15.Marina menatap ombak yang berdebur di laut sana. Bintang di langit pun tampak bertebaran m indah menambah keramaian malam ini. Suasana malam begitu syahdu dan indah itu membuat Marina merenung sedemikian dalam."Inikah waktunya? Haruskah akhirnya aku menyerah Bunda?" Bayangan Sintia melambai di peluku mata. Cairan bening yang tertahan sejak tadi kini akhirnya meleleh, tumpah ruah membasahi pipi cantik berlesung."Ayah, takdir inikah yang kau inginkan terjadi padaku? Apa benar aku anakmu?" Buliran air bening itu semakin deras mengalir mengingat bagaimana dulu Riandi membuangnya dan juga Ibunya. "Bayu ... Bay, maafkan kakak." Bayangan Bayu menari indah di pelupuk mata. Andai dia pergi apa yang akan terjadi dengan adiknya itu? Marina tergugu menatap lautan juga bintang yang menghiasi malam.Bayangan Bhaskara dan Amelia pun membayang di langit malam. Bagaimana dulu kedua paruh baya itu datang merangkul dan menyelamatkannya dari kesengsaraan. Mereka memberikan kasih sayang keluarga y
Marina meringis saat Miranda menyisir kembali rambutnya yang dibuat berantakan oleh tangan keji Madam Diana. "Pelan-pelan, sakit," lirihnya terdengar meringis. Seringai culas tampak membayangi wajah Miranda. Dengan sengaja lelaki berdandan seperti perempuan itu menarik rambut Marina hingga perempuan cantik itu semakin meringis dan memekik kesakitan. "Apa yang kau lakukan? Kau sengaja!" Marina berbalik dan menatap marah pada Miranda yang tak peduli pada protesannya. Ia mengembalikan wajah Marina kedepan dan kembali menyisir rambutnya. "Ini belum seberapa sayang ... Jika kau ingin nyawamu selamat, lakukan apa pun keinginan Madam," kata Miranda menasehati sekaligus tersirat ancaman didalamnya. "Tugas pertamamu adalah melayani Mister. Dan kau harus melakukannya dengan benar."Mister? Marina menatap kosong pada pantulan wajahnya. Mahkota yang dia jaga untuk suaminya kelak, ternyata harus berakhir di tangan lelaki bernama Mister. Setelah kembali dirias dan kembali segar. Marina digiring
Bhaskara, Batara, Ari dan Bima berhasil memasuki sebuah resort megah yang berdiri di sebuah pulau milik seorang pengusaha terkenal. Di balik nama sang pengusaha, Edwinlah pemilik sebenarnya resort beserta pulau tersebut. Bima bernafas lega sesaat setelah melewati penjaga yang dengan mudah mereka lewati. "Berpencar Tara," perintah Bhaskara pada adiknya. "Bima, kamu ikut Papi." Bhaskara meminta Bima ikut dengannya. Meski Bima sudah dewasa dan mengusai ilmu bela diri yang cukup bagus, tetap saja Bhaskara mengkhawatirkan putra bungsunya itu. Belum selesai Bhaskara membagi tugas, Bima sudah lebih dulu masuk untuk mencari sang istri. Di dalam resort tersebut ternyata tengah di adakan pesta besar. Pengusaha dan beberapa orang pemerintahan yang sering mejeng di layar kaca tampak tengah bersenang-senang dengan para perempuan penghibur."Pesta apa ini? Kenapa mereka melakukannya seenaknya!" Bima mencebik saat melihat beberapa pasangan bercumbu bahkan di gerbang masuk dan di pojokan. Pesta
Bhaskara telah sampai lebih dulu di lantai tiga. Ada empat pintu di lantai teratas resort tersebut. Lelaki paruh baya itu menatap ke empatnya bergantian, menebak di mana keberadaan menantunya. "Kamar paling ujung Om," kata Richie memberitahu kamar di mana Marina berada. Bima yang juga mendengar ucapan sepupunya langsung melewati Bhaskara dan menerjang kuat pintu berwarna coklat tua itu. Namun sia-sia, pintu terebut terbuat dari kayu jati pilihan yang kuat."Tolonggg!!" Suara teriakan Marina samar terdengar dari dalam. "Rina!! Marina di dalam Pi." Bima menoleh pada Bhaskara yang juga dilanda kecemasan juga senang, karena akhirnya menemukan keberadaan sang menantu."Kita dorong sama-sama Bim," kata Bhasakara. Bima mengangguk, keduanya mendobrak pintu dengan kuat. Namun sayang pintu bercat coklat tua itu terlalu kuat. Keduanya mendorong terus sekuat tenaga, sampai didorongan keriga, tiba-tiba pintu itu terbuka dengan sendirinya. Bima dan Bhaskara terdorong masuk dan hampir tersungkur
Edwin yang tengah menikmati fantasinya terganggu oleh kedatangan Bima juga Bhaskara. Tubuh kekar lelaki paruh baya itu terjungkal ke lantai saat Bima menendangnya sekuat tenaga. Tak hanya sampai di situ, dia pun menjadi bulan-bulanan seorang suami yang marah melihat istrinya dia lecehkan. "Uhukk ... uhuk ..." Edwin terbatuk saat lehernya terlepas dari cengkraman Bima. Dosen tampan itu ditahan oleh Bhaskara. Ia bisa sedikit bernafas setelah di jadikan samsak hidup oleh putra temannya itu. Bima mengakhiri serangannya dengan sangat terpaksa. Dalam hati dia belum puas kalau lelaki itu belum mati di tangannya. Namun, ada yang lebih oenting dari semua itu, yaitu Marina. Sang istri lebih membutuhkannya sekarang. Ia menghampiri sang istri yang tersedu di pojokan. "Putramu lumayan juga," kata Edwin seraya mengusap darah di sudut bibirnya. Dia terengah dengan nafas kembang kempis. Edwin bisa merasakan seluruh tubuhnya lumayan ngilu. Serangan Bima terlalu mendadak, membuatnya tak bisa melawan
Marina bergegas mengganti pakaiannya, rasa takut masih mendominasi. Namun, tak sengaja matanya beradu dengan bayangannya di cermin. Marina menatap bayangan wajahnya yang tampak sembab dan sisa air mata masih terlihat membasahi pipi. Ia tak menyangka dirinya akan selamat. "Tuhan, terima kasih telah menyelamatkanku," ucap Marina bersyukur telah selamat dari lelaki iblis seperti Edwin. Marina terus menatap dirinya dicermin. Kacamatanya telah hilang entah kemana, riasan di wajah membuatnya tampak sangat cantik. Namun di matanya tampak kotor dan tak bernilai keindahan. Bayangan bagaimana Edwin yang menjilati dan menciuminya membuatnya bergidik jijik dan membenci dirinya sendiri. Untuk menghilangkan pikiran buruk, Marina membasuh wajahnya berulang kali, berharap jejak bibir dan ciuman lelaki yang pantas menjadi ayahnya itu lenyap dari tubuhnya."Aku sudah tidak suci?" tanyanya pada cermin. Marina merasa dirinya telah kotor. "Rin?" Suara Bima membuyarkan lamunan Marina. Perempuan itu men
"Aku menginginkan malam pertama sebagai suami."Ucapan Bima sontak membuat mata indah Marina membeliak terkejut. Sedangkan lelaki itu, Bima menyeringai jahil dan kembali mendekatkan wajahnya. "Aku berhak atas semua yang ada pada istriku bukan?" Lanjutnya terus menggoda.Tak kuat dengan semua godaan Bima, Marina menjerit hingga Bian dan beberapa anak buah di sana menatapnya waspada. Takut ada serangan musuh yang mengintai. "Aaaahhh," jerit Maina seraya menginjak kaki suami mesumnya itu. Dia segera berlari ke arah Bian sebelum Bima kembali menariknya. "Ada ada?" tanya Bian menoleh pada Marina yang bersembunyi di belakang punggungnya. "Dia!" Marina menunjuk Bima yang mengaduh kesakitan karena kaki di injak sang istri begitu kencang. "Rina kembali! Awas kau ya!" pekik Bima kesal. Niat hati ingin mendapatkan kemesraan dari sang istri, yang dia dapat malah kekerasan padahal baru dua hari menikah."Apa yang dia lakukan Rin?" Bian tak mnghiraukan adiknya yang mengaduh kesakitan. Bian tent
Sore mulai menyapa, matahari sudah tak nampak di langit Ibu kota hari itu. Dan di kamar temaram, dua anak manusia masih bergelung dalam indahnya mimpi. Marina dan Bima masih terlelap dalam tidur mereka, setelah menghadapi rangkaian ketakutan, akhirnya keduanya bisa beristirahat dalam tenang. Tenang untuk Bima, karena bisa tidur dengan memeluk tubuh sang istri sampai puas. Sedang Marina, perempuan itu merutuk tak henti pada apa yang dilakukan Bima, sampai lelah menyerang dan dia terlelap dengan sendirinya. "Rin, Rina." Suara Amelia di balik pintu kamar berhasil membangunkan Marina dari tidur lelapnya. Sejenak perempuan itu terkejut saat merasakan sebuah tangan kini melingkar di perutnya. "Lepas!" Marina menyingkirkan tangan besar yang tak lain adalah milik Bima, suaminya. "Rin, sayang bangunkan Masmu, ada pihak Kampus di depan." Amelia kembali bersuara dan setelahnya tak terdengar lagi. Mertua Marina itu kembali ke depan. Kening Marina mengkerut saat mendengar ada pihak Kampus di
Bima mendekat dengan berlari kecil menghampiri sang istri yang kini tengah mengambang di air. Lelaki tampan itu mendnegkus kesal, karena Marina membuatnya khawatir. "Heii Marina apa yang kau lakukan?!" Marina yang mendengar suara Bima mendekat keluar dari air dan langkah Bima yang mendekat ke arahnya tiba-tiba terhenti saat melihatnya keluar dari air dengan hanya menggunakan bikina two piece yang sangat sexy. "Ap apa yangg kau kau lakukan?" Bima tergagap melihat pemandangan indah di depannya. Dia meneguk salivanya melihat bagaimana indanhnya tubuh sintal itu. Ternyata di balik pakaian udik dan tidak modis itu terdapat tubuh sintal yang begitu indah. Bima mengerjapkan matanya dan langsung membalikkan badan. Dia tidak bisa berlama-lama melihat pemandangan yang membuat jantungnya berdebar kencang. Dan lagi Marina pasti mengumpat marah kalau ketahuan dia menatap lekat tubuh indahnya. "Apa yang dia lakukan? Kenapa berpakaian seperti itu?" Bima bergumam seraya menetralkan hati dan jant
Bima baru saja melangkahkan kakinya untuk kembali menimati suasana sore. Namun, lagi-lagi suara teriakan sang istri membuatnya kembali berbalik dan berjalan cepat untuk memeriksa apa yang terjadi. "Aaaaahhhh!!" teriak Marina melempar kopernya. "Ada apa lagi? Kenapa kau suka sekali berteriak?" keluh Bima kesal tapi juga khawatir terjadi sesuatu pada sang istri. Marina menatap Bima dengan tatapan yang entahlah ..."Ada apa?" tanya Bima lagi. Bima melihat arah tatapan Marina pada kopernya yang kini tergeletak di pojokan karena tadi Marina melemparnya. "Ada apa? Ada sesuatu di dalamnya?" Lagi-lagi Marina diam. Dia terlalu malu untuk menjelaskan pada Bima apa yang sebenarnya terjadi. Karena tak mendapat jawaban dari sang istri, Bima memeriksa sendiri koper yang terbuang itu. Namun suara Marina menghentikannya. "Kenapa lagi?" tanya Bima. "Aku akan memeriksanya, apa ada kecoak di dalamnya?" Marina menarik lengan Bima agar lelaki itu menjauh dari kopernya. "Tidak, tidak ada apa-apa. Ka
29.Benar saja, Amelia memanfaatkan keadaan untuk melancarkan usahanya untuk memepersatukan anak dan menntunya dengan merencakan bulan madu untuk pasangan pengantin baru itu. "Bulan madu?!" seru Bima dan Marina bersamaan. Bhaskara yang mengetahui niat istrinya kini terkekeh seraya memberi acungan jempol pada sang istri. Amelia menatap penuh kemenangan pada kedua muda mudi didepannya. Dia bukan tidak tahu kalah Marinalah yang pasti meminta pisah rumah denganya. Tapi, sebelum itu terjadi dia harus membuat strategi dulu agar hubungan keduanya semakin dekat dan kalau oun mereka pisah rumah sudah harus ada benih-benih cinta diantara keduanya. Dan dengan acara bulan madu inilah, Amelia berharap benih itu tumbuh diantara kedunya. "Ya, bulan madu. Bukankah setiap pasangan yang baru menikah akan melakukan bulan madu?" Senyum Amelia terukir dengan manis. Dia yakin kalau Marina tidak akan bisa menolak apalagi ini adalah syarat agar mereka bisa keluar dari kediaman Bhaskara. "Tapi Mi, Rina b
28.Pagi hari di kediaman Bhaskara terasa sepi. Pagi ini hanya ada Tuan dan Nyonya Bhaskara yang tampak mengisi meja makan. Tak lama setelahnya anak sulung dan menantunya pun ikut bergabung. "Bima sama Rina mana?" tanya Bian saat akan sarapan dan hanya melihat kedua orangtuanya sedangkan kursi adik dan adik iparnya terlihat kosong.Sarah yang tak melihat adik iparnya pun bertanya hal sama. "Mereka honeymoon, Mi?" Amelia yang tengah memakan roti panggangnya tersenyum mendengar kata honey moon. Sebuah ide kini melintas di otak cantik mertua Marina itu. "Itu ide bagus sayang. Sepertinya kita harus segera membuat mereka pergi honeymoon."Bima mengernyit mendengar ucapan Amelia. Dia bertanya keberadaan Bima dan Marina, sedangkan Amelia malah membayangkan honey moon antara putra bungsu dan menantu barunya. Sedangkan Sarah ikut mendukung usul mertuanya itu. "Mereka menginap di rumah Rina," kata Bhaskara menyahut melihat ekspresi aneh Bian. Kedua pasangan calon ayah dan Ibu muda itu tampa
Tertegun beberapa saat setelah mendengar permintaan ceria dari istrinya. Setelahnya, Bima kini melangkah menyusul langkah sang istri yang kini duduk di kursi dan keduanya kini saling berhadapan. "Mari kita selesaikan semuanya," kata Marina kembali mengulang kata menyelesaikan yang berarti menyelesaikan pernikahan di antara keduanya. "Apa maksudmu?" tanya Bima tampak menatap serius. "Aku ingin kita selesaikan sandiwara ini. Aku sudah terlepas dari cengkraman mafia itu, dan pernikahan kita pun sudah tidak di perlukan lagi," jawab Marina menatap yakin. Bima menatap Marina tajam, tangannya mengepal kuat di atas meja. Tak habis pikir kalau dia istrinya itu akan meminta cerai, bahkan pernikahan keduanya belum genap satu minggu berjalan. "Jadi kau mau membuangku setelah semua yang terjadi?" tanya Bima tajam. Harga dirinya terasa sangat tergores, dia hanya di butuhkan untuk menjadi tameng agar Marina terbebas dari Mafia yang mengejarnya. Dan sekarang, setelah semuanya berakhir, dia akan
Dengan dalih merasa sakit pusing, Marina berhasil kabur dari pertanyaan aneh Sarah yang membuatnya menjadi sorotan utama di meja makan tadi. Setelahnya, perempuan itu kembali ke kamar dan merenungi apa yang telah terjadi antara dirinya dan Bima adalah sesuatu yang salah menurutnya. Ya, walaupun pada kenyataannya mereka adalah pasangan suami istri yang sah menurut agama dan negara, tapi Marina belum bisa menerima semua perlakuan Bima yang kerap kali membuatnya risih dan sangat tidak nyaman. "Lihat apa?" Suara bariton di belakang tubuhnya dan lingkaran tangan besar di perut membuat Marina terjingkat kaget dan mendapati sang suami di belakangnya. Bima tengah memeluknya dari belakang dan lelaki itu dengan sengaja menenggerkan dagu di pundaknya dengan sangat nyaman. Bongkahan dada liat terasa mendekap di punggung Marina begitu erat. Marina berusaha melepasakan tautan tangan yang melingkar di perutnya. "Lepas Mas," kata Marina masih berusaha sabar dengan semua keintiman yang Bima lakuk
"Aaaaaakkhhhhh." Jeritan kedua terdengar lebih kencang dan berat. Bukan lagi Marina yang menjerit, melainkan sang suami, Bima yang kini menjerit meraung kesakitan setelah Marina menendangnya tepat dibagian sensitivnya. "Sakit," lirih Bima menggulingkan badan kekarnya kesakitan. Melihat Bima yang meraung dan berguling tentu saja Marina syok dan terkejut ternyata dia telah menendang benda pusaka milik suaminya. Bima terus merintih di lantai yang dingin, sedangkan Marina masih tampak terkejut dengan apa yang terjadi, hingga perempuan berlesung pipi itu kini hanya mematung melihat kesakitan Bima. "Mami, sakit!" rintih Bima. Mendengar kata Mami, membuat Marina seketika sadar dari lamunannya. Dia menghampiri Bima yang masih tampak keskitan. Tadi dia memang menendang lelaki itu dengan kencang, tapi dia pun tak menyangka kalau bagian itulah yang akan mengenai tendangannya. "Mas, kamu gak papa?" tanya Marina membalikkan badan Bima yang memunggunginya. "Sakit, ngilu," lirih Bima dengan w
Kembali ke kamar dengan perasaan campur aduk. Marina merasa kasihan melihat apa yang terjadi pada Bella di ruang tamu tadi, tapi di sisi lain, dia pun gemas karena Bella telah membuat keributan cukup besar dengan kebohongannya. Sebenarnya Marina sempat menguping percakapan di ruang tamu, setelah mengetahui bahwa ada bukti CCTV yang memperlihatkan kejadian sebenarnya dan Bima tidak bersalah, itulah kenapa Marina turun membantu sang suami. Dia tahu ada yang tidak beres dengan Bella. Dan dia yakin segila-gilanya Bima, lelaki itu tidak akan sampai memaksa perempuan apalagi mahasiswinya sendiri dan masih di lingkungan Kampus. Meskipun menyebalkan, tapi di mata Marina, Bima tak sebajingan itu. Setelah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, membuat Marina semakin yakin kalau Bima bukan hanya lelaki playboy yang suka bermain perempuan. Lebih dari itu, lelaki itu ternyata sangat berbahaya. Marina kembali teringat bagaimana Bima dengan mudahnya memeluk dan menyentuhnya, padahal sebelumnya s
Marina menjadi pusat perhatian saat tiba di ruang tamu, di mana semua orang tengah membahas kasus yang melibatkan suaminya, Bima. Namun, apa maksud Marina berdandan dengan sangat cantik dan tidak biasa? Bima yang terpesona dengan penampilan Marina yang memukau, kini kembali berwajah dingin saat menatap ayah Bella yang bertanya siapa Marina. "Istri?" Ayah Bella terkejut saat mendengar Marina adalah istrinya Bima. Lelaki paruh baya itu melirik Bella yang masih menunduk dengan suara isakan yang masih tersisa. Dia tidak mengetahui kalau Bima ternyata telah menikah. "Benar, dia istriku," kata Bima membenarkan dan mengeratkan tautan jarinya dan membawa tangan Marina ke bibir lalu menciumnya, sengaja memperlihatkan kemesraan di hadapan Bella dan keluarganya."Lelaki bajingan! Kau susah memiliki istri dan masih berani melecehkan Mahasiswimu? Apa kau manusia?" tanya Ayah Bella geram melihat tingkah Bima. "Berhenti memaki adikku! Sekarang tunjukkan bukti bahwa putrimu dilecehkan," kata Bi