Arini tampak sibuk mempersiapkan keperluan yang akan dibawa ke puncak sejak tadi pagi. Hari ini ia dan Brandon akan memenuhi undangan menginap di vila keluarga Dirgantoro, sebagaimana yang telah disampaikan oleh Sheila beberapa hari lalu. Tidak ada salahnya menerima undangan tersebut, hitung-hitung bisa mengenal lebih dekat calon madunya.Ah, jika teringat lagi dengan hitungan hari menjelang pernikahan itu, sungguh membuat Arini gusar. Namun, ia tidak punya pilihan lain. Satu-satunya yang bisa dilakukannya adalah memberi kepercayaan penuh kepada Brandon dan Sheila. Yakin, mereka tidak akan jatuh cinta di kemudian hari.Kelelahan membuat Arini ketiduran di sepanjang jalan menuju vila yang ada di daerah puncak Bogor. Dia sampai membiarkan Brandon mengemudi seorang diri, tanpa ditemani cerita selama satu jam. Seakan mengerti, sang suami juga membiarkannya beristirahat.Brandon menengok ke kursi kemudi, kemudian membelai lembut kepala Arini yang terkulai ke kanan. Senyum terulas di wajah
Udara di sekeliling Arini mendadak lenyap ketika Sheila memergoki cincin yang melingkar di jari manis. Dia merutuk kesal pada diri sendiri, karena kecerobohan tidak melepaskan cincin itu sebelum memasuki vila. Atau bahkan melepaskannya sebelum berangkat.Pandangan manik cokelat itu beranjak ke arah Brandon yang tampak santai. Tidak seperti dirinya yang ketakutan setengah mati. Bagaimana tidak, jika Sheila tahu tentang status Arini dan Brandon sekarang, sudah pasti pernikahan akan dibatalkan.“Tangan lo, Rin,” kata Sheila melihat Arini bergeming.Wanita berambut pendek itu berdiri, kemudian melangkah ke tempat Arini dan Brandon duduk. Dengan sigap, Sheila menepis tangan Arini yang menutup jari manisnya. Dia melirik jari Brandon, lantas mendekatkannya ke jari lentik dan panjang itu.“Ini cincin nikah, ‘kan?” desisnya masih memperhatikan kedua cincin itu.Arini tetap bungkam, sedangkan Brandon menatap istrinya datar.“Rin?” desak Sheila masih memegang jari mereka berdua.Wajah Arini berp
Arini melangkahkan kaki menyusuri koridor dari lobi hingga bagian depan lift dengan senyum ringan. Setelah Sheila tahu pernikahannya dan memutuskan untuk tetap melanjutkan rencana awal, beban di dalam hati mulai berkurang. Dia melirik Brandon yang berjalan di sampingnya dengan mata berkedip pelan.“Senang banget sih pagi ini,” komentar Brandon mencondongkan tubuh ke kiri, kemudian berbisik. “Jadi pengin gue tarik lagi deh ke kamar.”Mata cokelat bulat Arini melebar seketika. Protes dilayangkan dengan keras seraya mengawasi kondisi sekitar. Bahaya jika ada yang mendengar perkataan Brandon barusan.“Apaan sih,” balas Arini mengalihkan pandangan.Lift berbunyi sebelum terbuka. Mereka langsung melangkah memasuki kotak besi khusus untuk petinggi sekelas manager ke atas.“Habis lihat lesung pipi lo ini, bikin gue gemes,” tutur Brandon menunjuk lubang manis yang menghiasi pipi Arini ketika tersenyum.“Lebay deh lo, Bran.” Arini memutar bola mata malas. “Tiap hari juga lihatin lesung pipi gue
Tiga hari menjelang pernikahanBrandon“Hari ini gue pulang telat. Ada yang harus dibahas dulu sama Pak Habib. Lo nggak apa-apa pulang sendirian?” tanya Brandon tadi pagi, sebelum berangkat ke kantor.Arini mengangguk setuju. Paham sekali dengan sang suami yang telah bekerja penuh di perusahaan, melaksanakan tugas sebagai direktur pelaksana. Toh dia bisa pulang sendiri.“Nanti gue suruh supir anterin pulang, trus balik lagi jemput gue,” imbuh Brandon kemudian.“Gue bisa pulang sendiri, Bran. Ada ojol (ojek online) ini kok,” tanggap Arini.Brandon menggeleng tegas. Dia tidak ingin istrinya pulang menggunakan ojek online, karena terlalu berisiko.“Kalau gitu gue yang antar lo pulang.”“Eh, jangan! Sama supir aja deh. Gue nggak mau ganggu kerjaan lo.” Arini akhirnya menuruti perkataan Brandon. Lagi pula pria itu harus fokus dengan pekerjaannya.Sekarang, Brandon tepekur seraya menatap beberapa berkas yang ada di meja kerja. Lebih tepatnya laporan keuangan yang terasa janggal, sejak lima
Hari pernikahanPeristiwa yang dialami Arini dua hari lalu membuat Brandon nyaris membatalkan pernikahan. Wanita itu pingsan setelah membenturkan kening tepat di puncak hidung Ibra. Guncangan dan shock membuatnya pingsan. Beruntung ada Habib yang menolong dan mengabarkan kepada Brandon, bahwa Arini tertimpa musibah.“Saya baru saja kembali dari parkiran untuk mengambil sesuatu, kemudian mendengar seseorang meminta tolong,” papar Habib menjelaskan keberadaannya di basemen parkir pada saat kejadian di kantor polisi.Ya, Brandon melaporkan kejadian tersebut ke kantor polisi dan Ibra sekarang ditahan atas tuduhan percobaan pemerkosaan dan pelecehan seksual. Keterangan yang diberikan Arini benar-benar memberatkan pria itu.“Anehnya, dia bisa pake lift khusus manajer ke atas, Bran,” info Arini setelah sadarkan diri.Polisi masih melakukan penyelidikan. Menurut informasi yang didapatkan Habib dari polisi, Ibra ternyata disuruh seseorang untuk melukai Arini. Siapakah orang tersebut? Pria yang
Hari ini salah satu hari terberat yang pernah dijalani Brandon. Bagaimana tidak, ia harus menikah lagi dengan perempuan lain. Orang yang tidak dicintai sama sekali. Bahkan untuk sekedar peduli pun tidak. Terlebih ada hati yang seharusnya ia jaga, tapi malah terluka dengan pernikahan ini.Sepanjang khutbah pernikahan, Brandon hanya menundukkan kepala seraya menahan segala rasa yang hadir di dalam dada. Andai saja saat ini ada racun, sudah pasti ia minum. Ketika ingat dengan nasib Arini, keinginan itu langsung ditepisnya. Kasihan jika harus menjadi janda untuk kedua kalinya.Perhatian Brandon teralihkan ketika melihat Arini memejamkan mata di sepanjang pemberian khutbah. Tak bisa dibayangkan betapa hancurnya hati wanita itu sekarang. Walau berusaha untuk terlihat tegar, tapi Brandon tahu apa yang dipendam istrinya sekarang. Wanita mana yang tidak terusik jika suaminya menikah lagi?Jauh di dalam hati, Brandon ingin penyelidikan terhadap dugaan penggelapan dana yang melibatkan Ayu bisa s
BrandonBrandon merenung di balik meja kerja, sehari setelah pernikahan ditunda. Tarikan napas besar terdengar dari sela hidung saat ingat perkataan Asma kemarin, pasca mengetahui rencana pernikahan Sheila dan dirinya. Akhirnya, ia mengaku dan menceritakan semua secara detail kepada wanita paruh baya tersebut.Masih terpahat jelas dalam ingatan bagaimana kecewanya Asma. Sang ibu mertua menangis meratapi nasib putrinya yang akan dimadu, dua bulan setelah pernikahan. Namun, Brandon terus meyakinkan Asma bahwa pernikahan itu hanya di atas kertas dan bersumpah tidak akan jatuh cinta kepada Sheila. Dia juga berjanji tidak akan menyakiti Arini.“Mama percaya sama kamu, Bran. Jangan pernah sakiti hati Ari, apalagi berkhianat!” Itulah kalimat yang dilontarkan setelah mendengar penjelasan Brandon dan Arini.Inilah yang membuat Brandon memutar otak mencari cara agar penyelidikan segera rampung dalam waktu satu minggu. Mustahil memang, tapi ia sungguh tidak ingin menyakiti banyak perasaan jika p
AriniDi tengah kegusaran Arini mengenai kehamilannya. Dia menerima telepon tak terduga dari ayah mertua kemarin siang. Sandy mengajaknya berjumpa di sebuah restoran, dekat gedung The Harun’s berada. Pria paruh baya itu memintanya pergi dari kehidupan Brandon, agar pernikahan bisa dilakukan sesuai rencana.“Tinggalkan Brandon untuk sementara waktu, Rin. Brandon tidak akan bisa mengucapkan kalimat kabul, jika kamu masih ada di sisinya. Jika Brandon mengulangi kesalahan yang sama, Om tidak akan segan-segan menceraikan Tante Lisa dan mencoret Brandon dari ahli waris.” Itulah kalimat yang dilontarkan Sandy ketika mereka bertemu kemarin.Setelah berpikir keras mencari jalan keluar, Arini langsung menghubungi Moza. Hanya mantan rivalnya itulah yang bisa membantu untuk saat ini. Dia tidak memiliki orang yang dikenal sejak kembali ke Jakarta, selain Moza.Arini berencana pergi untuk sementara waktu dari kehidupan Brandon. Dia harus menyembunyikan kehamilannya. Paling tidak sampai bayi itu lah
LISAAku menatap nanar sesosok tubuh yang kini terbaring lemah di tempat tidur ruangan ICU. Pria yang menjadi cinta dalam hidup dan ayah dari putraku tak sadarkan diri dua minggu belakangan. Mas Sandy pingsan setelah Bran menyerahkan bukti penggelapan dana yang melibatkan istri mudanya, Ayu.Kalian benar, selama enam tahun belakangan diri ini dimadu olehnya. Aku tak pernah mendunga sebelumnya Mas Sandy akan mengkhianati cinta kami dengan menikahi wanita lain yang usianya jauh lebih muda dariku, apalagi seusia dengan putra kami, Brandon.Jangan ditanya lagi betapa hancur hati ini saat tahu dia menikah lagi, tapi ternyata itu tak mampu membuatku membencinya. Rumah tangga yang kami bina selama dua puluh lima tahun dengan penuh cinta mampu membuatku memaafkannya. Ya, aku sangat mencintai pria itu.“Maafkan Mas, Lis. Mas sungguh tidak ingin mengkhianati cinta kita, tapi kejadian itu membuatnya hamil. Mas harus bertanggung jawab,” ucap Mas Sandy ketika aku tahu pengkhianatannya.Ayu, maduku
Beberapa bulan kemudianEnam pasang mata melihat sesosok bayi yang sedang tertidur pulas di dalam box yang kini berada di ruang tamu. Keenam orang itu mengelilingi dengan tatapan takjub ke arah Elfarehza, putra pertama Arini dan Brandon.“Aku pengin punya anak juga!” seru Siti sambil bertepuk sekali.“Nikah gih. Udah ada calonnya ini. Tunggu apa lagi?” ledek Edo yang berdiri di sebelah Widya.“Kalian jangan pacaran lama-lama. Buruan nikah,” cetus Arini semangat.Mereka berenam melihat ke arah Arini yang sedang bermain dengan Rezky, putra Moza. Batita itu sangat bahagia bisa bertemu lagi dengannya. Ternyata Arini tipe wanita yang dengan mudah mencuri perhatian anak-anak. Buktinya Rezky dan Farzan langsung lengket dengan perempuan itu.Keenam tamu tersebut mengambil duduk di tempat masing-masing, meninggalkan El—panggilan Elfarehza—yang masih tidur pulas di dalam box.“Bang Edo dan Widya kapan mau nikah?” tanya Arini menyipitkan mata ke arah mereka.Betul sekali, Edo dan Widya menjalin
Memasuki usia kandungan delapan bulan, Arini mulai diserang gangguan tidur. Posisi tidur terasa tidak nyaman membuatnya sebentar miring ke kiri dan sebentar ke kanan. Ketika telentang, ia kesulitan bernapas. Alhasil pagi ini ia masih mengantuk.Keinginan untuk tidur lagi setelah salat Subuh, tidak bisa terwujudkan. Empat jam lagi, ia akan berangkat ke pesta pernikahan Keysa. Artinya, ini adalah kesempatan Arini bertemu dengan produser idola. Siapa lagi jika bukan Raline Rahardian yang merupakan sahabat karib mantan atasannya tersebut.Keysa yang tidak tahu tentang kehamilan Arini malah memintanya menjadi pagar ayu dan mengirimkan kebaya lima hari lalu. Jelas saja kebaya tersebut tidak muat di tubuh Arini yang sudah melar. Belum lagi kandungan yang membesar. Alhasil, ia harus meminta bantuan Georgio untuk membuat ulang gaun yang sama.“Konyol nggak sih pagar ayu lagi hamil?” celetuk Arini merasa aneh saat Keysa kekeh memintanya jadi pagar ayu, meski sudah tahu ia sedang hamil.“Sekali-
Pagi harinya, Arini terbangun dengan perasaan masih belum percaya kalau Brandon benar-benar ada di sampingnya. Pria itu tidur dengan rambut gondrong yang tidak diikat. Ternyata apa yang terjadi tadi malam bukanlah mimpi.Arini juga ingat bagaimana mereka melepas kerinduan tadi malam sampai bercinta di kamar mantan pacar Brandon. Jika diingat-ingat malu juga melakukannya di sana. Namun, tiga bulan sepi yang dilalui tidak mengizinkan mereka menunggu sampai tiba di apartemen.Mereka mengisi malam dengan berbagi cerita, termasuk bagaimana Brandon bisa tahu kalau Arini ada di rumah Moza. Barulah Arini tahu, kalau pria itu pernah melihat postingan Moza dan mendengar suaranya ketika menelepon.“Ibu hamil yang gue lihat di Teras Kota, anak kecil usia tiga tahunan, suara Moza waktu gue telepon lo sampai postingan foto hasil USG di IG Moza. Semuanya tuntun gue sampai temukan tempat lo sembunyi, In,” papar Brandon tadi malam.Selesai mandi, Arini dan Brandon langsung pamitan kepada Moza dan Suke
AriniArini tenggelam dalam pikiran sendiri. Dia masih ingat dengan pertemuan yang tidak disengaja tadi siang. Pria itu pasti Brandon, ia tidak mungkin salah mengenali suaminya sendiri. Meski penampilan orang tersebut berbeda dari biasa, tapi Arini yakin kalau sosok yang dilihat tadi adalah Brandon.Hatinya remuk menyaksikan kebahagiaan yang terpampang nyata. Sheila tersenyum lebar, begitu juga Brandon. Mereka tampak seperti pasangan suami istri yang bahagia dan saling mencintai. Apakah itu berarti Brandon sudah benar-benar melupakannya?“Lo harus pastikan dulu, Rin. Jangan berpikiran macam-macam sebelum semuanya jelas.” Begitu kata Moza beberapa jam lalu.“Gimana kalau mereka beneran jatuh cinta, Moz?”“Ya itu risiko. Lo yang biarkan mereka nikah dengan alasan kasihan sama Tante Lisa. Sekarang hadapi, jangan lari,” tegasnya sambil memegang bahu Arini yang rapuh. “Pilihannya ada dua. Tetap berada di samping Brandon apapun yang terjadi atau lo boleh balik lagi ke sini. Gue dengan senan
BrandonBrandon termenung sepanjang perjalanan kembali ke Jakarta. Entah kenapa, ia terus memikirkan ibu hamil yang dilihat bersama dengan anak kecil tadi. Jelas-jelas itu bukan Arini. Jika benar, siapa anak kecil itu?Dia tahu persis Arini tidak memiliki sanak saudara, apalagi kenalan yang tinggal di daerah itu. Dugaan tersebut langsung dienyahkan Brandon. Mungkin karena sangat merindukan istrinya, sehingga berpikir wanita tadi mirip dengan Arini.Mata sayu itu terpejam ketika kepala bersandar nyaman di kursi belakang kendaraan. Otak Brandon dipaksa berpikir keras di mana istrinya berada. Ke mana lagi ia harus mencari wanita itu? Dia bahkan meminta bantuan detektif swasta untuk mencari, tapi masih belum ada kabar sampai sekarang.Terlalu berisiko jika melaporkan kepada polisi, karena bisa menimbulkan kehebohan di media elektronik dan cetak. Yunus dan Asma akan tahu kalau Arini tidak bersama dengannya sekarang. Asma jelas belum tahu perihal kepergian Arini, karena tidak menghubungi Br
AriniTiga bulan kemudian.Pagi ini Arini terbangun dengan kehampaan di dalam diri. Tidak ada Brandon yang memeluk dan mengucapkan selamat pagi, juga memberi kecupan di kening seperti yang kerap dilakukannya. Brandon, barangkali lelaki itu sudah hidup bahagia dengan Sheila sekarang. Itulah yang ada di pikirannya.Sedetik kemudian Arini menepisnya. Dia percaya kalau Brandon tidak akan menjalankan peran sebagai suami sungguhan untuk Sheila. Ah, tiga bulan lamanya ia pergi meninggalkan sang suami. Mustahil jika pria itu tidak menyalurkan hasrat biologis yang kuat.Tubuh Arini tiba-tiba bergetar membayangkan semuanya. Jari-jarinya bergerak membelai perut yang sudah terlihat. Senyum dipaksa terbit di wajah yang sedikit berisi. Apapun yang terjadi, ia harus bertahan demi anak yang ada di dalam kandungan.“Kamu kangen sama Papi ya, Sayang?” bisiknya tadi pagi, “Mami juga kangen banget. Sabar ya. Nanti kalau udah lahir, kamu bisa ketemu sama Papi.”Begitulah Arini menghibur diri setiap pagi k
AriniSepasang kelopak lebar mulai mengerjap. Perlahan dua manik cokelat mulai terlihat memancarkan kesedihan yang mendalam. Tangan ramping dihiasi kulit kuning langsat itu meraba ke sisi kiri tempat tidur yang kosong. Rasa rindu yang membelit beberapa hari ini sungguh sulit untuk diredam.“Gue kangen sama lo, Bran,” bisik Arini dengan mata berkaca-kaca.Dia mulai melow lagi saat ingat dengan suami tercinta. Apalagi hari ini adalah hari pernikahan Brandon dengan Sheila. Pandangan netranya beralih ke jam dinding yang berada di dinding atas meja rias kamar Moza. Pernikahan itu seharusnya diselenggarakan tiga jam lagi, tepat pukul 10.00.Mata Arini terpejam rapat saat terus berusaha menyabarkan hati dan menerima semua dengan lapang dada. Sementara ia tidak bisa kembali ke sisi Brandon sampai bayi yang dikandung lahir.“Rin.” Terdengar suara Moza diselingi ketukan pintu kamar.“Ya?” sahutnya berusaha bangkit.Kepala kembali berdenyut membuat tubuhnya enggan beranjak ke posisi duduk. Setia
BrandonTiga hari ini Brandon tidak henti mencari keberadaan Arini. Dia menghubungi Siti, Widya dan teman-teman yang lain, tapi tetap saja tidak ada yang tahu di mana wanita itu berada sekarang. Ingin menghubungi Asma di Bukittinggi, tapi diurungkan. Mustahil istrinya pulang ke sana setelah dibuang oleh keluarga sendiri.Rindu yang menggebu bercampur rasa takut membuat batin Brandon tidak tenang. Akhirnya, ia kehilangan lagi wanita yang sangat dicintai.“Lo udah janji nggak akan tinggalin gue, In,” desah Brandon di balik meja kerja.Sejak Arini pergi, semangat untuk bekerja menurun drastis. Gairah hidup seakan direnggut pergi bersama dengan wanita tersebut. Setiap malam ia selalu merindukan sang istri. Ah, lebih tepatnya di setiap aliran darahnya, ia rindu Arini. Detak jantung Brandon pun menyerukan namanya.“Pulang, In,” gumamnya penuh harap.Brandon mengambil ponselnya lagi dan mencoba menghubungi Arini, tapi hasilnya tetap nihil. Nomor sang istri masih belum aktif. Dia mengirimkan