Bab 9"Saat janji terucap, kepercayaan itu hadir. Semakin rasa percaya itu tumbuh, sudah sepantasnya diiringi rasa syukur pada-Nya, bila tidak ingin ada kecewa dirasa."Di kantin kampus Nay janjian dengan Andra. Nay sudah datang duluan dan memesan minuman jus alpukat kesukaannya sembari menunggu kedatangan Andra. Namun yang ditunggu tunggu belum menampakkan batang hidungnya. Akhirnya Nay mengeluarkan buku catatan untuk dibaca kembali, karena ada kuliah siang sehabis zuhur. Dari arah luar kantin ada sosok yang datang, tak lain adalah Pak Aryo. Nay mencoba menghilang dari pandangan Pak Aryo. Ingin menyingkir, tetapi sudah terlambat, dosennya keburu melangkahkan kaki masuk ke kantin.Sejak omongan Riyan tentang dosen itu, Nay jadi merasa canggung kalau bertemu. Sebenarnya bisa saja Nay bersikap biasa, memang ia tidak merasakan apa-apa atau malah belum merasakan. Namun perasaan canggung itu tiba-tiba menyerang karena keduanya sering tak sengaja bertemu.Entah kenapa Nay merasa nggak enak
Bab 10"Banyak orang mengatakan mencintai seseorang itu sangat menyiksa. Tapi sebenarnya yang paling menyiksa itu adalah mencintai seseorang yang tidak mencintaimu."(Imam Syafii)Hari ini, Nay berangkat pagi-pagi karena ada kuliah jam 7.30. Tak lupa membawa buku untuk bahan diskusi dan belajar bareng lanjutan kemarin bersama Andra. Mereka janjian setelah selesai kuliah. Nay masih berprasangka baik dengan Andra, mungkin yang menelponnya kemarin adalah ibunya."Nay, tumben balik lagi ke mode awal?""Apaan?""Tuh, bajumu."Nay tergelak mendengar komentar Cici tentang pakaiannya yang kembali dengan kemeja favorit."Biarin. Sengaja nunggu respon Pak Aryo."Cici mengerutkan keningnya, lantas ikut tertawa."Awas, jangan suka ngerjain orang. Kena sendiri tahu rasa.""Cuekin aja, deh. Beres.""Yakin?" Nay menatap horor Cici."Haha, sudahlah. Ayo berangkat." Mereka berjalan kaki melewati gang kecil dari kosan menuju jalan besar.Selama jam kuliah sesekali Nay melamun terbayang nama di layar
Bab 10BNiat hati mau mengisi perut yang sudah lapar, ternyata di kantin Nay melihat ada kakak tingkat lagi. Terutama Cindy dan Andra juga di sana. Mereka berdua tampak tertawa dan bercanda bersama. Akhirnya Nay memilih menahan lapar dan pulang ke kos duluan. Nay berencana membeli nasi rames di Mbok Ijah warung makan langganannya dekat kos."Mbok, nasi bungkus satu ya sama wedang jeruk," ucap Nay dengan wajah lesu."Mukanya kenapa Neng, kok kucel gitu." "Ishh Mbok Ijah ini perhatian benar, tahu aja kalau aku sedang suntuk.""Habis kuliah nih, Mbok, laper banget." sambil menyengir kuda Nay menjawab sekenanya."Habis kuliah apa Nay, kok kusut gitu." Suara khas yang biasa terdengar di kampus menggema ditelinganya. Nay menelan ludah susah payah. Dia menengok ke belakang, ternyata ada Pak Aryo di belakangnya. Jantungnya mendadak berdegup kencang mendapati Pak Aryo sedemikian dekat di belakangnya. "Kenapa setiap ketemu ni orang, aku jadi salah tingkah ya. Ah, sudahlah mungkin kebetulan a
Bab 10C"Ya Allah beginikah rasa sakit melihat orang yang disukai ternyata bersama orang lain. Kalau tau begini sakitnya, aku berpikir berulang kali untuk memupuk rasa cinta ini. Salahku juga kenapa berharap cinta pada manusia yang akhirnya kecewa yg kudapat."Pak Aryo menyadari gadis di depannya menundukkan kepala di meja dan bahunya mulai bergetar. Ia terkejut melihat Nay tengah menangis. Tapi menangis karena apa, tanyanya dalam hati. Apakah dia benar menyukai Andra. Pak Aryo tertegun saat melihat Nay menangis. Ingin sekali dia mendekat dan merengkuh bahunya. Namun, niat itu diurungkan karena yang ia tahu, Nayla selalu menjaga dirinya dengan lawan jenis dari kontak fisik. Agak lama posisi Nayla tidak berubah. Pak Aryo mulai khawatir lalu mencoba menepuk bahunya dengan sendok bersih yang ada di meja. "Tidak masalah bukan karena aku tidak langsung bersentuhan dengan kulitnya," pikirnya."Nay,.... Nayla, kamu nggak papa?" Lama tidak menjawab akhirnya terlihat helaan napas panjang. Sa
Bab 11Hari ini Nayla ke kampus memenuhi janji bertemu dengan Cindy, menitipkan helm Andra. Ada perasaan tidak nyaman ketemu, karena ia tahu kalau Cindy sudah jadian dengan orang yang disukainya. "Nay, yakin nggak apa sendirian ketemu Cindy?" Cici berusaha meyakinkan sahabatnya. Semalam Nay tak berhenti merutuki diri sendiri yang terlanjur memanjakan perasaannya terhadap Andra. Alhasil, saat terungkap laki-laki yang disukai justru bersama perempuan lain hatinya terluka.Nay mengangguk. Berusaha menampilkan senyum seperti biasa, ia tidak ingin terpuruk dengan keadaan. Berulang kali Nay menarik nafasnya kemudian menghembuskan supaya ia bisa menetralisir perasaannya. Ia berharap bisa bersikap baik-baik saja di depan Cindy. Nayla sudah duduk di lorong kampus, dari jarak kejauhan Cindy berjalan menuju tempatnya. Perempuan cantik dengan penampilan berkelas, berbeda jauh dengan dirinya. Rambut panjangnya tergerai seperti habis dari perawatan salon. Dandanannya pun tak kalah menawan. Nay
Bab 11B"Pak Aryo! Gimana, sih!" ucap Nay sekenanya seraya membersihkan badannya yang tidak kotor."Maaf, saya tidak sengaja." Pak Aryo terlihat mengaku bersalah. Sejatinya bukan dirinya yang bersalah, melainkan Nayla yang berjalan tanpa melihat depan.Nay menjauhkan badannya sambil membetulkan posisinya. Nay jadi malu karena ceroboh saat berjalan hingga bertabrakan dengan dosennya itu. Namun, ia tidak mau mengakui kesalahannya justru menyalahkan Pak Aryo."Lain kali hati-hati kalau jalan, Nay." Pak Aryo mengulas senyum penuh arti. Di belakang Nay, Cici tidak bisa menahan diri untuk tertawa melihat tingkah Nay terkesan seenak jidat."Ckk, Pak Aryo jalan nggak lihat-lihat sih!" Nay masih bertahan dengan egonya."Masih nggak mau mengaku kalau bersalah? Mau mengulang hal yang sama untuk kedua kalinya?" Ucapan Pak Aryo membuat kening Nay berkerut. "Kedua kalinya? Maksudnya?""Kamu ingat kuliah pertama dengan saya?" Ingat nggak!" Nay menarik bola matanya ke atas mencoba memutar ulang mem
Bab 12A"Hentikan Nay!" Pak Aryo sedikit berteriak mencoba menghalau tangan Nay yang menyentuhnya. Nay tercengang saat tatapan keduanya saling terkunci. Keduanya tenggelam dalam kesunyian dengan pikiran masing-masing.Siapa yang tahan kalau tubuhnya disentuh meskipun kemejanya yang dibersihkan. Jarak yang dekat dengan Nayla membuat jantung laki-laki dewasa itu makin berdetak kencang. Ia lalu membuka kancing kemejanya."Pak, Pak Aryo mau apa?!" Yang ditanya justru menyeringai."Eh...hmm, Bapak mau apa?" Kalimat berulang meluncur dari mulut Nay. Melangkah mundur karena kaget dengan reaksi laki-laki di depannya, Nay tak bisa berpikir panjang."Kamu pikir, saya mau ngapain? Saya masih waras tahu nggak?" ucapnya sambil menyodorkan kemeja ke Nayla. Namun, Nay belum menerimanya."Oh...hehe, maaf kirain..." Nayla malu dan mengelus dadanya dengan lega. Pikirannya sudah yang iya-iya mau ngapain laki-laki itu membuka kemeja di depannya. Dasar Nay tidak bisa berpikiran jernih dalam kondisi begini
Bab 12 B"Eh, Andra benar jadian sama Cindy, Nay?" tanya Mika."Nggak tahu. Bukan urusanku juga.""Yakin, bukan urusanmu, Nay?" Riyan mulai memancing kesalnya lagi membuat Nay siap-siap melempar tas selempangnya. Riyan berlari menjauh supaya tidak kena sasaran Nay.Satu jam berlalu, Nay tergesa memenuhi permintaan Bu Maya. Ia minta ditemani Cici ke sebuah mall besar di Bandung. Bu Maya meminta bantuan Nay untuk mengambil baju batik di butik ternama di dalam mall itu."Mi, nggak bisa ya antar kami dulu?" Nay mencoba merayu Mika. Jelas hanya Mika dan Riyan yang sudah menyambangi mall itu, sementara dirinya dan Cici belum pernah sekalipun. Nay yang berasal dari Solo saja belum pernah ke mall terbesar di Solo, meskipun sering naik dan turun dari Stasiun Balapan. Kalau ke pasar klewer justru Nay sering, karena membantu ibunya mengantar hasil jahitan ke juragan yang memasarkan di Pasar Klewer. Pasar tekstil terbesar di kotanya menjadi tujuan pencari tekstil dari daerah sekitar maupun luar
Bab 63C "Terima kasih, Sayang. Sudah bersedia mendampingiku, menjadi ibu dari anak-anakku." Aryo mengecup puncak kepala Nay yang tertutup pasmina hingga membuat hati Nayla mengembang. "Terima kasih juga, Mas." Lima bulan kemudian. Nay mengenakan baju toga untuk menghadiri wisuda sarajananya. Perutnya sudah terlihat membuncit karena HPL tinggal beberapa haru lagi. Suami dan keluarganya mendampingi acara wisudanya. Pun teman-temannya bersiap dengan buket bunga ditangan mereka. "Selamat dan sukses atas wisudanya, Nay," ucap ketiga sahabatnya. Menyusul juga ucapan selamat dari orang tua dan keluarga Aryo. "Selamat ya, Sayang. Maafkan mama! Kamu memang pantas menjadi pendamping Aryo. Jaga putraku ya, Sayang. Sebagai orang tuanya, mama memang kurang memberinya kasih sayang." "Tidak, Ma. Mama selalu menyayangi Mas Aryo meski jauh di negeri orang. Nay dan Mas Aryo selalu merindukan mama dan papa." Nay mencium pipi mertuanya lalu teringat ibunya. Wanita yang sudah mengandung dan melah
Bab 63B"Mereka kan mau menghadiri acara ini, Mas.""Apa?! Sebenarnya ini acara apa sih, Nay?" Aryo bergantian menatap Nay juga keluarganya yang tak ada angin tak ada hujan muncul di rumah istrinya."Hai, Aryo! Oma mau nengok calon buyut tahu, nggak? Kamu tuh malah bengong."Aryo kembali terkesiap. Merasa di prank, Aryo mendekati keluarganya. "Mama, papa, kapan pulangnya? Tante juga katanya nganter oma ke luar kota.""Kamu tuh, Yo. Sama istri mbok ya dijagain yang baik. Untung calon bayinya nggak kenapa-napa. Bisa-bisa kamu tak jewer sini.""Ampun, Oma." "Iya, ini tante sama orang tuamu nganter oma ke luar kota buat mengisi tausiyah, Yo," pungkas tante Maya. Aryo masih terbengong.Semua yang hadir melihat tingkah keluarga Aryo akhirnya tertawa, ada juga yang menahan senyum, seperti Nayla yang saling pandang dengan Andra. Semua itu skenario Andra untuk mengerjai Aryo. Andra tidak mau Nay disakiti oleh suaminya. Saat di Daejeon, dokter mengatakan Nay hampir keguguran karena tindakan
Bab 63A"Nay, ini tanda kasihku untukmu." Nay tertegun melihat apa yang dibawa suaminya.Aryo membuka kotak kecil berlapis beludru. Ia mengeluarkan benda yang terpasang cantik di tempatnya. Sebuah kalung pertanda kasih sayangnya untuk sang istri tercinta. Ada liontin bunga matahari di kalung itu. Aryo berharap mentari akan selalu bersinar menerangi langkah mereka mengarungi biduk rumah tangga.Bukan tidak mungkin akan datang kerikil yang menghadang. Sebisa mungkin mereka saling menggenggam tangan untuk melalui jalan yang harus ditempuh. Apa yang menjadi tujuannya menggapai keluarga yang samawa (sakinah, mawaddah, warahmah).Aryo memakaikan kalung dengan liontin matahari ke leher Nayla. Pasmina Nay angkat hingga kalung itu terpasang sempurna di lehernya. Aryo mengecup kepala Nay dari belakang. Rasa yang membuncah mengisi rongga dada keduanya. Senyum manis pun terukir di wajah masing-masing, hingga sepasang lengan kekar Aryo melingkar di perut Nayla. Tatapan hangat di wajah Aryo terli
Bab 62B"Sudah saya bilang Pak Aryo jangan menyakitinya. Dua kali Bapak sakiti Nay, maka...""No, big No, Ndra. Saya harus bicara sama Nayla. Pokoknya kamu nggak boleh melamar sebelum hubungan kami jelas, oke!" Andra hanya mengedikkan bahu, dalam hati tertawa penuh kemenangan.Aryo meninggalkan Andra membereskan tempat yang akan dipakai untuk acara. Entah acara apa sebenarnya Aryo tidaklah tahu. Ia mendekati Pak Rusdi, meminta maaf atas kesalahannya karena membuat Nay sakit hati.Aryo juga bercerita tentang kesalah pahamannya dengan Nay yang melihat dirinya bersama Tika. Waktu itu Tika ingin berpamitan yang terakhir karena mau tinggal di luar negeri. Pak Rusdi yang sudah tahu duduk perkaranya langsung menyilakan Aryo masuk dan duduk di ruang tamu. Bu Ranti terkejut melihat kedatangan tiba-tiba menantunya. Gegas wanita paruh baya itu membuatkan minuman dan menyuguhkan cemilan."Nay baru selesai mandi, Nak. Tunggulah sebentar. Tolong sabar ya Nak Aryo, menghadapi Nay yang anak tunggal
Bab 62AAryo berjalan tergopoh menuju rumah Nay. Mendengar obrolan tetangga Nay tentang acara syukuran membuat hatinya berkecamuk. Menyesakkan."Apa maunya Nayla? Apa dia benar-benar menginginkan perpisahan?" Aryo mendengkus kesal seraya kakinya menendang kerikil di jalan.Sementara itu,di kamar, Nayla merapikan penampilannya di depan cermin. Ingatannya terlempar saat tidur siang di kos Cika. Bisa-bisanya ia mimpi buruk."Nay, maaf. Aku tidak tega membuat Tika sedih," ungkap Aryo membuat Nay mencelos."Lalu?" Tatapan nyalang Nay tujukan pada suaminya. Napasnya memburu menanti perkataan selanjutnya dari sang suami."Ada yang ingin aku katakan padamu. Mama memintaku menikahinya. Tika bersedia menjadi istri kedua.""Untung hanya mimpi. Kalau beneran, aku nggak yakin bisa menerima kabar itu."Nay menghela napas panjang, seulas senyum tersungging di bibir bergincu pinknya. Kedua tangan mengusap perutnya lembut. Sebuah ketukan pintu megusik kegiatan asyiknya di depan cermin."Masuk!" Nay me
BAB 61B"Astaghfirullah. Aryo kenapa?""Aryo bersalah, Oma. Aryo sudah menyakiti hati Nayla. Dia pergi karena Aryo yang nggak sabaran. Saat di Daejeon Aryo menyakitinya fisik juga batin. Lagi-lagi pulangnya pun Aryo menambah lukanya kembali menganga."Oma dan Tante Maya tertegun melihat pengakuan Aryo. Keduanya menasehati Aryo supaya lebih sabar menghadapi masalah. Yang telah berlalu biarlah berlalu, jangan terulang lagi kesalahan yang sama. Manusia tidak ada yang sempurna. Memilih pasangan bukan untuk mencari yang sempurna tetapi yang bisa saling melengkapi hingga mendekati sempurna, karena kesempurnaan hanya milik Rabbnya."Makasih, Oma, tante. Aryo mau bernagkat dulu ke Solo.""Apapun yang terjadi jadikan ini belajaran berharga untukmu dan Nayla, Yo. Oma tidak berharap kalian berpisah. Tetapi kalau mengharuskan kalian berpisah, kamu harus mengikhlaskannya.""Oma, Aryo tidak akan membiarkan Nay pergi. Oma dan tante doakan hubungan kami membaik!" pinta Aryo dengan penuh permohonan."
Bab 61ASehari tinggal di kos Cika, Nay akhirnya pulang ke Solo. Ia bertemu bapak ibunya, melepas rindu yang bersemayam di dada. Tangis haru nan bahagia mengiringi pertemuan keluarga sederhana itu."Kamu kurusan, Nay. Makan yang banyak, Nak!" Nay meraup wajahnya kasar. Sejatinya bukan hanya rindu yang ingin tersampaikan. Lebih tepatnya, Nay ingin mendapatkan pelukan. Support yang menguatkan hatinya karena masalah rumah tangga sedang menghampiri."Yang penting sehat kan, bu. Nanti Nay makan yang banyak soalnya kangen masakan ibu. Di sana makannya aneh-aneh," terang Nay dengan kelakarnya membuat orang tuanya tergelak.Pak Rusdi dan Bu Ranti tidak menyadari putrinya sedang dilanda masalah. Nay memang pandai menyembunyikan kesedihannya. Ia sibuk membantu ibunya membereskan jahitan seperti biasa."Pak, Bu. Ini ada sedikit rejeki, Nay ingin mengadakan syukuran kecil-kecilan karena sudah diberi kesehatan saat belajar di negeri orang. Juga Nay selamat sampai pulang ke rumah.""Tapi suamimu a
Bab 60B"Sebenarna ada apa sih, Nay? Pasti kamu dan suamimu lagi berantem, ya?"Nay tidak menjawab justru tergugu seraya memeluk guling di atas kasur Cika. Sahabatnya segera mengambilkan segelas air untuk diminum supaya Nay lebih tenang.Setelah Nay terlihat tenang, Cika mulai menanyakan dengan hati-hati. Ia tidak mau Nay menangis lagi."Kalau sudah bisa cerita, aku siap ndengerin, Nay," ujar Cika."Aku tadi sudah sampai rumah. Tapi..." Nay menjeda kalimatnya seolah ada duri yang menancap di tenggorokan. Ia susah payah mengatakannya. Menarik napas panjang, Nay merasakan tepukan halus di punggungnya"Ada Mbak Tika di sana." "Hah, Bu Tika? Dosen fakultas yang baru?" Cika memasang raut keheranan kenaoa Tika bisa pagi-pagi di rumah Aryo."Kamu ingat, kan? Mbak Tika itu wanita yang dijodohkan sama Pak Aryo."Cika mendengarkan dengan sabar cerita Nayla."Tapi kamu jangan berpikiran buruk dulu, Nay. Tenanglah, kamu harus berpikir dengan kepala dingin biar nggak runyam masalahnya."Nay menga
Bab 60A EgoisNayla masih tergugu di dalam taksi yang membawanya memutari kota Bandung. Sedari tadi sopir menanyakan kemana tujuan, tetapi Nayla tidak menjawab. Sekutar satu jam, Nay baru sadar saat perutnya berdendang. Ia teringat telah melewatkan sarapan."Astagfirullah, sampai mana ini, Pak?!" pekiknya seraya menoleh ke kanan dan ke kiri. Sopir segera menepi dan menghentikan laju taksinya."Kita sudah memutari kota Bandung. Mbak mau ke mana lagi?" jawabnya seakan ingin protes tapi penumpang adalah raja. Sopir hanya memberikan pelayanan terbaiknya."Maaf, Pak. Tunggu sebentar, saya telpon teman dulu," pinta Nay. Ia mencari nomer kontak Cika."Halo, Ci. Kamu di kos atau kampus? Aku udah di Bandung.""Nay, kapan pulang?!" Nay menjauhkan ponselnya karena suara teriakan Cika dari seberang mengusi telinganya."Aku di kampus. Bentar lagi balik kos. Hanya ada kuliah pagi saja. Mika sama Ryan baru ke ruang dosen, nih. Kita ketemuan di kosku aja ya!""Ya, Ci. Tapi tolong kalau ketemu Pak Ary