Jam menunjukkan pukul delapan malam dan Aruna kini berada di ruang tamu rumahnya. Tidak sendirian, karena di sana dia bersama dengan Adnan dan kakak Adnan yang belum Aruna ketahui siapa namanya. Mereka juga tidak hanya bertiga, karena di depan mereka ada seseorang dengan dua pengawalnya yang tak lain dan tak bukan adalah rentenir yang meminjamkan uang pada ibu Aruna.
"Kalau bayarnya dengan rumah ini bagaimana?" Aruna bertanya dengan suara pelan. Pria baya dengan perawakan sangar itu menatap sekeliling, pada rumah yang menjadi satu-satunya harta peninggalan orang tua Aruna.
"Berikan catatannya pada mereka." Pria rentenir itu berucap. Lalu salah satu dari pengawalnya menyerahkan sebuah kertas yang berisi catatan hutang ibu Aruna. Aruna menerimanya dengan jantung berdebar, dan dia hampir saja berteriak saking kagetnya melihat nominal hutang yang tertera di atas kertas tersebut.
"I-ini sungguhan segini?" Aruna bertanya, merasa tak percaya. Posisi Aruna sekarang duduk diapit oleh Arkan dan Adnan. Jadi sepasang adik kakak tersebut bisa ikut melihat isi kertas yang Aruna pegang.
"Ini sudah dengan semua bunganya?" Adnan bertanya penasaran. Rentenir itu menganggukkan kepala.
"Pantes aja," gumam Adnan. Lalu dia menatap kakaknya yang terlihat santai saja setelah melihat nominal utang mendiang ibu Aruna, yang jelas menjadi tanggungan Aruna sekarang.
"Mau dibayar dengan apa? Tunai atau transfer?" Arkan bertanya. Rentenir itu mengerutkan kening, terlihat tidak percaya melihat ketenangan Arkan sekarang. Rentenir itu meminjamkan uang pada ibu Aruna selama bertahun-tahun dan cukup tahu seluk-beluk kehidupan ibu Aruna. Makanya dia heran saat berhadapan dengan Arkan yang sangat asing namun berkata akan melunasi semua utang ibu Aruna, dengan syarat mereka tak boleh lagi mengganggu atau menemui Aruna.
"Kau yakin mampu membayar semuanya secara tunai?" Rentenir itu bertanya dengan nada meragukan.
"Hei! Kalian aja yang nggak tahu siapa kakakku sebenarnya. Jangan meremehkan dia," ujar Adnan dengan kesal. Rentenir itu menatap mereka bertiga bergantian lalu menyerahkan sebuah kertas pada Arkan yang bertuliskan nomor rekeningnya.
"Jika mau membayar menggunakan rumah ini juga, kalian tinggal bayar setengah dari nominal yang tertulis," ucap rentenir tersebut. Arkan tak bicara dan langsung mengambil ponselnya. Dia mengotak-atik ponselnya, lalu kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku jas saat selesai.
"Selesai. Silakan cek," ucap Arkan. Rentenir itu mengerutkan kening dan dengan sedikit terburu-buru mengeluarkan ponselnya. Dia memeriksa rekeningnya, dan matanya membulat saat melihat nominal uang yang masuk ke dalam rekeningnya. Arkan melunasi semuanya dalam satu kali transaksi tanpa dicicil.
"Utangnya lunas dan rumah ini tetap miliknya," ucap Arkan ditujukan pada Aruna. Aruna yang duduk di samping Arkan hanya bisa menatap pria itu dengan bingung. Rumah ini tidak jadi dijual?
Rentenir itu terlihat salah tingkah karena sudah meragukan Arkan. Dia dan para pengawalnya pun langsung pergi dari rumah Aruna tanpa sepatah kata pun. Dan Aruna merasa lega sekarang. Namun dia langsung teringat dengan dua sosok laki-laki yang duduk di sampingnya sekarang.
Semua itu tidak gratis kan? Dia harus memberikan imbalan sesuai surat perjanjian yang Aruna baca siang tadi.
"Run, semua sudah selesai ya. Kamu gak harus pusing mikirin utang mendiang ibumu lagi. Kamu juga gak usah takut dengan ayah tirimu. Dia gak akan bebas dengan cepat," ucap Adnan. Aruna tersenyum ke arah Adnan, merasa lega sekarang.
"Terima kasih banyak," ucap Aruna. Adnan tersenyum dan mengangguk. Arkan langsung berdiri dan berjalan keluar dari rumah Aruna. Tak lupa dia mengajak Adnan untuk segera pulang.
"Kamu sudah aman sekarang. Besok aku dan Delia jemput kamu ke sini. Kita ke kampus bareng," ucap Adnan. Aruna mengangguk pelan. Dia ikut berdiri dan mengantarkan Adnan sampai pintu depan. Adnan masuk ke dalam mobil dan melambaikan tangan pada Aruna. Aruna hendak membalas lambaian tangan Adnan, namun tubuhnya mendadak kaku saat Arkan menoleh ke arahnya dan menatapnya dengan tatapan tajam.
Tak lama, mobil yang ditumpangi oleh Arkan dan Adnan pun melaju di keheningan malam, meninggalkan rumah Aruna.
Beberapa menit di perjalanan, akhirnya Arkan dan Adnan pun sampai di rumah. Adnan tersenyum lebar, karena yakin sekali rencana dia akan berhasil. Arkan sudah melunasi utang yang ditanggung Aruna, jadi sudah jelas Arkan menerima rencana Adnan untuk menikah dengan Aruna. "Dia memiliki teman?" Arkan bertanya pada Adnan saat mereka sudah masuk ke dalam rumah. "Punya, empat orang. Tapi Aruna sudah tak berteman lagi dengan mereka. Mereka juga yang menyebarkan masalah pribadi Aruna kepada mahasiswa di kampus," jawab Adnan. "Bagus." Arkan berkomentar. Nasib Arkan dan Adnan sekarang memang sama. Mereka sama-sama tak memiliki teman. Adnan dan Delia tak memiliki teman karena prinsip mereka yang dianggap aneh. Sedangkan Arkan kehilangan teman-temannya sejak dua tahun yang lalu. Sejak dia memergoki sahabat baiknya berselingkuh dengan tunangannya, dan semua temannya menyembunyikan perselingkuhan mereka. Sejak saat itulah Arkan tak memiliki teman. Dan Arkan juga memiliki prinsip agar suatu hari n
Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam dan Aruna kini sedang duduk di ruang tamu rumahnya dengan perasaan gelisah dan gugup. Malam ini Adnan bilang Arkan akan menjemputnya dan mengajaknya bertemu dengan orang tua pria tersebut.Aruna masih merasa tak percaya, namun dua jam yang lalu dia mendapatkan sebuah pesan dari nomor tak di kenal. Dan dari isi pesannya, Aruna yakin kalau itu adalah nomor Arkan, kakaknya Adnan.Bersiaplah. Jam tujuh malam aku jemput.Begitulah isi pesannya. Singkat, padat, dan jelas. Arkan seolah tahu kalau Aruna akan paham kalau dia yang mengirim pesan walau Arkan tak memperkenalkan diri lebih dulu.Masih setengah jam menuju jam yang disebutkan Arkan, namun Aruna sudah siap sejak setengah jam yang lalu. Dia grogi dan gugup hingga bersiap-siap lebih awal. Takutnya Arkan datang lebih awal dari jam yang disebutkan saat dirinya belum siap.Aruna malam ini memakai sebuah dress sepanjang lutut berwarna abu-abu. Dress tersebut terlihat sopan dan cocok untuk dipakai
Acara makan malam yang Aruna lewati bersama Arkan dan orang tua Arkan berjalan dengan lancar tanpa masalah. Aruna bangga sekali bisa menguasai keadaan dan tidak melakukan kesalahan yang memalukan. Di tambah lagi dengan ibu Arkan yang ramah hingga suasana tidak terlalu canggung dan mencekam.Setelah selesai makan malam, Aruna di ajak ke ruang keluarga untuk mengobrol. Aruna yakin sekali sih yang akan di bahas adalah perjanjian yang pernah Adnan jelaskan padanya. Aruna hanya heran saja karena ternyata orang tua Arkan setuju tentang pernikahan kontrak yang akan dia dan Arkan lakukan. Demi seorang cucu sih kalau kata Adnan."Kamu teman kuliah Adnan?" Tio bertanya pada Aruna yang duduk di hadapannya. Matanya sesekali menatap ke arah sang anak yang terlihat acuh tak acuh."Iya, Pak. Kami satu kelas dalam beberapa mata kuliah," jawab Aruna dengan sopan."Wisuda nanti kamu lulus S1?" Tio bertanya lagi dengan kening berkerut."Iya. Saya lulus S1 nanti.""Baguslah. Pendidikan itu penting bukan
Urusan Aruna di kampus sudah selesai, tinggal menunggu hari wisuda saja. Teman-temannya yang lain mulai sibuk cari lowongan pekerjaan dan membuat lamaran pekerjaan. Sedangkan Aruna, malah sibuk di bawa ke rumah sakit untuk pemeriksaan kesuburan. Tentu saja dia tidak ke sana sendirian. Bahkan Aruna sengaja di jemput ke kampus oleh Arkan. Dan sepertinya Adnan maupun Delia belum tahu tentang hal ini.Setelah serangkaian pemeriksaan, kini Aruna duduk berdampingan dengan Arkan di sebuah ruangan dokter yang memeriksa mereka. Mereka akan mendengarkan hasil, dan Aruna tak bisa menghentikan degup jantung yang menggila. Bagaimana kalau ada sesuatu yang tak terduga?"Hasilnya bagus, tak ada masalah apapun. Kesuburan kalian tak ada yang bermasalah." Dokter berkata seraya menyerahkan kertas hasil pemeriksaan."Kalian ingin melakukan program hamil?" Dokter tersebut bertanya. Aruna hanya diam, membiarkan Arkan saja yang menjawab."Kami belum menikah." Arkan menjawab dengan singkat. Terasa kurang nya
Aruna sampai di rumahnya pada pukul empat sore. Dia merasa lelah, walau sebenarnya dia tak beraktivitas berat.Hari ini dia pergi ke kampus sebentar, lalu dijemput oleh Arkan untuk pemeriksaan ke rumah sakit. Setelah selesai urusan di rumah sakit, Aruna dibawa oleh Arkan ke butik untuk memilih kebaya wisuda juga kebaya untuk akad nikah. Tak tanggung-tanggung, Arkan sekalian menyuruh Aruna memilih gaun pengantin juga.Selesai di butik, Arkan membawa Aruna untuk membeli sepatu. Arkan menyuruh Aruna memilih dua sepatu untuk hari wisuda dan pernikahan juga. Beruntungnya, Aruna dibebaskan memilih oleh Arkan, dan setiap yang Aruna pilih tidak di protes oleh Arkan.Selesai memilih sepatu, Arkan lalu membawanya ke toko perhiasan untuk membeli cincin pernikahan. Bonus, Arkan membelikan sebuah kalung juga untuk Aruna.Saat sampai di rumah, Aruna merenung seraya menatap barang-barang pemberian Arkan. Kebaya untuk wisuda, high heels, juga sebuah kalung yang harganya mahal. Tidak, bukan hanya kalu
Jam menunjukkan pukul delapan malam dan sekarang Aruna sedang berada di rumah Arkan. Dia berada di sana karena dijemput secara mendadak oleh Arkan. Katanya sih, untuk membahas tentang pernikahan mereka. Dan ternyata, di sana juga ada Delia beserta orang tuanya.Orang tua Delia sudah setuju dengan rencana pernikahan Arkan dan Adnan yang akan diselenggarakan secara bersamaan. Mereka awalnya merasa keberatan, namun Delia memaksa mereka untuk setuju. Lagi pula pernikahan mereka akan dilakukan secara privat, tak akan mengundang banyak orang. Aruna yang hadir di sana seorang diri hanya bisa diam saja. Ada rasa iri dalam hatinya saat melihat Delia di sana ditemani dengan kedua orang tua. Sementara dia tak ditemani siapa-siapa."Jadi kamu calon istri Arkan?" Seorang wanita yang usianya tak jauh dengan Hana bertanya pada Aruna yang sejak tadi diam saja. Dia adalah ibunya Delia."Iya, Tante." Aruna menjawab disertai dengan senyuman sopan."Kamu seumuran dengan Delia dan Adnan?" Ibu Delia berta
Aruna yang semula memiliki empat teman tiba-tiba menjauh dari mereka setelah masalah pribadinya disebarkan disertai dengan fitnah juga. Namun setelah menjauh dari mereka, Aruna mendapatkan teman baru. Yaitu Adnan dan Delia. Mereka bertiga menjadi sangat dekat dan sering bersama saat di kampus. Sampai-sampai orang-orang merasa heran kenapa Aruna bisa tiba-tiba dekat dengan mereka.Seperti hari ini, Aruna memasuki aula tempat wisuda berbarengan dengan Adnan. Delia tidak bersama mereka karena harus ke kamar mandi dulu. Jadinya Adnan dan Aruna masuk lebih dulu ke aula.Delia sendirian ke kamar mandi, namun itu bukan masalah baginya. Dia terbiasa kemana-mana sendirian, atau gak ya bersama Adnan. Dia tak memiliki teman yang benar-benar dekat dengannya. Kecuali Aruna mungkin sekarang. Itu juga terjadi karena Aruna tak lama lagi akan berstatus menjadi kakak ipar bagi Delia.Urusan Delia di kamar mandi tidak terlalu lama. Dia pun keluar dari sana dan berniat untuk segera pergi ke aula. Namun d
Waktu terus berjalan maju, hingga tak terasa pernikahan yang akan berlangsung tinggal menghitung hari. Saat Adnan dan Delia sudah tak sabar menunggu hari pernikahan tiba, Aruna malah merasa gugup dan khawatir. Entah apa yang membuatnya merasakan perasaan itu, yang jelas tidur Aruna mulai tidak nyenyak.Setiap kali terbangun dari tidurnya di tengah malam, Aruna tak bisa berhenti memikirkan dirinya yang tak lama lagi akan menikah. Kadang Aruna masih berharap kalau semua itu hanyalah mimpi panjangnya saja. Namun saat membuka mata di pagi hari, Aruna sadar kalau semuanya adalah nyata. Bukan sekedar mimpi saja.Persiapan pernikahan sudah 90% selesai. Aruna juga sudah menghubungi seluruh keluarganya dan memberi tahu mereka tentang dirinya yang akan segera menikah. Banyak yang bertanya kenapa Aruna memberikan kabar secara mendadak. Ada juga yang bertanya kenapa tidak tunangan dulu. Hingga akhirnya ada yang nyinyir dan menuduh kalau Aruna sudah hamil hingga menikah secara mendadak.Aruna kesa
Saat Adnan memperlihatkan foto seorang gadis yang menurutnya cocok jadi istriku, aku benar-benar tidak tertarik. Dia terlihat seperti gadis kuliahan biasa dan tak ada istimewanya sedikit pun bagiku. Saat Adnan menceritakan semua kesusahan Aruna, aku bahkan tak merasa kasihan juga. Karena ya, setiap orang punya masalah kan? Hanya saja masalah setiap orang berbeda-beda.Yang awal menarik perhatianku adalah saat Adnan bercerita tentang Aruna yang dikhianati teman-temannya. Cukup menyakitkan, karena aku tahu bagaimana rasanya. Apalagi Aruna yang memang sudah tak punya orang tua lagi.Malam itu, Adnan datang ke kamarku dengan tergesa-gesa sambil memakai jaket. Dia terlihat sangat panik saat berkata kalau Aruna sedang dalam bahaya. Sedangkan aku, biasa saja. Kadang aku heran. Apakah sebenarnya Adnan menyukai Aruna? Sampai segitu paniknya.Walau malas, pada akhirnya aku tetap mengantar Adnan ke rumah Aruna. Selama aku menyetir, Adnan sibuk menghubungi polisi dan meminta mereka untuk langsung
Pukul empat sore lebih beberapa menit, Arkan kembali menemui Adara dan Tanti di lobi. Tidak sendirian, karena di sana Arkan bersama dengan Aruna dan Kenzi yang tidur dalam gendongan Aruna. Sedangkan Tio dan Hana sudah pulang lebih dulu sejak tadi.Di lobi, masih ada beberapa karyawan lain yang belum pulang. Sebagian ada yang memilih langsung pergi, sebagian ada yang tetap di sana karena penasaran apa yang akan Arkan lakukan pada dua karyawan baru, Adara dan Tanti."Kami sudah bicara pada semua orang, Pak. Kami mengaku salah karena sudah menyebarkan fitnah." Adara berbicara dengan kepala menunduk. Mereka tak berani menatap Arkan, bahkan untuk melihat ke arah Aruna pun mereka tak berani."Apakah dengan kalian bicara gosipnya akan mereda?" tanya Arkan. Arkan terlihat masih marah pada dua karyawannya tersebut. Dan yang lain hanya bisa menyaksikan saja saat Adara dan Tanti diintimidasi oleh bos mereka."Sudah, Mas. Tak apa." Aruna mendekati Arkan dan menyentuh bahu pria itu, berusaha menen
Gosip tentang Aruna yang dituduh sebagai selingkuhan Arkan langsung menyebar dengan cepat ke setiap divisi. Karena itu, tentu saja Aruna jadi buah bibir para karyawan. Banyak yang mencibir dan mencemooh, juga merendahkan. Hingga akhirnya, berita itu sampai ke telinga Arkan, dan jelas Arkan pun marah besar.Hari ini, jam baru menunjukkan pukul sembilan siang, namun suasana kantor sudah sangat panas. Sekretaris Arkan yang bernama Tania kini sudah berada di ruangan divisi tempat penyebar gosip itu berada. "Adara dan Tanti? Karyawan baru kan?" Tania bertanya pada dua perempuan yang kini berdiri berhadapan dengannya."Pak Arkan meminta saya memanggil kalian berdua ke ruangan beliau." Tania berucap. Semua orang yang mendengar itu jelas panik, dan tak ada yang bisa menyelamatkan mereka berdua sekarang, selain keberuntungan.Selama berada di dalam lift, Adara dan Tanti sangat gelisah. Mereka ingin bertanya pada Tania, namun tak berani saat melihat raut wajah Tania yang kelihatan judes maksim
Karyawan Arkan memang tahu tentang berita Arkan yang sudah menikah, namun tak pernah tahu siapa sosok yang menjadi istri Arkan. Mungkin sebagian karyawan Arkan tahu, hanya orang-orang yang pernah masuk ke ruangannya saja karena Arkan memang memajang foto pernikahannya di sana, salah satunya adalah sekretarisnya.Adara dan Tanti yang tergolong karyawan baru jelas belum mengenal sepenuhnya seluk-beluk dan sejarah pemilik sekaligus pimpinan perusahaan tempat mereka bekerja. Mereka hanya tahu kalau Arkan adalah orang yang memiliki jabatan paling tinggi di perusahaan, dan terkenal sebagai sosok yang dingin dan cuek. Ya, contohnya tadi. Arkan tak menggubris sedikit pun saat Adara dan Tanti menyapanya dengan hormat.Adara dan Tanti jelas syok dan kaget saat melihat pemandangan di mana bos mereka bicara pada Aruna, bahkan sampai menggenggam tangan Aruna. Bukan hanya mereka, karyawan lain yang melihat pun sama kagetnya. Akhirnya mereka bertanya-tanya, apakah itu istri bos mereka?Pada akhirnya
Hukum tabur tuai di dunia itu memang sepertinya ada, dan Arkan mempercayainya walau tak pernah mengharapkan. Satu persatu orang-orang yang mengkhianati dan menyakitinya mendapatkan balasan yang bahkan tak pernah Arkan duga.Seperti yang disampaikan oleh Wulan, Andres mengalami kecelakaan setelah pulang dari rumah Vani dan Chiko. Kecelakaan yang parah hingga dia harus kehilangan kedua kakinya. Selain mendengar itu, Arkan pun mendengar curhatan dari Chiko tentang kelakuan Andres sebelum kecelakaan. Ternyata Andres memang datang ke rumah Vani dan Chiko, untuk meminta maaf pada Vani. Salahnya dia malah memaksa ingin Vani kembali padanya, padahal dia juga tahu kalau posisi Vani sudah memiliki suami. Dan Chiko bercerita juga katanya dia dan Andres sempat baku hantam.Arkan memaklumi jika Chiko memulai perkelahian. Siapa suami yang tak marah dengan kelakuan mantan pacar dari istrinya yang gila seperti Andres? Wajar jika Andres di hajar oleh Chiko.Lalu Salsa, Arkan tak lagi mendengar kabarny
Benar yang Tio katakan pada Arkan semalam tentang Salsa yang mungkin belum menyerah untuk berusaha menemui Arkan dan berusaha mendekati pria itu lagi. Perbedaannya sekarang mungkin Salsa sudah tak lagi mendapatkan dukungan dari kedua orang tuanya. Handi sudah repot-repot mencari tahu latar belakang Aruna, berusaha membuat Tio goyah. Nyatanya Tio sudah tahu seluk-beluk keluarga Aruna, dan dia sudah menyetujui pernikahan Aruna dengan Arkan sejak awal.Hari ini, Arkan kembali bekerja seperti hari-hari biasanya. Dia terlambat datang ke kantor hari ini karena harus mengantarkan Aruna dan Kenzi dulu ke rumah orang tuanya. Aruna meminta untuk tetap di sana saja dan bisa pulang ke rumah mertuanya di siang hari nanti. Namun Arkan menolak dengan tegas. Dia tak akan mau meninggalkan Aruna hanya berdua saja dengan Kenzi di sana. Arkan hanya khawatir saja jika sesuatu yang buruk terjadi.Dan seperti yang dibahas semalam oleh Arkan dan ayahnya, Salsa memang belum kapok untuk menemui Arkan. Hari ini
Arkan berdiri di dekat jendela ruang tamu yang gordennya masih terbuka. Matanya menatap ke arah halaman rumah Aruna yang terlihat rapi dan cantik. Dia juga sedang memegang ponselnya, menjawab panggilan dari sang ayah. Sementara Aruna berada di kamar karena sedang menidurkan Kenzi."Jika sudah begitu, dia tak akan mendapatkan dukungan apapun lagi dari orang tuanya. Dia merasa berani karena yakin orang tuanya akan membantunya bagaimana pun caranya." Arkan berucap pada ayahnya di seberang telepon."Mungkin Handi dan Fara akan berhenti mendukung, tapi Salsa bisa saja tetap berbuat nekat. Bukan tak mungkin dia akan datang lagi ke kantor untuk memaksa bertemu denganmu. Jangan ragu untuk mengusirnya." Tio berucap dari seberang telepon. Arkan pun menganggukkan kepala. Padahal itu sia-sia karena Tio tak bisa melihatnya."Tentu saja. Aku akan menegaskan pada dia kalau aku memang terganggu dengan kehadirannya.""Bagus. Jaga anak dan istrimu dengan baik. Terutama istrimu, jangan sampai dia kepiki
Arkan mengajak Aruna untuk menginap di rumah wanita tersebut. Aruna sempat heran karena biasanya mereka menginap di sana setiap malam Minggu saja. Namun Aruna belum sempat bertanya dan mengiyakan saja saat Arkan menyuruhnya menyiapkan perlengkapan Kenzi.Sebelum membawa Aruna keluar dari rumah, Arkan bicara dulu pada orang tuanya. Jujur saja, Arkan khawatir kalau memang Salsa datang ke rumah bersama orang tuanya. Arkan khawatir secara tak sengaja mereka melihat atau bertemu dengan Aruna. Tio dan Hana memahami alasan yang Arkan berikan, dan mereka siap untuk menghadapi Salsa beserta orang tuanya jika memang mereka datang.Setelah Arkan pergi, Tio pun mulai bercerita pada istrinya tentang pertemuan dia dengan ayah Salsa kemarin."Handi yang meminta Mas datang?" tanya Hana. Tio memang sudah bercerita sedikit pada Hana tentang pertemuan dia dan Handi."Iya. Ya, mulanya dia meminta maaf atas kelakuan Salsa tiga tahun lalu. Dia juga berusaha merayu aku agar aku bicara pada Arkan, supaya Ark
Arkan mengabaikan DM yang masuk dari Salsa, dan langsung memblokirnya tanpa berniat memberikan balasan. Arkan pikir, mungkin Salsa bisa paham dengan tindakannya yang seperti itu, yang menandakan kalau Arkan benar-benar tak mau komunikasi lagi dengannya.Namun Arkan lupa, kalau urat malu Salsa memang sudah lama putus. Arkan masih ingat saat dia disalahkan oleh Salsa saat wanita itu ketahuan selingkuh dengan Andres. Bukannya mengaku salah dan meminta maaf, tapi Salsa malah menyalahkan Arkan atas perselingkuhan yang dia lakukan.Playing victim. Begitulah dia dan semua pendukungnya.Karena Aruna sedikitnya tahu tentang Salsa, maka Arkan berkali-kali meminta pada Aruna agar jangan curiga dan berpikiran buruk, yang bisa saja menyebabkan masalah pada kesehatan, terutama pada ASI-nya. Arkan selalu meyakinkan Aruna kalau Salsa bukanlah sosok yang spesial bagi Arkan. Arkan tak terlalu mempedulikan tentang Salsa dan menjalani hari seperti biasa. Arkan juga lupa kalau Salsa adalah orang yang nek