendengar teriakan Indira. Wanita itu sangat kacau dan berantakan. Rina mengira bahwa mentalnya telah terguncang. Ia mendekati Dewo dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi kepada Indira. Dewo hanya menjawab dengan mengangkat bahunya membuat Rina menghela napas malas. Sudah dalam keadaan seperti ini pun Dewo masih sempat untuk bermain rahasia. Di hadapan Rams dan Rentina terbentang sebuah sofa panjang dengan sebuah meja di hadapannya yang berisi banyak makanan dan juga minuman. Dewo mengajak mereka semua untuk duduk. “Rentina, Rams dan Indira kehadiranku membawa mereka semua ke sini bukan untuk menghukum kalian. Aku tahu semua orang pasti pernah melakukan kesalahan tidak terkecuali diriku sendiri. Aku ingin kita menyelesaikan dengan damai dan secara kekeluargaan. Tolong akui semua kesalahan kalian!” Tak munafik bahwa kekesalan Dewo kepada tiga manusia di hadapannya sudah mengubun-ubun tetapi ia masih memiliki h
Pesawat yang ditumpangi mendarat indah di Bandar udara Soekarno Hatta. Dewo beserta rombongan segera menaiki mobil yang telah disediakan. Perjalanan selanjtunya adalah menuju tempat penyekapan Rams dan Rentina. Sepanjang perjalanan, semua tampak tak banyak bicara. Hanya diam dan menerka-nerka akan bagaimana kelanjutan cerita ini.Begitu sampai tempat penyekapan, Salim telah menunggu mereka. Ia segera mendekat dan menyapa satu-persatu. Dewo tersenyum ramah dan juga berjalan di samping Salim.“Lalu, apa yang akan kau lakukan?” Siapapun pasti akan sangat penasaran. Begitu pula dengan Salim. Sudah lama ia menanti hari ini. Ia juga sudah lelah menebak konspirasi di antara semuanya.“Dimana Bema dan Brian?” Dewo berhenti dan memperhatikan sekitar. Hal tersebut juga membuat semuanya berhenti dan mengikuti arah pandang Dewo.“Aku sudah meminta mereka datang tetapi tidak tahu kemana dua anak itu.” Tak ingin membuat suasana hati
Langit cerah menutupi raut kemarahan dari dua anak manusia yang saling berhadapan dengan kondisi tubuh terikat tali. Mereka adalah Rentina dan Rams. Rentina menggerakkan tubuhnya; menggapai-gapai tangan Rams. Ia tak bisa dengan lantang menyuarakan isi kepalanya sebab mulutnya ditutupi lakban hitam yang menyebalkan.Rentina berusaha berbicara lewat mata. Sayangnya Rams nampak tak tertarik, ia memutar lehernya dan lebih memilih menatap dinding yang dipenuhi sarang laba-laba tersebut. Lebih baik melihat itu dari pada menatap Rentina dengan segala gejolak emosinya.“Apa kau tak ingin mengalahkan Dewo di dunia bisnis?” Rams mengingat dengan jelas kata-kata yang diucapkan Rentina dahulu. Kata yang menjadi mantra untuknya melakukan segala cara agar mengalahkan Dewo. Meski Dewo bukan tandingannya di dunia bisnis tetapi Rams mengal
Berdamai dengan keadaan adalah jalan yang dipilih Rina meski hati masih berbentur dengan luka masa lalu, tetapi ia begitu sadar bahwa semua karena jebakan. Rina memang mencoba untuk memaafkan Mellisa. Melihat Archi yang sedikit trauma membuat Rina merasa iba. Ia pernah melihat jiwa Byanca terguncang. Oleh sebab itu, ia tak ingin Archi juga nekat melakukan apa yang Byanca lakukan dahulu.Mellisa merasa terharu atas sikap Rina. Ia berulang mengucapkan terima kasih bahkan ia secara refelks memeluk Rina. Semua ini di luar ekspektasinya. Mellisa iri dengan Rina yang memiliki hati begitu lembut. Ia berjanji akan menjadikan dirinya lebih baik lagi untuk membalas kebaikan Rina. Untuk Dewo, ia tak akan mengejarnya lagi. Terserah pada Dewo untuk hidup seperti apa, lagi pula mereka telah berpisah sejak beberapa bulan yang lalu.Usai melepaskan pelukan Mellisa, Rina menatap Dewo dengan ekspresi tak terbaca. Dewo menaikkan sebelah alisnya tanda tak mengerti arti tatapan itu. Rina t