Kenzie menghela nafas lega bisa sampai di rumah dengan selamat. Sepanjang perjalanan tadi berkali-kali dia hampir celaka karena banyak melamun. Jeritan klakson dari pengemudi lain membuatnya kembali konsentrasi ke jalan raya."Mau mati lo?""Jangan ngelamun, woy!""Kalo mau mati, mati aja sendiri. Jangan ajak-ajak orang!"Begitulah umpatan dari para pengemudi yang hampir bertabrakan dengan Kenzie."Kenapa aku jadi mikirin dia terus, sih?" gumam Kenzie sambil berjalan memasuki rumahnya gontai.Setelah kejadian Sherin jatuh dalam pangkuan Kenzie, kedua insan itu tampak kikuk. Masing-masing dari keduanya tidak ada yang bersuara. Hanya Sherin yang sesekali mencuri pandang pada Kenzie jika pria itu berdehem.Bukan apa-apa, itu karena wajah Sherin jatuh tepat di area vital Kenzie. Jika ada yang melihat sekilas, mungkin menganggap mereka berdua sedang berbuat mesum. Beruntung saat itu pengunjung cafe hanya ada beberapa dan jauh posisinya dari tempat Sherin."Kamu masih lama di sini?" tanya K
"Sherin! Sherin, keluar kau!"Sherin yang baru saja akan memasuki kamar mengurungkan niatnya ketika mendengar gedoran di pintu depan rumahnya yang diiringi dengan teriakan. Dengan wajah gusar dan hati diliputi pertanyaan, dia melangkah menuju ruang tamu."Ferdian," gumam Sherin cukup terkejut setelah membuka pintu melihat ada sepupunya. Rupanya dia pelakunya, pikir Sherin."Ada apa? Datang ke rumah orang nggak ada sopan-sopannya." Sherin melipat tangan di atas perut seraya membalas tatapan tajam dari Ferdian."Jangan berlagak bodoh. Kamu 'kan yang sudah memasukkan virus ke data base perusahaan? Cepat kirim anti virusnya!" tuduh Ferdian tanpa basa-basi.Sherin mengerutkan kening. "Virus? Data base perusahaan? Maksudmu apa? Aku nggak ngerti."Ferdian mengibaskan tangan. "Halah, pura-pura nggak tau lagi! Karena perbuatanmu, sekarang semua pekerjaan tertunda karena nggak bisa mengakses pusat data. Kalau kamu sakit hati karena waktu itu aku pecat, jangan jadikan perusahaan sebagai sasaran.
Suara derap langkah kaki saling bersahutan di lobi kecil sebuah perusahaan. Sherin melangkah penuh percaya diri di tengah banyaknya orang yang belum dikenal. Tidak mau tersesat di tempat baru, dia menghampiri meja resepsionis."Selamat pagi. Ada yang bisa saya bantu Ibu?" Seorang wanita muda menyambut Sherin dengan ramah dari balik meja resepsionis."Saya mau ketemu Bapak Kenzie. Beliau sudah datang?" Sherin langsung mengatakan maksud tujuannya."Kalau boleh tahu, dengan Ibu siapa?""Sherin.""Baik, Bu Sherin. Ibu sudah ditunggu Bapak di ruangannya. Dari sini Ibu naik tangga menuju lantai tiga, kemudian belok kanan, lalu berjalan kurang lebih tiga meter Ibu sudah sampai di depan ruangan Bapak," jelas petugas resepsionis tersebut.Sherin mengangguk dan mengucapkan terima kasih. Selanjutnya, dia menyusuri jalan sesuai petunjuk dari resepsionis tadi.Tiba di lantai yang dituju, Sherin tampak terengah-engah. Dia diam sejenak untuk menormalkan pernafasannya yang sedikit sesak. "Hah, gila!
Gonjang-ganjing di kantor Ferdian sudah tidak bisa dihindari. Semua karyawan benar-benar tidak bisa bekerja secara optimal karena permasalahan di data yang tidak bisa diambil dari pusat data mereka. Sebagai pimpinan perusahaan, Ferdian dibuat pusing tujuh keliling."Ferdian, ini sebenarnya ada apa? Papa dapat laporan katanya pusat data kita tidak bisa diakses sudah beberapa hari." Daniel mendatangi kantor Ferdian dengan wajah panik.Ferdian yang sedang mengotak-atik laptop mendongak melihat papanya sudah ada di depannya sambil berkacak pinggang. Menyandarkan punggung seraya menghela nafas berat, Ferdian memijat pelipisnya. Laki-laki itu kemudian beralih pindah duduk di sofa diikuti sang papa."Ada yang menyusupkan virus ke sistem kita. Sampai hari ini tim IT belum bisa melumpuhkan virus itu. Malahan sekarang lebih parah, kita tidak menyalakan komputer yang terhubung ke sistem," ungkap Ferdian mendesah.Daniel menatap penuh selidik anaknya. "Ada orang yang kamu curigai? Karena nggak mu
"Papa memang gila! Benar-benar gila!"Ferdian mengumpat setelah mendengar papanya bercerita panjang lebar. Dia tak menyangka, perusahaan yang selama ini dikelola adalah milik Kanaya dan Kenzie. Berdasarkan cerita sang papa, aslinya perusahaan mereka sudah bangkrut."Pantas saja Kanaya nggak mau nerima aku karena dia udah tau kalo Papa yang udah menghilangkan nyawa papanya juga mengambil perusahaannya. Siap-siap aja Papa dilaporkan ke polisi." Ferdian menatap lekat Daniel yang tertunduk."Lalu, apa yang akan Papa lakukan sekarang?" lanjut Ferdian bertanya."Dia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya!"Mendadak pintu ruangan itu terbuka lebar. Seorang pria tampan berikut empat orang berbadan tegap menerobos masuk dan berdiri dengan angkuhnya di hadapan dua pria berbeda generasi tersebut.Baik Ferdian juga Daniel terkejut dengan kehadiran Kenzie yang datang secara tiba-tiba. Wajah keduanya panik seketika."Apa kabar Om Daniel? Masih betah menikmati harta hasil curian?" Kenzie menarik
"Kenapa kita ke sini, Pak?" Sherin memandang heran pada Kenzie yang membawanya menuju kantor Ferdian. Awalnya lelaki itu mengajaknya meeting di mana Sherin sendiri tidak tahu siapa klien yang akan mereka temui."Kamu ikut aja, jangan banyak tanya!" seru Kenzie tidak mau mendengar ada bantahan.Bagai kerbau yang dicocok hidungnya, Sherin mengikuti Kenzie keluar dari mobil lalu melangkah memasuki gedung bertingkat tempat dulu dia bekerja. Orang-orang yang berpapasan dengannya menatap penuh tanya."Selamat pagi, Bu Sherin," sapa petugas resepsionis begitu wanita itu lewat di depannya."Selamat pagi, Ayu." Sherin memasang senyum terbaiknya lalu tergopoh-gopoh mengejar Kenzie yang sudah berada jauh di depan.Menarik nafas banyak-banyak, Sherin mengatur pernafasan setelah berdiri di samping Kenzie yang sedang menunggu lift terbuka. Sedangkan Kenzie hanya melirik saja."Aku pastikan besok resepsionis itu tidak akan bekerja di sini lagi," ujar Kenzie geram."Eh, kenapa? Memangnya Bapak siapa?
"Ferdian, katakan sama Mama, papamu pergi ke mana? Udah tiga hari dia gak pulang, ditelpon nggak aktif-aktif. Terakhir bilangnya dia mau menemui kamu." Julia menarik tangan anaknya yang sedang berjalan keluar rumah lalu membawanya duduk di sofa.Berjam-jam selama tiga hari ke belakang Julia duduk di teras depan rumah menunggu kedatangan sang suami. Namun, hingga malam menjelang, orang yang diharapkan datang tak kunjung tiba. Begitupun dengan sang anak, hidup satu rumah tapi tidak pernah bertemu.Ferdian memijat pelipisnya. Inilah hal yang dia hindari tiga hari terakhir ini. Dia sengaja pergi pagi-pagi sekali dan pulang tengah malam demi menghindari pertanyaan dari sang mama."Apa dia ada wanita lain?" Julia bergumam dengan mata berkaca-kaca. "Mama akui Mama udah tua, nggak semenarik dulu, nggak bisa melayani papamu dengan maksimal tapi tolong jangan begini, setidaknya kasih kabar biar Mama nggak kepikiran."Ferdian terkesiap. Dia menatap sang mama penuh rasa iba. Bingung dengan tindak
Julia tertunduk lesu. Sekeras apapun usahanya ternyata tidak mampu menyentuh hati Kanaya. Istri dari Leon itu tetap bergeming dengan keputusannya."Nay, cobalah buka hatimu sedikit saja. Biarkan Papa kembali bersama kami, toh perusahaan sudah aku kembalikan pada kalian. Aku tidak akan menuntut apapun asal Papa dibebaskan," ucap Ferdian membela ibunya yang tengah tergugu dalam pelukannya."Apa Om Daniel dulu memakai hatinya saat berniat mencelakai papa aku?" tanya Kanaya seraya menatap sinis ibu dan anak tersebut.Rossa yang mulai memahami maksud pembicaraan orang-orang di depannya tidak bisa berkomentar apa-apa. Dia juga pernah menjadi korban dari tuduhan Kenzie pada suaminya, dan sekarang Arga sudah bebas karena memang tidak bersalah.Ferdian mengeraskan rahang. "Aku tidak menyangka jika hatimu sekeras ini, Nay. Kupikir kamu wanita berhati lembut mengingat kisah hidupmu yang sangat menyedihkan." Sindir Ferdi."Dan itu semua karena perbuatan papamu. Lebih baik kalian pulang sekarang ka
"Kamu serius?" Leon menatap anaknya penuh selidik. Begitupun dengan Kanaya yang duduk di sebelahnya.Keanu mengangguk. Beberapa saat yang lalu, setelah mengantar Audy pulang, Keanu memberitahukan niatnya pada Leon juga Kanaya untuk melamar tunangannya. Sebenarnya, ketika mengatakan hal tersebut pada Audy, dia belum bicara dengan dua orang tuanya itu."Mama pikir kamu mau nunggu usia kalian matang dulu baru menikah," ujar Kanaya."Memangnya umur 24 masih terbilang muda untuk menikah, Ma?" Keanu menatap penuh tanya mamanya."Nggak, sih, udah cukup malah. Cuma 'kan yang Mama tau, biasanya para artis itu suka nunda-nunda buat nikah muda. Mereka lebih memilih mengembangkan karier dulu, baru memikirkan kehidupan pribadinya.""Itu 'kan orang lain, Kean nggak ada pikiran begitu. Kalo udah ada gadis yang cocok dan sepemikiran, ngapain ditunda-tunda? Kalo dia kabur karena kelamaan nunggu, bisa-bisa Kean yang gigit jari.""Betul itu, Papa setuju. Jangan lepas gadis yang sudah cocok dengan hatimu
Rasa tak percaya menyelimuti hati Audy saat laki-laki yang duduk di depannya itu mengucapkan kata-kata yang tak pernah ada dalam pikirannya, dan dia bingung harus menjawab apa. Karena dia sendiri belum tahu dengan perasaannya pada Keanu. Memang, selama bersama laki-laki itu, Audy merasakan kenyamanan dan dia juga merasa terlindungi. "Aku tau mungkin ini terlalu mendadak, dan kamu nggak harus menjawabnya sekarang. Kamu bisa memikirkannya lebih dulu. Cuma satu yang pasti, aku nggak main-main dengan apa yang aku katakan barusan," ucap Keanu sambil menatap Audy yang terdiam di tempat.Audy mengerjapkan mata, lalu berkata, "Mmm ... Iya, ini memang terlalu mendadak. Aku butuh waktu buat berpikir.""Oke, tapi jangan terlalu lama," sahut Keanu tersenyum tipis.Audy mengangguk. "Dan cincin ini, sebaiknya kamu simpen dulu. Aku belum pantas untuk menerimanya.""Kenapa?""Di antara kita belum ada ikatan yang pasti. Sebaiknya nanti aja kalo aku udah kasih jawaban.""Baiklah," sahut Keanu memasukk
Audy menarik tubuh Shela sekuat tenaga supaya terlepas dari Keanu yang juga sedang berusaha melepaskan kaitan tangan yang melingkar di pinggang."Aww ...!" jerit Shela terpekik saat dirinya jatuh ke belakang dengan pantat menyentuh lantai lebih dulu. Rupanya Audy dan Keanu berhasi melepaskan jeratan gadis ber-make up tebal itu."Masih punya nyali kamu buat bikin masalah sama aku?" Keanu menatap nyalang gadis yang kini sedang meringis sambil mengusap-usap bagian belakang tubuhnya, tapi masih dalam posisi terduduk di lantai.Shela mendongak demi melihat Keanu. "Jahat kamu, Kean! Gara-gara penolakan kamu di setiap produksi film yang aku terlibat di dalamnya, sekarang aku nggak pernah mendapat tawaran apapun. Bahkan untuk iklan atau sinetron sekalipun."Nasib Shela di dunia hiburan memang kurang beruntung. Setelah permasalahannya dengan Keanu mencuat, jarang ada yang mau memakai lagi dirinya sebagai pemeran dalam setiap produksi film, entah itu sebagai pemeran utama, pendamping atau figur
"Audy!"Gadis bersanggul itu menoleh ke asal suara saat mendengar ada yang memanggil namanya. Keningnya berkerut dalam ketika melihat laki-laki yang kini menjadi teman akrabnya tetapi jarang bertemu itu berjalan mendekat sambil menjinjing paper bag di tangan."Rapi amat. Nggak syuting?" tanya Audy pada lelaki yang memakai kaos putih dipadukan dengan jas semi formal berwarna abu-abu gelap tersebut setelah berdiri di sampingnya."Nggak, lagi libur. Barusan habis meeting di resto depan, terus mampir ke sini soalnya inget sekarang jadwal kamu latihan," jawab Keanu melebarkan senyum, "udah beres?" sambungnya."Belum, masih ada satu jam lagi. Ini lagi istirahat.""Kebetulan. Ini, aku bawain desert." Keanu menyodorkan paper bag berukuran besar tersebut."Bagas nggak ikut?" tanya Audy sambil mengambil paper bag dari tangan Keanu."Bagas ke panti sama Oma dan Opa."Audy melihat isi dari paper bag. "Banyak amat," cetusnya, kemudian beralih menatap Keanu."Sekalian buat yang lain."Audy mengang
Barata berdiri tegak sambil berkacak pinggang di hadapan Bella dan papa Jonathan yang duduk di kursi taman restoran. Para pengunjung restoran sudah kembali ke tempat duduk mereka masing-masing setelah Leon turun tangan mencegah Barata bertindak lebih jauh lagi. Leon juga Keanu masih berada di tempat itu, sementara yang lain sudah diminta untuk pulang lebih dahulu.Laki-laki berpakaian kasual itu mengusap wajahnya sambil membuang nafas kasar. Sesekali matanya melirik Audy yang berdiri tak jauh di sisi kanan."Inilah kelakuan perempuan yang kamu akui sebagai mama itu, Sayang. Seumur pernikahan kami, dia berselingkuh dengan laki-laki ini hingga menghasilkan anak."Semua yang ada di sekitar Barata terkejut, terkecuali Leon, karena dia sudah tahu akan cerita itu, hanya belum tahu saja siapa laki-lakinya."Shela anakmu, Mas!" seru Bella sambil melihat Barata dengan mata melotot."Kamu yakin? Karena aku merasa gak yakin," sahut Barata sinis, tapi tetap tenang.Hati laki-laki itu sudah terlan
Audy memunguti pecahan gelas yang berserakan di lantai dengan tangan bergetar. Mendengar penuturan Keanu pada Kanaya membuat dia merasa malu pada kedua orang tua Keanu yang sudah banyak membantunya."Audy?" Keanu muncul dari ambang pintu, dan itu membuat konsentrasi Audy buyar "Aww ...!" pekik Audy saat tak sengaja jarinya tertusuk pecahan gelas yang runcing.Bergegas Keanu menghampiri gadis tersebut lalu menarik tangannya. "Biarin Bibi aja yang bersihin pecahannya," ucap Keanu sambil membawa Audy menuju kursi tempat dia duduk sebelumnya."Coba liat, mana yang luka?" Keanu menadahkan tangan. Bagai terhipnotis, Audy menunjukkan satu jarinya yang tertusuk pecahan gelas.Keanu meraih tangan Audy lalu memijit bagian jarinya yang terluka hingga mengeluarkan darah. Setelah itu, pemuda berkaos putih tersebut menghisap darah yang keluar kemudian meludahkannya di tanah yang berumput.Diperlakukan seperti itu membuat tubuh Audy membeku, tapi detak jantungnya berdegup tak karuan. Dia hanya mamp
Melihat foto-foto yang Jonathan tunjukkan di salah satu akun sosial media, membuat Keanu dan Bagas tahu jika Shela yang nekat menjebak Keanu adalah adiknya Audy. Keduanya saling tatap tak percaya mengingat bagaimana sikap Audy sebagai kakaknya.Saat sedang fokus dengan ponsel Jonathan, Keanu melihat pergerakan temannya tersebut yang beranjak dari kursinya lalu berjalan menjauhi meja mereka. "Jo, mau ke mana lo?" tanya Keanu heran.Jonathan tidak menjawab. Dia terus melangkah dengan nafas memburu dan tangan terkepal menuju sepasang laki-laki dan perempuan yang kini sudah duduk saling berhadapan di pojok cafe. Suara hentakan kakinya terdengar kencang karena dibarengi amarah.Penasaran temannya itu mau pergi ke mana, Keanu mengikuti arah langkah Jonathan. Bagas tetap duduk menunggu walau dalam hatinya ingin tahu juga."Jadi begini yang kalian lakukan di belakang pasangan kalian masing-masing?"Ucapan Jonathan tersebut spontan membuat dua manusia dewasa yang saling berpegangan tangan itu
Keanu dan Bagas tidak menyangka jika Shela nekat melakukan hal yang sangat menjijikkan demi mendongkrak popularitasnya. Kini nama Shela sudah masuk dalam daftar hitam di agenda Bagas. Jika ada nama gadis itu dalam urutan daftar pemain di sebuah produksi film atau apapun itu, maka Bagas secara otomatis akan menolaknya."Kamu inget nggak, Gas? Jonathan pernah bilang kalo adiknya Audy yang bernama Shela kuliah di kampus kesenian. Apa itu Shela yang sama yang sering ketemu sama kita, atau lain lagi?" ujar Keanu dalam perjalanan mereka pulang.Syuting hari ini batal secara mendadak, karena sang pemeran utama tidak mau Shela masih ada dalam daftar pemain film yang sedang dikerjakan. Lebih baik dia kehilangan uang puluhan atau ratusan juta daripada harus tercoreng nama baiknya karena keberadaan Shela, yang bisa jadi akan melakukan hal serupa di masa mendatang.Bagas mencoba mengingat sambil menyetir mobil. "Lupa-lupa inget," sahut Bagas setelah beberapa menit berpikir."Coba aja tanyain ke s
Perasaan Keanu sedikit tidak enak sejak keluar dari kantor Leon. Ada sesuatu yang mengganjal hatinya saat ini, tapi dia sendiri tidak tahu. Rasa malas pergi ke lokasi syuting menghinggapi dirinya. Namun, dia tetap memaksakan diri. Karena jika dirinya tidak hadir, maka jadwal syuting yang lain akan berantakan."Kenapa?" Bagas yang sudah hafal dengan sikap dan gerak-gerik Keanu sudah bisa membaca kegelisahan di wajah sang aktor.Keanu menghela nafas berat. "Nggak tau kenapa, perasaan males banget hari ini buat syuting.""Itu karena kamu terlalu banyak kegiatan, jadinya kurang istirahat. Bayangin aja, pagi ke kantor, siang dikit syuting, lalu malamnya kuliah. Walaupun dua kegiatan yang baru itu nggak tiap hari, tapi tetap aja kamu butuh libur."Keanu mulai bekerja sekaligus mempelajari manajemen perusahaan papanya sedikit demi sedikit, dia juga sudah mendaftarkan diri di universitas yang menerima kelas karyawan untuk jurusan bisnis manajemen.Awalnya, kedua orang tua Keanu mengira jika a