Wkwk Steve mulai oleng
"Heuh? Aku tidak mendengarmu, Steve. Suaramu terlalu kecil," ucap Nora dengan sedikit frustrasi, mencoba mengetahui apa yang dikatakan oleh calon suaminya itu.Steve menggelengkan kepalanya sambil merapikan dasi kupu-kupunya. Nora yang melihatnya lantas menyunggingkan bibirnya, merasa sedikit kesal karena Steve tampaknya tidak bersedia mengulangi perkataannya.Kedua mereka kembali ke dalam ruang ganti setelah mencoba gaun dan setelan tersebut, masing-masing sibuk dengan pikiran mereka sendiri.Mereka bertemu kembali di ruang tunggu. Nora mengambil tasnya dan berjalan di belakang Steve menuju pintu keluar butik."Ke mana lagi kita, Steve?" tanya Nora, mencoba mencari tahu rencana selanjutnya.Steve memakai kacamata hitamnya dan masuk ke dalam mobilnya tanpa menjawab pertanyaan Nora, membiarkan suasana hening.“Astaga, pria itu. Kalau bukan karena telah menolongku, sudah kulempar dia ke sungai yang penuh dengan buaya!” gerutu Nora kesal dalam hatinya, kesal dengan sikap Steve yang terkad
“Tidak, tidak! Ini tidak mungkin,” ucapnya lirih, suaranya penuh dengan kekecewaan dan kebingungan. Dia merasa seperti sedang bermimpi buruk yang tidak bisa dia bangun.Helena merasa dunianya hancur saat melihat undangan pernikahan Steve dengan wanita lain.Tatapan matanya terpaku pada nama Steve dan Nora yang tertera di undangan tersebut. Dengan gemetar, dia menggelengkan kepalanya dengan tidak percaya.“Ada apa, Helena? Kenapa kamu teriak-teriak seperti itu?” suara lembut sang ayah, Robert, memotong keheningan yang tercipta akibat reaksi Helena yang mendramatisir.Helena menatap ayahnya dengan mata memohon bantuan. “Apa maksud dari semua ini, Ayah? Kau yang memberi tahuku jika Steve masih sendiri dan belum memiliki pasangan untuk menikah. Lantas, kenapa aku mendapat undangan pernikahan Steve?” ucapnya dengan suara bergetar, mencoba untuk menahan air mata yang ingin mengalir.Robert mengambil undangan dari tangan Helena, matanya terfokus pada tulisan yang tercetak di atas kertas terse
Nora dan Steve melangkah masuk ke dalam rumah lama mereka, tempat di mana masa lalu mereka bertaut dalam ikatan yang begitu rumit.Nora melihat sekeliling dengan rasa nostalgia yang mengalir dalam dirinya."Ah! Akhirnya aku bisa tinggal di rumah ini lagi. Aku dan rumah ini memang tidak dapat dipisahkan," ucap Nora dengan senyumnya yang hangat, matanya berbinar seperti mengingat kembali semua kenangan indah yang mereka bagikan di sana.Steve, yang mendengar kata-kata Nora, hanya tersenyum tipis sambil memutar bola matanya dengan gerakan yang hampir tidak terlihat.Ada sentuhan ironi di sudut bibirnya saat ia merenung tentang bagaimana rumah itu pernah menjadi saksi bisu dari segala drama kehidupan mereka.Nora melangkah dengan langkah ringan menuju kamarnya, merasakan getaran emosi yang mengalir begitu kuat di dalam dinding-dinding rumah itu.Ia merindukan setiap sudutnya, setiap memorinya, dan segala hal yang pernah terjadi di sana.Steve menggelengkan kepala kecil dengan ekspresi camp
Dalam suasana malam yang tenang, suara langkah Brandon menghiasi lorong rumah yang telah menjadi saksi bisu dari berbagai kisah hidup.Nora, yang sedang sibuk merapikan beberapa dokumen di ruang tamu, menoleh ke arah Brandon yang tiba-tiba muncul di hadapannya.Senyum ramah terukir di wajahnya saat menyambut kedatangan tamu tersebut."Selamat malam, Nona," sapa Brandon dengan ramah, matanya memancarkan kehangatan saat bertemu dengan Nora.Nora mengangkat sedikit alisnya, sedikit terkejut namun tetap menyambut dengan senyum. "Selamat malam, Tuan Brandon. Apakah Anda ingin bertemu dengan Steve?" tanyanya, mencoba mengarahkan Brandon ke tempat yang tepat.Brandon mengangguk mantap. "Ya. Ada banyak hal yang ingin beliau sampaikan pada saya. Terutama tentang pernikahan kalian. Ah! Jadi di sini, Tuan Steve menyembunyikan kamu, Nona," ucap Brandon dengan sedikit candaan, mencoba mengurai ketegangan di udara.Nora meringis pelan, teringat akan masa-masa tersembunyi di dalam rumah itu. "Ya. Ste
Dengan langkah yang mantap dan penuh tekad, Helena memasuki kantor Steve. Ekspresi wajahnya mencerminkan ketegangan yang meluap-luap, seolah menandakan bahwa ia memiliki sesuatu yang sangat penting untuk disampaikan."Brandon? Apa maksudmu, tidak menjawab teleponku?" tanya Helena dengan suara yang tajam, matanya menatap penuh penuntut kepada Brandon yang sedang berada di sana.Brandon menoleh ke arah Helena, mencoba menahan diri dari kilatan tatapan tajam yang dilemparkannya."Maafkan saya, Nona Helena. Saya sedang sibuk," jawabnya dengan suara yang tenang, namun tetap penuh dengan rasa hormat.Namun, Helena tidak terima dengan jawaban singkat itu. "Di mana Steve? Aku tahu, kau sengaja mengabaikan panggilanku karena titah Steve, kan? Kalau begitu, aku ingin bicara dengannya sekarang juga!" ucapnya dengan nada yang meninggi, kekesalan yang membara terlihat jelas di wajahnya.Brandon merasa tertekan oleh desakan Helena, namun ia tetap berusaha menjaga sikap profesionalnya."Maaf, Nona He
Nora mengerjap-ngerjapkan matanya dengan terkejut mendengar ucapan tulus dari Steve. Kata-kata itu terdengar begitu jelas dan tulus, membuat hati Nora terasa hangat.Namun, sebelum ia sempat menanggapi, wajah Steve sudah berbalik, seolah tidak mau berlama-lama menatapnya.“Lupakan,” ucap Steve dengan nada yang agak kasar, memutuskan percakapan yang baru saja dimulai.Nora menghela napasnya dalam-dalam, mencoba menahan perasaan yang berkecamuk di dalam dadanya."Meskipun aku tidak tahu itu ungkapan tulus atau memang kamu sudah malas mencari pasangan, aku tidak peduli, Steve. Tapi, aku tahu kau orang yang tulus dan setia," ucapnya dengan suara yang lembut, mencoba menenangkan suasana.Steve menoleh pelan ke arah Nora, tatapan matanya penuh dengan pertimbangan. “Kau selalu memuji semua lelaki rupanya, ya. Kemarin, Paman Axel kau puji-puji. Sekarang, aku yang kau puji. Murahan sekali mulutmu itu,” balas Steve dengan nada yang sedikit cemburu, mencoba menyamarkan perasaannya.Nora merasakan
Nora merasa getir saat menerima panggilan dari ibunya. Setelah percakapan yang tidak memuaskan, ia memilih untuk menghubungi Sophia lagi, berharap untuk menyelesaikan masalah dengan kedamaian.Namun, kekecewaannya hanya semakin besar ketika ia mendapati bahwa nomor ibunya tidak aktif.“Ck! Kenapa nomornya malah tidak aktif?” gumam Nora dengan nada kesal, menutup teleponnya dengan kecewa. Ia menghela napas panjang, merasa frustasi dengan situasi yang sedang dihadapinya.“Apakah uang Ibu sudah habis? Oh! Aku benar-benar hanya dijadikan sapi perah oleh ibuku sendiri,” ucap Nora dengan nada penuh kekecewaan, merasa seakan-akan tidak dihargai oleh orang yang seharusnya menyayanginya.Dengan perasaan yang berat, Nora memutuskan untuk kembali ke kamarnya. Ia mengambil langkah perlahan-lahan menuju meja rias di sudut kamar, duduk dengan wajah yang murung.“Aku harus melepas perhiasan dulu sebelum bertemu ibuku. Dia akan mengambilnya, dan Steve akan marah padaku karena sudah memberikan perhiasa
Nora mengerutkan keningnya, mencoba mencerna ucapan Shopia yang begitu mengejutkan. “Helena, maksudmu?” tanya Nora, mencoba menghubungkan titik-titik yang ada dalam pikirannya.Shopia mengangguk kencang, matanya penuh dengan kekhawatiran. “Aku tidak tahu dari mana dia mendapatkan informasi itu, Nora. Tapi, ini sungguh mengkhawatirkan. Dia menyebutkan namamu dan Steve di sana. Tapi, bukankah orang yang membelimu saat itu bernama Brandon? Ingatanku masih jelas tentang hal itu.”Nora menelan ludah dengan berat, mendengarkan penjelasan ibunya. “Steve mengambilku dari Brandon. Ibu, kau salah paham. Aku dan Steve sudah memiliki hubungan sejak lama. Hanya saja, kita terpaksa terpisah karena ulah ibu yang selalu menjualku!” ucapnya dengan tegas, berusaha menjelaskan situasi yang sebenarnya.“What? Jadi, kau dan pria itu benar-benar memiliki hubungan?” tanya Shopia, raut wajahnya menunjukkan kekesalan pada anaknya.Nora menghela napas panjang, merasa kelelahan dengan pembicaraan ini. “Karena ak
Sinar matahari Yunani yang lembut menyelinap melalui tirai kamar mereka, membangunkan Nora dan Steve dari tidur yang tenang.Mereka berdua bangun dengan senyum di wajah, merasakan kehangatan pagi dan kebahagiaan yang memenuhi hati mereka.Steve, dengan tatapan penuh cinta, menatap Nora yang masih berbaring di tempat tidur. "Selamat pagi, sayang. Bagaimana tidurmu?" tanyanya dengan suara lembut.Nora tersenyum, mengulurkan tangan untuk menyentuh wajah Steve. "Tidurku nyenyak, suamiku. Bangun di tempat yang indah ini bersamamu adalah kebahagiaan tersendiri."Steve mengangkat Nora dari tempat tidur dengan lembut, lalu memimpin menuju kamar mandi. "Bagaimana kalau kita memulai hari ini dengan mandi bersama?" katanya sambil tersenyum nakal.Nora tersipu, tapi tak bisa menolak pesona Steve. Dia mengikuti suaminya, merasa antusias untuk mengawali hari dengan cara yang intim dan penuh cinta.Di bawah pancuran air hangat, mereka berbagi momen keintiman yang penuh kasih. Air mengalir melewati t
Di bawah langit Yunani yang biru cerah, di mana langit bertemu laut dalam nuansa biru yang tak terlukiskan, Nora berdiri di tepi pantai dengan mata berbinar, menikmati setiap detik momen yang berharga ini.Angin laut berbisik lembut, mengibaskan rambutnya yang panjang dan halus. Steve, yang berdiri di sampingnya, memandangnya dengan senyum penuh kasih sayang."Nora," katanya lembut, suaranya membawa nada penuh kehangatan yang hanya bisa muncul dari cinta yang mendalam. "Selamat ulang tahun. Aku ingin kamu tahu betapa berartinya kamu bagiku."Nora menoleh, matanya bertemu dengan tatapan penuh cinta Steve. Dia terdiam sejenak, merasakan kebahagiaan yang menggelora dalam hatinya, seperti ombak yang memecah di pantai."Steve, ini terlalu indah. Aku tak pernah membayangkan bisa berada di sini, di Yunani. Ini seperti mimpi."Steve tersenyum, menarik Nora lebih dekat dalam pelukannya. "Aku ingin memberikanmu segalanya, Nora. Semua yang bisa membuatmu bahagia. Karena itu adalah yang paling pe
“Woah!”Di bawah langit yang memerah saat matahari mulai tenggelam, Nora dan Steve akhirnya tiba di The Wharf Skyline Views.Tempat itu memancarkan keindahan yang memukau, seolah-olah alam dan kemewahan berpadu dalam harmoni yang sempurna.Pemandangan laut yang luas terbentang, dengan perahu-perahu yang tampak kecil dari kejauhan, membingkai pemandangan kota yang gemerlap di malam hari.“Steve … tempat ini indah sekali.”Dekorasi di dalam ruangan privat yang mereka tempati tidak kalah memukau. Lilin-lilin yang berkerlap-kerlip menghiasi setiap sudut, dan bunga-bunga segar yang tertata rapi menambah kehangatan suasana.Aroma bunga yang lembut bercampur dengan udara laut yang segar, menciptakan suasana yang begitu menenangkan.Nora mengagumi keindahan dekorasi tersebut, menyadari bahwa semua ini telah diatur dengan sangat hati-hati.“Kau menyukainya, hm?” tanya Steve dengan tangan melingkar di pinggang Nora.Wanita itu mengangguk antusias. “Ya. Aku sangat menyukainya, Steve!”Brandon, s
Dua hari kemudian, suasana di ruang rapat pimpinan di kantor Steve terasa tegang namun penuh harapan.Para eksekutif dan pemegang saham utama telah berkumpul untuk membahas masa depan EIF Group, perusahaan yang sahamnya terguncang setelah skandal yang melibatkan Jemmy, mantan pemegang saham mayoritas.Steve, duduk di ujung meja dengan Brandon di sisinya, memulai pertemuan dengan nada serius."Kita semua tahu kondisi saham EIF Group saat ini sangat tidak stabil," ujarnya, memandang para pemegang saham yang hadir. "Jemmy telah meninggalkan perusahaan dalam situasi yang sulit, dan para investor menantikan solusi dari kita."Mike, kepala bagian keuangan, mengangguk setuju. "Benar, saham perusahaan terus menurun karena tidak ada yang memegang kendali. Para investor berharap penuh pada Anda, Tuan Steve, untuk mengambil alih dan membawa perusahaan kembali stabil."Steve mengangguk, wajahnya menunjukkan ketegasan. "Saya siap mengambil alih saham tersebut, tapi dengan syarat saya mendapatkan 7
Di sebuah restoran yang penuh dengan nuansa keanggunan dan keindahan, Steve memandang istrinya, Nora, yang sedang melamun sejak tadi.Matanya terfokus pada sesuatu yang jauh, seolah pikirannya berkelana ke tempat yang tak dapat dijangkau oleh siapa pun kecuali dirinya sendiri.Steve, yang selalu peka terhadap perasaan Nora, memanggilnya dengan lembut, "Sayang, ada yang mengusik pikiranmu?"Nora tersadar dari lamunannya, menggeleng pelan dan tersenyum. "Tidak ada, Steve. Aku hanya menikmati suasana restoran ini. Tempat ini benar-benar indah dan nyaman," jawabnya dengan suara lembut, mencoba mengalihkan perhatian Steve.Meskipun tersenyum, hati Nora sedikit terganggu. Ada sesuatu yang ia harapkan dari Steve, sesuatu yang seharusnya datang sebentar lagi."Apakah kau sedang memberiku kejutan di sini?" tanyanya dengan nada penuh harap, matanya bersinar dengan ekspektasi.Steve terkekeh pelan, menyadari harapan di mata istrinya. "Kejutan, huh? Tidak ada, Sayang. Aku hanya ingin membawamu ma
"Biarkan kuasa hukumku yang menjelaskan. Kau tinggal tanda tangan saja surat cerai itu untuk diproses di pengadilan,” kata Luna dengan nada tegas.Justin menoleh ke arah Federick yang sudah siap menjelaskan alasan Luna ingin menggugat cerai Justin. Pria itu tersenyum miring, lantas membuka kacamata dan menaruhnya di atas meja berlapis kaca."Jadi, kau ingin berpisah denganku karena Steve sudah tahu semuanya tentang masa lalu kita? Bukankah kau sendiri yang memutuskan untuk selingkuh denganku? Kau sendiri yang bilang jika Frank terlalu sibuk sampai melupakanmu?" tanya Justin, suaranya terdengar penuh ejekan.Luna menghela napas panjang. “Saat itu aku memang bodoh dan egois. Dan mencintaimu adalah hal yang paling aku sesali seumur hidupku. Kau pikir aku bahagia menikah denganmu?“Tentu saja tidak, Justin! Kau hanya ingin mencari keuntungan dariku. Seharusnya aku mendengarkan permintaan anakku untuk tidak menikah lagi. Tapi, karena aku terlena oleh bujuk rayumu, aku mengabaikan anakku se
Jacob, anak kedua Justin, duduk di sofa empuk di depan ayahnya. Matanya terpaku pada layar televisi yang menayangkan berita tentang rencana Steve untuk mengambil alih saham EIF Group. Wajahnya menunjukkan ketidakpuasan yang dalam.“Kau terlalu lambat bergerak, Ayah. Pria itu sudah semakin bersinar, apalagi jika dia benar-benar mengambil alih EIF Group. Namanya akan semakin besar dan tentunya semakin sulit untuk dikuasai,” ujar Jacob dengan nada tajam.Justin menoleh, menatap anak keduanya dengan pandangan penuh penyesalan dan frustrasi. “Steve memang sulit dijangkau, Jacob. Bahkan dia bisa tahu pergerakan musuhnya meski dia sedang berada di ujung dunia. Otaknya terlalu jenius, sama seperti mendiang ayahnya.”Jacob menghela napas panjang, matanya masih terpaku pada layar televisi. “Ya. Tapi, soal cinta, dia sangat lemah. Kau bisa memanfaatkan istrinya untuk menjatuhkan Steve dan mendapatkan apa yang kau mau. Bukan malah menjodohkan dia dengan Helena.”Justin menghela napas kasar menden
Rapat hari itu berlangsung di ruang konferensi megah yang terletak di lantai tertinggi gedung EIF Group. Dari jendela besar yang mengelilingi ruangan, terlihat pemandangan kota yang sibuk, namun suasana di dalam ruangan jauh lebih tegang dan serius.Steve dan Brandon, berpakaian rapi dalam setelan formal, berjalan masuk dengan langkah mantap. Mereka disambut oleh jajaran pemilik saham EIF Group yang sudah menunggu dengan penuh harap.Ketika semua sudah mengambil tempat, John, salah satu pemilik saham senior, membuka rapat dengan nada yang tegas namun penuh kekhawatiran."Terima kasih atas kehadiran kalian, Tuan Steve. Seperti yang sudah Anda ketahui, situasi EIF Group saat ini cukup sulit karena pemilik utamanya, Jemmy, telah dipenjara. Namun, kami tidak ingin membubarkan bisnis ini. Kami percaya bahwa dengan manajemen yang tepat, EIF Group masih memiliki potensi besar untuk berkembang."Brandon mengangguk, sementara Steve tetap tenang, menunggu penjelasan lebih lanjut. John melanjutk
Satu bulan kemudian ….Steve menatap layar televisinya di ruang kerja. Menatapnya dengan tatapan tajamnya sembari melipat tangan di dadanya.‘Pada hari ini, Jemmy, seorang pengusaha terkemuka yang dikenal karena kepemilikan perusahaan besar di sektor teknologi, telah ditangkap oleh Unit Khusus Kepolisian atas tuduhan serius termasuk penggelapan dana, perdagangan narkoba, dan operasi bisnis ilegal.’‘Penangkapan dramatis terjadi di apartemen mewah milik Jemmy di pusat kota Washington. Dalam serangkaian penggerebekan yang cermat, petugas berhasil mengamankan bukti yang menghubungkan Jemmy dengan serangkaian kegiatan ilegal yang melibatkan dana perusahaan yang tidak sah, serta jaringan perdagangan narkoba yang luas.’ ‘Kami telah melakukan penyelidikan intensif terhadap Jemmy selama beberapa bulan terakhir, dan hari ini kami berhasil menangkapnya dengan bukti yang cukup kuat untuk menuntutnya di pengadilan. ‘Selain itu, kami juga menemukan barang bukti berupa narkoba dan dokumen-dokumen